Kebijakan Awal untuk Mengatasi Ketidakadilan Agraria

Kebijakan Awal untuk Mengatasi Ketidakadilan Agraria

B eberapa program land reform yang dijalankan oleh

pem erintah Indonesia sebelum pengesahan UUPA di tahun 1960 :

A. Pen gh apusan h ak-h ak istim ewa desa per dikan di wilayah Banyumas di Jawa Tengah.

Sebagaim an a dijelaskan oleh Soem ardjan (1962), desa-desa perdikan m em iliki hak istim ewa berupa pengecualian pajak tanah sebagai tanda pengakuan terhadap jasa pen gabdian yan g pern ah diberikan para pendiri desa kepada raja sebelum atau selama m asa-m asa awal kolon ial. Sebagai tam bah an , si pendiri desa diangkat sebagai kepala desa di desanya tersebut, dan posisinya dinyatakan berlaku turun- tem urun pada generasi turunannya dengan waktu yang tidak terbatas. Berdasarkan UU No. 13/ 1946 Men teri Dalam Negeri m em batalkan status desa- desa tersebut dan hak-hak istimewa tradisional dari kelu ar ga p en gu asa d esa ter sebu t. Seten gah d ar i tanah yang relatif luas, yang dikuasai oleh hak-hak turunan oleh kepala desa dan keluarganya sebagai su m b er p en d a p a t a n p r ib a d i, d ia m b il-a lih oleh pemerintah dan dibagi-bagi kepemilikannya kepada p ar a p et an i yan g sebelu m n ya m en ggar ap t an ah

22 Land Reform Dari Masa Ke Masa t er seb u t seb a ga i b u r u h t a n i a t a u b u r u h p a n en .

Kompensasi finansial bulanan selama seumur hidup

d ib er ika n kep a d a m a n t a n kelu a r ga -kelu a r ga pen guasa desa tersebut yang m engalam i kerugian akibat kehilangan tanah sebagai konsekuensi dari program land reform skala kecil ini.

B. Pen gh apu san “h ak-h ak kon ver si” d alam wilayah pemerintahan otonom di Yogyakarta dan Surakarta.

Bekas Kewilayah an Yogyakar t a d an Su r akar t a m em iliki h u ku m agr ar ia yan g ber bed a d en gan wilayah -wilayah lain n ya d i J awa kar en a st at u s keduanya sebagai dua sw apraja yang mempunyai lange contracten (kontrak panjang) khusus dengan negara kolonial. “Hak-hak konversi” ini, sebagaimana dijelaskan oleh Gau t am a d an H ar son o (19 72:3-4 ) d an Gouwgioksiong (1960:35-38), merupakan sekumpulan hak untuk menggunakan tanah, buruh dan air yang

d iber ikan oleh su ltan Yogyakar ta atau Su r akar ta kepada perkebunan-perkebunan milik orang Eropa. Untuk berbagai konsesi berjangka waktu lima puluh tahun ini, pihak perkebunan m em bayar uang sewa tahunan kepada para Sultan. Setelah diterbitkannya peraturan sewa tanah tahun 18 8 4 dan 190 6, pihak perkebunan bisa mendaftarkan kesepakatan konsesi m ereka kepada kantor pencatatan pem erintah, dan kem udian m enggunakan dokum en tersebut sebagai jam in an un tuk m en dapatkan pin jam an dari ban k. Setelah Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, sistem tanah feodal, yang berdasarkan pada prinsip bahwa sul- tan menguasai baik tanah dan rakyat (tenaga kerja) ya n g h id u p d i wila ya h n ya , m e n ja d i t a k d a p a t

d it e r im a . M e la lu i U U N o . 5 / 19 5 0 , ya n g m en ga m a n d ir UU No. 13/ 19 4 8 , sem u a h a k-h a k

Kebijakan Awal untuk Mengatasi Ketidakadilan Agraria

konversi, yang di tahun 1940 mencakup 42.544 hektar 18 dih apuskan . Kem udian , h ak m ilik tan ah yan g bersangkutan diserahkan pada petani lokal yang hidup di tanah tersebut.

