Epilog oleh: Noer Fauzi ~ 642 Biografi Singkat Mochammad Tauchid ~ 662

B AGIAN K EDUA

Bab 7 ZAMAN PENJ AJ AHAN J EPANG SAMPAI SEKARANG ~ 255

I. Masalah Tanah di Zaman Penjajahan J epang ~ 255

I I . Masalah Tanah Sesudah Proklamasi Kemerdekaan ~ 259

I I I . Sengketa Tanah ~ 268

I V. Usaha Pemerintah dalam Mengatasi Keadaan dan Cara Penyelesaian Lain-lainnya ~ 296

Bab 8 DASAR-DASAR HUKUM DAN POLITIK AGRARIA DI MASA DATANG ~ 310

I. Riwayat Hukum Agraria di Indonesia ~ 311

I I . Persoalan Mengenai Dasar-dasar Hak Tanah ~ 335

OCHAMMAD T AUCHID

I I I . Dasar-dasar Hukum dan Politik Agraria ~ 351

I V. Bagaimana Melaksanakan Dasar-dasar dan Tujuan ~ 361

P ENGANTAR :P ROF .D R .E NDRIATMO S OETARTO

a. Indonesia sebagai pulau-pulau ~ 363

b. Luas tanah dan kepadatan penduduk ~ 363

c. Macam-macam Kualitas Tanah untuk Kepentingan Pertanian ~ 375

V. Syarat-syarat dan Dasar Pem baharuan ~ 376

a . Transmigrasi ~ 384

b . Industrialisasi ~ 396

VI . Pembaharuan Bentuk dan Cara-cara Pertanian ~ 398

VI I . Memelihara Kebaikan dan Kesuburan Tanah, Arti Hutan bagi Manusia ~ 435

Pe n u tu p ~ 451

STPN P RESS , 2009

Daftar Isi Bab 3 HAK TANAH DENGAN HAK-HAK ORANG ~ 60

I. Persewaan Tanah ~ 60

a . Persewaan Tanah Negeri ~ 63

b . Persewaan Tanah Milik Rakyat kepada Orang

Asing ~ 74

II. Hak Pinjam ~ 90

III. Hak Pakai ~ 90

Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia

Bab 4 HAK TANAH BAGI WARGA ASING DI DAERAH ©2009 STPN Press, Yogyakarta SWAPRAJ A DI LUAR J AWA DAN MADURA ~ 91

I. Hak Konsesi ~ 94

Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Tjakrawala, Jakarta, 1952.

Tanah Konsesi di Sumatera Timur ~ 98 Diterbitkan kembali oleh STPN Press,

I I . Konsesi untuk Perkebunan dan Pertanian Kecil di bekerjasama dengan Pewarta (Persaudaraan Warga Tani)

Daerah Sumatera Timur ~ 10 4

Yogyakarta, 2009

I I I . Erpacht buat Bangunan Perumahan ~ 10 6

I V. Hak Opstal ~ 10 6

V. Erfpacht di Daerah Swapraja di Luar J awa dan Penulis

: Mochammad Tauchid

Madura ~ 10 8

Editor : Tim LIBRA

VI . J aminan untuk Mendapatkan Tenaga Keperluan Layout & Cover : Eja ADesign

Eksploitasi Tanah ~ 114 Bab 5 HAK TANAH BAGI RAKYAT INDONESIA ~ 131

691 + xix hlm, 14 x 21 cm ISBN : 978-602-8129-56-5

I. Hak Wilayah ~ 131

I I . Hak Milik ~ 142

Cetakan pertama, November 2009

I I I . Hak Agraris Eigendom ~ 153

Diterbitkan oleh:

I V. Hak Usaha ~ 154

V. Hak Gadai ~ 156

Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

VI . Hak Wakaf ~ 157

Jl. Tata Bumi No. 5, Banyuraden, Gamping,

VI I . Hak Boroh ~ 157

Sleman, Yogyakarta, 55293 Telp. 0274-587239 Fax. 0274-587138

VIII.Macam-macam Corak dan Bentuk Hak Milik Tanah Rakyat di Daerah-daerah ~ 158

IX. Macam-macam Peraturan Mengenai Soal Tanah

Berhubung dengan Adat di Daerah-daerah ~ 211 DIPERJUALBELIKAN

TIDAK UNTUK

X. Pembagian Warga Desa Berhubungan dengan Hak Milik Tanah di Desa ~ 214

Daftar Isi

Kata Pengantar Ketua Sekolah Tinggi Pertanahan

Nasional

Kata Pengantar STPN ~ v Kata Pengantar Keluarga ~ xi Kata Pengantar Penulis ~ xiv

Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) di Yogyakar-

ta, adalah Perguruan Tinggi Kedinasan di lingkungan Badan MASALAH AGRARIA DI INDONESIA ~ 3

B AGIAN P ERTAMA

Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) dan meru- pakan satu-satunya institusi pendidikan tinggi pertanahan di

Bab 1 KEKUASAAN RAJ A ATAS TANAH ~ 15 tanah air yang berstatus milik negara. Lebih dari 3 (tiga) tahun

I. Kekuasaan Raja-raja atas Tanah:Masa Sebelum terakhir 20 0 6-20 0 9 ini, STPN, utam anya berkat dukungan Tahun 187 ~ 15

pimpinan BPN RI, telah mampu menggiatkan beragam upaya

II. Zaman Feodalisme Baru: Masa Sesudah pengembangan diri seraya berobsesi menjadi salah satu insti-

Tahun 1870 ~ 22 tusi yang berpredikat pusat unggulan (center of excellent) da- Bab 2 HAK TANAH BAGI BANGSA ASING ~ 31

lam ranah pendidikan dan kajian-kajian pertanahan/ agraria.

I. Hak Tanah yang Disertai dengan Kekuasaan Dalam konteks ini STPN selain mengemban amanah dalam Kenegaraan ~ 32

bidang pendidikan, penggem blengan, dan pengadaan kader-

I I . Hak Tanah bagi Orang Asing yang tidak Disertai kader pertanahan dan agraria yang handal untuk keperluan

Kekuasaan Kenegaraan ~ 45

1. Hak Eigendom ~ 46 lingkungan BPN RI; ia juga didorong untuk mampu menjadi

2 . Hak Opstal ~ 48 salah satu institusi akademis yang penting dan berwibawa da-

3 . Hak Erfpacht ~ 50 lam memproduksi pengetahuan mutakhir tentang pertanahan

4 . Hak Pakai ~ 59 dan agraria (un tuk selan jutn ya akan disebut agraria saja).

Mochammad Tauchid Kata Pengantar Penulis Dalam ungkapan yang lebih beraroma sloganistik ’STPN adalah

H in d ia Bela n d a , b a ga im a n a p r a kt ekn ya d en ga n sega la Cermin dan sekaligus Pembaharu BPN RI’.

akibatnya. J uga hak-hak tanah menurut hukum adat dengan Sebagai jalan untuk memenuhi hasrat tersebut STPN an-

segala peraturan yan g m en gikutin ya, un tuk sekedar dapat tara lain sedan g dan telah m em fasilitasi pen erbitan -pen er-

m em b er i ga m b a r a n ya n g jela s, a p a ya n g d ija la n ka n bitan karya-karya keagrariaan terbaik yan g dihasilkan oleh

Pem er in tah H in d ia Belan d a d u lu , agar d alam u sah a kita kalangan pakar, akademisi, scholar, pegiat, termasuk seniman

m en yelesaikan soal in i m em pun yai gam baran , m en getahui melalui STPN Press. Mereka ini datang tidak saja dari kalangan

pokok pangkal yang menimbulkan keadaan semacam ini. internal staf pengajar STPN sendiri, nam un m encakup pula

Mengingat bahwa soal agraria itu m erupakan soal yang mereka yang tergabung dalam associate scholars, mitra jeja-

m eliputi seluruh penghidupan, m aka persoalannya tidak ha- ring, dan kalangan luas lainnya.

nya terbatas kepada soal-soal hukum dan politik, tetapi soal- Dimulai pada tahun 20 0 7, STPN Press mulai meluncurkan

soal teknis menjadi juga persoalan yang bersangkutan. satu buku berjudul ’Pemberdayaan Setengah Hati’ ditulis oleh

Dengan uraian dalam buku ini Penulis berharap akan da- rekan Sutaryono staf pengajar STPN yang mendasarkan sub-

pat m enyum bangkan pikirannya dalam soal yang m engenai stansi karangannya pada hasil riset studi m agisternya pada

salah satu tiang penghidupan Rakyat Indonesia, terutama bagi disiplin sosiologi. Sementara di awal 20 0 9 STPN Press secara

kebahagiaan Tani Indonesia.

berun tun m elun curkan dua buku, m asin g-m asin g bertajuk ’Kebangkitan Studi Reforma Agraria di Abad ke 21’ dan ’Refor-

Bogor, J anuari 1952 m a Agraria: Dinam ika Aktor dan Kawasan’. Kedua buku ini berisi naskah-naskah terkini (tahun 20 0 0 -an) yang ditulis oleh

M o c h a m m a d Ta u c h i d

para pakar agraria ternama berkebangsaan asing yang kemu- dian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Namun sebelum dibukukan naskah-naskah tersebut men- jalani suatu proses yang terbilang istim ewa karena didisku- sikan lebih dahulu secara intensif melalui suatu forum diskusi yan g d isebu t ’Lin gkar Belajar Ber sam a Refor m a Agr ar ia’ (LIBBRA). Forum diskusi ini m ula-m ula dirintis oleh STPN, Lembaga Karsa di Yogyakarta, dan Sajogyo Institut di Bogor pada tahun 20 0 8,

Gelar forum Diskusi LIBBRA (Cross Border Learn in g Circle of Agrarian Reform ) dipandu rekan Noer Fauzi, kini

Kata Pengantar kandidat doktor pada University of California, Columbia, AS

yang kompetensi akademik dan pergumulan praksis lapangan- n ya sun gguh sarat. Rekan Noer Fauzi in i pula yan g secara khusus kami minta untuk menulis bagian epilog dari buku M. Tauchid yang kini ada di hadapan kita. Dapat dicatat diskusi- diskusi LIBBRA sepanjang tahun 20 0 8 diselenggarakan secara

Kata Pengantar Penulis bergilir di berbagai kampus, diawali dari STPN di Yogyakarta,

lalu diikuti di IPB Bogor, UIN di Yogyakarta, UIN di J akarta, UGM di Yogyakarta, dan UI Depok, sesuai dengan latar bela- kang institusi asal sebagian partisipannya.

Satu buku berikut yang telah diluncurkan STPN berjudul: Masalah agraria sebagai masalah pokok bagi penghidupan

’Reson an si Agr ar ia’: Mem per in gati H ar i Agr ar ia Nasion al Bangsa dan Rakyat Indonesia, sekarang sudah m enjadi per-

20 0 8’, yang berisi kum pulan tulisan terbaik peserta sayem - soalan umum, persoalan masyarakat. Tidak saja menjadi per-

bara karya tulis ilm iah m em peringati hari Agraria Nasional soalan , tetapi d i san a-sin i su d ah m en im bu lkan kejad ian -

ke 48 tahun 20 0 8. Sementara itu, sejumlah buku agraria lain- kejadian yang m enyedihkan.

nya lebih dulu diusung oleh STPN Press bersam a sejum lah Persoalan agraria adalah persoalan hidup Rakyat Indo-

institusi dalam dan luar negeri. Salah satunya dikarang Prof. n esia.

Sediono MP Tjondronegoro (Ketua Dewan Penyantun STPN Politik pen jajahan Belan da di In don esia dapat digam -

yang juga Guru Besar Emeritus IPB Bogor). Salah satu buku barkan terutam a dengan politik agrarianya.

tersebut berjudul ’Negara Agraris Ingkari Agraria’. Satu buku Rakyat langsung merasakan akibat politik Agraria Kolo-

lain yang sudah diterbitkan oleh STPN Press berjudul ’Tanah nial Belanda berupa kemiskinan dan kesengsaraan.

Untuk yang Tak Bertanah’: Perjalanan Landreform pada Era Sesudah Bangsa Indonesia lepas dari penjajahan seha-

Dem okrasi Terpim pin 1960 -1965’, karan gan salah seoran g rusnya segera m enyelesaikan lebih dulu m asalah agraria.

pegiat LIBBRA, Andi Achdian.

Pengetahuan tentang politik agraria di Indonesia belum Karya-karya lain yang telah terbit dan diluncurkan saat menjadi pengetahuan bagi umum. Pengetahuan itu selama ini

ran gkaian acara wisuda STPN Agustus 20 0 9, adalah buku baru dimiliki terutama oleh orang-orang yang akan memper-

’Keistim ewaan Yogyakar ta: Yan g Diin gat d an Dilu pakan ’, gunakan politik itu bagi kepentingannya.

karan gan para sejarawan m uda yan g dipim pin oleh rekan Kam i sajikan dalam buku in i sekedar kupasan ten tan g

Ahmad Nashih Luthfi yang meninjau keistimewaan DIY dari p olit ik yan g t er d ap at d alam H u ku m Agr ar ia Pem er in t ah

p er sp ekt if p er t a n a h a n . Ka r ya la in d en ga n ed it or J u liu s

Mochammad Tauchid Kata Pengantar Keluarga Sem biring (dosen STPN) m enghasilkan buku bertajuk ’10 0 0

bitkan kembali buku ini. Melalu prakarsa ketuanya, Prof. Dr. Peribahasa Daerah Tentang Tanah/ Pertanahan di Indonesia’

Endriatmo Soetarto, dan berbagai pihak yang terlibat di STPN, yang digali dari khazanah kekayaan budaya suku-suku bangsa

buku ini dapat tersaji ke hadapan pembaca. J uga kepada Bung di berbagai pelosok tanah air.

Tri Chandra AP., Bung Moh. Shohibuddin, serta Bung A. N. Buku berikut yang sedang ditekuni penyelesaiannya ada-

Luthfi dan Bung Amin Tohari yang menambah buku ini dengan lah ’Mazhab Agraria Yogya’ dan ’Potret Perjuan gan Bapak

sajian biografi penulis.

Hukum Agraria Prof. Boedi Harsono’. Karya-karya tulis di atas Semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca budiman. hanyalah sebagian contoh dari sejumlah kajian-kajian agraria lain yang telah diterbitkan dan diluncurkan oleh STPN Press

Ke lu arga Be s ar Mo ch . Tau ch id

secara m andiri atau bersam a dengan m itra jejaringnya yang memiliki minat dan kepedulian yang sama dalam soal agraria.

Tentu tidak boleh dilupakan 2 (dua) buku lain yang telah ditulis oleh Gunawan Wiradi, seorang pemikir sekaligus pegiat agraria senior yang sekaligus anggota Dewan Penyantun STPN. Buku tersebut masing-masing berjudul ’Ranah Studi Agraria, Penguasaan Tanah dan Hubungan Agraris’ dan ’Masalah Agra- ria dan Dinamika Pelaksanaan Reforma Agraria’. Buku-buku tersebut merupakan hasil suntingan atas artikel-artikel lepas beliau yang sebelumnya pernah diajukan dalam berbagai fo- rum penting dan kini m enjelm a m enjadi suatu bacaan yang mengalir sehingga enak dibaca dan sekaligus pencerah kritis bagi kita yang peduli masalah agraria.

