Latar Belakang Aspek Hukum Internasional Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era globalisasi, pembangunan berkembang dengan sangat pesat. Teknologi moderen dan alat-alat canggih digunakan dalam kegiatan pembangunan dan mengeksploitasi sumber daya alam untuk mensejahterahkan kehidupan rakyat dalam suatu negara. Semakin berkembangnya pembangunan dalam suatu negara maka akan semakin mempunyai dampak yang lain terhadap lingkungan hidupnya. Selama ini telah banyak terjadi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan yang tujuannya untuk mensejahterahkan perekonomian negara. Kerusakan lingkungan yang terjadi sangat banyak dampaknya terhadap kehidupan manusia. Salah satu hal yang sangat merugikan dari kegiatan manusia yaitu pencemaran udara akibat kebakaran hutan dan lahan. Hutan merupakan faktor penting dalam kehidupan makhluk hidup dan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai karena di dalamnya mengandung banyak sekali keaneka ragaman hayati, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pentata air, dan pencegah banjir. Ekosistem hutan mempunyai hubungan kompleks yaitu dimana pohon dan tumbuhan hijau lainnya menggunakan cahaya matahari untuk membuat makanannya, karbondioksida diambil dari udara, ditambah air dan unsur hara atau mineral yang diserap dari dalam tanah. Hutan berfungsi sebagai paru-paru dunia dan juga dianggap sebagai rumah bagi berbagai ekosistem untuk menjaga kestabilan lingkungan. Universitas Sumatera Utara Salah satu kawasan hutan terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Untuk menjaga kelestarian hutan maka dari itu perlu adanya perangkat hukum yang mengatur untuk pemanfaatan, pengelolahan dan perlindungan hutan. Pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam, Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang “Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya”, Undang-undang No. 27 tahun 1997 tentang “Ketentuan- ketentuan pokok dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang “Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan” dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta keputusan dari Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Dengan adanya perangkat hukum seperti ini sangat menjadi harapan sekali bahwa pemanfaatan hutan dan pengelolaannya dapat berjalan dengan baik sehingga tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan yang dapat merugikan masyarakat bahkan merugikan negara lainnya. Dewasa ini terdapat banyak pembangunan di berbagai bidang yang mempengaruhi terjadinya kerusakan hutan yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan alam dan dianggap sebagai bencana lingkungan secara global. Di Indonesia sudah sering terjadi kebakaran hutan dan lahan yang berskala waktu yang panjang setiap tahunnya. Dampak negatif kerusakan hutan yang sering terjadi cukup besar yaitu mencakup kerusakan ekologis, menurunnya peningkatan keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas hutan, perubahan iklim yang bersifat mikro maupun global, dan Universitas Sumatera Utara kabut asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut, dan udara. Di Indonesia sudah tidak asing lagi selalu terjadi kebakaran hutan. Pada setiap musim kemarau yang melanda di Indonesia pasti sering mengalami kebakaran hutan dan lahan. Kejadian seperti ini sangat merugikan masyarakat di sekitar wilayah tersebut. Beberapa hewan juga terancam punah akibat kebakaran hutan dan lahan yang dimana hutan merupakan “rumah” bagi berbagai hewan yang hidup bebas. Contohnya beberapa hewan seperti Orang Utan di Kalimantan terancam punah karena kebakaran hutan yang merambat ke banyak wilayah. Baru-baru ini tercatat kebakaran hutan dan lahan yang melanda wilayah Indonesia yang hasilnya sangat ironis. Pada tahun 2015 berdasarkan data dari laman milik Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terdapat 12 provinsi di Indonesia yang dilanda kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan dan lahan tersebut meningkat dan berulang terus-menerus setiap tahunnya. Lahan terbakar terluas berada di Riau, mencapai 2.025,42 hektar ha. Provinsi dengan luas lahan terbakar signifikan lainnya ialah Kalimantan Barat 900,20 ha, Kalimantan Tengah 655,78 ha, Jawa Tengah 247,73 ha, Jawa Barat 231,85 ha, Kalimantan Selatan 185,70 ha, Sumatera Utara 146 ha, Sumatera Selatan 101,57 ha dan Jambi 92,50 ha. 1 1 Sebelumnya kebakaran lahan di Indonesia memiliki catatan rekor yang sangat tinggi. http:sains.kompas.comread2015091416272971Kabut.Asap.Kebakaran.Hutan.Setengah.Aba d.Kita.Abai , diakses pada tanggal 24 Maret 2016 Universitas Sumatera Utara Tercatat rekor kebakaran hutan di dunia selalu dipecahkan di Indonesia, kebakaran hutan yang cukup besar pernah terjadi di Kalimantan Timur pada 19821983, yang menghanguskan 3,5 juta hektar hutan yang merupakan rekor terbesar kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan Brazil yang mencapai 2 juta hektar pada tahun 1963. Rekor kemudian di pecahkan kembali oleh kebakaran dibeberapa wilayah di Indonesia pada 19971998 yang melalap 11,7 juta hektar hutan. Data dari Direktoral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam menunjukan bahwa kebakaran hutan yang terjadi tiap tahun sejak 1998 hingga 2002 tercatat sekitar antara 3000 hektar dan 515 ribu hektar. 