53
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1.
Dari tiga komponen yang dianalisis dengan Shift-share didapati bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang pertumbuhannya lebih besar dari pada sektor
lainnya. 2.
Kecamatan basis komoditas markisa yang paling baik untuk dikembangkan adalah kecamatan yang basis dari kriteria kontribusi dan pertumbuhan, yakni
Kecamatan Payung dan Kecamatan Tigapanah. 3.
Penyebaran produksi markisa di Kabupaten Karo tidak memusat di kecamatan tertentu, melainkan menyebar di beberapa kecamatan.
4. Kecamatan tertentu di Kabupaten Karo tidak berspesialisasi pada komoditas
markisa, namun cenderung terbagi kepada beberapa komoditas.
6.1 Saran
1. Kepada Pemerintah: sebaiknya membantu dan mendorong kecamatan basis
dari sisi produksi dan kesesuaian agroklimat untuk mengembangkan produksi
markisa, sehingga penyebaran markisa menjadi terpusat dan berspesialisasi.
2. Kepada Petani: dengan adanya bantuan pemerintah sebaiknya
mengembangkan budidaya komoditas markisa di wilayah-wilayah basis untuk meningkatkan pendapatan, yaitu di Kecamatan Payung, Kecamatan
Universitas Sumatera Utara
54 Tigapanah, Kecamatan Berastagi, dan Kecamatan Barusjahe baik secara
ekstensifikasi maupun intensifikasi.
3. Kepada Peneliti Selanjutnya: sebaiknya dapat melakukan riset untuk
meningkatkan pemasaran markisa, sehingga semakin mendatangkan banyak permintaan di Kabupaten Karo.
Universitas Sumatera Utara
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perwilayahan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perwilayahan merupakan hal-hal yang berhubungan dengan wilayah. Artinya, membagi wilayah atau permukaan bumi
menjadi lebih sempit untuk tujuan tertentu dan mengandung sifat keseragaman, mempunyai ciri atau karakteristik, dan dapat dibedakan dengan yang lain.
Menurut Tarigan 2012, ada beberapa cara untuk menetapkan suatu perwilayahan. Perwilayahan adalah membagi suatu wilayah yang luas, misalnya
wilayah suatu negara ke dalam beberapa wilayah kecil dalam satu kesatuan. Suatu perwilayahan dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembentukan wilayah itu
sendiri. Dasar dari perwilayahan dapat dibedakan sebagai berikut. 1.
Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan. 2.
Berdasarkan kesamaan kondisi homogeneity, yang paling umum adalah kesamaan kondisi fisik.
3. Berdasarkan ruang lingkup pengaruh ekonomi.
4. Berdasarkan wilayah perencanaan atau program.
Potensi ekonomi daerah adalah kemampuan ekonomi suatu daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber
penghidupan rakyat setempat. Perkembangan tersebut dapat mendorong perekonomian daerah secara keseluruhan dan berkesinambungan. Setiap wilayah
perlu mengetahui sektorkomoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat
Universitas Sumatera Utara
8 dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor
tersebut memiliki keunggulan untuk dikembangkan Samuelson, 1997. Pemerintah daerah perlu menentukan sektor dan komoditi apa saja yang
diperkirakan bisa tumbuh cepat di wilayah tertentu. Sektor dan komoditi tersebut haruslah basis dan memiliki potensi untuk dipasarkan keluar wilayah tersebut atau
jika memungkinkan diekspor dimasa yang akan datang Tarigan, 2005. Merencanakan suatu pembangunan dan pengembangan wilayah kota, kabupaten
atau antar kota dan kabupaten tidaklah mudah. Perencanaan wilayah mencakup pada berbagai segi kehidupan yang komprehensif dan satu sama lain saling
bersentuhan, yang semuanya bermuara pada upaya meningkatkan kehidupan masyarakat Miraza, 2005.
2.1.2 Produk Domestik Regional Bruto PDRB
Produk Domestik Regional Bruto PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah dalam suatu periode tertentu,
baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha
dalam suatu daerah tertentu atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah Bank Indonesia, 2016.
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan PDRB atas
dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun
dasar. PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan
Universitas Sumatera Utara
9 sumberdaya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu daerah. PDRB
konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga.
Menurut Bank Indonesia 2016, klasifikasi PDRB dilihat dari lapangan usaha dikelompokkan ke dalam 9 sektor ekonomi sesuai dengan International Standard
Industrial Classification of All Economic Activities ISIC yaitu sebagai berikut: 1.
Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2.
Sektor Pertambangan dan Penggalian 3.
Sektor Industri Pengolahan 4.
Setor Listrik, Gas, dan Air Bersih 5.
Sektor Konstruksi 6.
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7.
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 8.
Sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahan 9.