Hal yang hendak kami garisbawahi dari gambaran di atas adalah, karena naskah-naskah publikasi tersebut lahir dibidani atau ikut diusung oleh STPN (yang notabene merupakan pergu- ruan tinggi kedinasan di lingkungan BPN RI), maka langsung maupun tidak ia membawakan suatu isyarat pula tentang ’apa, bagaimana, dan sampai di mana capaian pemikiran-pemikiran kritis agraria hidup dan bergelora di kalangan aparat BPN RI dewasa ini.

Mochammad Tauchid Kata Pengantar bahwa buku yang sarat dengan data-data ini akan bisa dipakai

Dengan ungkapan yang lebih spesifik ia mengisyaratkan untuk kajian-kajian agraria di kem udian hari. Nam un harus

juga tentang sejauhmana insan-insan BPN RI telah turut ber- kam i akui, kam i tidak m em perkirakan bahwa oleh ban yak

proses m em bangun perspektif dan wawasan pikirnya untuk orang buku tersebut ternyata juga dianggap sebagai ibu dari

secara kritis memahami, memaknai, dan mengkonstrusikan dis- buku-buku tentang agraria yang ditulis orang kemudian. kami

kursus mutakhir mengenai berbagai problema agraria di berbagai juga tidak memperkirakan bahwa buku ini telah memberi do-

aras (mikro, meso, maupun makro), khususnya yang mengimbas rongan dan inspirasi bagi mereka yang bekerja dan berjuang

pada nasib lapisan lemah yang merupakan mayoritas penduduk. di bidang agraria. Hal ini sungguh m erupakan penghargaan

Lalu dapat pula digali pertanyaan sejauhmana kontribusi dari yang sangat tinggi bagi penulisnya, dan m erupakan kebang-

keselu r u h an gam bar an tad i bagi p en ajam an p en yu su n an gaan bagi kam i, anak-anak, cucu-cucu dan buyut-buyutnya.

kebijakan pertanahan yang dikeluarkan pem erintah, dalam Lebih dari itu, bagi kam i, penerbitan kem bali buku ini

hal ini oleh para pengambil keputusan di lingkungan BPN RI. menunjukkan bahwa masalah agraria masih merupakan ma-

Dalam konteks itu buku karya M. Tauchid yang publika- salah yang sangat penting bagi kehidupan kaum tani di Indo-

sinya kali ini diemban dan dipercayakan kepada STPN Press n esia, yan g m asih terus diperjuan gkan oleh ban yak oran g.

dalam edisi ’cetak ulan g’ sepatutn ya juga perlu dibaca dan Karena itu, bagi kami, penerbitan kembali buku ini juga me-

ditafsirkan dalam konteks meneguhkan penyikapan kritis kita nunjukkan besarnya kom itm en STPN dan Pewarta terhadap

di hadapan dinamika problema keagrariaan yang ada di sekitar nasib dan perjuangan kaum tani tersebut. Mudah-m udahan

kita. Muaranya tak lain untuk memastikan keberpihakan setiap buku masalah agraria, karangan ayah, kakek dan buyut kami

diri kita para pembaca, termasuk jajaran birokrasi agraria (me- ini bisa memberikan kontribusi bagi perjuangan mereka itu.

m injam istilah rekan Noer Fauzi) dalam perjuangan kolektif Secara khusus, kami ucapkan terimakasih dan kami beri-

m em ban gun keIn don esiaan yan g m en yokon g pen guasaan kan penghargaan yang tinggi kepada Bung Rudi Casrudi, Mbak

dan pengusahaan sumber-sumber agraria bagi sebesar-besar Nana Nirwana Hidayati, Bung Dodi Ujiharyono, Bung Yudi

kemakmuran rakyat (amanat fasal 33 UUD 1945). Irandha, Bung Iwan Nurdin. J uga kepada Bung Saiful Bahari

Catatan pokok lain atas buku M. Tauchid (diterbitkan per-

d an Bu n g H en r i Sar agih yan g selain m en jad i p en d or on g tam akali tah u n 1952) ad alah , ia secar a jeli telah ber h asil diterbitkannya kembali buku ini, mereka adalah juga pejuang

m en yin gkapkan secara teran g-ben deran g bagaim an a keru- pem baharuan agraria yang sejati, yang tidak henti-hentinya

sakan struktural telah terjadi pada fondasi pokok kehidupan dan secara kon sisten m em perjuan gkan kepen tin gan kaum

mayoritas rakyat (desa) akibat politik agraria yang eksploitatif tan i.

dalam rentang waktu yang panjang sejak masa kolonial sampai Kami juga menyampaikan terima kasih setulusnya kepada

dengan dekade awal pasca proklamasi kemerdekaan (mengi- Sekolah Tin ggi Pertan ahan Nasion al yan g bersedia m en er-

kuti periode terbitan buku tersebut). Kom plikasi sosial yang

Mochammad Tauchid lahir daripadanya sekarang kita kenal dalam istilah ’kemiskinan

agraria yang akut dan kronis’ karena absennya kebijakan pem- baharuan agraria. Akibat lanjutannya sama-sama kita ketahui telah memunculkan semakin intensif berbagai perkara, sengketa, dan konflik agraria yang merebak di berbagai pelosok tanah air.

Dengan begitu pertanyaannya sekarang adalah, ke mana gerangan kecenderungan yang sedang dan akan ditarik oleh kebijakan politik kita dari ’segitiga abadi’ hubungan agraria yang

Kata Pengantar Keluarga

di dalam n ya teren tan g ketegan gan -ketegan gan , m en cakup dalam hal ini: land, conflict and Justice’ (meminjam judul buku Avery Kollers, 20 0 9). Akankah m engarah pada m enguatnya harapan lahirnya struktur penguasaan, pemilikan, pengelolaan,

Pertama-tama, keluarga besar mengucapkan terimakasih dan pem anfaatan sum ber-sum ber agraria yang lebih m erata

dan penghargaan yang tinggi kepada Sekolah Tinggi Perta- dan berkeadilan; atau sebaliknya, justru memicu pada meluas

nahan Nasional, Yogyakarta dan bekerjasama dengan Pewarta dan menajamnya konflik-konflik agraria yang ada di sekitar kita.

yan g telah m en gam bil in isiatif un tuk m en erbitkan kem bali Atas semua jerih payah dan kerja keras para pihak yang

buku masalah agraria yang ditulis oleh Moch. Tauchid, ayah, karena keterbatasan ruang tidak dapat disebutkan satu per

kakek dan buyut kami.

satu namanya di sini, kami mengucapkan banyak terimakasih Rasa terimakasih dan penghargaan ini juga kami sampai- disertai pen ghargaan tin ggi sehin gga m em un gkin kan ram -

kan kepada semua pihak yang telah memungkinkan penerbitan pungnya penerbitan buku ’cetak ulang’ ini. Demikian pula kepa-

kembali buku ini, yaitu kepada mereka yang ikut mendukung

da keluarga besar alm arhum bapak M. Tauchid yan g telah dan mendorong gagasan untuk menerbitkannya, sampai pada merestui terbitnya buku klasik agraria ini, dan PEWARTA atas

mereka yang bekerja secara langsung untuk benar-benar bisa kerjasamanya, tak lupa kami ucapkan banyak terimakasih. Ha-

menerbitkannya secara nyata, yaitu mereka yang telah bekerja rapan kami dengan keberadaan buku ini ia dapat menjadi salah

keras untuk menulis kembali (karena buku ini ditulis dengan satu penyumbang penting dalam pengayaan sumber rujukan

ejaan lama), mengoreksi, mengedit, mencetak dan kemudian kajian agraria berbahasa Indonesia.

m en gedarkan n ya.

