Metode Penentuan Daerah Penelitian Metode Penentuan Komoditas Metode Pengumpulan Data

20 BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive, yaitu secara sengaja memilih Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ditentukan karena kabupaten ini merupakan kabupaten yang memiliki potensi hortikultura yang tertinggi di Sumatera Utara. Kabupaten Karo memiliki 17 kecamatan, yaitu Barusjahe, Tigapanah, Kabanjahe, Simpang Empat, Payung, Munte, Tigabinanga, Juhar, Kutabuluh, Mardinding, Berastagi, Merek, Laubaleng, Dolat Rayat, Namanteran, Merdeka dan Tiganderket.

3.2 Metode Penentuan Komoditas

Komoditas markisa dipilih dalam penelitian didasarkan pada tingkat produksi yang tinggi. Berdasarkan Tabel 2, nilai rata-rata total produksi markisa menduduki posisi tertinggi ke-3 dibandingkan jenis buah-buahan lain yang dibudidayakan di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Selain itu markisa merupakan komoditi yang tidak ditanam di sembarang tempat. Kabupaten Karo merupakan sentra produksi markisa untuk wilayah Sumatera Utara.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan untuk memenuhi lampiran penelitian adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik BPS, Dinas Pertanian maupun instansi terkait lainnya. Pengumpulan data PDRB Kabupaten Karo dan pengumpulan data produksi markisa berdasarkan data time series selama lima tahun yakni tahun 2010-2014. Jangka waktu 5 tahun bertujuan untuk Universitas Sumatera Utara 21 menghindari bias tahunan ataupun bias musiman. Penelitian di mulai dari tahun 2010 karena dianggap sistem administrasi data sudah terkumpul dengan baik. 3.4 Metode Analisis Data Untuk menyelesaikan Masalah 1, yaitu mengetahui pertumbuhan sektor pertanian dibandingkan dengan sektor lain dengan menggunakan analisis shift-share. Analisis Shift-share merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektoral pada perekonomian regional maupun lokal. Analisis Shift-share menggambarkan kinerja sektor-sektor di suatu wilayah dibandingkan dengan perekonomian wilayah yang lebih tinggi. Bila suatu daerah memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional, maka akan dapat ditemukan adanya shift pergeseran hasil pembangunan perekonomian daerah. Selain itu, laju pertumbuhan sektor-sektor di suatu wilayah akan dibandingkan dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional beserta sektor-sektornya. Kemudian dilakukan analisis terhadap penyimpangan yang terjadi sebagai hasil dari perbandingan tersebut Soepono, 1993. Untuk tujuan tersebut, analisis ini menggunakan 3 informasi dasar yang berhubungan satu sama lain yaitu: 1. Pertumbuhan ekonomi nasional N ij Pertumbuhan ekonomi nasional national growth effect, yakni menunjukkan besarnya peranan perekonomian wilayah Sumatera Utara yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian Kabupaten Karo. Artinya melihat apakah perekenomian Sumatera Utara akan meningkatkan atau mengurangi pertumbuhan perekonomian Kabupaten Karo. Universitas Sumatera Utara 22 � �� = � �� × � � � � = � ∗ � − � � � � Dimana: E ij = PDRB sektor i Kabupaten Karo tahun 2010 tahun awal penelitian r n = Tingkat pertumbuhan PDRB Sumatera Utara E n = Total PDRB Sumatera Utara tahun 2014 tahun akhir penelitian E n = Total PDRB Sumatera Utara tahun 2010 tahun awal penelitian 2. Pergeseran proporsional atau pengaruh bauran industri M ij Pergeseran proporsional proportional shift, yang menunjukkan perubahan relatif kinerja suatu sektor di Kabupaten Karo terhadap sektor