1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum. Eksistensi hukum ditengah-tengah masyarakat memiliki kaitan yang erat dengan
kehidupan masyarakat, sehingga hukum sering disebut sebagai gejala sosial
1
, dimana ada masyarakat disitu ada hukum.
2
Keberadaan hukum merupakan kebutuhan masyarakat, baik untuk kebutuhan manusia secara individual maupun
dalam hal berinteraksi dengan orang lain dalam pergaulannya, mulai dari pergaulan yang sederhana sampai pergaulan yang luas antar bangsa. Keadaan
tersebut merefleksikan bahwa keperluan dan kepentingan manusia sebagai makhluk sosial sesungguhnya hanya dapat terpenuhi dan difasilitasi oleh hukum
3
Prof. Subekti mengatakan, bahwa hukum itu mengabdi karena hukumlah yang menjadi landasan aturan permainan dalam segala tata
kehidupan tersebut.
4
1
Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, Medan: CV. Cahaya Ilmu, 2006, hlm. 2.
2
Ungkapan ini dalam bahasa aslinya berbunyi“ubi societas ibi ius” pertama sekali diperkenalkan oleh Marcus Tullius Cicero 106 – 45 SM seorang filsuf, ahli hukum, dan ahli
politik kelahiran Roma dalam dua karyanya De Republica tentang poltik dan De Legibus tentang hukum. Lihat E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Ichtiar Baru,
1983, hlm. 1.
3
Hasim Purba, Op.cit hlm. 2.
4
C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indoensia, Jakarta: Rineka Cipta, 2011, hlm. 37. Dikatakan hukum melayani negara dengan menyelenggarakan
‘keadilan’ dan ‘ketertiban’ yang menjadi syarat dalam mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan.
pada tujuan negara yang dalam pokoknya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan
Universitas Sumatera Utara
2
pada rakyatnya.
5
5
Ibid, hlm. 36.
Hal ini sejalan dengan Alinea ke IV Pembukaan Undang- Undang
Universitas Sumatera Utara
2
Dasar 1945 Republik Indonesia yang berbunyi; “kemudian daripada itu untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, … ”. Makna dari Alinea ke IV UUD 1945 tersebut
menggambarkan dengan jelas bahwa hukum memiliki tujuan untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyat Indonesia.
Hukum selalu digambarkan sebagai suatu neraca keadilan dikarenakan hukum adalah keadilan yang senantiasa mengandung unsur penghargaan,
penilaian, dan pertimbangan.
6
Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang harus menerima bagian yang sama pula, karena manusia memiliki
kecakapan atau kemampuan untuk merasakan keadaan yang dinamakan adil maka hukum tidak saja harus mencarikan keseimbangan antara berbagai kepentingan
yang bertentangan satu sama lain, untuk mendapatkan ‘keadilan’.
7
Hukum menjadi patokan terhadap apa yang dapatboleh diperbuat dan tidak boleh
dilakukan seseorang serta yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja bagi orang yang secara jelas dan nyata berbuat melawan hukum,
melainkan juga perbuatan hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum.
8
6
Ibid, hlm. 37
7
Ibid.
8
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi,Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm. 1.
Johnny Ibrahim, dalam bukunya menuliskan 3 unsur yang dibutuhkan oleh manusia dari hukum:
Universitas Sumatera Utara
3
Unsur pertama yang dibutuhkan manusia dari hukum adalah ketertiban
9
Unsur kedua yang tidak kalah pentingnya, yakni hukum adalah keadilan. Sehubungan dengan keadilan, Ulpianus 200 TM, seorang pengemban hukum
kekaisaran Romawi pernah menuliskan, “Iustitia est constans et perpetua voluntas ius suum cuique tribuendi” yang mengandung makna bahwa keadilan adalah
kehendak yang bersifat tetap dan tidak ada akhirnya untuk memberikan kepada tiap-tiap orang, apa yang menjadi haknya.
. Dengan terwujudnya ketertiban, maka berbagai keperluan sosial manusia dalam
bermasyarakat akan terpenuhi … untuk mewujudkan kertiban-ketertiban itu manusia memunculkan keharusan–keharusan berperilaku dengan cara tertentu
yang dirumuskan dalam bentuk kaidah.
10
Unsur Ketiga yang diharapkan dari hukum adalah kepastian legal certainty.
11
Vant Kant mengatakan bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu. Berdasarkan
anggapan Vant Kant, Utrecht mengemukakan pendapat bahwa hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum rechtzeker heid dalam pergaulan manusia.