Sejak awal kami paham dan yakin bahwa buku masalah

Yogyakarta, Oktober 20 0 9

agraria ini pasti akan bermanfaat bagi mereka yang menaruh m in at kepada m asalah-m asalah agraria yan g dihadapi oleh

Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA.

bangsa Indonesia ini. Sejak awal pula, kami paham dan yakin

Mochammad Tauchid

1. H ak tan ah yan g disertai hak dan kekuasaan ken egaraan (overheidsrechten) yaitu yang berupa Tanah Partikelir.

2 . H ak t an ah yan g t id ak d iser t ai keku asaan ken egar aan , dengan mendapat hak benda (zakerlijke rechten) yang kuat. Ada kalanya disertai jaminan seperti mendapat kekuasaan kenegaraan juga, seperti dengan adanya punale sanctie

3 . H ak tanah dengan hak persorangan (persoonalijke rech- ten ). Masing-masing hak yang tersebut di atas membawa im- plikasi sendiri-sendiri. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan pada bab berikut ini.

I. Hak Tanah yang Disertai dengan Kekuasaan Kenegaraan

a. Tanah Partikelir

Tanah Partikelir itu terdapat di daerah J akarta, kota J a- karta, Bogor, Surabaya, dan Kediri. Milik orang-orang Tiong- hoa, Arab, atau orang asing lainnya. Ada yang menjadi milik perseorangan, ada pula yang milik Badan Hukum.

Asal tanah ini ialah tanah hak ulayat yang sejak zam an kompeni (VOC) dan zaman Inggris, terutama pada tahun 1627 sampai tahun 1829 yang dijual oleh kompeni dan Pemerintah Belanda serta Inggris kepada orang-orang partikelir. Terka- dang juga dijual kepada famili, dan terutama pada waktu peme- rintah Hindia Belanda sangat kekurangan uang, berturut-turut terjadi sebagai berikut:

a . pem berian tanah Eigendom dengan tidak bayaran (1627- 168 5);

b . pemberian tanah Eigendom dengan penjualan lelang (1685- 175 1) ;

MASALAH AGRARIA DI INDONESIA

Soal Agraria (soal tanah) adalah soal hidup dan penghi- dupan manusia, karena tanah adalah asal dan sumber makanan bagi m anusia.

Perebutan tanah berarti perebutan m akanan, perebutan tian g hidup m an usia. Un tuk in i, oran g rela m en um pahkan darah, mengorbankan segala yang ada demi mempertahankan hidup selan jutn ya. Pujan gga ilm u jiwa, Freud, m en gatakan bahwa soal pokok hidup manusia ialah mempertahankan hi-

d u p d a n m em p er t a h a n ka n t u r u n a n (z elf b eh ou d d a n soortbehoud ). Untuk mempertahankan hidup, orang berjuang guna m endapatkan m akanan, dan untuk m em pertahankan kekalnya keturunan orang membela keluarga, anak-isteri dan

b a n gsa n ya . Per ju a n ga n b er eb u t m a ka n a n d a n m em b ela turunan adalah perjuangan hidup manusia di dunia ini. Peperangan sejak zam an purbakala hingga zam an yang m odern ini, tidak lain untuk berebut tanah dan m em perta- hankan keturunan. Sejak zaman purbakala, ketika orang masih bersenjatakan batu hingga zaman modern yang bersenjatakan atom, peperangan tidak lain itu saja yang diperebutkan, yang

Mochammad Tauchid berakhir den gan pen yerahan tan ah dan hasiln ya dari yan g

kalah kepada yang menang. Orang tidak segan menumpahkan darah dan mengorban- kan nyawanya untuk sebidang tanah dan untuk wanita (oleh laki-laki) atau untuk laki-laki (oleh wanita), sehingga tidak salah ketika m uncul adagium yang berbunyi “sany ari bum i sadu- m uk batuk, ditohi tekaning pati”.

Siapa menguasai tanah, ia menguasai makanan

Bagi Indonesia, soal tanah adalah tiang dan sumber bagi penghidupannya. Hasil tanah Indonesia adalah pokok peng- hidupan bagi rakyat Indonesia. Dan karena hasilnya yang besar dan berharga tinggi itulah yang menarik kaum penjajah untuk menguasai tanah di negeri ini, dengan tujuan mengambil hasil- nya bagi kepentingan hidupnya (penjajah).

Penyerahan tanah dari bangsa Indonesia kepada penja- jah, bukan penyerahan dengan suka rela atau keikhlasan, tetapi p en yer ah an yan g ber laku sesu d ah ber gu lat d an ber ju an g den gan pen gorban an darah dan jiwa. Tidak pern ah terjadi pen yerahan sebidan g tan ah oleh ban gsa In don esia kepada kaum pen jajah berjalan den gan dam ai. Pen yerahan terjadi setelah kekuatan habis untuk bertahan, dengan rasa getir dan m engandung dendam .

Siapa menguasai tanah, dialah yang menguasai makanan

Untuk menguasai tanah ini, pemerintah jajahan menye- diakan serdadu dengan segala perlengkapannya untuk menjaga tanah agar jangan direbut lagi kembali oleh yang berhak.

Kekayaan bumi Indonesia yang dihasilkan dari tanahnya sangatlah berlim pah, hal ini dapat dilihat dari angka-angka

Masalah Agraria di Indonesia statistik yang tercantum pada tabel di bawah ini. Tabel terse-

but m enggam barkan bagaim ana perbandingan antara keka- yaan negara yang dihasilkan dari tanah dengan kekayaan dari hasil lainnya. Dari angka-angka tersebut orang dapat menge- tahui bahwa hasil dan kekayaan Indonesia yang besar adalah hasil pertanian.

Jumlah ekspor hasil pertanian dari Jawa dan luar Jawa, berat dan harganya

Jumlah Di antaranya Nilanya Di antaranya dari Tahun

ekspor x Dari

[juta 1000 ton

Luar

rupiah] Jawa % Luar

Di pasar dunia, hasil bumi Indonesia merupakan barang yan g pen tin g, dan san gat dibutuhkan oleh sem ua oran g di seluruh dunia. Barang-barang yang di ekspor tersebut terma- suk barang-barang yang paling dibutuhkan di seantero dunia dan jum lahnya cukup besar di banding negara-negara lain. Hal ini bisa dilihat dari angka-angka ekspor (tabel di bawah) bar an g-bar an g h asil bu m i In don esia, yan g pr osen tasen ya lebih besar d iban d in g bar an g-bar an g d ar i n eger i-n eger i lainnya di seluruh dunia.

6 Beratnya Ekspor Indonesia dibagi menurut Hasil-hasil dan Golongan-golongan Hasil

Mochammad T

[dalam ribuan ton bersih, jika tidak ada keterangan lain]

1950 1950 dlm % th ‘38

auchid

I. Hasil-hasil terutama berasal dari perusahaan Barat

Gula pasir

2,46 0,2 Kopi biji perkebunan

27,54 38,3 Tembakau lembaran

4,41 18,3 Minyak sawit dan biji sawit

121,07 45,1 Karet perkebunan besar

153,34 97,8 Kulit kina dan kenini

2,49 34,9 Serat tali keras

5,27 5,9 Biji coklat

0,43 26,7 Minyak tanah dan hasil-hasilnya (kotor)

5.894,50 97,2 Batu bara (kotor)

61,89 16,8 Timah putih dan bijihnya

44,31 167,0 Hasil-hasil pelikan lainnya

562,97 127,9 Jumlah golongan I

6.886,86 78,9 Jumlah golongan I, tidak termasuk minyak

992,36 37,3 tanah dan hasil-hasilnya]

II. Hasil-hasil terutama diusahakan anak negeri

Balur (kotor)

( ) Kulit kerang (kotor)

3,64 251,0 Jagung (kotor)

38,09 37,2 Beras (kotor)

0,52 3,1 Tapioka dan hasil-hasilnya (kotor)

83,06 33,3 Lada putih dan hitam

6,91 12,7 Rempah-rempah, bahan jamu (kotor)

10,78 14,2 Kacang tanah (kotor)

282,94 50,8 Minyak-minyak eteris (kotor)

0,41 16,5 Kopi biji rakyat

7,12 17,9 Tembakau (krosok dan irisan)