2 Secara umum penyebab kebabakaran hutan dikelompokan menjadi 2 macam faktor. Yang pertama kebakaran hutan disebabkan oleh faktor alam dan yang kedua disebabkan oleh manusia atau kebakaran hutan yang disengaja. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh faktor alam yaitu kebakaran hutan secara alami yang banyak dipicu oleh petir, lelehan gunung berapi, dan gesekan beberapa pohon. Sambaran petir dan gesekan beberapa pohon dapat memungkinkan terjadinya kebakaran apabila kondisinya memungkinkan seperti halnya terjadi kemarau yang berkepanjangan. Biasanya hal tersebut banyak terjadi di negara temperate seperti Amerika dan Kanada. Untuk daerah hutan hujan tropis seperti di Indonesia hal tersebut diatas mustahil terjadi, karena hal yang terjadi pada saat petir terjadi maka 2 “Stop Ulangi Kesalahan dan Selesaikan Permasalahan Kebakaran Hutan”, Riau Terkini, 2 Juli 2004 Universitas Sumatera Utara akan terjadi turun hujan yang lebat atau pada saat hujan terjadi maka sering ditemukan banyak petir. Sama halnya dengan gesekan pohon hal tersebut tidak mungkin terjadi di hutan hujan tropis yang memiliki tingkat kelembaban yang tinggi. Selain faktor alam yang telah disebutkan, faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan yaitu disebabkan oleh manusia. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia juga dibagi menjadi dua yaitu dibuat secara sengaja dan tidak sengaja. Dibuat secara tidak sengaja yaitu karena kelalaian manusia itu sendiri. Seperti pembuangan sampah sembarangan yang dapat memicu terjadinya kebakaran, kelalaian dalam membuat api unggun yang tidak diperhatikan dengan baik, dan hal lainnya yang tidak disengaja dapat memicu terjadinya kebakaran. Untuk faktor kebakaran hutan yang terjadi karena disengaja yaitu penebangan hutan secara liar, membuka lahan dengan pembakaran hutan yang dilakukan Perusahaan pemilik Hak Pengusahaan Hutan HPH dalam Hutan Tanaman Industri HTI. Pembukaan lahan untuk kepentingan perusahaan biasanya dilakukan dengan cara yang murah dan cepat seperti membakar hutan dan membiarkannya merambat ke sejumlah wilayah yang diperlukan. Cara tersebut sangatlah berdampak buruk bagi masyarakat sekitar wilayah bahkan dampaknya juga bisa sampai ke negara tetangga. Belakangan ini kebakaran hutan yang sering terjadi di wilayah Indonesia bukan hanya karena faktor kemarau yang berkepanjangan, tetapi akibat pembukaan lahan untuk digunakan sebagai kebun sawit oleh Hak Universitas Sumatera Utara Pengusahaan Hutan dengan cara yang murah. Pembukaan lahan dengan cara membakar hutan adalah cara yang paling murah dan yang paling cepat. Karena dengan membakar sedikit area hutan saja maka akan terjadi perluasan kebakaran hutan secara merata keseluruh kawasan hutan diwilayah yang akan dijadikan lahan untuk kegitan yang dilakukan perusahaan yang memiliki Hak Pengusahaan Hutan. Salah satu hal yang merugikan dari kebakaran hutan yaitu kabut asap yang menjadi pencemaran udara. Dampak dari kabut asap ini meliputi setiap aspek kehidupan manusia. Mulai dari ekonomi, sosial, pendidikan, dan kesehatan. Dalam bidang ekonomi tentu saja masyarakat akan terganggu dalam beraktifitas karena adanya kabut asap yang tebal sehingga perekonomian terhambat serta kebakaran hutan juga dapat merugikan negara sampai triliyunan rupiah. Akibat dari kabut asap juga sangat merugikan bagi kesehatan masyarakat khususnya kepada mereka yang rentan seperti orang yang lanjut usia, ibu hamil, dan bayi dibawah umur lima tahun. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan antara lain yaitu, Infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA, asma bronkial, bronkhitis, pnemonia radang paru-paru, iritasi mata dan kulit. Kebakaran hutan yang mengakibatkan pencemaran udara disinyalir juga memberikan tiga ancaman strategis, komplek dan melintasi batas-batas teritorial negara berupa penipisan lapisan ozon, berkurangnya oksidasi atmosfer, dan pemanasan global. Ketiganya mempunyai daya untuk Universitas Sumatera Utara mengubah dan menggangu peran keseimbangan atmosfer yang penting dalam sistem ekologi global. 