12
9
Ketertiban dan Kaidah yang diperlukan manusia adalah ketertiban dan kaidah yang secara otentik menciptakan kondisi yang memungkinkan manusia secara wajar mewujudkan
kepribadiannya secara utuh, yang dengan itu dapat mengembangkan semua potensi kemanusiaan seperti apa yang secara bebas dikehendakinya vrije wil. Lihat Johnny Ibrahim, Teori Metode
Penelitian Hukum Normatif, Jawa Timur: Bayu Media,2005, hlm.2.
10
Paradigma keadilan tersebut diserap dan dijabarkan lebih lanjut dalm Corpus Ius Civilis, dasar hukum sipil Romawi tersebut memiliki makna peraturan dasar dari hukum adalah
hidup dengan patut, tidak merugikan orang lain, dan memberi pada orang lain apa yang menjadi bagiannya. Lihat Ibid.hlm.3.
11
Ibid. hlm.7
12
Chainur Arrasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum,Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm.42.
Tanpa Kepastian Hukum akan muncul kekacauan dalam masyarakat. Kepastian hukum menghindarkan tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum
Universitas Sumatera Utara
4
yang terkadang menunjukkan sikap arogan dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum karena masyarakat akan lebih paham mengenai hak dan
kewajibannya menurut hukum. Kepastian hukum itu sendiri dapat diwujudkan melalui pembuatan aturan yang baik dan jelas dalam suatu undang-undang
sehingga akan jelas pula penerapannya dalam masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa berfungsinya hukum untuk menciptakan ketertiban, keadilan dan Kepastian dalam masyarakat. Dengan
terciptanya hal itu akan memungkinkan manusia mengembangkan segala bakat dan kemampuannya. Dengan kehendak bebas yang melekat padanya ia berusaha
menjadi manusia yang paripurna
13
. Dapat dikatakan bahwa keseluruhan kaidah
atau norma dan ketentuan hukum yang dibuat manusia akhirnya bermuara pada satu asas utama yang diarahkan untuk penghormatan, pengakuan terhadap
martabat manusia.
14
Untuk mewujudkan ketertiban, keadilan dan kepastian dengan tujuan mencapai kemakmuran tersebut maka manusia memerlukan suatu organisasi
pemerintahan yang mengurus seluruh tata tertib melalui hukum untuk mengikat masyarakat dengan kekuasaan sehingga terjadi ketertiban sosial
15
13
Paripurnapa-ri-pur-na lengkap; penuh lengkap: rapat, lihat Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm.
1002.
14
Johnny Ibrahim, Op.cit, hlm. 7.
yang sering kita sebut sebagai negara.
15
Umar Jani juga mengatakan bahwa Negara merupakan kelanjutan dari keinginan manusia untuk bergaul dengan orang lain dalam menyempurnakan segala kebutuhan hidup. Umar
Djani, Negara, Bangsa dan Warganegara,
diakses dari http:file.upi.edu DirektoriFIPJUR._PEND._LUAR_BIASA195202151983011M._UMAR_DJANI_MARTASU
TAA20Dikwar20Pendidikan20KewarganegaraanPENGANTARNEGARA,20BANGA 20DAN20WARGA20NEGARA1.pdf, terakhir diakses pada 16062016 pukul 02:28 wib.
Universitas Sumatera Utara
5
Ide negara hukum telah lama dikembangkan oleh para filsuf dari zaman Yunani Kuno. Plato, pada awalnya dalam bukunya “The Republic” berpendapat:
“bahwa adalah mungkin mewujudkan negara ideal untuk mencapai kebaikan, yang berintikan kebaikan. Untuk itu kekuasaan harus dipegang oleh orang yang
mengetahui kebaikan, yaitu seorang filsuf the philosopher king.
16
Namun dalam bukunya “The Statesmen” dan ”The Law”, Plato menyatakan bahwa yang dapat
diwujudkan adalah bentuk paling baik kedua the second best yang menempatkan supremasi hukum. Pemerintahan yang mampu mencegah kemerosotan kekuasaan
seseorang adalah pemerintahan oleh hukum.
17
Senada dengan Plato, tujuan Negara menurut Aristoteles adalah untuk mencapai kehidupan yang paling baik
the best life possible yang dapat dicapai dengan supremasi hukum. Hukum adalah wujud kebijaksanaan kolektif warga Negara collective wisdom, sehingga
peran warga Negara diperlukan dalam pembentukannya.
18
Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum Rechtstaat, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka Machstaat.
