Tinjauan Pustaka Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor 149/PID.SUS/2015/PN.Tembilahan)

F. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Anak

a. Defenisi Anak

Convention on the Right of the Child Konvensi Hak Anak pada tanggal 20 November 1989 yang telah diratifikasikan oleh Indonesia, disebutkan dalam Pasal 1 pengertian anak adalah 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang peradilan anak. Pasal 1 menyatakan anak adalah “orang yang telah mencapai umur 8 delapan tahun tetapi belum mencapai umur 18 delapan belas tahun dan belum kawin. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak Pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak yaitu anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, LN 1979-32 tentang Kesejahteraan Anak dalam Pasal 1, anak adalah: seseorang yang belum mencapai umur 21 dua puluh satu tahun dan belum kawin. Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa : “Semua orang yang berada dibawah umur 18 tahun. Kecuali Undang-Undang menetapkan kedewasaan dicapai lebih awal” 19 18 Convention on The Right of The Child Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa 1989. 19 Chairul Bariah Mozasa, Aturan-Aturan Hukum Trafficking Perdagangan Perempuan dan Anak, Medan, USU Press, 2005, Halaman 3 . Universitas Sumatera Utara “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa, mereka yang belum dewasa dan tidak berada dalam kekuasaan orang tua, berada dibawah perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana diatur dalam bagian ketiga, keempat, kelima, dan keenam bab ini” Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan 20

b. Hak-hak dan Kewajiban Anak

.

1. Hak-hak anak

Konvensi hak anak tahun 1989 yang disepakati dalam sidang Majelis Umum General Assembly PBB ke-44, yang selanjutnya telah dituangkan kedalam Resolusi PBB Nomor 4425 tanggal 5 Desember 1989. Konvensi hak anak merupakan hukum Internasional yang mengikat negara peserta termasuk Indonesia 21 20 Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 21 Muhamad Joni dan Zulchaina Z. Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, Halaman.33. . Materi hukum mengenai hak-hak anak dalam Konvensi hak anak, dikelompokkan dalam 4 kategori hak-hak anak yaitu: Universitas Sumatera Utara a. Hak terhadap kelangsungan hidup survival right Hak terhadap kelangsungan hidup dalam konvensi hak anak terdapat kepada setiap negara peserta untuk menjamin kelangsungan hak hidup rights to life, kelangsungan hidup dan perkembangan anak thesurvivaland development of the child. Pasal 24 Konvensi Hak Anak mengatur mengenai kewajiban Negara-negara peserta untuk menjamin hak atas taraf kesehatan tertinggi yang bisa dijangkau untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan pengobatan, khususnya pelayanan kesehatan primer. b. Hak terhadap Perlindungan protection rights Hak terhadap Perlindungan protection rights dalam Konvensi Hak Anak merupakan hak anak yang penting. Anak dalam kenyataannya sering menderita oleh berbagai jenis pelanggaran, perkosaan sebagai akibat dari keadaan ekonomi, politik dan lingkungan sosial mereka. Hak terhadap perlindungan anak dalam Konvensi Hak Anak, dikemukakan dalam 3 tiga kategori yaitu: perlindungan atas diskriminasi anak, perlindungan atas eksploitasi anak, perlindungan dari keadaan krisis dan darurat anak. c. Hak untuk tumbuh kembang development rights Hak untuk tumbuh kembang development right dalam Konvensi Hak Anak pada intinya terdapat hak untuk memperoleh akses pendidikann dalam segala bentuk dan tingkatan education rights, dan hak yang berkaitan dengan taraf hidup anak secara memadai untuk pengembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak the righs to standartnof living. Pasal 28 ayat 1 Konvensi Hak Anak, menyebutkan hak anak untuk mendapatkan pendidikan sekaligus memberi langkah kongkret terselenggaranya hak Universitas Sumatera Utara terhadap pendidikan. Pasal 29 konvensi hak anak menyebutkan arah dan tujuan pendikan dalam konvensi ini, dimana pendidikan harus diarahkan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 konvensi hak anak. d. Hak untuk berpartisipasi Hak anak untuk berpatisipasi merupakan hak anak mengenai identitas budaya mendasarbagi anak, masa kanak-kanaknya, dan pengembangan keterlibatanya dalam masyarakat luas. Hak partisipasi ini memberi makna bahwa anak-anak ikut memberikan sumbang peran, bukan hannya penerima yang bersifat pasif dalam segala sesuatu yang berkaitan dengan perkembangannya 22 1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 4 . Ketentuan Pasal 4 sampai Pasal 18 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, terdapat 19 hak anak sebagai berikut: 2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan. Pasal 5 3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bingbingan orang tua. Pasal 6 22 Ibid., Halaman. 35-46. Universitas Sumatera Utara 4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. Pasal 7 ayat 1 5. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tubuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal 7 ayat 2 6. Setiap anak berhak memperoleh pelayanankesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spritual, dan sosial. Pasal 8 7. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Pasal 9 ayat 1 8. Khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan anak memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus. Pasal 9 ayat 2 9. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nila-nilai kesusilaan dan kepatutan. Pasal 10 10. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memamfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain dan berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasanya demi pengembangan diri. Pasal 11 Universitas Sumatera Utara 11. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. Pasal 12 12. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan: a. Diskriminasi; b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. Penelantaran; d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. Ketidakadilan; f. Perlakuan salah lainnya. Pasal 13 13. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri kecuali jika ada alasan danatau aturan hukum yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Pasal 14 14. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik; b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata; c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial; d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; e. Pelibatan dalam peperangan. Pasal 15 Universitas Sumatera Utara 15. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaaan, penyiksaan, dan penjatuahan hukuman yang tidak manusiawi. Pasal 16 ayat 1 16. Setiap anak berhak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Pasal 16 ayat 2

