--------Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,Depok,1994.Sofian, Ahmad, Perlindungan Anak di Indonesia Dilema dan Solusinya, PT.Sofmedia,
Jakarta,2012. Susanto IS, Kriminologi Yogyakarta. Genta Publishing, 2011Syamsuddin,
Azis Tindak Pidana Khusus, Jakarta, Sinar Grafika, 2011.
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Perda Nomor 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan anak.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP Convention on The Right of The Child Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa-
Bangsa 1989.
Universitas Sumatera Utara
C. WEBSITE
http:www.kpai.go.idartikeltemuan-dan-rekomendasi-kpai-tentang perlindungan-anak-di-bidang-perdagangan-anak-trafficking-dan-eksploitasi-terhadap-
anak http:news.okezone.comread201506113371163986human-trafficking-
di-indonesiatertinggi-di-dunia
Universitas Sumatera Utara
BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK DI
INDONESIA
Manusia sebagai makhluk pribadi juga sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tentunya mempunyai suatu hubungan erat ataupun memiliki keterkaitan
dalam kehidupannya. Kehidupan dalam bermasyarakat ada kalanya terjadi suatu benturan kepentingan satu dengan lainnya dan juga terdapat penyimpangan-penyimpangan terhadap
norma-norma hukum yang dikenal dengan sebutan kejahatan. Kejahatan merupakan masalah sosial yaitu masalah yang timbul ditengah-tengah masyarakat dimana pelaku dan
korbannya adalah anggota masyarakat itu sendiri. Kejahatan di seluruh dunia selalu mengalami perkembangan yang sangat cepat
sejalan dengan cepatnya kemajuan ilmu pengetahuan teknologi. Perkembangan mengenai masalah-masalah kejahatan, baik dilihat secara kuantitatif maupun kualitatifnya tetap
memerlukan suatu pembahasan dan pengamatan sesuai dengan aktivitas permasalahannya. Tanpa mempelajari sebab-sebab terjadinya kejahatan sulit untuk dimengerti alasan
kejahatan itu terjadi apalagi untuk menentukan tindakan yang tepat dalam menghadapi pelaku kejahatan.
Usaha telah dilakukan untuk mempelajari dan meneliti sebab-sebab yang mempengaruhi manusia itu melakukan kejahatan.Sifat dan hakikat dari kejahatan yang
67
Universitas Sumatera Utara
dilakukan sukar sekali untuk menentukan faktor-faktor yang pasti penyebab seseorang melakukan kejahatan
66
Faktor-faktor yang penting untuk diperhatikan adalah .
Aliran krimonologi klasik mencoba mencari jawaban tentang sebab musabab seperti faktor ekonomi, biologi dan sebagainya. Aliran kriminologi moodren mengambil sikap yang
berlainan. Aliran ini melihat kejahatan dalam konteks mengkonstraksikan kejahatan sosial yang bertalian dengansi penjahat, bukan saja dalam hubungan dengan interaksi proses
pembuatan Undang-Undang, bagaimana realitas pelaksanaan Undang-Undang, melainkan juga dengan hubungan dengan realitas pelanggaran terhadap Undang-Undang itu sendiri.
Lembaga-lembaga hukum perlu dilihat pengaruhnya didalam realitas kehidupan sosial penjahat itu sendiri, serta juga pandangan masyarakat terhadap kejahatan itu sendiri.
Kepustakaan kriminologi terhadap beberapa faktor yang amat sering dhubungkan dengan kejahatan faktor ini perlu kita periksa dengan hati-hati, karena faktor-faktor ini belum
sepenuhnya terbukti mempunyai sebab-akibat dengan kejahatan dan lagi pula sebagaimana yang dikatakan ditaas yang diterima sebagai dalam atas kemungkinan untuk dicari
kriminologi hannya faktor yang necessarybut not sufficient sebagai sebab kejahatan faktor- faktor yang selau merupakan sebab dari suatu akibatkejahatan dengan faktor lain.