19
16
Zulkarnain Ridwan, Negara Hukum Indonesia: Kebalikan Nachtwachterstaat, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, ISSN1978-5186, diakses dari
Ini berarti bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan
http:download.portalgaruda.orgarticle.php?article=250365val=6694title=NEGARA20HU KUM20INDONESIA20KEBALIKAN20NACHTWACHTERSTAAT, hlm. 141, terakhir
diakses pada 16062016 pukul 02:28 wib.
17
Ibid.
18
Ibid. hlm. 141-142.
19
Evi Hartanti, Op.cit, hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
6
menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan.
20
Hukum harus menjalani suatu proses yang panjang dan melibatkan berbagai aktivitas dengan kualitas yang berbeda-beda dalam menjalankan
fungsinya. Dalam garis besarnya, aktivitas tersebut berupa pembuatan hukum dan penegakkan hukum. Pembuatan hukum merupakan awal dari bergulirnya proses
tersebut kemudian disusul oleh pelaksanaannya secara konkrit dalam kehidupan masyarakat sehari-hari yang disebut penegakkan hukum.
21
Penegakkan hukum telah menjadi ungkapan sehari-hari dikalangan masyarakat, pejabat, pengamat, mahasiswa, pelaku, anggota masyarakat biasa
yang memiliki kesamaan pandangan mengenai masalah dan peristiwa penegakan hukum yang selama ini terjadi.
22
Akan tetapi, hampir semua ungkapan menyatakan hingga saat ini penegakkan hukum belum memuaskan, bahkan ada
yang menyatakan penegakan hukum makin jauh dari rasa keadilan.
23
Beberapa waktu yang lalu beberapa kasus sempat mendapat sorotan dunia dan menjadi simbol ketidakadilan yang terjadi di Indonesia karena
terciderainya rasa keadilan bagi masyarakat kecil di Indonesia.
24
20
Loc.it
21
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum,Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010, hlm. 176.
22
Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa Suatu Pencarian, Yogyakarta: FH UII Press, 2005 hlm.1.
23
Ibid.
Tak hanya itu banyaknya kasus-kasus pelanggaran hukum yang justru dilakukan oleh para
penegak hukum itu sendiri juga semakin membuat unsur kepastian yang
24
Suryono Brandoi, Sandal Jepit dan Buah Kakao Ketidakadilan Bagi Masyarakat Kecil, Kompasiana, edisi 25 Juni 2015, diakses dari http:www.kompasiana.com
suryono.briandokasus-sandal-jepit-dan-buah-kakao-ketidakadilan-bagi-masyarakat-kecil_552acd 47f17e61bf41d623d7, terakhir diakses pada 24 Juni 2016, pada pukul 00:51 wib.
Universitas Sumatera Utara
7
diperlukan manusia semakin pudar. Salah satu contoh kasusnya seorang Hakim Mahkamah Konstitusi terbukti menerima uang suap guna memenangkan perkara
sengketa hasil pilkada.
25
Dalam hal ketertiban, Soerjono Seokanto dalam bukunya mengatakan
bahwa ketika terjadinya kelambatan-kelambatan untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat
dapat menimbulkan ketidakpastian dalam rasa keadilan sehingga dapat mengganggu ketertiban.
Hal tersebut benar-benar mencoreng wajah lembaga peradilan terutama Mahkamah Konstitsusi yang seharusnya menjadi pengawal
konstitusi.
26
Masih segar dalam ingatan kita beberapa waktu lalu ketika terjadi demonstrasi besar-besaran untuk mendesak pemerintah dalam
membenahi peraturan mengenai transportasi di Indonesia
27
yang dirasa tidak memenuhi rasa keadilan
28
Fenomena ini tentu saja mengakibatkan berkurangnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga yang terkait dengan
permasalahan penegakkan huku karena tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat . Sebagaimana yang kita ketahui pada akhirnya
berujung pada bentrokan dan hal tersebut sangat mengganggu ketertiban umum.
25
Aghnia Adzkia, KPK INCAR PENYUAP SENGKETA DUA PILKADA DI KASUS AKIL MOCHTAR, CNN Indonesia, edisi 28 November 2015, diakses dari
http:www.cnnindonesia.comnasional2015 1127194840-12-94577kpk-incar-penyuap-sengketa- dua-pilkada-di-kasus-akil-mochtar, terakhir diakses pada 24:062016 pukul 1:03 wib.
26
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang memperngaruhi penegakkan hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 21-22.