yang sama di Sumatera Utara. Komponen ini melihat laju pertumbuhan di Sumatera Utara dibandingkan laju pertumbuhan di Kabupaten Karo. Pergeseran proporsional disebut juga pengaruh bauran industri industry mix. � �� = � �� × � �� − � � � �� = � ∗ �� − � �� � �� Dimana: E ij = PDRB sektor i Kabupaten Karo tahun 2010 tahun awal penelitian r in = Tingkat pertumbuhan sektor i Sumatera Utara r n = Tingkat pertumbuhan PDRB Sumatera Utara E in = PDRB sektor i Sumatera Utara tahun 2014 tahun akhir penelitian E n = PDRB sektor i Sumatera Utara tahun 2010 tahun awal penelitian Universitas Sumatera Utara 23 3. Pergeseran diferensial atau pengaruh keunggulan kompetitif C ij Pergeseran diferensial differential shift, yang memberikan informasi dalam menentukan seberapa jauh daya saing sektor-sektor di Kabupaten Karo dengan wilayah Sumatera Utara. Pergeseran diferensial disebut juga pengaruh keunggulan kompetitif. � �� = � �� × � �� − � �� � �� = � ∗ �� − � �� � �� Dimana: E ij = PDRB sektor i Kabupaten Karo tahun 2010 tahun awal penelitian r in = Tingkat pertumbuhan sektor i Sumatera Utara r ij = Tingkat pertumbuhan sektor i Kabupaten Karo E ij = PDRB sektor i Kabupaten Karo tahun 2014 tahun akhir penelitian Setelah ketiga komponen didapatkan, maka pertumbuhan tiap sektor dapat dihitung dengan rumus: � �� = � �� + � �� + � �� Untuk menyelesaikan Masalah 2, yaitu menentukan wilayah atau kecamatan yang menjadi basis komoditas markisa. Sebagai suatu alat analisis, sangat krusial jika penentuan wilayah basis hanya dengan satu metode. Pada dasarnya untuk menganalisis kegiatan ekonomi basis digunakan 2 kriteria, yaitu kriteria kontribusi dan kriteria pertumbuhan. Berdasarkan kriteria kontribusi akan digunakan analisis Location Quotient LQ, sedangkan berdasarkan kriteria pertumbuhan akan digunakan Model Rasio Pertumbuhan MRP. Setelah hasil Universitas Sumatera Utara 24 dari kedua metode tersebut didapatkan, maka digunakan analisis Overlay untuk mendapatkan deskripsi wilayah basis komoditas markisa. 1. Analisis Location Quotient Berdasarkan pemahaman terhadap teori ekonomi basis, LQ relevan digunakan sebagai metode dalam menentukan komoditas unggulan khususnya dari sisi penawaran produksi atau populasi. Untuk komoditas yang berbasis lahan seperti tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, perhitungannya didasarkan pada lahan pertanian areal tanam atau areal panen, produksi dan produktivitas. Dalam penelitian ini perhitungannya didasarkan pada produksi dari tanaman markisa. Rumus Location Quotient LQ dalam Siagian 2013: �� = �� �� � � � � = �� � � �� � � Dimana: Si = produksi komoditas markisa kecamatan i ton S = total produksi buah-buahan kecamatan i ton Ni = produksi komoditas markisa Kabupaten Karo ton N = total produksi buah-buahan Kabupaten Karo ton Hasil perhitungan LQ menghasilkan tiga 3 kriteria, yaitu: a. LQ 1; artinya kecamatan itu merupakan wilayah basis atau menjadi sumber produksi markisa. Wilayah ini sudah mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan juga dapat mengekspor ke luar wilayah. Universitas Sumatera Utara 25 b. LQ = 1; artinya kecamatan itu merupakan wilayah basis atau menjadi sumber produksi markisa. Namun, wilayah ini hanya mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan tidak dapat mengekspor ke luar wilayah. c. LQ 1; artinya kecamatan itu merupakan wilayah non basis. Wilayah ini tidak mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan juga tidak dapat mengekspor ke luar wilayah. 