7,69 30,7 Karet rakyat

6,83 41,8 Sagu dan hasil-hasilnya (kotor)

11,58 41,2 Pandam-pandam dan getah (kotor)

11,53 52,2 Rotan (kotor)

Masalah Agraria di Indonesia

Kayu kasar (kotor)

109,79 27,0 Jumlah golongan II

1.104,38 61,1 Jumlah golongan I dan II

7.991,24 75,9 Jumlah hasil-hasil lainnya

209,54 45,5 Jumlah ekspor**)

8.200,78 74,6 Jumlah ekspor Indonesia tidak termasuk

2.306,28 46,8 minyak tanah dan hasil-hasilnya

*) : Angka-angka tertentu

7 **) : Tidak termasuk paket-paket pos, barang-barang penumpang, barang-barang untuk pemakaian kapal, emas, dan

perak [Kantor Pusat Statistik]

8 Nilai Ekspor Indonesia dibagi menurut Hasil-hasil dan Golongan-golongan Hasil

Mochammad T [dalam jutaan rupiah, termasuk pendapatan bea keluar]

1950 dlm % th ‘38

I. Hasil-hasil terutama berasal dari

auchid

perusahaan Barat

Gula pasir

3,2 Kopi biji perkebunan

177,5 Tembakau lembaran

172,0 Minyak sawit dan biji sawit

491,1 Karet perkebunan besar

354,0 Kulit kina dan kenini

93,0 Biji coklat

Serat tali keras

201,9 Minyak tanah dan hasil-hasilnya

329,7 Batu bara (kotor)

72,4 Timah putih dan bijihnya

537,9 Hasil-hasil pelikan lainnya

246,2 Jumlah golongan I

282,7 Jumlah golongan I, tidak termasuk

257,9 minyak tanah dan hasil-hasilnya]

II. Hasil-hasil terutama diusahakan anak negeri

Balur

Kulit kerang

29,4 Tapioka dan hasil-hasilnya

177,0 Lada putih dan hitam

930,1 Rempah-rempah, bahan jamu

135,2 Kacang tanah

216,4 Kopi biji rakyat

Minyak-minyak eteris

402,2 Tembakau (krosok dan irisan)

396,5 Karet rakyat

320,7 Sagu dan hasil-hasilnya

162,6 Pandam-pandam dan getah

Masalah Agraria di Indonesia

Kayu kasar

244,0 Jumlah golongan II

732, 189 Jumlah golongan I dan II

407, 177 Jumlah hasil-hasil lainnya

214, 173 Jumlah ekspor**)

399, 17 Jumlah ekspor Indonesia tidak termasuk

420, 175 minyak tanah dan hasil-hasilnya

*) : Angka-angka tertentu

9 **) : Tidak termasuk paket-paket pos, barang-barang penumpang, barang-barang untuk pemakaian kapal, emas, dan

perak [Kantor Pusat Statistik]

Mochammad Tauchid Hasil–hasil Terpenting Menurut Presentasinya

dalam Nilai Eksport Indonesia

Minyak sawit dan Biji Sawit

Minyak tanah dan hasil-hasilnya

Tembakau Kopra

Timah Putih dan Bijinya

Gula

Masalah Agraria di Indonesia

Bagian besarnya ekspor hasil bumi Indonesia di dunia

Hasil 1929 1933

Di antara Di dunia %

neger-negeri (no) jajahan (no) Kina

17 19 17 19 - - Gula

11 6 5 6 2 3 Kopi

6 5 4 4 1 2 Minyak

24 1 - sawit

- - sokelat

An gka-an gka ter sebut di atas dapat ber bicar a sen dir i bahwa begitu pentingnya kedudukan Indonesia sebagai negeri agraria di tengah-tengah dunia. Tetapi, bagaimanapun besar- nya hasil kekayaan bumi dan alam Indonesia, ternyata belum bisa m em berikan kem akm uran bagi rakyatnya, sebab keku- asaan tidak ada pada rakyat.

Dah ulu kekuasaan tan ah dipegan g oleh raja, h asiln ya untuk raja, makanan dikuasai oleh raja dan kaki tangannya dan rakyat tetap miskin. Dari tangan raja Indonesia, tanah diram- pas oleh raja Belanda, makanan dan penghidupan tetap saja dikuasai oleh penjajah. Alhasil, rakyat masih tetap sengsara.

Kekayaan In don esia dari h asil pertan ian seperti yan g disebutkan dalam angka-angka di atas, tidak menjadi kekayaan rakyat, karena politik tanah masih dipegang oleh kaum penja- jah, tidak di tangan rakyat. Rakyat hanya alat untuk mengha- silkan sesuatu dari tanah, tetapi hasilnya dikuasai orang lain. Rakyat tetap saja hidup menderita di atas tanahnya yang subur dan kaya. Rakyat kelaparan di atas tim bun an h asil bum i. Rakyat miskin di atas kekayaan alam yang melimpah-limpah.

Mochammad Tauchid Keka ya a n a la m d a n b u m in ya b elu m b er a r t i u n t u k

r a kya t n ya . H a sil ya n g b er t im b u n -t im b u n b elu m b er a r t i kenyang bagi rakyat. Hal ini dapat dicari dari pangkal pokok- nya, yakni politik tanah atau politik agraria, tidak ditujukan untuk kemakmuran rakyat. Hasil tanah tidak untuk rakyat.

Bagi Belanda dan kaum pemodal asing lainnya, kekayaan Indonesia yang berlimpah itu, betul-betul merupakan sumber kekayaan. Hingga 15 % dari penghasilan nasional Belanda ber- asal dari Indonesia. Penghasilan tersebut berasal dari keun- tungan dan laba modalnya yang ditanamkan di sini.

In don esia ben ar-ben ar m en jadi gan tun gan hidup bagi Belanda, sebagaim ana yang dikatakan oleh Menteri Belanda Baud; “Java w as de kurk, w aarop Nederland dreef”.

Kekayaan nasional Belanda sebesar 25% ditanam kan di In don esia. Terutam a di lapan gan perkebun an , yan g m eru- pakan 75% dari modal seluruhnya yang ditanamkan di Indo- nesia, di samping modal Inggris, Perancis, dan Belgia 19% dan Am er ika 3%. Pen an am an m odal Belan da sebelum per an g dapat dilihat dari angka-angka di bawah ini :

Kebun dan pabrik gula

f 400.000.000 Karet

f 450. 000.000 Kebun lainnya

f 350. 000.000 Bank-bank

f 274. 000.000 Timah putih

f 10. 000.000 Minyak

f 500. 000.000 Perkapalan

f 100. 000.000 Kereta api

f 150. 000.000 Perusahaan pemerintah

f 100. 000.000 Perindustrian

f 50. 000.000 Lain-lain

f 250. 000.000 Jumlah

f 2.634. 000.000

Masalah Agraria di Indonesia Dengan laba dan keuntungan yang didapat tiap-tiap tahun

ditaksir : Gula

f 24.000.000 Karet dan perkebunan lainnya

f 48. 000.000 Bank-bank

f 16. 000.000 Timah putih

f 500.000 Minyak

f 30. 000.000 Perkapalan

f 6. 000.000 Kereta api dan trem

f 9. 000.000 Gas dan listrik

f 6. 000.000 Perindustrian

f 1. 500.000 Lain-lain

f 15. 000.000 Bunga obligasi

f 35. 000.000 Jumlah

f 191. 500.000 Kekayaan Indonesia dari bumi dan alamnya yang sebesar

itu tidak untuk rakyat. Kalau kaum modal dapat menghitung keuntungan dari sini tiap-tiap tahun dengan berbilang juta dan ratus juta rupiah, maka rakyat Indonesia mendapat hasil berupa: “kemiskinan, kelaparan, buta huruf, dan kebodohan”. Pembagian kekayaan itu, pada 1936 dapat diterangkan sebagai berikut:

Golongan penduduk Prosentase dari Bahagian kekayaan seluruh penduduk

yang diterima Rakyat Indonesia

20 % Orang-orang asing lainnya (kurang dari) 2%

20 % Orang Eropa (terutama

(kurang dari) ½ % 60 % Belanda)

Baik sistem nasional feodalism e maupun sistem kolonial kapitalisme pada pengelolaan tanah tetap saja mengakibatkan kesengsaraan bagi rakyat.

