51 Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat nilai koefisien lokalita dari kecamatan-
kecamatan basis pada tahun 2010 menghasilkan rata-rata 0,14 ά 1, pada tahun
2011 menghasilkan rata-rata 0,16 ά 1, pada tahun 2012 menghasilkan rata-rata
0,14 ά 1, pada tahun 2013 menghasilkan rata-rata 0,14 ά 1, dan pada tahun
2014 menghasilkan rata-rata 0,07 ά 1. Maka nilai rata-rata koefisien lokalita di
kecamatan-kecamatan basis dalam waktu lima tahun adalah 0,13 ά 1. Artinya,
Kabupaten Karo tidak memusatkan produksi markisa di kecamatan tertentu melainkan menyebar di beberapa kecamatan. Maka dari itu hipotesis ditolak.
Saptana 2005 menjelaskan bahwa dengan adanya pemusatan kegiatan di suatu wilayah akan mendorong pertumbuhan ekonomi pada wilayah tersebut karena
terciptanya efisiensi produksi. Efisiensi disini artinya seluruh rangkaian kegiatan usaha agribisnis yang dilaksanakan harus mengarah kepada meminimalkan biaya
atau memaksimalkan keuntungan
5.4 Analisis Koefisien Spesialisasi
Selanjutnya perlu adanya analisis spesialisasi untuk mengetahui apakah kecamatan basis berspesialisasi pada komoditas markisa atau tidak. Hasil analisis
koefisien spesialisasi komoditas markisa berdasarkan produksi disajikan pada tabel berikut.
Tabel 14. Nilai Koefisien Spesialisasi Kecamatan Basis Markisa Tahun 2010-2014
Kecamatan 2010
2011 2012
2013 2014
Rata-rata β
Payung 0,01356
0,02284 0,00554
-0,0022 0,0258
0,0131104 Berastagi
0,01779 0,00095
0,00335 -0,0047
0,01569 0,0066266
Tigapanah 0,0047
0,03306 0,01036
0,07642 0,00277
0,0254602 Barusjahe
-0,0003 0,02105
0,02286 -0,0091
0,00563 0,0080297
Jumlah 0,03575
0,0779 0,04211
0,06042 0,04989
0,0532269 Rata-rata
0,008 0,019
0,01 0,015
0,012 0,013
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo data diolah
Universitas Sumatera Utara
52 Jika koefisien spesialisasi β ≥ 1 maka suatu kecamatan tertentu di Kabupaten
Karo berspesialisasi pada produksi markisa, sedangkan apabila koefisien spesialisasi β 1 kecamatan tertentu di Kabupaten Karo tidak berspesialisasi
pada produksi markisa.
Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat nilai koefisien spesialisasi dari kecamatan- kecamatan basis pada tahun 2010 menghasilkan rata-
rata 0,008 β 1, pada tahun 2011 menghasilkan rata-
rata 0,019 β 1, pada tahun 2012 menghasilkan rata-
rata 0,01 β 1, pada tahun 2013 menghasilkan rata-rata 0,015 β 1, dan pada tahun 2014 menghasilkan rata-
rata 0,012 β 1. Maka nilai rata-rata koefisien spesialisasi di kecamatan-kecamatan basis dalam waktu lima tahun
adalah 0,013 β 1. Artinya, kecamatan basis yang dikaji tidak berspesialisasi pada produksi markisa. Maka dari itu hipotesis ditolak. Di dalam Septana 2005,
spesialisasi menuntut para pengambil kebijakan dalam menentukan daerah atau wilayah mana yang memiliki prospek pengembangan lebih baik dibandingkan
daerah lainnya. Hal ini bertujuan agar wilayah tersebut fokus, sehingga kesempatan untuk meningkatkan daya saing akan jauh lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
53
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan