24
BAB II PENGATURAN TENTANG PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS
A. Pengertian dan Sejarah Pencemaran Udara Lintas Batas
Dahulu masalah pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan masalah lokal, sekarang menjadi masalah nasional bahkan
internasional.
15
Pencemaran udara bisa terjadi di ruang terbuka maupun didalam ruangan.Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan – bahan
atau zat – zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan komposisi udara dari keadaan normalnya.
16
Menurut rekomendasi OECD tentang Principle Concerning Transfrontier Pollution 1974 merumuskan pencemaran sebagai berikut : “the
introduction by man, directly or indirectly, of substanceor energy into the environment resulting in deleterious effects of living resources and
ecosystems, and impair or interfere with amenities and other legitimate uses of the environment”. Menurut rekomendasi dari ASEAN Agreement on
Transboundary Haze Pollution yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah sebagai berikut : “smoke resulting from land andor forest fire which
Menurut Undang-undang No. 32 tahun 2009, pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, danatau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan
hidup yang ditetapkan.
15
Jur.Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan.cet 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hal 13.
16
Arya Wardhana, Wisnu “Dampak Pencemaran Lingkungan Edisi RevisiWisnu Arya Wardhana; - Ed.III. – Yogyakarta: Andi, 09.
Universitas Sumatera Utara
causes deleterious effects of such a nature as to endanger human health, harm living resources and ecosystems and material property and impair or
interfere with amenities and other legitimate uses of the environment”. Pencemaran lintas batas dapat diartikan sebagai suatu gambaran yang
menerangkan bahwa suatu pencemaran yang terjadi dalam suatu negara akan tetapi dampak yang ditimbulkannya oleh karena faktor media atmosfer atau
biosfer melintas sampai ke wilayah negara lain. Menurut ASEAN Agreement on Transboundary Haze Polution yang
dimaksud dengan pencemaran lintas batas adalah : “Transboundary haze polution whose physical orgin in situated wholly or in port within the area
under the national jurisdiction of one member state and which is transported into area under the jurisdiction of another member state”.
17
1. Trail Smelter Case 1941
Pencemaran udara terjadi pertama kali akibat asap pabrik pada masa revolusi industri. Seiring berjalannya waktu, pencemaran udara tersebut
berpotensi pada pencemaran udara yang melewati batas negara yang memberikan dampak negatif juga bagi wilayah negara lain. Berikut
merupakan beberapa kasus yang menjadi awal sejarah dari pencemaran udara lintas batas.
Kasus ini merupakan kasus pencemaran udara lintas batas yang terjadi antara Kanada dan Amerika Serikat. Sebuah pabrik pupuk yang
dimiliki oleh sebuah perusahaan yang bernama Consolidated Mining
17
ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. http:www.aseansec.orgagr_haze.pdf
. diakses 23 April 2016.
Universitas Sumatera Utara
Smelting Co. Dari Canada Ltd. Seiring berjalan waktu pabrik ini terus berkembang dan menambah jumlahnya yang dimana akan menambah
jumlah pembakaran yang dilakukan setiap hari. Pada tahun 1925 dan tahun 1927, dua cerobong asap setinggi 400 kaki dibangun yang kemudian
menimbulkan naiknya jumlah sulfur yang dibuang ke udara. Jumlah sulfur yang terbuang ke udara terus bertambah jumlahnya seiring berjalannya
waktu. Hal tersebut disebabkan oleh adanya usaha peleburan besi dan logam. Dengan terus meningkatnya jumlah sulfur yang dibuang ke udara
maka dari itu akhirnya pabrik Trail yang melakukan peleburan besi dan logam mendapat perhatian dari negara bagian Washington, Amerika
Serikat. Kemudian pada tahun 1928 sampai 1935 pemerintah Amerika
memberikan keluhan kepada pemerintah Kanada karena asap sulfur dioksida yang disebabkan oleh pabrik pelebufran Trail ini telah merusak
Columbia River Valley. Masalah ini kemudian dibawa kepada tingkat internasional yaitu International Joint Commision oleh pihak Amerika dan
Kanada IJC – UC pada tanggal 7 Agustus 1928. Pada tanggal 28 Februari 1931 IJC – UC menyatakan bahwa pabrik peleburan Trail
tersebut harus mengurangi jumlah sulfur yang dikeluarkan dan untuk pemerintah Kanada harus membayar ganti rugi atas kerusakan yang terjadi
diwilayah Amerika sebesar US 350,00. Dengan adanya putusan dari IJC – UC ini diharapkan oleh kedua belah pihak agar terjadi perubahan yang
tidak lagi menimbulkan kerusakan dan kerugian.