27
Ria, Soal Transportasi Berbasis Online, Pemerintah diminta Mebenahi Aturan, diakses dari http:www.hukumonline.comberitabacalt56e7e0b98120fsoal-transportasi-
berbasis-aplikasi--pemerintah-diminta-benahi-aturan, terakhir diakses tanggal 30 Mei 2016 pada pukul 23.28 wib.
28
RFQ, Pentingnya Asas Keadilan untuk Mengatur Bisnis Transportasi Online, diaksses dari http:www.hukumonline.comberitabacalt56e90993b1fcdpentingnya-asas-keadilan-untuk-
mengatur-bisnis-transportasi-online, terakhir diakses pada pukul 23:36 tanggal 30 Mei 2016.
Universitas Sumatera Utara
8
terhadap hukum seperti yang diuraikan sebelumnya. Akan tetapi ada hal lain yang perlu menjadi sorotan dalam masalah penegakkan hukum yang menjadi
penghambat dalam upaya penegakan hukum yaitu kewenangan institusi-institusi penegak hukum itu sendiri.
Institusi penegak hukum memperoleh kewenangannya melalui undang- undang yang di buat berdasarkan UUD. Penetapan undang-undang dapat
memperluas kewenangan suatu institusi, namun di sisi lain bisa mengurangi kewenangan institusi lain dan terkadang terjadi juga tumpang tindih kewenangan
antar lembaga yang dapat menimbulkan pro kontra antar lembaga penegak hukum yang justru menghambat proses penegakkan hukum dan juga tidak jelasnya
kedudukan sebuah lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
29
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 juga dengan jelas mengatur bahwa kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan yang melaksanakan
Salah satu contohnya adalah Kejaksaan. Kejaksaan memiliki peranan penting dalam penegakkan hukum. Sejak Kejaksaan terlepas dari Kementrian
Kehakiman 22 Juli 1960, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 204 Tahun 1960, peran dan kedudukan Jaksa Agung dan Kejaksaan diatur berdasarkan
kepada Undang-Undang Pokok Organik yang mengatur Jaksa Agung dan Kejaksaan. Sebelumnya kejaksaan memiliki kewenangan penyidikan dan
penyidikan lanjutan namun harus di pangkas kewenangannya dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
29
Marwan Effendy, Kejaksaan RI, Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum,Jakarta: Gramedia, 2005, hlm. 49.
Universitas Sumatera Utara
9
kekuasaan Negara di bidang penuntutan.
30
Sementara pada kenyataannya dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan ini juga dimiliki oleh Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Hal ini jelas-jelas melanggar prinsip een en ondeelbaaren dalam pratik penegakkan hukum di Indonesia yang menjadikan adanya dualisme
penuntutan oleh institusi yang berbeda sehingga dapat berpotensi menimbulkan diskriminasi penuntutan.
31
Permasalahan selanjutnya adalah kedudukan Kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Dalam Perspektif konstitusional, mengingat
peran dan kedudukan Jaksa Agung dan Kejaksaan yang sangat strategis dalam sistem peradilan pidana dari waktu ke waktu, pertanyaan yang kemudian muncul
adalah mengapa peran dan kedudukan Jaksa Agung dan Kejaksaan tidak dicantumkan dalam UUD 1945. Tidak ada satupun ketentuan pasal dalam
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 UUD RI 1945 baik sebelum ataupun sesudah Amandemen dalam Bab IX tentang Kekuasaan
Kehakiman yang secara eksplisit menentukan posisi Kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa Kejaksaan memiliki
posisi sentral dalam sistem peradilan pidana.
32
Selain dalam tugasnya dalam bidang penegakkan hukum kejaksaan juga memiliki tugas-tugas lain dalam bidang operasi: pemeliharaan ketentraman,
30
Undang-Undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI Pasal 2 ayat 1, “Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam undang-undanng ini disebut kejaksaan adalah lembaga
pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
31
Puslitbang Kejaksaann Agung, Posisi Ideal Kejaksaan dalam Sistem Ketatanegaraan R.I. Berdasarkan UUD Tahun 1945 Hasil Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kejaksaan Agung, Jakarta : Puslitbang Kejaksaan Agung, 2014, hlm. 90.
32
Ibid, hlm. 89.
Universitas Sumatera Utara
10
keamanan, dan ketertiban umum.
33
Namun kedudukan kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia hanya disebutkan secara implisit di dalam Pasal 24 ayat
3 UUD 1945 amandemen ke-4.
34
B. Tujuan Rumusan Masalah