Dalam buku ini selanjutnya akan diuraikan bagaim ana politik agraria dari zaman ke zaman. Penelusuran dalam buku

Mochammad Tauchid ini akan dim ulai dari zam an kekuasaan raja-raja Indonesia

sampai ke zaman yang terakhir. Selanjutnya, bagaimana kedu- dukan rakyat dalam soal hukum tanah dan bagaimana akibat- akibatn ya.

Bab Satu KEKUASAAN RAJA ATAS TANAH

I. Kekuasaan Raja-raja atas Tanah: Masa Sebelum Tahun 1870

Pada zaman kekuasaan raja-raja, hukum tanah yang ber- dasar sistem feodalisme berlaku di beberapa daerah di seluruh Indonesia. Yang m endasari sistem ini adalah:

1. tanah adalah milik raja; atau raja adalah pemilik tanah dalam kerajaan n ya,

2 . rakyat adalah milik raja juga, yang dapat dipergunakan un- tuk kepentingan dan kehorm atannya. Di daerah Kerajaan Mataram yaitu Surakarta dan Yogya- karta sekarang, serta daerah-daerah sekelilingnya, dulu dinya- takan bah wa tan ah ad alah kep u n yaan Su ltan d an Su n an (kagungan dalem ). Rakyat hanya sebagai pem aro (deelbou- w er ) dan hanya berhak meminjam (wewenang anggaduh). Di Gorontalo, pada hari penobatan Raja, bate-bate (kepala-ke- pala adat) menyerukan ucapan di muka raja: “Angin, api, air, tanah dan semua orang yang ada di sini adalah kepunyaan Sri

Mochammad Tauchid Paduka”. Begitu juga di daerah-daerah lainnya di seluruh Indo-

nesia, di mana raja-raja berkuasa dan memerintah, maka sega- la isi negerinya (terutama tanah) dianggap kepunyaan mutlak raja.

Tanah kepunyaan raja diberikan kepada pegawai-pega- wainya yang dipercaya yang harus menyerahkan bakti. Tanah- tan ah itu lalu dibagikan lagi kepada pegawai di bawahn ya untuk seterusnya dikerjakan oleh rakyat tapi dengan beberapa keharusan:

a. Menyerahkan Separo Hasilnya

Sebagai kebiasaan, raja yang ditaklukkan harus mengan- tar upeti, yang dalam bahasa J awa terkenal dengan nama bulu bekti (bulu=hasil, wulu wetu; bekti=bakti; bulu bekti = bakti berupa hasil bumi); ngaturaken bulu bekti, peni-peni raja peni, guru bakal guru dadi, glondong pengareng-areng (mengantar upeti, berupa buah-buahan yang lezat, barang dan bahan yang sudah jadi, bahan-bahan kayu yang m asih glondongan dan yang sudah menjadi arang). Biasanya bulu bekti ini diteruskan dari raja-raja yan g ditaklukan yan g harus m en gan tar upeti kepada raja penakluk dan menyerahkan beban upeti itu kepada r akyatn ya.

b. Harus Bekerja untuk Raja dengan Cuma-cuma

Hal ini harus dipenuhi sebagai kewajiban dan tanda bak- tinya kepada raja atau disebut dengan heerendienst. Heeren- dienst ini kemudian oleh pemerintah Hindia Belanda disyah- kan sebagai kewajiban rakyat yang harus dilanjutkan yang ke- mudian diatur oleh Undang-undang. Selain heerendienst ma- sih ada kewajiban lain yang menjadi beban rakyat kepada raja (atau kaki tangannya). Kewajiban yang lain itu seperti adanya

Masalah Agraria di Indonesia pancendiensten, janggolan, kuduran di J awa, pajak kepala

(sebagai gantinya heerendienst) di Yogyakarta (sekarang su- dah dihapuskan), pajak jalan di Sulawesi dan daerah-daerah lainnya di Indonesia Tim ur, rodi di Sum atera dan lain-lain tem pat, pin on tol saw an g di Min ahasa dan m acam -m acam lagi sebagai terusan heerendienst zaman kekuasaan raja-raja. Kemudian di J awa disyahkan oleh Inl. Gemeente Ordonantie (Stbl. 190 6 no. 83 yang berturut-turut diubah dan ditambah p ad a t ah u n 1910 , 1913, d an 1919). Rod i yan g d it et ap kan umumnya 52 hari dalam 1 tahun, namun pada praktiknya sela- lu lebih karena tiap-tiap pegawai selalu meminta tenaga rakyat lagi hingga melebihi ketentuan waktu itu untuk kepentingan dan kehorm atan n ya.

Masyarakat feodalism e m erupakan wajah perbudakan dalam hal ekonomi, politik, dan sosial. Wajah perbudakan ini ditunjukkan dengan dikuasainya tanah oleh raja. Rakyat di- minta mengerjakan dengan kewajiban menyerahkan hasilnya kepada raja. Rakyat adalah alat untuk kekuasaan dan kehor- matan bagi yang berkuasa. Hukum dipegang oleh orang-orang yang berkuasa dan rakyat untuk raja.

Perbudakan ini diselubungi dengan kata-kata “m anung- galing kaw ula-gusti” (persatuan antara raja dan rakyat), di m ana raja dianggap atau m enganggap dirinya sebagai wakil Tuhan di dun ia. Raja dikatakan m elin dun gi, sedan g rakyat (diharuskan) mengabdi, sebagai bentuk pengabdiannya kepa-

da Tuhan . Pem erasan adalah sebagai kewajiban bakti yan g m em punyai arti lebih dalam , sebagai kewajiban batin yang harus dipenuhi. Rakyat tidak takut kepada hukuman dari Un- dan g-un dan g, tetapi takut kepada “kutuk dan walat” dar i kesaktian raja yang m ahatahu.

Mochammad Tauchid Dalam selu bu n g p er bu d akan in i ter selip ju ga p r oses

“demokrasi” yang ditunjukkan dengan adanya cara bermufakat di balairun g, di m an a raja m em bicarakan urusan pem erin - tahan dengan pegawai-pegawainya. Ketika raja menyampaikan kata-katanya, maka perintah tersebut harus dipertimbangkan lebih dulu. Tetapi dalam praktiknya, rakyat harus mengiakan kemauan raja. Rakyat dalam musyawarah selalu menghasilkan suara bulat, dengan istilah “saur m anuk” (menjawab serentak seperti burung). Tidak ada tempat ber-ia dan ber-bukan. Apa yang dikatakan putih mesti di-iakan putih.

Kewajiban m en yer ah kan bakti oleh pegawai-pegawai kepada raja biasanya kewajiban tersebut ditim pakan kepada rakyat. Hal itu terjadi karena pegawai-pegawai ingin mengu- rangi beban berat yang ditim pakan oleh pegawai atasannya, maka banyak terjadi pegawai-pegawai yang paling rendah yang seharusnya mengurus tanah lalu membagikan tanah tersebut kepada orang lain untuk digarap. Hal ini dilakukan untuk mem- peringan tanggunganya kepada atasannya. Untuk menambah orang memikul beban kepada raja itu, maka terpaksa bagian garapan tanah diperkecil, untuk memberikan bagian itu kepa-

da orang yang baru. Dan hal ini berakibat pengecilan (versnip- pering ) tanah garapan rakyat. Pemerasan dan penindasan biasa dijalankan oleh pegawai- pegawai raja dari yang paling atas sampai yang paling bawah, mereka biasanya berdalih atas nama raja. Tidak jarang mereka

berbuat sewenang-wenang dan meraja lela, sebagaimana ke- biasaan di mana tiada elang, belalang mengaku sebagai elang. Kewajiban rakyat untuk para pegawai raja sangatlah berat.

