P residen Sukarno mengesahkan UUPA pada tanggal

P residen Sukarno mengesahkan UUPA pada tanggal

24 September 1960. Proses ini membutuhkan waktu dua belas tahun. Pemerintahan Sukarno bermaksud untuk m en ggu n akan UUPA 19 6 0 sebagai alat u n t u k perombakan revolusioner terhadap struktur agraria feodal dan kolonial melalui lima jenis program. Kelima program tersebut yaitu:

(1) Pembaruan hukum agraria, (2)Penghapusan hak- hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah, (3) Men gakh iri pen gh isapan feudal secara beran gsur- an gsu r , (4) Per om bakan m en gen ai pem ilikan d an penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan pengusahaan tanah, dan (5) P er en ca n a a n p er sed ia a n , p er u n t u ka n d a n p en ggu n a a n b u m i, a ir d a n keka ya a n a la m ya n g terkandung di dalamnya itu secara berencana sesuai

d en ga n d a ya kesa n ggu p a n d a n kem a m p u a n n ya (sebagaim ana dikutip oleh H arsono 1970 :2-3).

Tu ju an akh ir d ar i pr ogr am -pr ogr am in i ad alah untuk mencapai “masyarakat sosialis Indonesia, sebuah m a sya r a ka t ya n g a d il d a n seja h t er a b er d a sa r ka n

Pancasila” (dikutip dalam Harsono 1970 :2-3). Sebelum pengesahan UUPA tersebut, pada sesi pertama di Dewan Per t im ban gan Agu n g yan g m en gad akan p er t em u an

secara khusus untuk mendiskusikan kebijakan reforma agraria, sebagaimana dilaporkan oleh Utrecht.

48 Land Reform Dari Masa Ke Masa Sukarn o m en gem ukakan sebuah teori bahwa “lan d

r efor m m er u p akan bagian t id ak t er p isah kan d ar i Revolusi Indonesia” . . . Banyak tanah yang bisa diolah ya n g d it ela n t a r ka n p a r a t u a n t a n a h b isa d iu b a h menjadi tanah-tanah yang produktif. Para tuan tanah wa jib m en yer a h ka n kep em ilika n m er eka ya n g m elebih i batas tap i m en d ap atkan gan ti r u gi yan g layak, asalkan per atu r an yan g efisien d ibu at, d an mereka bisa tumbuh menjadi pengusaha manufaktur yang sukses. Land reform yang dijalankan secara tepat bisa m en gh asilkan , dem ikian din yatakan Sukarn o, distribusi pendapatan yang lebih adil di antara warga negara dan menciptakan sebuah struktur sosial baru yang akan membuka jalan bagi produksi nasional yang lebih tin ggi (1969:72).

J a d i, p r ogr a m la n d r efor m b er t u ju a n u n t u k m en gh apus kelas tuan tan ah yan g tan ah n ya digarap oleh buruh tani, dan m engurangi jum lah petani tanpa tanah dengan cara m em berikan tanah m ilik atas dasar prinsip tanah untuk mereka yang menggarap di atasnya (Utrecht 1969:72).

UU No. 56/ 1960 m en en tukan batas m aksim um dari kepem ilikan tan ah berdasarkan pada jen is-jen is t a n a h (sa wa h , a t a u la h a n ker in g) d a n kep a d a t a n penduduk (lihat tabel 3). UU tersebut juga menyatakan bahwa setiap oran g yan g m em iliki “tan ah kelebihan ” (t an ah yan g ju m lah n ya m elebih i bat as kep em ilikan maksimum) harus melaporkannya kepada kepala kantor

a gr a r ia set em p a t d a la m wa kt u t iga b u la n set ela h pen gesah an UU ter sebu t. Lebih lan ju t, UU ter sebu t m ela r a n g p em in d a h a n kep em ilika n a t a s “t a n a h kelebih an ” kepada pih ak lain tan pa persetujuan dari kep ala kan tor agr ar ia setem p at. Kem u d ian Men ter i Ur u sa n Agr a r ia m em p er p a n ja n g b a t a s wa kt u n ya berdasarkan kategori wilayah yaitu 30 April 1961, 31 Mei 1961, dan 30 Juni 1961 (Lihat Harsono 1997:296).