67
66
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan, PT Refika Aditama, Bandung, 2013, Halaman.40-41. selanjutnya disebut Maidin Gultom II
67
Marlina, Hukum Penitensier, PT. Refika Aditama, Bandung, 2011, Halaman. 118.
:
Universitas Sumatera Utara
1. Teori ekologis Shaw dan Mckey; kepadatan pendudukdan mobilitas sosial
horizontal dan vertikal kota dan pedesaan; urbanisasi dan urbanisme; delinguency areas dan perumahan;distribusi menurut umur dan kelamin.
2. Teori konflik kebudayaan Selli; masalah suku, agama, kelompok minoritas.
3. Teori ekonomi Bonger; pengaruh kemiskinan dan kemakmuran.
4. Teori differential asscociation Sutherland; pengaruh media massa.
5. Teori Anomie dan subculture; perbedaan nilai dan norma antara “middle class”
dan “lower class”, ketegangan yang timbul karena keterbatasan kesempatan untuk mencapai tujuan.
Mempelajari sebab-sebab terjadinya kejahatan, dikenal adanya beberapa teori yang dapat dipergunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan
dengan kejahatan. Teori-teori tersebut digolongkan kedalam penggolongan teori-teori kriminologi yang positip dan penggolongan teori-teori yang berkiblat pada mazhab kritis.
Penggolongan teori tersebut terdiri dari:
a. Mazhab Antropologi
68
Usaha untuk mencari sebab-sebab kejahatan dari ciri-ciri biologis dipelopori oleh ahli-ahli frenologi, seperti Gall 1758-1828 Spurzheim 1776-1832, yang mencoba mencari
hubungan antara bentuk tengkorak kepala dengan tingkah laku.Mereka mendasarkan pada pendapat Aristoteles yang menyatakan bahwa otak merupakan organ dari akal.
68
I.S Susanto, Kriminologi yogyakarta. Genta Publishing, 2011 Halaman 47-48
Universitas Sumatera Utara
Cesare Lombroso 1835-1909 seorang dokter ahli kedokteran kehakiman merupakan tokoh yang penting dalam mencari sebab-sebab kejahatan dari ciri-ciri fisik
biologis penjahat dalam bukunya L’uomo Delinquente 1876. Pokok-pokok ajaran Lombroso adalah:
1. Menurut Lombroso, penjahat adalah orang yang mempunyai bakat jahat
2. Bakat jahat tersebut diperoleh karena kelahiran, yaitu diwariskan dari nenek
moyang borne criminal. 3.
Bakat jahat tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri biologis tertentu, seperti muka yang tidak simetris, bibir tebal, hidung pesek, dan lain-lain
4. Bakat jahat tersebut tidak diubah, artinya bakat jahat tersebut tidak dapat
dipengaruhi
Lamboroso juga menggolongkan para penjahat dalam beberapa golongan seperti :
69
1. Antroplogi Penjahat : Penjahat umumnya dipandang dari segi antroplogi
merupakan suatu jenis manusia tersendiri genus home delinguenes, seperti halnya dengan negro. Mereka dilahiran demikian ildelinguente nato mereka
tidak mempunyai predis posisi untuk kejahatan, tetapi suatau prodistinasi, dan tidak ada pengaruh lingkungan yang dapat merubahnya. Sifat batin sejak lahir
dapat dikenal dari adanya stigma-stigma lahir, suatu tipe penjahat yang dapat dikenal.
69
H.M Ridwan dan Ediwarman,Asas-asas Kriminologi Medan, USU Press, 1994 Halaman65-66
Universitas Sumatera Utara
2. Hypothese atavisme : Persoalannya ialah bagaimana caranya menerangkan
terjadinya mahkluk yang abnormal itu penjahat sejak lahir. Lambroso dalam memecahkan soal tersebut, memajukan hypothase yang sangat cerdik, diterima
bahwa orang masih sederhana peradapannya sifatnya adalah amoral, kemudian dengan berjalannya waktu dapat memperoleh sifat asusila moral, maka orang
penjahat merupakan suatu gejala atavistis, artinya ia dengan sekonyong-konyong dapat kembali menerima sifat-sifat yang sudah tidak dimiliki nenek moyangnya
yang lebih jauh yang dinamakan pewarisan sifat secara jauh kembali. 3.