2. Pengertian Korban

a. Pengertian Korban

Pengertian korban banyak dikemukan oleh para ahli maupun bersumber dari konvensi-konvensi internasional yang membahas mengenai korban kejahatan, sebagian diantaranya sebagai berikut: 1. Arief Gosita Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat dari tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan. 2. Muladi Korban Victim adalah orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif telah menderita kerugian termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi, atau ganguan substansial terhadap hak-haknya yang fundamental, melalui perbuatan atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk penyalagunaan kekuasaan. Universitas Sumatera Utara 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumahtangga. Korban adalah orang yang mengalami kekerasan danatau ancaman kekerasan dalam lingkungan rumah tangga. 4. Undang-Undang nomor 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan, baik fisik, mental, maupun emosional, kerugian ekonomi atau mengalami pengabaian, pengurangan atau, perampasan hak-hak dasarnya, sebagai akibat pelangagaran hak asasi manusia yang berat, termasuk korban adalah ahli warisnya. 5. Peraturan Pemeritah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggararan Hak Asasi Manusia yang Berat. Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan pihak manapun 23 Anak korban danatau anak saksi berhak atas semua perlindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak korban yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, anak korban danatau anak saksi berhak atas: . 23 Dikdik M. Arief Mansur Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2008, Halaman.46-48. Universitas Sumatera Utara 1. Upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik didalam lembaga maupun diluar lembaga; 2. Jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; 3. Kemudahan dalam mendapatkan infomasi mengenai perkembangan perkara. Anak korban, dalam hal memerlukan tindakan pertolongan segera, Penyidik tanpa laporan sosial dari Pekerja Sosial Propesional, dapat langsung merujuk anak korban kerumah sakit atau lembaga yang menangani perlindungan anak sesuai dengan kondisi anak korban. Hasil Penelitian Kemasyarakatan dari Pembingbing dan laporan sosial dari Pekerja Sosial Propesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, Anak Korban, danatau Anak Saksi berhak memperoleh rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, dan reintegrasi sosial dari lembaga atau Instansi yang menangani perlindungan anak. Anak Korban danatau Anak Saksi yang memerlukan perlindungan dapat memperoleh perlindungan dari lembaga yang menangani perlindungan saksi dan korban atau rumah perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 24