2. Model Rasio Pertumbuhan MRP Metode ini membandingkan pertumbuhan suatu kegiatan baik dalam skala yang lebih luas maupun dalam skala yang lebih kecil. Terdapat dua rasio pertumbuhan dalam analisis tersebut, yaitu rasio pertumbuhan wilayah studi RPs dan rasio pertumbuhan wilayah referensi RPr. RPr akan membandingkan pertumbuhan masing-masing kegiatan dalam konteks wilayah yang lebih luas, sedangkan RPs membandingkan pertumbuhan kegiatan dalam tingkat wilayah yang lebih kecil wilayah studi Yusuf, 1999. Karena yang akan dianalisis adalah tingkat kecamatan wilayah studi, maka yang akan dihitung adalah rasio pertumbuhan produksi markisa di tiap kecamatan RPs. Rumus untuk menghitung MRP Buhana dan Masyuri, 2006 adalah: ��� = ∆� �� � �� � ∆� � � �� Dimana: ΔY ij = Y ijt+1 – Y ijt adalah perubahan produksi markisa kecamatan i Y ijt = produksi markisa tahun awal periode penelitian kecamatan i ΔY j = Y jt+1 – Y jt perubahan produksi buah-buahan kecamatan i Y jt = produksi buah-buahan tahun awal periode penelitian kecamatan i Universitas Sumatera Utara 26 Apabila hasil RPs menunjukkan angka 1, maka bernilai positif + atau dengan kata lain merupakan wilayah basis markisa. Sedangkan jika hasil RPs menunjukkan angka 1, maka bernilai negatif - atau dengan kata lain bukan merupakan wilayah basis markisa. 3. Analisis Overlay Analisis overlay adalah sebuah metode yang dapat digunakan untuk menampilkan hasil-hasil analisis dengan memberikan kriteria tertentu. Dengan menggunakan analisis overlay akan memberikan kemudahan dalam menganalisis dan menginterpretasikan hasil-hasil analisis yang menggunakan beberapa metode. Penggabungan dari beberapa hasil analisis tersebut ditampilkan dalam sebuah tabel, kemudian diberi notasi sesuai dengan kreiteria yang sudah ditentukan dari masing-masing alat analisis. Pengambilan kesimpulan ditentukan berdasarkan kepada kriteria penggabungan dari alat-alat analisis yang digunakan. Analisis overlay dimaksudkan untuk melihat deskripsi wilayah basis produksi markisa yang menggabungkan kriteria kontribusi dan kriteria pertumbuhan. Terdapat empat kemungkinan dalam analisis overlay, yaitu: a. Kontribusi + dan Pertumbuhan +, menunjukkan bahwa kecamatan ini merupakan wilayah basis markisa baik dari kriteria kontribusi maupun kriteria petumbuhan. b. Kontribusi - dan Pertumbuhan +, menunjukkan bahwa kecamatan ini merupakan wilayah basis markisa berdasarkan kriteria pertumbuhan. c. Kontribusi + dan Pertumbuhan -, menunjukkan bahwa kecamatan ini merupakan wilayah basis markisa berdasarkan kriteria kontribusi. Universitas Sumatera Utara 27 d. Kontribusi - dan Pertumbuhan -, menunjukkan bahwa kecamatan ini bukan merupakan wilayah basis markisa. 4. Skala Guttman Skala Guttman merupakan skala kumulatif yang memenuhi kaidah ilmiah dalam penentuan dan penilaian skoring suatu instrumen penelitian. Skala ini mengukur suatu dimensi saja dari suatu variabel yang multidimensi. Skala Guttman disebut juga skala scalogram yang sangat baik untuk meyakinkan peneliti tentang kesatuan dimensi dan sikap atau sifat yang diteliti, yang sering disebut dengan atribut universal. Jadi skala Guttman adalah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas tegas dan konsisten. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikotomi dua alternatif yang berbeda. Berbeda dengan skala Likert terdapat jarak interval yang bermacam-macam misal: sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju, skala Guttman hanya terdapat dua interval yaitu benar dan salah Riduwan, 2010. Setelah mendapatkan kecamatan-kecamatan yang menjadi wilayah basis komoditas markisa, maka perlu diuji apakah kecamatan-kecamatan tersebut memenuhi kriteria sebagai wilayah basis yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman markisa. Untuk itu digunakanlah metode skoring skala Guttman. Skala ini digunakan untuk meyakinkan dan mempertegas penelitian dengan membandingkan agroklimat kecamatan-kecamatan yang sudah ditentukan sebagai wilayah basis dengan agroklimat yang diinginkan tanaman markisa. Berikut adalah agroklimat yang diinginkan oleh tanaman markisa: 1. Berada di dataran tinggi 700—2.000 meter di atas permukaan laut Universitas Sumatera Utara 28 2. Curah hujan antara 2.000—3.000 mm pertahun 3. Suhu udara 18°C - 25°C 4. Beriklim basah bulan basah antara 7-12 bulan Penentuan skor dilakukan dengan 2 pilihan ya atau tidak dari 4 permasalahan yakni agroklimat yang diinginkan tanaman markisa. Berikut ini langkah dalam menentukan skor: Skoring terendah = 0 pilihan jawaban tidak Skoring tertinggi = 1 pilihan jawaban ya Jumlah skor terendah = skoring terendah × jumlah pertanyaan = 0×4 = 0 0 Jumlah skor tertinggi = skoring tertinggi × jumlah pertanyaan = 1×4 = 4 100 Rumus umum menentukan interval Riduwan, 2010: �������� � = ����� � �������� � Range R = skor tertinggi – skor terendah = 100 – 0 =100 Kategori K = 2 banyaknya kriteria yang disusun, yaitu sesuai dan tidak sesuai �������� � = 100 2 = 50 Maka, kriteria penilaian = skor tertinggi – interval = 100 - 50 = 50 Sehingga: Jika skor yang diperoleh ≥50 maka agroklimat masing-masing kecamatan basis sesuai dengan agroklimat yang diinginkan markisa. Jika skor yang diperoleh 50 maka agroklimat masing-masing kecamatan basis tidak sesuai dengan agroklimat yang diinginkan markisa. Universitas Sumatera Utara 29 Untuk menyelesaikan Masalah 3, digunakan analisis Koefisien Lokalita ά. Adanya penetapan lokasi untuk kegiatan pertanian sangat tergantung pada input produksi dan keberadaan pasar untuk output. Identifikasi nilai koefisien masing- masing komoditas akan dapat memprediksi potensi lokal untuk pengembangan kegiatan pertanian tersebut. Analisis koefisien lokalita digunakan untuk mengetahui angka penyebaran budidaya komoditas markisa di suatu wilayah. Rumus Koefisien Lokalita ά Baruwadi, 2008: ά = �� �� − � � Dimana: Si = produksi komoditas markisa kecamatan i ton S = total produksi buah-buahan kecamatan i ton Ni = produksi komoditas markisa Kabupaten Karo ton N = total produksi buah-buahan Kabupaten Karo ton Jika ά ≥ 1 menunjukkan bahwa produksi markisa memusat di kecamatan tertentu di Kabupaten Karo, sedangkan ά 1 menunjukkan produksi markisa menyebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Karo. Untuk menyelesaikan Masalah 4 , digunakan analisis Koefisien Spesialisasi β. Analisis koefisien spesialisasi umumnya digunakan untuk mengetahui spesialisasi kekhususan suatu wilayah dalam memproduksi markisa. Rumus Koefisien Spesialisasi β Baruwadi, 2008: � = �� � − �� � Universitas Sumatera Utara 30 Dimana: Si = produksi komoditas markisa kecamatan i ton S = total produksi buah-buahan kecamatan i ton Ni = produksi komoditas markisa Kabupaten Karo ton N = total produksi buah-buahan Kabupaten Karo ton Nilai β ≥ 1 menunjukkan bahwa kecamatan tertentu di Kabupaten Karo berspesialisasi pada produksi markisa. Seda ngkan β 1 menunjukkan bahwa kecamatan tertentu di Kabupaten Karo tidak berspesialisasi pada produksi markisa. 3.5 Definisi dan Batasan Operasional 3.5.1 Definisi