Hypothese Pathology : Berpendapat bahwa penjahat adalah seseorang penderita epilepsi
4. Type penjahat : ciri-ciri yang dikemukakan oleh Lambroso terlihat pada penjaha,
sedemikian sifatnya, sehingga dapat dikatakan tipe penjahat. Para penjahat dipandang dari segi antroplogi mempunyai tanda-tanda tertentu, umpamanya sis
tengkoraknya pencuri kurang lebih dibandingkan dengan orang lain, dan terdapat kelainan-kelainan pada tengkoraknya. Dalam tengkoraknya terdapat
keganjilan yang seakan-akan mengingatkan kepada otak-otak hewan, biar pun tidak dapat ditunjukkan adanya kelainan-kelainan penjahat khusus. Roman
mukanya juga laindari pada orang biasa, tulang rahang lebar, muka menceng, tulang dahi melengkung ke belakang.
Universitas Sumatera Utara
b. Teori Psikologi
Teori ini berpendapat bahwa kejahatan melalui studi proses mental dalam hal ini penyakit kejiwaaan, kehancuran dari pusat ketakutankegugupan neurasthenia
ketidakmampuan inadequete seluruh kemampuan mental. Hal-hal tersebutlah menyebabkan seseorang menjadi penjahat, tokohhnya Sigmund freud, Carl Jung,
Alfred Adler, August Aichorn, dan Kurt R.Eissler. c.
Teori Sosiologi Menurut teori ini bahwa penjahat adalah sebuah hasil dari masyarakat dengan
pusat perhatian adalah hubungan antara manusia dan kepada keyataan bahwa penyimpangan secara terus menerus karena dikehendaki dan diterima sebagai
dorongan dan kebanyakan perilaku menyimpang adalah bagian dari kebudayaan. Teori menolak bahwa gagasan timbulnya kejahatan dapat dipahami dan analisa
dimana penjahat sebagai individu. Kejahatan adalah perwujutan sebuah produk dari belajar tentang prilaku tentang hubungannya dengan masyarakat.
d. Teori ekonomi
Menurut teori ini, sebab-sebab kejahatan didasarkan pada gagasan dari konsep manusia berakal dan dari faktor lain yang berkaitan dengan gagasan dari pilihan
ekonomi. Menurut ahli ekonomi, karena individu mempunyai keperluan untuk memuaskan usaha mereka dan ketika dihadapkan pada pilihan, individu
menggunakan pilihan yang rasional diantara alternatif akan memuaskan
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan mereka, dalam hal ini merupakan kondisi sosial teapi mereka tidak tertarik menerangkan apa sebab atau bentuk pilihan itu.
e. Teori multifaktor
Pendekatan multifaktor menerangkan perilaku penjahat adalah adalah sebuah perpaduan dari kelompok biologis, psikologis dn sosiologis. Para penganut teori
ini berusaha mendamaikan reconcile perbedaan disiplin dengan tujuan membangun teori integrasi memahami kejahatan. Perintis pendekatan ini adalah
Adolple Prins, Frans von Liszt, menurut mereka menggabungkan gagasan dari pilihan dari sebab-sebab dan melakukan upaya merasionalisasikan ketitak
sesuaian diantara ketiga kelompok besar menjadi kelompok tunggal
70
A. Faktor Internal
.
Faktor-faktor terjadinya Perdagangan Anak dapat dikategorikan kedalam dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
1. Faktor Individual
Setiap individu pada dasarnya telah pernah menjadi korban dari satu atau lebih bentuk kekerasan ataupun eksploitasi, karena manusia pada dasarnya makhluk sosial,
makhluk yang selalu berada dalam berbagai interaksi dan relasi dengan individu-individu yang lain dan dibesarkan dalam suatu kelompok atau golongan sosial tertentu dan dengan
pola budaya tertentu pula. Setiap orang memiliki kepribadian dan karakteristik tingkah laku
70
Marlina, op.cit.,Halaman. 119.