b. Hak-Hak dan Kewajiban Korban

. 1. Hak-hak korban Manusia dilahirkan kemuka bumi dengan membawa hak-hak dasar yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa atau lazim disebut dengan hak asasi manusia. Hak asasi manusia diberikan kepada setiap individu tanpa memandang suku, ras, warna kulit, asal-usul, 24 Muhammad Taufik Makarao, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Rineka Cipta, Jakarta, 2013, Halaman. 94-95. Universitas Sumatera Utara golongan, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Hak ini tidak akan pernah lepas dan selalu melekat seumur hidup 25 Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum rechtstaat bukan negara kekuasaan mactstaat. Indonesia sebagai negara hukum, ada berbagai konsekuensi yang melekat kepadanya, sebagaimana dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, bahwa konsepsi rechtstaat maupun konsepsi the rule of law, menempatkan hak asasi manusia sebagai ciri khas pada negara yang disebut rechtstaat atau menjungjung tinggi the rule of law, bagi suatu negara demokrasi perlindungan dan pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia merupakan salah satu ukuran tentang baik buruknya suatu pemerintahan . 26 1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdesarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; . Pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga KDRT , korban berhak mendapatkan 2. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis; 3. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban; 4. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada seriap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 25 Ibid., Halaman. 158 26 Ibid Universitas Sumatera Utara 5. Pelayanan bimbingan rohani. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengatur beberapa hak korban kejahatan dalam suatu proses peradilan pidana yakni sebagai berikut: 1. Hak untuk melakukan kontrol terhadap penyidik dan penuntut umum Hak ini adalah hak untuk mengajukan keberatan terhadap tindakan penghentian penyidikan danatau penununtutan dalamkkapasitasnya sebagai pihak ketiga yang berkepentingan Pasal 77 jo 80 KUHAP. Hak ini penting diberikan untuk menghindari adanya upaya dari pihak-pihak tertentu dengan berbagai motif, yang bermaksud menghentikan proses pemeriksaan. 2. Hak korban berkaitan dengan kedudukannya sebagai saksi Hak ini adalah hak untuk mengundurkandiri sebagai saksi Pasal 168 KUHAP Kesaksian saksi korban sangat penting untuk diperoleh dalam rangka mencapai suatu kebenaran materil. Mencegah korban mengundurkan diri sebagai saksi, diperlukan sikap proaktif dari aparat penegak hukum untuk memberikan jaminan keamanan bagi korban dan keluarganya pada saat mengajukan diri sebagai saksi. 3. Hak untuk menuntut ganti rugi akibat suatu tindak pidanakejahatan yang menimpa diri korban melalui cara penggabungan perkara perdata dengan perkara pidana Pasal 98 sampai dengan Pasal 101 Hak diberikan guna memudahkan koban untuk menuntut ganti rugi pada tersangkaterdakwa. Permintaan penggabungan perkara gugatan gantirugi hannya dapat diajukselambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan Universitas Sumatera Utara pidana, atau jika penuntut umum tidak hadir, permintaan tersebut dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan. Pengabungan guagatan ganti rugi apabila pihak yang dirugikan mengajukan penggabungan ganti rugiterhadap si terdakwa dalam kasus didakwakan kepadanya. Pengabungan gugatan ganti rugi dapat dilaksanakan berdasarkan hukum acara perdata dn harus diajukan pada tingkat banding. 4. Hak bagi keluarga korban untuk mengijinkan atau tidak mengijinkan polisi untuk melakukan otopsi Pasal 134-136 KUHAP Mengijinkan atau tidak mengijinkan polisi untuk melakukan otopsi juga merupan suatu bentuk perlindungan korban kejahatan, mengingat masalah otopsi ini bagi beberapa kalangan sangat erat kaitannya dengan masalah agama, adat istiadat, serta aspek kesusilaankesopanan lainnya 27 c. Kewajiban korban . Kewajiban umum korban kejahatan antara lain: 1. Kewajiban untuk tidak melakukan upaya main hakim sendiribalas dendam terhadap pelaku tindakan pembalasan; 2. Kewajiban untuk mengupayakan pencegahan dari kemungkinan terulangnya tindak pidana; 3. Kewajiban untuk memberikan informasi yang memadai mengenai terjadinya kejahatan kepada pihak yang berwewenang; 27 Dikdik M. Arief Mansur Elisatris Gultom, op.cit., Halaman. 95-96. Universitas Sumatera Utara 4. Kewajiban untuk tidak melakukan tuntutan yang berlebihan terhadap pelaku; 5. Kewajiban untuk menjadi saksi atas suatu kejahatan yang menimpa dirinya, sepanjang tidak membahayakan bagi korban dan keluarganya; 6. Kewajiban untuk membantu berbagai pihak yang berkepentingan dalam upaya penanggulangan kejahatan; 7. Kewajiban untuk bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidak menjadi korban lagi 28 .

3. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang

a. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Istilah ini walaupun terdapat dalam WvS Belanda, dengan demikian juga WvS Hindia Belanda, dengan demikian KUHP, tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Para ahli hukum berusaha untuk memberi arti dan isi dari istilah itu, namun tidak ada keseragaman pendapat 29 Pengertian tindak pidana penting penting dipahami untuk mengetahui unsur-unsur tindak pidana yang terkandung didalamnya. Unsur-unsur tindak pidana ini dapat menjadi patokan dalam upaya menetukan apakah perbuatan seseorang itu tindak pidana atau tidak. . 28 Ibid., Halaman. 54-55. 29 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, Halaman 67 Universitas Sumatera Utara Sudarto mengemukakan, bahwa unsur pertama dari tindak pidana adalah tindakanperbuatan gedraging, perbuatan orang ini merupakan titik penghubung dan dasar untuk pemberian pidana. Perbuatan gedraging, meliputi berbuat dan tidak berbuat. Van Hattum dalam Sudarto, tidak menyetujui untuk memberikan defenisi tentang gedraging, sebab defenisi harus meliputi pengertian berbuat dan tidak berbuat, sehingga defenisi itu tetap kurang kurang atau berbelit-belit dan tidak jelas. Barda Nawawi Arief menyebutkan bahwa didalam KUHP WvS hannya ada asas legalitas Pasal 1 KUHP yang merupakan landasan yuridis untuk menyatakan suatu perbuatan feid sebagai perbuatan yang dapat dipidana straafbaarfeid. R. Tresna menyebutkan, pertimbangan atau pengukuran terhadap perbuatan- perbuatan terlarang, yang mana yang harus ditetapkan sebagai peristiwa pidana dan mana yang tidak dianggap sedemikian pentingnya, dapat berubah-ubah tergantung dari keadaan, tempat dan waktu atau suasana serta berhubungan erat dengan perkembangan pikiran dan pendapat umum 30 1. Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefenisikan beliau sebagai “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut” . Pengertian tindak pidana menurut para ahli yang digolongkan menganut pandangan aliran dualistis. 30 Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, Usu Press, Medan, 2013, Halaman.74- 76. Universitas Sumatera Utara Isrtilah perbuatan pidana lebih tepat dengan alasan sebagai berikut 31 a. Perbuatan yang dilarang adalah perbuatannya perbuatan manusia, yaitu suatu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, artinya larangan itu ditujukan pada perbuatannya, sementara ancaman pidananya ditujukan pada orangnya. : b. Antara larangan yang ditujukan pada perbuatan dengan ancaman pidana yang diitujukan pada orangnya, ada hubungan yang erat. Perbuatan yang berupa keadaan atau kejadian yang ditimbulkan orang tadi, melanggar larangan dengan orang yang menimbulkan perbuatan tadi ada hubungan erat pula. c. Untuk menyatakan adanya hubungan yang erat itulah, maka lebih tepat digunakan istialah perbuatan pidana, suatu pengertian abstrak yang menunjuk pada dua keadaan kongkrit yaitu pertama, adanya kejadian tertentu perbuatan; dan kedua, adanya orang yang berbuat atau yang menimbulkan kejadian itu Moeljatno, 1983:54. 