Kebangkitan dan Kejatuhan Land Reform 1960-1965

Terlepas dari “tanah kelebihan,” land reform juga mentargetkan “tanah absentee” (diartikan sebagai tanah yang dim iliki oleh m ereka yang tinggal di luar wilayah keca m a t a n d im a n a t a n a h t er seb u t t er let a k), t a n a h sw aparaja (tanah bekas kerajaan), dan tanah negara la in n ya ya n g a ka n d ip u t u ska n kem u d ia n h a r i oleh Menteri Urusan Agraria. Peraturan Pemerintah No. 224/ 1961 m enugaskan pem bentukan panitia land reform di tingkat kabupaten untuk m engidentifikasi tanah-tanah ya n g a ka n d it a r get ka n , d a n m er eka ya n g b er h a k mendapat bagian dari redistribusi tanah.

Kompensasi finansial untuk “tanah kelebihan” dan “tan ah absentee” ditentukan oleh panitia land reform ka b u p a t en b er d a sa r ka n p a d a ju m la h r a t a -r a t a p en d a p a t a n b er sih d a la m lim a t a h u n t er a kh ir p er

h ektar n ya. Un tu k lim a h ektar per tam a, kom pen sasi tersebut akan sebesar sepuluh kali dari pendapatan bersih total rata-rata; dan untuk selanjutnya, kom pensasinya akan sebesar tujuh kali dari pendapatan bersih total rata- rata. 39

Su ka r n o ju ga m en gesa h ka n UU No. 2 / 19 6 0 tentang bagi hasil. Tujuan dari UU tersebut adalah (a)

39 Lihat Peraturan Pemerintah No. 5/ 1963 yang kemudian menjadi UU No. 6/ 1964.

50 Land Reform Dari Masa Ke Masa untuk menyetarakan bagian keuntungan antara pemilik

tanah dengan petani penggarap; (b) untuk memperkuat hak-hak hukum dan kewajiban dari kedua belah pihak, khususn ya un tuk m elin dun gi pen ggarap yan g berada dalam posisi rentan; dan (c) melalui penyetaraan bagian keuntungan dan m elindungi petani penggarap, hal ini diharapkan akan meningkatkan produktivitas dari tanah t er seb u t . UU t er seb u t m en ya t a ka n b a h wa set ia p perjanjian panen harus dalam bentuk perjanjian tertulis untuk masa minimal tiga tahun untuk lahan sawah dan lim a t a h u n u n t u k la h a n b a sa h . P er ja n jia n t er t u lis tersebut harus dibuat di depan kepala desa dan dua saksi,

d a n h a r u s d ir a t ifika si oleh ca m a t . UU t er seb u t m em berikan panduan sebagai berikut:

si pem ilik lah an m en dapat bagian 50 % dan buruh p an en m en d ap at 50 % jika lah an t er sebu t ad alah sawah; si pemilik lahan mendapat bagian 33,33% dan buruh pan en m en dapat 66,66% jika lahan tersebut adalah tanah kering atau tanah basah dengan tanaman tun ai;

jika kesepakatan yan g ada un tuk pem bagian h asil p a n en leb ih b a ik u n t u k b u r u h p a n en ket im b a n g pan duan di atas, kedua pihak harus m en ggun akan kesepakatan yang sudah ada. 40

Untuk memajukan agenda land reform, pada tahun 1963 – tahun ketika Majelis Perm usyawaratan Rakyat Sem en tar a (MPRS) m en etapkan Sukar n o sebagai Pemimpin Besar Revolusi Indonesia dan presiden seumur hidup – Sukarno menetapkan 24 September sebagai Hari Petani yang harus dirayakan dengan kegiatan upacara, diikuti den gan r en can a ker ja un tuk m en in gkatkan kehidupan petani untuk mencapai suatu masyarakat yang adil dan sejahtera. Pertimbangan dari Keputusan Presiden

40 Rin cia n leb ih la n ju t m en gen a i UU No. 2 / 19 6 0 t en t a n g Per jan jian Bagi H asil, lih at Par lin d u n gan (19 9 1).