Universitas Sumatera Utara
yang berbeda satu sama lainnya. Kepribadian seseorang ini dapat dilihat dari tingkah laku seseorang dalam pergaulannya ditengah masyarakat. Seseorang yang tingkah lakunya baik
akan mengakibatkan orang tersebut mendapat penghargaan dari masyarakat. Akan tetapi sebaliknya jika seseorang bertingkah laku tidak baik maka orang itu akan menimbulkan
kekacauan dalam masyarakat. Perdagangan perempuan dan anak untuk tujuan prostitusi atau pelacuran,
terjerumusnya anak-anak dalam pentas pelacuran bukan merupakan pilihan anak semata, oleh karena anak tidak dalam kapasitas yang kuat untuk memberikan persetujuan untuk
menjadikannya sebagai pelacur. Perdagangan anak untuk tujuan prostitusi atau pelacuran ini mengalami peningkatan, anak cenderung tidak menggunakan nalarnya dalam mengambil
keputusan, mereka lebih menggunakan emosinya sehingga anak-anak ini terjebak dalam lingkaran prostitusi atau pelacuran.
Perdagangan anak dan perempuan terjadi, disamping kurang menggunakan akal pikirannya, karena disebabkan adanya keinginan pada diri perempuan dan anak-anak itu
sendiri untuk memperolah atau mendapatkan uang yang cukup besar sehingga mereka kurang hati-hati di dalam menerima tawaran pekerjaan dengan gaji yang cukup tinggi.
Keterbatasan kemamampuan yang dimiliki anak yang menjadi korban perdagangan ini, sehingga anak dengan mudah berada dibawah ancamanataupun paksaan, baik dari kerabat
terdekatnya untuk dirumuskan kedalam dunia prostitusi maupun pelacuran. Faktor ketidak mampuan menggunakan akal pikir nalar dan adanya hasrat atau keinginan untuk
memperoleh uang yang banyak sehingga terpengaruh dengan janji-janji yang ditawarkan,
Universitas Sumatera Utara
yang merupakan salah satu pendorong perempuan dan anak dengan mudah menjadi korban perdagangan untuk tujuan prostitusi atau pelacuran
71
2. Faktor Ekonomi
.
Faktor ekonomi menjadi penyebab terjadinya perdagangan manusia yang dilatar belakangi kemiskinan dan lapangan pekerjaan yang tidak ada atau tidak memadai dengan
besarnya jumlah penduduk. Kemiskinan dan lapangan pekerjaan inilah yang membuat seseorang untuk melakukan sesuatu, yaitu mencari pekerjaan meskipun harus keluar daerah
asalnya dengan resiko yang tidak sedikit. Kemiskinan yang begitu berat dan langkanya kesempatan kerja mendorong jutaan penduduk Indonesia untuk melakukan migrasi didalam
dan keluar negeri guna menemukan cara agar dapat menghidupui diri mereka sendiri dan keluarga mereka sendiri
72
71
Maidin Gultom II, op.cit., Halaman.41-42.