2. Tindak pidana menurut Vos adalah suatu kelakuan manusia yang oleh peraturan perundang-undangan diberi pidana. Istilah perbuatan berarti melakukan,berbuat activehandeling tidak mencakup pengertian mengakibatkan atau tidak berbuat. Istilah peristiwa, tidak menunjukkan kepada hanya tindakan manusia. 3. Menurut Pompe tindak pidana dirumuskan sebagai straafbaar feid adalah suatu pelanggaran kaidah terganggunya ketertiban umum terhadap pelaku mempunyai 31 Adami Chazawi., op.cit, Halaman. 71. Universitas Sumatera Utara kesalahan untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban umum dan menjamin kesejahteraan umum 32 4. Menurut R. Tresna, Peristiwa pidana itu adalah sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturan- peraruran lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. R. Tresna menyatakan dapat diambil sebagai patokan bahwa peristiwa pidana harus memenuhi syarat-syarat berikut ini: . a. Harus ada suatu perbuatan manusia; b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan hukum; c. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan; d. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum; e. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancamannya dalam Undang-Undang 33 Pengertian tindak pidana menurut beberapa ahli hukum yang digolongkan menganut pandangan monistik . 1. Tindak pidana menurut D. Simons dirumuskan dengan strafbaar feid adaalah kelakuan handeling yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Pemaknaan istilah perbuatan manusia yang diungkapkan 32 Alfitra., op.cit, Halaman. 110-113. 33 Ekaputra, op.cit., Halaman.81. Universitas Sumatera Utara D.Simons dimaksudkan tidak hanya “perbuatan tetapi juga melalaikan atau tidak berbuat”. Seseorang yang tidak berbuat atau melalaikan dapat dikatakan bertanggungjawab atas suatu peristiwa pidana, apabila ia tidak berbuat atau melalaikan sesuatu, padahal kepadanya dibebankan suatu kewajiban hukum atau keharusan untuk berbuat 34 2. Tindak pidana menurut Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. . 3. J.E Jonkers dalam Bangbang Poernomo telah memberikan defenisi staafbaar feid menjadi dua pengertian: a. Defenisi pendek memberikan pengertian “straafbaar feid” adalah suatu kejadian feid yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang; b. Defenisi panjang yang lebih mendalam memberikan pengertian “staafbaar feid” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum wederrechthttelijk berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh seorang yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Jonkers, sifat melawan hukum dipandang sebagai unsur yang tersembunnyi dari tiap unsur tindak pidana, namun tidak adanya kemampuan untuk dapat dipertanggungjawabkan merupakan alasan umum untuk dibebaskan dari pidana 34 Alfitra, op.cit., Halaman.111. Universitas Sumatera Utara c. J. Bauman dalam Sudarto merumuskan, bahwa tindak pidana merupakan perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan kesalahan 35 .