Jasa-jasa
2.1.3 Tanaman Buah-buahan
Tanaman buah adalah tanaman yang menghasilkan buah yang dikonsumsi dalam keadaan segar, baik sebagai buah meja atau bahan terolah dan secara umum tidak
tahan disimpan lama. Banyak jenis buah-buahan tropis dihasilkan di berbagai wilayah Indonesia, namun buah-buahan tersebut kebanyakan membanjiri pasar
lokal hanya pada saat panen raya Sunarjono, 2000. Terdapat dua kelompok buah-buahan sesuai dengan persyaratan hidupnya, yaitu
kelompok buah-buahan subtropis dan kelompok buah-buahan tropis. Pola
Universitas Sumatera Utara
10 persebaran buah-buahan khususnya dan berbagai jenis tumbuhan umumnya
mengikuti pola persebaran iklim. Sebagian wilayah Indonesia tergolong beriklim basah, sehingga berbagai jenis tumbuhan, termasuk buah-buahan, dapat tumbuh
subur di daerah ini. Sunarjono 2000 menerangkan bahwa faktor iklim lain yang ikut menentukan
persebaran tanaman budi daya yaitu suhu udara temperatur yang biasanya ditentukan oleh ketinggian tempat elevasi. Ketinggian tempat itu dikelompokkan
menjadi: 1.
Dataran rendah 0—800 m dpl, 25—35°C beriklim basah. Jenis buah-buahan yang dapat dibudidayakan yaitu durian, rambutan, manggis, duku, pisang,
pepaya, nanas, cempedak, nangka, alpukat, lengkeng, jeruk, jambu, sirsak, srikaya, semangka, salak, sukun, belimbing, sawo, mundu, dan lain-lain.
2. Dataran rendah 0—800 m dpl, 25—35°C beriklim kering. Jenis buah-buahan
yang dapat dibudidayakan yaitu anggur, mangga, mete, srikaya, jeruk siam, jeruk besar.
3. Dataran tinggi 800—3.000 m dpl, 12—21°C beriklim basah. Jenis buah-
buahan yang dapat dibudidayakan yaitu alpukat, leci, markisa, pisang, dan kiwi.
4. Dataran tinggi 800—3.000 m dplm 12—21°C beriklim kering. Jenis buah-
buahan yang dapat dibudidayakan yaitu apel, pir, persik, jeruk keprok, jeruk manis, dan lain-lain.
2.1.4 Markisa
Tanaman markisa Passiflora edulis termasuk tanaman tingkat tinggi. Tanaman merambat ini berbeda dengan tanaman merambat lainnya. Tanaman markisa
Universitas Sumatera Utara
11 menghendaki tempat yang terbuka untuk dapat menerima sinar matahari secara
penuh. Sifat tanaman tersebut sangat nyata jika ditanam dengan menggunakan perambat tanaman keras. Tanaman markisa akan tumbuh dan berkembang di
bagian atas tanaman dan merugikan bagi tanaman perambat. Di dalam Pitojo 2010, tanaman markisa di dalam taksonomi tumbuh sebagai
berikut. Divisi
: Spermatophyta Subdivisi
: Angiospermae Kelas
: Diccotyledonae Ordo
: Passiflorae Famili
: Passifloraceae Genus
: Passiflora Spesies
: Passiflora edulis; Passiflora ligularis Spesies markisa sebagai tanaman penghasil buah-buahan yang dibudidayakan di
Indonesia, antara lain markisa ungu, markisa kuning, markisa konyal, dan markisa erbis. Sebagai tanaman komersial, markisa ungu banyak dibudidayakan di
Sulawesi Selatan Kabupaten Gowa, dan di Sumatera Utara Kabupaten Karo. Selain itu, juga telah dilepas varietas Berastagi dengan surat keputusan Menteri
Pertanian No. 105KptsTP.24032000 Pitojo dkk, 2010. Tanaman markisa yang dibudidayakan di Kabupaten Karo dapat hidup di tanah
yang gembur dan cukup mengandung humus, serta berdrainase baik karena tanaman markisa tidak tahan genangan air. Genangan air memungkinkan
mendukung perkembangan penyakit busuk batang. Ketinggian tempat yang
Universitas Sumatera Utara
12 diinginkan adalah dataran tinggi antara 700—2.000 meter di atas permukaan laut.
Curah hujan yang cocok untuk pertumbuhan markisa adalah 2.000—3.000 mm pertahun dengan suhu udara 18—25°C. Sedangkan untuk iklim, markisa hidup di
iklim basah mengalami bulan basah 7-12 bulan dan mengalami bulan kering kurang dari 5 bulan Pitojo dkk, 2010.
Pitojo dan kawan-kawan 2010 menerangkan beberapa hal tentang isu pada budi daya tanaman markisa, yaitu:
1. Tidak semua lahan direspon untuk penanaman markisa, walaupun markisa
memiliki toleransi cukup luas terhadap kesesuaian lahan; 2.