72
Farhana, op.cit., Halaman.50
. Kesenjangan tingkat kesejahteraan antar negara juga menyebabkan perdagangan
orang disamping kemiskinan. Negara-negara yang tercatat sebagai penerima para korban perdagangan orang relatif lebih kaya dari indonesia seperti Malaysia, Singapura, Hongkong,
Taiwan, dan Saudi Arabia. Studi dari Wijers dan Lap Chew mengenai perdagangan orang di 41 negara bahwa keinginan uuntuk memperbaiki situasi ekonomi ditambah dengan
langkanya peluang ekonomi ditempat asal merupakan salah satu alasan utama mencari pekerjaan diluar negeri. Peneliti Indonesia juga menyatakan bahwa motifasi utama ekonomi
bagi kebanyakan pekerja untuk bermigrasi adalah motifasi ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Kemiskinan bukan satu-satunya indikator kerentanan seseorang terhadap perdagangan orang. Penduduk Indonesia masih ada jutaan yang hidup dalam kemiskinan
tidak menjadi korban perdagangan orang, akan tetapi ada penduduk yang relatif baik dan tidak hidup dalam kemiskinan malah menjadi korban perdagangan orang. Perdagangan
orang ini disebabkan mereka bermigrasi untuk mencari pekerjaan bukan semata karena tidak mempunyai uang, tetapi mereka ingin memperbaiki ekonomi serta menambah
kekayaan materil, kenyataan ini didukung oleh media yang menyajikan tontonan yang glamour dan komsumtif, sehingga membentuk gaya hidup yang materialisme dan
konsumtif. Materialis adalah stereotip yang selalu ditujukan kepada mereka yang memiliki sifat
menjadikan materi sebagai orientasi atau tujuan hidup.Untuk mendapatkan materi sebagai orientasi atau tujuan hidup. Untuk mendapatkan materi sering menghalalkan segala cara,
termasuk mendapatkannya melaluli cara pertukaran nilai jasa danatau dirinya. Kalangan orang tua yang tergolong materialistis, cara yang ditempuh adalah menukarkan jasa atau
diri anaknya sendiri karena dianggap sebagai bentuk pengabdian dan balas jasa anak kepada orang tua yang telah melahirkan, merawat, dan membesarkan.
Gaya hidup elit dengan budaya konsumtif dewasa ini sudah mewarnai sebagian masyarakat terutama yang bermukim di perkotaan. Golongn masyarakat ini, terutama gadis
belia cendurung memksakan diri untuk berkeinginan menikmati kemewahan hidup tanpa perlu perjuangan dalam mencapainya. Cenderung menempuh jalur cepat atau instan
menuju kemewahan hidup walaupun tidak memiliki pekerjaan atau penghasilan ang
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan mereka mendapatkan angan-angan itu. Pelaku perdagangan orang, kondisi ini selalu akan menjadi peluang untuk menjaring korban untuk diperdagangkan
73
3. Faktor keluarga
.
Keluarga mempunyai peranan yang cukup besar dalam menentukan pola tingkah laku anak sekaligus bagi perkembangan anak, karena tidak seorang pun dilahirkan langsung
mempunyai sifat yang jahat tetapi keluargalah yang mempunyai sumber pertama yang mempengaruhi perkembangan anak
74
Hubungan yang tidak harmonis dengan orang tua membuat anak melarikan diri dari keluarga dan mencari pelampiasan kepada teman-temannya, merupakan faktor yang sangat
penting bagi kejiwaan anak tersebut, apabila terjadi perubahan kondisi rumah tangga seperti perceraian, sehingga membuat anak mengalami “broken home”. Faktor lain didalam
. Pembinaan terhadap anak haruslah sebaik mungkin dilakukan dalam keluarga. Akibat kurangnya pemahaman keluarga terhadap anak sehingga
anak tersebut mudah terpengaruh pada lingkungan disekelilingnya, tanpa menggunakan nalarnya secara baik akan tetapi emosi yang dimiliki anak itu sangat berpengaruh pada
lingkungan disekelilingnya, tanpa menggunakan nalarnya secara baik akan tetapi emosi yang dimiliki anak itu sangat berpengaruh dan dengan mudahnya terikat pada tawaran pekerjaan
dengandiimingi gaji yang besar. Ketidaktahuan orang tua dan keluarga tentang hak-hak yang harus dilindungi, sehingga dalam keluarga itu juga sering terjadi pelanggaran terhadap hak-
hak anak itu sendiri tentang cara-cara mendidik anak yang baik.
73
Ibid ., Halaman. 52-53.
74
Andi Hamzah, 1999, Bunga Rampai Hukum Pidana dan AcaraPidana, GhaliaIndonesia, Jakarta, Halaman.59.