Itulah sebabnya maka di beberapa tempat umumnya hak milik tanah hanya ada pada orang laki-laki, karena dasarnya

Masalah Agraria di Indonesia diberikan kepada orang yang sanggup dan dapat bekerja berat

sebagai imbangan hak (menerima tanah) yang diterimanya. Penaklukan raja-raja oleh Belanda, sejak zaman Kompeni (VOC) berarti juga perampasan atas kekuasaan raja. Kekuasaan raja itu ditafsirkan menurut kepentingan dan tujuan politiknya. Hak raja atas tanah dan tenaga rakyat seringnya hanya meru- pakan kekuasaan de jure, sedang kekuasaan de facto ada pada pegawai-pegawai raja di bawahnya, dan itu ditafsirkan sebagai kekuasaan yang tidak berbatas. Oleh Belanda dipergunakan sebagai senjata untuk kepentingan politiknya, dengan alasan sekadar m eneruskan kebiasaan yang sudah berlaku.

Tanah m ilik raja-raja itu jatuh ke tangan Raja Belanda,

d an d i In d on esia h al in i d iwakili oleh Gu ber n u r J en d r al. Tanah-tanah tersebut di antaranya digunakan untuk:

1. Penjualan Tanah-tanah oleh Belanda Hal ini berlaku sejak zam an Kom peni dan berturut-turut diikuti oleh Gubernur J endral Daendels, Raffles, dan se- lanjutnya kepada orang-orang partikelir, terutam a kepada famili-famili dan juga untuk dirinya, hal inilah yang memun- culkan adanya tanah partikelir. Hak raja atas tanah dan tenaga rakyatnya yang diram pas dari tangan raja oleh Belanda turut dijual kepada tuan tanah yang sudah m em beli tanah itu. Tuan tanah m enjadi raja at as t an ah yan g su d ah d ibeli, d en gan keku asaan yan g diberikan oleh si penjual tanah. Kuasa atas rakyat yang ada di dalam nya, dan dianggapnya sebagai orang-orang yang berkewajiban m enyerahkan bakti kepada raja baru, yaitu tuan tanah tersebut.

2 . Menarik Sewa Tanah (landrente)

Di sam ping m enjual tanah kepada orang-orang partikelir

Mochammad Tauchid

yang tadinya sudah dibeli kembali, Raffles juga menarik sewa tanah (landrente) atas dasar tafsiran bahwa sem ua tanah yang ada di tangan rakyat adalah kepunyaan raja. Setelah raja ditaklukkan, maka jatuhlah hak raja itu kepada keku- asaan pemerintah yang baru. Karena itu, maka rakyat yang mengerjakan tanah diharuskan membayar sewa (rent) beru- pa uang yang besarnya kira-kira sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dalam menyerahkan hasil kepada raja dahulu. Raffles menghapuskan sistem contingenten dan leverancien dengan paksa dari rakyat yang dijalankan oleh V.O.C. dan diteruskan oleh Daendels. Atas dasar teori di atas, m aka rakyat disuruh m em bayar lan dren te sebagai sewa tan ah raja (yang sudah diganti) yang dikerjakan rakyat. Landrente (yang lalu dikatakan “pajak bumi”) berlaku di daerah-daerah J awa dan Madura, Sulawesi Selatan , Bali dan sebagian Kalimantan (di lain-lain daerah tidak), berlaku sampai pada akhir tahun 1950 . Pajak bumi ini sangat berat untuk rakyat karena jumlahnya yang besar, juga tidak adanya tingkatan progesiviteit, dan ditetapkan antara 5-10 tahun sekali. Karena beratnya, tidak jarang para petani harus menjual tanahnya untuk memba- yar pajak tanah tersebut. Politik tanah yang dijalankan oleh Hindia Belanda sebagian besar didasarkan atas teori Raffles tentang hak milik tanah (dom ein theorie). Dom ein theorie Raffles itu sebagai hasil

d ar i pen yelid ikan satu kom isi yan g d iben tu kn ya u n tu k m enyelidiki soal-soal penghidupan dan m asalah sosial di J awa serta m engenai hukum adat terutam a hubungannya dengan hak milik tanah. Komisi-komisi itu dibentuk pada tahun 18 11 yang terdiri dari 9 anggota orang Inggris dan

Masalah Agraria di Indonesia seor a n g b a n gsa Bela n d a . H a sil d a r i p en yelid ika n in i

kemudian menerangkan bahwa tanah di J awa adalah milik raja, karena kekuasaan raja berpindah ke tangan kekuasaan yang baru (Inggris), m aka penguasa baru berhak m engu- asainya sebagaim ana raja m enguasainya.

3. Pada waktu pemerintahan Gubernur J endral V.D. Bosch, di waktu Belanda sangat m em erlukan uang, kem udian m en- jalankan cara baru atas dasar yang lama, yaitu dengan ada- n ya Cu lt u u r st elsel ya n g sela n ju t n ya t er ken a l seb a ga i m alapetaka bagi rakyat In don esia. Berlakun ya Cultuur- stelsel meneruskan prinsip yang diambil oleh Raffles. Hanya

b ed a n ya ka la u Ra ffles m en a r ik sewa a t a s t a n a h ya n g dikerjakan rakyat, V.D. Bosch tidak m enarik sewa tanah, m elain kan m en gam bil 1/ 5 tan ah yan g dikerjakan rakyat (dipilih yang baik) di atas tanah itu ditanami tanaman yang diperlukan oleh Belanda yang akan m enghasilkan bahan ekspor yang berharga tinggi di Eropa. Atas dasar kewajiban heeren dien st , m aka tan ah itu disuruh dikerjakan rakyat dengan tanpa imbalan. Dan karena pemeliharaan tanaman ekspor itu (tebu, kopi, nila, tembakau, teh, dll,) memerlukan tenaga yang sangat banyak, m aka praktiknya tenaga para petani hanya dipergunakan untuk mengerjakan tanah Cul- tuurstelsel , hingga pertaniannya sendiri terlantar, sedang- kan dari Cultuurstelsel tidak m endapat upah. Karena cul- tuurstelsel itu, maka perkebunan barat yang sudah ada pada waktu itu tertekan hidupn ya. Un tuk m en yin gkirkan per- sain gan dalam soal perkebun an tan am an bahan ekspor, m aka m ulai waktu itu ditetapkan pem erin tah tidak lagi menjual tanah kepada orang partikelir seperti yang sudah- sudah. Perdagangan ekspor hasil perkebunan dim onopoli

Mochammad Tauchid oleh pem erintah. Bahaya kelaparan terjadi di daerah-da-

erah cultuurstelsel. Kematian rakyat meningkat tinggi. Bagi Belanda, hal ini sangat menguntungkan sebab dapat meng- hasilkan ratusan juta rupiah dalam waktu yang tidak lama. Kesen gsaraan , kelaparan , dan m alapetaka han ya dibalas dengan pernyataan hutang budi (eere schuld), sesudah dide- sak oleh orang-orang yang beraliran etis di Negeri Belanda.

Demikianlah sistem feodalisme yang dijalankan oleh V.D. Bosch dengan alat cultuurstelsel, yang menjadikan V.D. Bosch sebagai raja baru. Mem ang caranya berbeda dari yang sebe- lum nya, akan tetapi pada dasarnya sam a yaitu m enyengsa- rakan rakyat.