Universitas Sumatera Utara
Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. Pabrik peleburan Trail tersebut tidaklah mengalami perubahan dalam melakukan
pembuangan sulfur dioksida ke udara. Hal ini tetaplah menimbulkan kerusakan di negara bagian Washington, Amerika Serikat. Hal ini
kemudian mengakibatkan pemerintah Amerika kembali mengambil tindakan dengan mengajukan kembali keluhan kepada pemerintah Kanada
pada bulan Februari 1933. Dengan adanya keluhan yang terjadi berulang kali maka lahirlah konvensi tentang asap buangan yang ditandatangani
oleh kedua belah pihak pada tanggal 15 April 1935. Konvensi ini menyatakan perlu dibentuknya suatu Tribunal atau suatu Mahkamah
Arbitrase yang bertugas menjawab empat pertanyaan ini :
18
1 Apakah pabrik Trail telah menimbulkan kerugian bagi negara bagian
Washington mulai tanggal 1 Januari 1932? 2
Apabila pabrik Trail terbukti telah menimbulkan kerugian tersebut, apakah dimasa mendatang pabrik ini akan dilarang untuk melakukan
hal tersebut lagi ? 3
Apakah pabrik Trail harus beroperasi dibawah syarat – syarat tertentu ? 4
Apakah harus dibayarkan suatu bentuk kompensasi sehubungan dengan pertanyaan nomor 2 dan 3 ?
Kemudian, kedua belah pihak mengajukan bukti – bukti dihadapan Tribunal pada bulan Januari 1938 yang dimana Tribunal memberitahu
kedua belah pihak bahwa pihak Tribunal telah dapat menjawab pertanyaan
18
www.american.eduTEDTRAILhtm tentang Trail Smelter Case
Universitas Sumatera Utara
pertama, namun masih memerlukan waktu untuk menjawab pertanyaan yang lainnya. Tribunal juga menghimbau kepada pabrik Trail untuk
membatasi peleburan agar dapat mempelajari akibat yang timbul dari gas sulfur yang dikeluarkan.
Untuk keputusan Tribunal pada pertanyaan yang pertama adalah bahwa pemerintah Kanada harus membayar ganti rugi atas kerusakan yang
terjadi di negara bagian Washington sejak 1932 hingga 1 Oktober 1937 yang ditimbulkan oleh pabrik Trail dengan jumlah US 78,000. Biaya ini
dipakai untuk mengganti rugi atas kerusakan tanah yang ditimbulkan oleh asap sulfur dioksida di sepanjang Columbia River Valley. Kemudian, pada
tanggal 11 Maret 1941 Tribunal memberikan jawabannya terhadap tiga pertanyaan lainnya. Tribunal memberikan keputusan kepada pabrik Trail
untuk tidak lagi menimbulkan kerusakan dengan asap sulfur dioksida yang dibuangnya.
Untuk memastikan keputusan yang telah dikeluarkan Tribunal kepada pabrik Trail.Maka dari itu, Tribunal menmgeluarkan mandat
bahwa pabrik Trail harus memakai peralatan untuk mengukur arah dan kecepatan angin, turbulansi, tekanan atmosfer, tekanan barometer, dan
konsentran sulfur dioksida di pabrik. Hasil ukur dari alat – alat ini akan digunakan oleh pabrik untuk menjaga agar asap sulfur dioksida yang
dikeluarkannya sesuai atau dibawah jumlah yang akan ditentukan oleh Tribunal. Setelah itu salinan hasil ukur tersebut diberikan kepada kedua
belah pihak pemerintahan pada setiap bulannya untuk memeriksa apakah
Universitas Sumatera Utara
pabrik Trail sudah bekerja dengan sesuai yang ditentukan atau tidak. Apabila terbukti pabrik Trail tidak dapat menjaga pembuangan sulfur
dioksidanya sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan, maka pemerintah Amerika Serikat akan mendapatkan kompensasi sesuai dengan jumlah
yang ditentukan oleh Tribunal dan pemerintah Kanada. Tribunal sebelum memberi putusan dalam perkara ini berpegang pada pendapat Profesor
Eagleton, yaitu “A state owes at all time of duty to protect other state agaism’t injurious acts by individuals from within its jurisdiction”
19
2. Kasus Lake Lanoux Tahun 1957
Kasus ini bermula dari sebuah rencana Perancis memanfaatkan potensi danau Lanoux untuk keperluan dalam mendirikan
hydroelectric.Dalam hal ini, Spanyol keberatan dengan adanya rencana dari Perancis tersebut karena Spanyol khawatir hal tersebut dapat merusak
sungai – sungai yang ada di wilayah Spanyol yang mana sungai – sungai tersebut bersumber pada danau itu.Kegiatan yang dilakukan Perancis
tersebut mengakibatkan pencemaran yaitu akibat limbah kimia dan perubahan suhu yang dihasilkan oleh teknologi yang digunakan, yang
mana membahayakan keanekaragaman hayati sungai itu. Maka dari itu, Spanyol kemudian mengajukan keberatan terhadap
rencana Perancis.Dengan demikian terjadilah sengketa kepentingan antara kedua negara yang bersangkutan.Arbitrase yang dibentuk untuk
menyelesaikan sengketa tersebut ialah menggunakan asas good
19
Eagleton, Responsibility of state in international law, New York, University Press,1928, hal 80.