b. Unsur-Unsur Tindak Pidana Perdagangan Orang

Rumusan tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli hukum, terdiri dari beberapa unsurelemen. Ahli hukum ada yang mengemukakan unsur-unsur tindak pidana secar sederhana yang hanya terdiri dari unsur objektif dan unsur subjektif, dan ada pula yang merinci unsur-unsur tindak pidana yang diambil berdasarkan rumusan Undang- Undang. Bangbang Poernomo menyebutkan beberapa ahli yang membagi-bagi unsur tindak pidana secara mendasar, sebagai berikut: 1. Van Apeldoorn Menurut Van Apeldorn, bahwa elemen delik itu sendiri dari elemen objektif yang berupa adanya suatu kelakuan perbuatan yang bertentangan dengan hukum onrechtatigwederrechttelijk dan elemen subjektif yang berupa adanya seorang pembuat dader mampu bertanggungjawab atau dapat dipersalahkan toereke- ningsvatbaarheid terhadap kelakuan yang bertentangan dengan hukum itu. 35 Ekaputra, op.cit., Halaman.85. Universitas Sumatera Utara c. Van Bemmelen Van Bemmelen menyatakan bahwa elemen-elemen dari straafbaar feid dapat dibedakan menjadi: 1. Elementen voor desstrafbaafheid van het feid, yang terletak dalam bidang objektif karena pada dasarnya menyangkut tata kelakuan yang melanggar hukum. 2. Mengenai elementen voor strafbaarfheid van dedader dalam bidang subjektif karena pada dasarnya menyangkut keadaansikap batin orang yang melanggar hukum, yang semuanya itu merupakan elemen yang diperlukan untuk menentukan dijatuhkannya pidana sebagaimana diancamkan. d. Pompe Pompe mengadakan pembagian elemen straafbaar feid atas a. Wederrechthtelijkheid unsur melawan hukum; b. Schuld unsur kesalahan; c. Subsosiale unsur bahayagangguanmerugikan. Pandangan Pompe termasuk golongan pembagian strafbaar feid yang mendasar, namun ditambah dengan elemen subsosial yang diperkenalkan oleh Vrij. Vrij dalam Sudarto menyebutkan bahwa unsur-unsur delik yang sudah tetap adalah sifat melawan hukum dan kesalahan, namun hal itu menurutnya belum lengkap. Vrij menambahkan satu unsur lagi untuk dapat dikatakan sebagai delik, yaitu unsur Het Universitas Sumatera Utara subsosiale yang merupakan semacam “kerusakan dalam ketertiban hukum deuk in de rechtsorde. Menurut Vrij kegelisahan masyarakat itu ditimbulkan oleh: 1. Hasrat pelaku tindak pidana untuk melakukan kembali perbuatan tersebut; 2. Keinginan untuk membalas dari pihak korban; 3. Adanya keingin dari orang-orang yang dekat dengan sipelaku untuk meniru berbuat jahat; 4. Ketidakpercayaan kepada pemerintah untuk menjamin keamanan. Vrij menyebutkan agar bahaya-bahaya tersebut tidak timbul dalam masyarakat maka hukuman yang dijatuhkan harus dapat mencegah timbulnya bahaya itu, dengan perkataan lain bahwa hukuman yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan kejahatan yang dibuatnya 36 1. Unsur formal meliputi: . Moeljanto merumuskan suatu unsur-unsur tindak pidana menjadi 2 unsur, yaitu unsur unsur formal dan materil. a. Perbuatan manusia. b. Perbuatan itu dilarang oleh suatu aturan hukum. c. Larangan itu disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu. d. Larangan itu dilanggar oleh manusia. 2. Unsur Materil. Unsur materilnya adalah perbuatan itu harus melawan hukum. 36 Ibid ., Halaman.103-105. Universitas Sumatera Utara Satochid menyebutkan unsur-unsur delik atau tindak pidana ada dua golongan, yaitu unsur objektif unsur subjektif. 1. Unsur-unsur yang objektif adalah unsur-unsur yang terdapat diluar diri manusia, yaitu berupa: a. Suatu tindak tanduk atau tingkah laku; b. Suatu akibat tertentu; c. Keadaan. Semua unsur objektif diatas harus dilarang dan dengan hukuman oleh Undang-Undang. 2. Unsur-unsur subjektif yang berupa: a. Dapat dipertangungjawabkan, yaitu adanya hukuman atau ancaman pidana; b. Ada kesalahannya