II. Zaman Feodalisme Baru: Masa Sesudah Tahun 1870

Cara pem erasan lan gsun g oleh kekuasaan pem erin tah Kolonial dengan cara-cara perbudakan di luar batas perike- m anusiaan seperti diuraikan di atas dipandang sudah tidak sesuai lagi den gan zam an yan g sopan . Di Neger i Belan da sendiri timbul dua aliran. Pertama dari golongan Liberal yang m enghendaki cara yang baru, supaya pem erintah tidak lagi m en jalan kan p em er asan d an p en in d asan yan g lan gsu n g seperti yang dijalankan oleh Cultuurstelsel dan sebelum nya. Golongan ini mengusulkan agar diserahkan saja pekerjaan itu kepada orang (modal) partikelir. Aliran yang kedua ialah go- lon gan Kon servatif yan g m em pertah an kan cara-cara lam a yang terang-terang m enguntungkan bagi Belanda.

Rencana Cultuurw et Fransen van de Putte (Menteri J a- jahan) pada tahun 1866 untuk m engubah hukum agraria di Indonesia tidak diterim a oleh Parlem en. Pengertian tentang tanah serta hak-hak Rakyat atasnya sangat sedikit. J uga R.R.

Masalah Agraria di Indonesia 1854 tentang tanah sangat tidak berdasarkan pengertian yang

dalam. Rencana V.D. Putte ialah agar semua tanah yang berupa hutan belukar (w oeste gron den ) dijual saja kepada oran g- oran g partikelir un tuk m en dapatkan uan g dan juga un tuk

d iu sah akan sebaik-baikn ya. Pem er in t ah akan m en d ap at keun tun gan juga dari hasil pen gusahaan tan ah itu, sedan g rakyat Indonesia diberi hak agraris eigendom atas tanahnya.

Baru pada tahun 1870 , rencana de W aal (Menteri J aja- han) tentang hukum agraria baru, sebagai kompromi dari dua aliran itu diterima, dan lahirlah Agrarische W et (biasa dika- takan w et de W aal) 9 April 1870 , dan kemudian lahir Agraris Besluit (Algem een e Maatregel van Bestuur tan ggal 20 Mei 1870 no. 15 Stbl. No. 118, diubah dan ditambah dengan Stbl. 1872 No. 116; 1874 No. 78; 1877 No. 196; dan 270 ; 1888 No. 78; 1893 No 151; 1895 No. 199; 1896 No. 140 ; 190 4 No. 325; 1910 No. 185; 1912 No. 235; 1916 No. 647; dan 683 dan 1926 No. 231); yang memuat pernyataan hak negeri atas tanah yang

b ia sa d iseb u t d en ga n Dom ein v er k la r in g . Set er u sn ya m elahirkan berm acam -m acam Undang-undang tanah di In- donesia untuk kepentingan m enjam in m odal partikelir teru- tam a m odal partikelir Belan da. Dom ein v erklaring term uat dalam pasal 1 dari Agraris Besluit (Stbl. 1870 No. 118), ber- bunyi: “Sem ua tanah y ang tidak terny ata dim iliki dengan hak eigendom , adalah kepuny aan N egeri”.

Dengan pernyataan itu, maka semua tanah yang tidak dimi- liki dengan hak eigendom adalah kepunyaan Negeri (Lands- dom ein ), yang berarti bahwa semua tanah yang dimiliki oleh rakyat den gan n am a hak apa saja, tetapi tidak den gan hak “eigendom ”, adalah kepunyaan Negeri.

Ada dua macam yang dinamakan tanah negeri itu, yaitu

Mochammad Tauchid tan ah n egeri y an g bebas (vrije landsdom ein), yaitu tanah-

tanah yang belum dim iliki atau diusahakan oleh orang atau sesuatu Badan Hukum, yang biasaannya berupa hutan belukar yang lazim juga disebut tanah GG (Gouvernem ents Grond), dan ada tanah negeri yang tidak bebas (onvrij landsdom ein), yaitu tanah-tanah yang sudah dimiliki (diusahakan) oleh orang- orang Indonesia atau Badan Hukum.

Un dan g-un dan g Agraria yan g lahir pada 9 April 18 70 , yang menjadi pasal 51 dari W et op de Indische Staatsregeling, isinya sebagai berikut:

1. Gubernur J endral tidak boleh menjual tanah,

2 . larangan itu tidak mengenai tanah-tanah kecil untuk perlu-

asan kota d an d esa u n tu k m en d ir ikan per u sah aan d an ban gun an ,

3 . Gubern ur J en dral dapat m en yewakan tan ah yan g diatur dalam Undang-undang. Dalam peraturan ini tidak termasuk tanah yang telah dibuka oleh Rakyat Indonesia atau diper- gun akan un tuk tem pat m en ggem bala tern ak bagi um um atau yang masuk dalam lingkungan desa untuk keperluan um um lainnya,

4 . d en ga n Un d a n g-u n d a n g a ka n d ib er ika n t a n a h -t a n a h

dengan hak pakai turun-tem urun untuk selam a-lam anya

75 tahun ,

5 . Gubernur J endral menjaga agar jangan sampai pemberian tanah itu melanggar hak-hak rakyat Indonesia,

6 . Gubernur J endral tidak boleh mengambil tanah-tanah yang telah dibuka oleh rakyat Indonesia untuk keperluan mereka sen diri, atau un tuk keperluan lain , kecuali un tuk kepen - tingan umum berdasarkan pasal 133 I.S. dan untuk keper- luan perkebun an yan g diselen ggarakan oleh pem erin tah

Masalah Agraria di Indonesia m en u r u t p er at u r an -p er at u r an yan g ber laku u n t u k it u ;

semuanya itu dengan pemberian ganti rugi yang layak,

7 . tanah-tanah yang dimiliki oleh rakyat Indonesia dapat dibe- rikan kepadanya dengan hak eigendom, dengan syarat-sya- rat dan pem batasan yan g diatur dalam Un dan g-un dan g, dan harus tercantum dalam surat tanda eigendom itu, yaitu mengenai kewajiban-kewajiban pemilik tanah kepada nega- ra dan desa, dan juga tentang hak menjualnya kepada orang yang bukan orang Indonesia,

8 . persewaan tanah oleh rakyat Indonesia kepada orang asing berlaku m enurut Undang-undang. Seterusnya dalam Undang-undang itu termasuk juga hak- hak baru atas tanah, di antaranya disebutkan:

1. pemberian hak erfpacht atas tanah yang berupa hutan be- lukar;

2 . perlindungan hak rakyat Indonesia atas tanah;

3 . membuka kemungkinan bagi rakyat Indonesia untuk men- dapatkan hak yang lebih kuat atas tanahnya;

4 . persewaan tan ah oleh ban gsa In don esia kepada ban gsa asin g. Maksu d yan g t er kan d u n g d alam u n d an g-u n d an g it u m en yatakan :

1. m enjam in kepentingan m odal besar partikelir, yang akan menanamkan modalnya di lapangan pertanian dan perke- bunan, dengan m em beri kesem patan kepada m odal besar partikelir untuk mendapatkan tanah, dengan jaminan dan perlindungan akan perkem bangannya,

2 . m elindungi hak m ilik rakyat atas tanah sebagai golongan yang lemah dari akibat no. 1 di atas, dengan memberi kesem- patan kepada rakyat In don esia un tuk m en dapatkan hak

Mochammad Tauchid agraris eigendom atas tanahnya sebagai hak yang lebih kuat,

serta perlin dun gan den gan Un dan g-un dan g agar jan gan sampai tanahnya itu gampang jatuh ke tangan orang asing.

Isi dua maksud dari Undang-undang di atas sangat ber- tentangan antara yang satu dengan yang lain. Dari dua maksud tersebut dapat ditarik benang merahnya yaitu harus mengor- bankan salah satu di antaranya. Dan dua-duanya merupakan pilihan yang cukup sulit, ibaratnya memelihara harimau dan kambing dalam satu kandang. Harimau harus gemuk, kambing perlu hidup dan jangan mati.