Universitas Sumatera Utara
keluarga yang dapat mendorong anak menjadi korban perdagangan untuk prostitusi atau pelacuran adalah penerapan disiplin didalam keluarga itu sendiri.
Kurangnya kedisiplinan dalam keluarga disebabkan oleh :
a. Perbedaan antara orang tua dan anak dalam hal kedisiplinan;
b. Kelemahan moral, fisik dan kecerdasan orang tua yang membuat lemahnya
disiplin ; c.
Kurang disiplin karena tidak adanya orang tua; d.
Perbedaan pendapat tentang pengawasan terhadap anak-anaknya; e.
Karena penerapan kedisiplinan yang kurang ketat; f.
Orang tua dalam membagi cinta dan kasih sayang terhadap anak kurang merata atau pilih kasih dalam penerapan kedisiplinan didalam rumah tangga.
Kepatuhan pada orang tua juga merupakan hal yang sangat penting untuk dicermati. Ketidakpatuhan terhadap orang tua membuat anak ini tidak lagi
memperhatikan nasihat ataupun bimbingan dari orangtuanya, sehingga anak ini bertindak dan berperilaku hanya berdasarkan emosionalnya semata. Ketidak patuhan
ini yang membuat anak tersebut terjebak dalam lingkaran perdagangan ornag, dan hal ini mungkin tidak pernah diinginkan oleh anak tersebut..
4. Faktor pendidikan
Penyebab terjadinya perdagangan anak untuk tujuan prostitusi atau pelacuran adalah faktor pendidikan dari korban ataupun pelaku itu sendiri. Peran pendidikan dari
Universitas Sumatera Utara
korban ataupun pelaku itu sendiri akan sangat berpengaruh menumbuhkan perilaku yang rasional dan menurunkan atau mengurangi bertindak secara irasional.
Seorang anak dalam keluarga belajar memegang peranan sebagai makluk sosial yang memiliki norma-norma dan kecapan tertentu didalam pengalamannya dengan
masyarakat lingkungannya. Pengalaman-pengalaman yang didapatnya dalam keluarga turut pula menentukanr cara-cara bertingkahlaku anak tersebut. Hubungan anak dengan anak
yang berlangsung secara tidak wajar atau kurang baik, maka kemungkinan pada umumnya hubungan anak dengan masyarakat disekitarnya akan berlangsung secara tidak wajar pula
75
Laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sehari-hari telah memperoh pembagian peran tugas nilai-nilai serta aturan-aturan yang berbeda. Perempuan karena fungsi
reproduksi ditempatkan domestik rumah tangga, sedangkan laki-laki ditempatkan pada ruang publik. Pembagian peran ternyata berdampak luas serta mempengaruhi pola
pengasuhan dan kesempatan bagi anak-anak laki-laki dan perempuan. Di Indonesia, terutama dipedesaan oarang tua lebih memberikan kesempatan kepada anak laki-laki,
karena suatu hari anak laki-laki harus mencari nafkah bagi anak dan istrinya. Anak perempuan dianggap tidak terlalu membutuhkan pendidikan karena kelak akan mengikuti
suami. Perempuan dalam keluargan selalu diberika pendidikan rela berkorban untuk keluarga, sehingga banyak perempuan yang bekerja bukan untuk mengaktualisasikan
.
75
Maidin Gultom II.,op.cit, Halaman. 43-44.
Universitas Sumatera Utara
dirinya atau melaksanakan haknya, tetapi sekedar membantu keluarga atau menambah penghasilan keluarga
76
Kurangnya pendidikan formal berupa pendidikan agama juga merupakan faktor penyebab meningkatnya perdagangan anak untuk tujuan prostitusi atau pelacuran, hal ini
mungkin disebabkan keterbatasan pengetahuan tentang keagamaan ataupun kurangnya rasa iman pada diri anak tersebut dalam mengendalikan dirinya, dan lebih memudahkan
trafficker untuk merekrut anak-anak itu untuk dijadikan pelacur .
77
B. Faktor Eksternal