c. Pengertian Perdagangan Orang dan Unsur-Unsurnya

1. Pengertian menurut Protokol PBB Undang-Undang Tindak pidana Perdagangan Orang, sebelum disahkan, pengertian tindak pidana Perdagangan Orang yang umum paling banyak digunakan adalah pengertian dari protokol PBB untuk mencegah, menekan dan menghukum pelaku perdagangan orang. Pengertian perdagangan orang dalam Protokol PBB tersebut adalah: a. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari Universitas Sumatera Utara pemaksaan, penculikan penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk paling tidak ekksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh. b. Persetujuan korban perdagangan orang terhadap eksploitasi yang dimaksud dalam subalinea a ini tidak relevan jika salah satu dari yang dimuat dalam subalinea a digunakan. c. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai perdagangan orang bahkan jika kegiatan ini tidak melibatkan satupun yang dikemukakan dalam subalinea a Pasal ini. d. Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun. Pengertian tindak pidana perdagangan orang diatas tidak menekankan pada perekrutan atau pengiriman, yang menentukan suatu perbuatan tersebut adalah tindak pidana perdagangan orang, tetapi juga kondisi eksploitatif terkait kedalam mana oarang diperdagangkan 37 37 Farhana, op.cit., Halaman. 20. . Universitas Sumatera Utara 2. Pengertian perdagangan Orang menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan Orang, Pasal 2 ayat 1 berbunnyi: “Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau mamfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi orang tersebut diwilayah Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 seratus duapuluh juta rupiah dan paling bannyak Rp 600.000.000,00 enam ratus juta rupiah”. Pasal 2 ayat 1 terdapat kata “untuk tujuan” sebelum kata mengeksploitasi orang tersebut menunjukkan bahwa tindak pidana perdagangan orang merupakan delik formil. Unsur-unsur perdagangan orang, yang harus dipahami dari Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, yaitu adanya tindak pidana perdagangan orang cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan dalam Undang-Undang dan tidak dibutuhkan lagi harus mensyaratkan adanya akibat dieksploitasi atau tereksploitasi yang timbul. Universitas Sumatera Utara Cara melakukan tindak pidana perdagangan orang dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan unsur dari tindak pidana perdagangan orang, yaitu dengan kekerasan dan ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemamfaatan posisi kerentanan atau penjeratan utang. Rumusan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang digunakan sebagai jalan atau cara melakukan tindak pidana perdagangan orang, yaitu ancaman kekerasan dan kekerasan sudah dijelaskan dalam Bab 1, sedangkan cara penculikan, penyekapan, penipuan, tidak dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, tetapi ditemui dalam Pasal-Pasal KUHP dan Pasal-Pasal yang dikualifikasikan mengatur tindak pidana yang lain dengan tindak pidana perdagangan orang. Tindak pidana percobaan perdagangan orang dapat dihukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 9 yang menyebutkan sebagai berikut: “Setiap orang yang berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana perdagangan orang, dan tindak pidana itu tidak terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 6 enam tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 empat puluh juta rupiah dan paling bannyak Rp 240.000.000,00 dua ratus empat puluh juta rupiah”. Universitas Sumatera Utara Pasal 9 diatas sejalan dengan Pasal 163 bis KUHP ayat 1 yang menyebutkan bahwa: “Barang siapa dengan menggunakan salah satu sarana tersebut dalam Pasal 55 ke-2, mencoba menggerakkan orang lain supaya melakukan kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 enam tahun atau denda paling bannyak Rp 300,00 tiga ratus rupiah, jika tidak mengakibatkan kejahatan atau percobaan kejahatan dipidana, dengan ketentuan bahwa sekali-kali tidak dapat dijatuhkan pidana yang lebih berat daripada yang ditentukan terhadap kejahatan itu sendiri”. Penyertaan dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang diatur dalam Pasal 16 yang menyebutkan bahwa: “Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh kelompok yang terorganisir, maka setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam kelompok yang terorganisir, maka setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam kelompok yang terorganisir tersebut dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditambah 13 sepertiga” Kelompok terorganisir yang dijelaskan dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 16 bahwa yang dimaksud dengan kelompok yang terorganisir adalah kelompok terstruktur yang terdiri dari 3 tiga orang atau lebih, yang eksistensinya untuk waktu tertentu dan bertindak dengan melakukan satu atau lebih tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang ini dengan Universitas Sumatera Utara tujuan memperoleh keuntungan materil atau finansial baik langsung maupun tidak langsung 38