Masih terbatasnya ketersediaan varietas unggul markisa yang telah dilepas oleh pemerintah;
3. Masih terbatasnya ketersediaan bibit unggul markisa yang telah bersertifikat,
di daerah pengembangan; 4.
Minat masyarakat untuk bertanam markisa relatif masih terbatas, dan memerlukan dukungan informasi.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Pengembangan Wilayah
Definisi pengembangan wilayah saat ini secara fundamental harus dirubah. Pengembangan tidak lagi hanya sebagai penghormatan terhadap masalah
memodernisasikan masyarakat yang tradisional, tidak lagi semata sebagai duplikasi intensifikasi energi dan sumberdaya alam, pembangunan yang terpisah
dari pembangunan masyarakat. Pembangunan haruslah mengakui dan melibatkan keadaan lokal, menumbuhkan potensi perkembangan yang ada dan dibangkitkan
Universitas Sumatera Utara
13 secara internal, kontribusi institusi dan pengetahuan lokal. Keadaan ini harus
inheren secara erat dengan keberlanjutan pembangunan Saraswati, 2005. Untuk kondisi saat ini, dimensi lokasi tidak hanya terkait dengan masalah
ruang space, jarak distance, dan waktu time, tetapi juga dimensi geografis topografi, hidrologi dan lansekap ekonomi economic landscape sebagai
variabel tambahan yang signifikan dalam kerangka teori pembangunan. Bahkan beberapa lokasi yang memiliki keunggulan komparatif seringkali diasosiasikan
sebagai suatu keunggulan alamiah, misalnya iklim, tanah, air, dan kondisi topografi cenderung melibatkan masukan faktor produksi, kelembagaan dan
kenikmatan yang diinginkan untuk mendukung kenyamanan iklim berinvestasi Barlowe, 1986.
Konsep pengembangan wilayah berbeda dengan konsep pembangunan sektoral, karena pengembangan wilayah sangat berorientasi pada isu permasalahan pokok
wilayah yang saling terkait, bertujuan untuk mengembangkan sektor tertentu. Walaupun kedua konsep tersebut berbeda namun dalam orientasi keduanya saling
melengkapi, dalam arti bahwa pengembangan wilayah tidak mungkin terwujud tanpa adanya pembangunan sektoral. Sebaliknya, pembangunan sektoral tanpa
berorientasi pada pengembangan wilayah akan berujung pada tidak optimalnya pembangunan sektor itu sendiri. Bahkan hal ini bisa menciptakan konflik
kepentingan antar sektor, yang pada gilirannya akan terjadi kontra produktif dengan pengembangan wilayah. Dengan demikian, pengembangan wilayah
seyogyanya menjadi acuan referensi bagi pembangunan sektoral Zaini, 2007.
Universitas Sumatera Utara
14
2.2.2 Teori Basis Ekonomi
Faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan
industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan
peluang kerja. Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan
persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor Harry, 2015.
Menurut Glasson dalam Harry 2015, konsep dasar basis ekonomi membagi perekonomian menjadi dua sektor, yaitu:
1. Sektor basis, yaitu sektor yang mengekspor barang dan jasa ke tempat di luar
batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas masukan barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar perbatasan
perekonomian masyarakat yang bersangkutan. 2.
Sektor bukan basis, yaitu sektor yang menjadikan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian
masyarakat bersangkutan. Sektor disini tidak mengekspor barang-barang. Ruang lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah bersifat lokal.
Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan sehingga menambah permintaan terhadap barang
dan jasa yang dihasilkan, akibatnya akan menambah volume kegiatan yang bukan basis. Sebaliknya semakin berkurangnya kegiatan basis akan menurunkan
Universitas Sumatera Utara
15 permintaan terhadap yang masuk ke daerah yang bersangkutan. Dengan demikian
kegiatan basis mempunyai peran sebagai penggerak utama Harry, 2015. Aktivitas sektor basis adalah pertumbuhan sektor tersebut menentukan
pembangunan menyeluruh daerah itu, sedangkan aktivitas sektor non basis merupakan sektor sekunder, artinya tergantung perkembangan yang terjadi dari
pembangunan yang menyeluruh. Teori basis ekonomi berupaya untuk menemukan dan mengenali aktivitas basis dari suatu wilayah, kemudian meramalkan aktivitas
itu dan menganalisis dampak tambahan dari aktivitas ekspor tersebut. Konsep kunci dari teori basis ekonomi adalah bahwa kegiatan ekspor merupakan mesin
pertumbuhan. Tumbuh tidaknya suatu wilayah ditentukan oleh bagaimana kinerja wilayah itu terhadap permintaan akan barang dan jasa dari luar Harry, 2015.