51 No. 169/ 1963 menyebutkan bahwa 24 September, kelahiran

Kebangkitan dan Kejatuhan Land Reform 1960-1965

dari UUPA adalah hari kemenangan bagi petani Indonesia, dengan mendirikan dasar-dasar untuk menjalankan land reform untuk menghapus imperialisme di sektor agraria, dan m em bebaskan petani dari berbagai bentuk eksploitasi ter h adap m an usia oleh m an usia m elalui h ubun gan - hubungan agraria, dengan tujuan untuk mencapai suatu masyarakat yang adil dan sejahtera (Harsono 1970:4).

Pada tahun 1964 Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi massa petani terbesarnya (BTI) melancarkan “aksi sepihak” untuk mengambil alih dan menduduki tanah-tanah yang dianggap akan diredistribusikan kepada para petani. Mereka menyatakan bahwa penerapan peraturan redistribusi tanah dan bagi hasil berjalan lambat, karena tuan tanah, yang sebagian besar berafiliasi dengan partai-partai Islam dan nasionalis, menghalang-halangi penerapan peraturan tersebut. Aksi-aksi ini dipandang oleh PKI sebagai sebuah sikap politik resmi untuk melawan para tuan tanah yang m en olak un tuk m elaporkan “tan ah kelebihan ”m ereka kepada panitia land reform, atau menghindarinya dengan cara membagi-bagi tanahnya ke dalam bagian-bagian lebih kecil dengan diatas-namakan anggota-anggota keluarga

m er eka. 41 Aksi-aski sepih ak ter sebut m em un culkan ketegangan dan kontroversi lokal dan nasional 42 , termasuk perdebatan sengit mengenai “aksi sepihak” antara editor Harian Rakyat (mewakili PKI) dan editor Merdeka (mewakili Partai Nasional Indonesia) di tahun 1964. 43

41 Pada faktan ya terdapat beberapa jen is “aksi sepihak” seperti dijelaskan oleh Utrecht (1969), Lyon (1970 ), dan Mortim er (1972).

42 Mengenai “aksi sepihak” di dalam konteks reforma agraria dan pertarun gan politik 1960 -1965 di J awa Tim ur dan J awa Ten gah,

lihat Hefner (1990), Pratikto (2000), Sulistyo (2000), Padmo (2000), Sanit (20 0 0 ), dan Kasdi (20 0 1). Cf. Aprianto (20 0 6).

43 Polemik tersebut dikumpulkan dan diterbitkan dalam sebuah buku Polem ik H.R. dan Merdeka (Djakarta, Merdeka Press 1965).

52 Land Reform Dari Masa Ke Masa Sukarno lebih memihak PKI dan BTI, mendukung

aksi sepihak, dan mengecam pihak-pihak yang merintangi la n d r efor m . Da la m Pid a t o Per in ga t a n Pr okla m a si Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1964 Sukar n o m en egaskan pan dan gan dan sikapn ya m en gen ai petan i sebagai sokoguru revolusi, bersam a dengan para buruh. Kemudian, Sukarno memerintahkan Menteri Urusan Agraria untuk m enyelesaikan dengan seger a dan sukses – sebelum akh ir tah un 1964 atau pertengahan tahun 1965 paling lambat - program redistribusi “tanah kelebihan” di J awa (dan juga di Madura dan Bali),

d an d alam wakt u sat u at au d u a t ah u n lagi. Ia juga memerintahkan Menteri Kehakiman untuk mendirikan pengadilan land reform secepat mungkin, sebagaimana telah dijanjikan, dan memperingatkan panitia-panitia land reform untuk mengakhiri “praktek-praktek tidak benar” mereka, membiarkan para petani mengambil tindakan sendiri untuk menuntut hak-hak mereka (Sukarno 1964 [1965]:662-623).

Pada bulan J anuari 1965 Menteri Urusan Agraria m elapor kan bah wa pelaksan aan lan d r efor m pada kenyataannya bermasalah. Seperti dilaporkan oleh Utrecht, masalah-masalah utamanya tersebut adalah:

√ Ku r an g lan car n ya in ven t ar isasi t an ah seh in gga m enyulitkan penetapan “tanah-tanah kelebihan”,

dan membuka peluang terjadinya penyelewengan. √ Kurangnya pengertian mengenai arti perlunya land

reform sebagai sarana perubahan sosial untuk rakyat

b a n ya k m em b u a t p a r a t u a n t a n a h m u d a h menghalang-halangi program tersebut.