d. Modus Operandi Tindak Pidana Perdagangan Anak

. Identifikasi trafficking in persons mencakup elemen pemindahtanganan seseorang dari satu pihak ke pihak lainnya, yang meliputi kegiatan rekrutmen, transportasi pengangkatanpemiondahan, transfer alih tangan, penampungan, dan penerimaan. Elemen traffiking berikutnya adalah menggunakanan ancaman, pemaksaan, penyalahgunaan, kekuasaan, atau posisi ketidakberdayaan, penculikan, penipuan, pemberdayaan, pembayaran, atau pemberian sesuatu untuk mendapatkan persetujuan dari korban, atau untuk menguasai korban. Elemen trafificking mencakup tujuan eksploitasi yang meliputi pemampaatan orang dalam prostitusi atau dalam bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa tenaga fisik maupun layanan jasa, perbudakan atau praktik menyerupai perbudakan, penghambaan servtitude atau pengambilan organ tubuh 39 1. Penjualan Anak sale of Children . Penelitian yang dilakukan sesuai yang telah digariskan oleh International Labour Organization ILO, menunjukkan temuan-temuan bentuk-bentuk trafiking anak sebagai berikut: 38 Ibid., Halaman.116-118. 39 Alfitra, op.cit., Halaman. 169. Universitas Sumatera Utara Penjualan anak adalah setiap tindakan atau transaksi seorang anak dipindahkan kepada orang lain oleh siapapun atau kelompok, demi keuntungan atau bentuk lain. Konteks penjualan anak-anak seperti didefenisikan Pasal 2 dari Optional Protocol of CRC on the Sale of Children and Trafficking, Child Prostution, and Child Pornografhy: menawarkan, mengantarkan, atau menerima anak dengan berbagai cara untuk tujuan-tujuan: eksploitasi seksual anak, mengambil organ tubuh anak untuk suatu keuntungan, dan keterlibatan anak dalam kerja paksa. 2. Penyeludupan manusia smugling of person Penyeludupan manusia adalah usaha untuk mendapatkan keuntungan berupa uang atau materi lain, terhadap masuknya seseorang secara tidak resmi kedalam suatu kelompok negara dimana orang tersebut bukanlah warga negara tersebut atau warga negara tetap. 3. Migrasi dengan tekanan Migrasi migration baik yang bersifat ilegal maupun ilegal adalah proses dimana orang atas kesadaran mereka sendiri memilih untuk meninggalkan suatu tempat ketempat lain. Traficking anak merupakan bentuk migrasi dengan tekanan, yaitu orang yang diperdagangkan direkrut dan dipindahkan ketempat lain secara paksa, dengan ancaman kekerasan atau penipuan. Universitas Sumatera Utara 4. Prostitusi anak Prostitution of Child Prostitusi anak adalah, anak yang dilacurkan atau menggunakan seorang anak untuk aktifitas seksual demi keuntungan atau bentuk lain. Prostitusi tersebut meliputi menawarkan, mendapatkan, dan menyediakan anak untuk prostitusi 40

G. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan Orang Menurut Konvensi Hak Anak 1989

0 98 86

Penerapan Undang-Undang nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Kajian Putusan No.1554/Pid.B/2012/PN.Mdn)

2 99 187

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Peran Kejaksaan Dalam Penentuan Hak Restitusi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor : 1554/Pid. B/2012/PN.Mdn)

3 64 101

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi di Pengadilan Negeri Medan)

1 78 149

Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Pidana Penganiayaan

7 98 93

Hak Restitusi Sebagai Bentuk Perlindungang Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Kasus Nomor 1554/Pid.B/2012/PN.MDN)

1 65 92

Analisis Perlindungan Hukum Bagi Anak Korban Tindak Pidana Perkosaan Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak (Studi Kasus Wilayah Hukum Lampung Utara)

1 17 51

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Manusia (Trafficking) (Analisis Hukum Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Sibolga Nomor 03/Pid.B/2012/Pn.Sbg Dan Putusan Nomor 04/Pid.B/2012/Pn.Sbg)

0 1 27