Universitas Sumatera Utara
faith.Arbitrase dalam keputusannya menyatakan antara lain : “according to the rule of good faith, the state is under the obligation to take into
consideration the various interest involved. To seek to give them every satisfaction compatible with the pursuit of its own interest..”. Bahwa
negara hulu mempunyai kewajiban untuk mempertimbangkan seluruh kepentingan yang terkait dengan setiap kegiatan yang ia lakukan di dalam
wilayahnya. Pertimbangan itu dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan – tujuan kegiatan tersebut secara baik. Dalam persfektif prinsip
good faith , setiap negara hendaknya hanya melakukan kegiatan – kegiatan yang bermanfaat dan juga baik bagi dirinya. Apa yang bermanfaat dan
baik bagi dirinya, hendaknya juga dirasakan sama oleh negara lain, dan apa yang dirasakan merugikan oleh negara lain hendaknya juga dirasakan
merugikan oleh negara pelaku kegiatan. 3.
Corfu Channel Case Tahun 1949 Kasus selat Corfu timbul dari insiden yang terjadi pada tanggal 22
Oktober 1946 di selat Corfu, dimana dua kapal perusak Inggris membentur ranjau di perairan Albania dan menderita kerusakan, termasuk adanya
korban jiwa. Inggris mengacu pada Resolusi 9 April 1947 dari Dewan Keamanan yang merekomendasikan kedua pemerintah untuk menyerahkan
kasus mereka ke Mahkamah. Inggris kemudian menyerahkan perkara dimana Albania
berkeberatan atas yurisdiksi Mahkamah, namun keberatan ini ditolak lewat
Universitas Sumatera Utara
keputusan 25 Maret 1948, Mahkamah menyatakan bahwa dirinya memiliki yurisdiksi. Fakta – fakta kejadian sebagai berikut :
1 Pada 22 Oktober 1946, dua kapal penjelajah cruiser Mauritius dan
Leander serta dua kapal perusak destroyer Saumarezdan Volage Inggris memasuki selat Corfu dari arah selatan. Selat Corfu merupakan
bagian dari wilayah perairan Albania. 2
Pada tahun 1944 dan 1945 pernah dilakukan penyapuan ranjau di sekitar wilayah selat Corfu, hingga tahun 1946 ketika insiden ini terjadi
selat Corfu dinyatakan aman. 3
Salah satu kapal perusak Inggris menabrak ranjau hingga mengalami kerusakan yang parah. Kapal perusak lainnya dikirim untuk
memberikan bantuan, ketika menderek Saumarez, Volage juga membentur ranjau dan mengalami kerusakan yang lebih parah. Empat
puluh lima perwira dan pelaut Inggris gugur dan empat puluh lainnya terluka.
4 Sebuah insiden pernah terjadi di perairan ini, pada bulan Mei tahun
1946, pos jaga Albania menembak 2 kapal penjelajah Inggris Orion dan Superb. Pemerintah Inggris memprotes, menyatakan bahwa hak
lintas damai melalui selat adalah hak yang dikenal dalam hukum internasional. Pemerintah Albania menyatakan bahwa kapal perang
asing dan kapal dagang dilarang masuk laut teritorial Albania tanpa izin sebelumnya dan pada Agustus 1946, pemerintah Inggris telah
menyatakan bahwa, apabila di masa mendatang tembakan dilepaskan
Universitas Sumatera Utara
kepada kapal perang Inggris yang melintasi selat, maka kapal Inggris akan membalasnya.
5 Setelah ledakan tanggal 22 Oktober pemerintah Inggris mengirimkan
nota ke Tirana perihal niatannya untuk melakukan operasi penyapuan ranjau disekitar selat Corfu.
6 Albania tidak memberikan izin kecuali operasi penyapuan ranjaunya
berada diluar laut teritorial Albania dan menegaskan bahwa penyapuan yang dilakukan diperairan Albania merupakan pelanggaran kedaulatan
Albania. 7
Penyapuan ranjau dilakukan oleh angkatan laut Inggris pada tanggal 12 dan 13 November 1946, di laut teritorial Albania dan berada di wilayah
selatyang sebelumnya disapu. Hasilnya 22 ranjau dapat dijinakkan, ranjau – ranjau tersebut adalah tipe GY buatan Jerman.
8 Ketika insiden ini terjadi, Albania dan Yunani sedang menghadapi
sengketa perbatasan. Sengketa ini timbul dan diajukan kepada mahkamah
internasional.Keputusan mahkamah internasional menyatakan bahwa Albania bertanggung jawab atas kerusakan kapal Inggris dan Inggris
sendiri telah melanggar kedaulatan Albania karena tindakannya menyapu ranjau tanpa izin dari negara Albania.Penyelesaian sengketa ini didasarkan
oleh prinsip 26 Deklarasi Rio 1992.
Universitas Sumatera Utara
B. Menurut Hukum Nasional