C. Likuidasi “tanah-tanah partikelir” Pada tahun-tahun awal setelah kem erdekaan Indo-

nesia, pemerintah Indonesia mengambil alih semua “tan ah -tan ah partikelir” sam pai seluas 1.150 .0 0 0

hektar 19 , yang sebelum nya dijual oleh pem erintah kolon ial Belanda kepada individu-individu pribadi dari In ggris, Belan da, Arab, dan Cin a pada m asa t eka n a n fin a n sia l ya n g b esa r seb elu m a b a d kesem bilan belas (Soem ardjan 1962:24). “Tan ah - tan ah par tikelir ” in i ber bed a d en gan tan ah yan g dimiliki secara pribadi lainnya, bukan hanya karena u ku r an n ya yan g san gat lu as, n am u n ju ga kar en a hak-hak istim ewan ya, lan dheerlijke rechten (hak- hak tuan tanah), yang memberikan para tuan tanah tersebut hak un tuk m em erin tah oran g-oran g yan g hidup di dalam wilayah yang dikuasainya. “Tanah- tanah partikelir” adalah suatu bentuk hak atas tanah yan g disertai oleh kewen an gan un tuk m em ben tuk sistem pem erin tah an tersen diri di dalam wilayah tan ah yan g san gat luas itu, karen an ya ia dijuluki

d en gan “n egar a d alam n egar a”. Selam a abad kesem bilan belas, sebagaim an a d ijelaskan oleh Gautama dan Harsono (1972:5-6) dan Gouwgioksiong (1960 :19-24), pem erin tah kolon ial telah m en coba untuk mengatur “tanah-tanah partikelir” ini, seperti

18 J um lah ini bersum ber dari Indisch Verslag 1941, II, hal. 270 - 2 73 seb a ga im a n a d iku t ip oleh Sh u t t er (19 59 : 12 6 7).

19 Sebagaim an a d iku tip oleh Soem ar d jan (1962: 24); ju m lah in i m en caku p “t an ah -t an ah p ar t ikelir ” d i J awa d an Su lawesi.

24 Land Reform Dari Masa Ke Masa p a d a t a h u n 18 54 ket ika Gu b er n u r J en d er a l

m em utuskan untuk m enghentikan pem berian hak-

h a k t a n a h p a r t ikelir ; kem u d ia n d i t a h u n 19 11 pemerintah kolonial mulai membeli kembali “tanah- tanah partikelir” tersebut. Antara tahun 1921 sampai

19 31, sekit a r 4 56 .70 9 h ekt a r d a r i “t a n a h -t a n a h p ar t ikelir ” t elah d ibeli kem bali oleh p em er in t ah kolon ial. Pada tahun 1950 , pem erin tah In don esia mengumumkan perkiraan jumlah total area “tanah- tanah partikelir” di Hindia Belanda (J awa) sebesar sekitar 598.829 hektar (Tauchid1953: 35-37).

Setelah Proklam asi Kem erdekaan 1945, “tan ah - tanah partikelir” dianggap bertentangan dengan prinsip keadilan sosial, salah satu lima pilar dari prinsip Negara In d on esia, Pan casila. Pad a t ah u n 19 58 p em er in t ah m en et a p ka n seb u a h UU b a r u t er ka it p en gh a p u sa n “t a n a h -t a n a h p a r t ikelir ” (UU No. 1/ 19 58 ), ya n g m enyatakan bahwa sem ua hak dan keistim ewaan yang sebelum n ya dim iliki oleh tuan tan ah partikelir akan dihapuskan oleh pem erintah. Para tuan tanah tersebut diberikan pilihan antara m enjual tanah m ereka secara langsung ke para petani, atau m enyerahkan tanahnya ke pem er in tah u n tu k d ir ed istr ibu sikan kepad a par a petan i yan g tin ggal di bekas “tan ah-tan ah partikelir” t er sebu t . Dalam ked u a kasu s t er sebu t , h ar ga t an ah ditetapkan oleh pemerintah, dan bisa dibayarkan secara dicicil dengan m aksim al waktu lim a tahun. Para tuan tanah bisa memperoleh hak atas tanah dari pemerintah un tuk m en jalan kan usaha pertan ian m ereka di bekas “tanah-tanah partikelir”nya itu dengan pembatasan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan agraria. Ket ika UUP A d it et a p ka n d i t a h u n 19 6 0 , p r oses p en gh ap u san “t an ah -t an ah p ar t ikelir ” secar a r esm i hampir selesai (Soemardjan 1962:24-25).

-V-