2.2.3 Teori Lokalita
Pembangunan ekonomi lokalita bersandar pada basis ekonomi lokalitas yang tidak terlepas dari adanya pemanfaatan dan pemberdayaan sumberdaya lokal. Kegiatan
pemanfaatan dan pemberdayaan ini akan mempercepat terjadinya pembangunan ekonomi lokal suatu wilayah. Teori ini menjelaskan tentang ada atau tidaknya
pemusatan suatu kegiatan di suatu wilayah, sehingga dapat diketahui apakah suatu komoditas produksinya terpusat pada suatu wilayah atau tersebar di beberapa
wilayah Lutfi, 2007. Menurut Richardson dalam Lutfi 2007, dengan adanya pemusatan aglomerasi
ekonomi di suatu wilayah akan mendorong pertumbuhan ekonomi pada wilayah tersebut karena terciptanya efisiensi produksi, sedangkan pada wilayah lain yang
Universitas Sumatera Utara
16 tidak mampu bersaing akan mengalami kemunduran dalam pertumbuhan
ekonominya.
2.2.3 Teori Spesialisasi
Salah satu bentuk kebijaksanaan pembangunan ekonomi daerah yang didasarkan pada keuntungan kompetitif adalah pengembangan komoditas unggulan. Dalam
hal ini, pemerintah mendorong masing-masing wilayah untuk mengembangkan satu atau dua komoditas utama yang mempunyai potensi besar. Melalui kebijakan
tersebut diharapkan masing-masing wilayah akan dapat mengembangkan komoditas utama yang mempunyai daya saing tinggi. Peningkatan daya saing ini
tidak hanya penting dalam era otonomi daerah untuk menghadapi persaingan sesama wilayah, tapi juga penting dalam menghadapi persaingan ditingkat global.
Jika memiliki daya saing yang kuat, maka pemasaran produk akan semakin terjamin dan pengembangan ekonomi wilayah yang bersangkutan secara
bertahap akan dapat ditingkatkan Sjafrijal, 2008. Spesialisasi memiliki kelebihan yaitu suatu wilayah akan bisa menjadi lebih fokus
pada satu macam kegiatan saja. Artinya, kesempatan wilayah tersebut untuk meningkatkan daya saing akan jauh lebih besar. Spesialisasi mungkin cocok
dilakukan oleh wilayah yang dikenal sebagai penghasil suatu produk tertentu. Wilayah tersebut hanya perlu fokus untuk meningkatkan kualitas, karena kualitas
mempengaruhi banyaknya permintaan. Meski begitu, tak bisa dipungkiri bahwa spesialisasi juga memiliki kelemahan. Bila suatu ketika kondisi negara sedang
tidak stabil dan berakibat pada tidak stabilnya kondisi perekonomian wilayah penganut spesialisasi, maka wilayah ini akan jatuh karena tidak ada produk lain
yang dihasilkan Ariefiansyah, 2011.
Universitas Sumatera Utara
17
2.3 Penelitian Terdahulu
Zaini 2010, dalam hasil penelitiannya tentang penentuan komoditi basis subsektor pangan dan hortikultura di Kabupaten Paser, dengan menggunakan
analisis LQ. Pada analisis LQ didapat bahwa ada beberapa komoditas basis di beberapa kecamatan yaitu petai, sirsak, manggis, belimbing, melinjo, jeruk,
sukun, nangka, yang semuanya bisa dikembangkan di hampir semua kecamatan di Kabupaten Paser.
Dalam hasil penelitian oleh Yulianti 2011 tentang penentuan prioritas komoditi unggulan buah-buahan di Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara
dengan menggunakan aplikasi analisis LQ dan daya tarik—daya saing menyimpulkan bahwa komoditas unggulan yang menjadi prioritas utama untuk
dikembangkan pada beberapa kecamatan adalah mangga, pepaya, jambu air, rambutan, nangka dan duku langsat.
Dan dalam hasil penelitian Siagian 2013 tentang analisis perwilayah komoditi kubis di Kabupaten Karo menggunakan analisis LQ menemukan bahwa terdapat 4
kecamatan yang rata-rata nilai koefisien LQ lebih besar dari satu LQ 1 dalam data time series yang artinya 4 kecamatan tersebut wilayah basis sekaligus
penghasil komoditas unggulan kubis di Kabupaten Karo. Dalam hasil penelitian oleh Susanti 2015 tentang analisis perwilayahan kopi di
Kabupaten Bondowoso mendapatkan bahwa ada 8 kecamatan dari 23 kecamatan yang menjadi wilayah basis dari komoditas kopi. Dijelaskan bahwa Kabupaten
Bondowoso memiliki 34,7 kecamatan yang merupakan sektor basis komoditas kopi dengan rata-rata nilai LQ sebesar 3,04.
Universitas Sumatera Utara
18
2.4 Kerangka Pemikiran