3 Kabut asap akibat kebakaran hutan ini sudah menjadi pencemaran udara lintas batas yang juga merugikan negara-negara lain. Peristiwa ini berhubungan langsung dengan kedaulatan negara yang menjadi unsur terpenting dan utama sebagai dasar adanya yurisdiksi wilayah suatu negara. Dalam hal ini Indonesia sebagai subejk internasional adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Secara tidak langsung hal tersebut akan berkaitan dengan masalah tanggung jawab negara state responbility. Kabut asap yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan dan lahan di Indonesia telah melintasi negara-negara lain dan tentunya mengganggu aktivitas didalam negara-negara tersebut. Kerugian yang diderita juga berdampak pada sosial dan ekonomi bagi negara-negara tetangga. Hal ini sudah sangat menimbulkan keresahan bagi negara-negara yang tercemar oleh kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan tersebut telah mempengaruhi dan telah menurunkan kualitas udara dan jarak pandang di wilayah Sumatera, Kalimantan termasuk Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, serta sebagian dari Thailand. Kejadian ini terjadi berulang dan yang paling parah adalah pada tahun 1997-1998 dan tahun 2006 yang kemudian negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang terkena dampak pencemaran lintas batas tersebut duduk bersama untuk membahas tentang masalah ini. Pemerintah 3 Suparto Wijoyo, Hukum Lingkungan: Mengenal Instrumen Hukum Pengendalian Pencemaran Udara di Indonesia, Surabaya, Airlangga University Press, 2004, hlm.3 Universitas Sumatera Utara Indonesia diangggap tidak mampu untuk berbuat sesuatu tentang kebakaran hutan dan lahan yang telah menimbulkan pencemaran lintas batas tersebut. Indonesia telah dianggap tidak berbuat apa-apa sehingga memaksa negara- negara di Asia Tenggara untuk duduk bersama membahas masalah yang sudah sangat sering terjadi ini. Permasalahan ini menjadi perhatian bagi hukum internasional. Pencemaran udara lintas batas merupakan polusi yang berasal dari suatu negara tetap, dengan menyeberangi perbatasan melalui jalur udara yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan di negara lain. Permasalahan kabut asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia menimbulkan aksi protes dari negara tetangga terhadap masalah ini. Protes yang dilakukan oleh negara Malaysia dan Singapura ini berdasarkan oleh alasan bahwa kabut asap yang sampai ke negara mereka menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Berawal dari kejadian pada tahun 19971998, para petinggi ASEAN mencoba merumuskan pola penanganan yang efektif dengan mengadakan pertemuan persiapan di Hanoi yang menghasilkan Plan Of Action dan Visi ASEAN 2020. Sebagai puncak pertemuan tersebut, para petinggi ASEAN merumuskan pola penanganan pencemaran kabut asap di Asia Tenggara dalam suatu ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Kabut Asap Lintas Batas yang mengatur tanggung jawab dan penanganan atas pencemaran kabut asap pada kawasan regional Asia Universitas Sumatera Utara Tenggara. Perjanjian ini ditandatangani oleh 10 negara peserta ASEAN pada Juni 2002, dan kemudian came into force pada 25 November 2003. 4 AATHP juga merupakan persetujuan regional pertama yang secara khusus sangat diharapkan dapat menanggulangi masalah pencemaran kabut asap di kawasan Asia Tenggara. Pencemaran lintas batas pada sebelumnya sudah terjadi di banyak negara di dunia. Suatu prinsip pertanggungjawaban negara sebagai salah satu prinsip utama dalam hukum internasional pada intinya memuat kewajiban negara yang memberikan dampak kepada negara lain untuk melakukan suatu reparasi kepada negara yang dirugikan dan mengembalikan kondisi negara yang bersangkutan seperti semula. Keberadaan hukum lingkungan internasional sebagai salah satu cabang dari hukum interansional turut pula membawa pemberlakuan dari prinsip pertanggungjawaban dalam kasus hukum lingkungan internasional seperti kasus Trial Smelter case 1938antara Amerika Serikat dengan Kanada, Lake Lanoux Case 1957 antara Perancis dan Spanyol, dan kasus Corfu Channel Case 1938 antara Inggris dengan Albania. Berdasarkan Konferensi Lingkungan Hidup Internasional hal yang memuat tentang State Responsibility terdapat dalam Pasal 21 Deklarasi Stockholm 1972. Tanggung jawab negara atas kebakaran hutan akan berkenaan dengan komitmen internasional yang lain, yaitu pada The Geneva Convention on Long Range Transboundary Air Pollution atau dikenal dengan Konvensi Jenewa 1979. Melihat dampak dari kebakaran hutan dan lahan yang terjadi yang 4 ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, Art.29. Universitas Sumatera Utara mengakibatkan sampai pencemaran lintas batas maka dari itu penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan mengenai hukum internasional tentang pencemaran lintas batas dan proses penyelesaian tanggung jawab dari sebuah negara dengan mengangkat judul : ASPEK HUKUM INTERNASIONAL AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI INDONESIA. Universitas Sumatera Utara

B. Perumusan Masalah