Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak

B. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa perdagangan orang adalah sebagai berikut: “Tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan didalam negara maupun antar negara, untuk tujuan mengeksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.” Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, eksploitasi dijelaskan dalam Pasal 1 angka 7 yang menyebutkan bahwa : “Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi, tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ danatau jaringan tubuh, atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateril.” Universitas Sumatera Utara Unsur tujuan mengeksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi tidak relevan lagi atau tidak berarti apabila cara-cara pemaksaan atau penipuan sebagaimana diuraikan dalam defenisi diatas digunakan. Pelaku selalu menggunakan argumentasi bahwa korban telah setuju atau adanya persetujuan dari korban atau korban mau atau sepakat untuk ikut. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang bahwa persetujuan korban perdagangan orang tidak menghilangkan penuntutan tindak pidana perdagangan orang. Unsur tindak pidana ini juga menunjukkan bahwa tindak pidana perdagangan orang merupakan tindak pidana formil, yaitu adanya tindak pidana perdagangan orang cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur tindak pidana yang sudah dirumuskan dan tidak harus menimbulkan akibat 49 49 Farhana, op.cit., Halaman. 25-26. . Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, pengertian perekrutan dan pengiriman terdapat dalam Pasal 1 angka 9 dan angka 10 yang menyebutkan: “Perekrutan adalah tindakan yang meliputi mengajak, mengumpulkan, membawa, atau memisahkan seseorang dari keluarga atau komunitasnya Pengiriman adalah tindakan yang memberangkatkan atau melabuhkan seseorang dari satu tempat ketempat lain.” Kekerasan dalam rumusan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 1 angka 11 yang menyebutkan: Universitas Sumatera Utara “Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum, dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang.” Ancaman kekerasan dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang lebih terinci. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 1 angka 12 menyebutkan bahwa ancaman kekerasan adalah: “Setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh baik dengan atau tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki seseorang.” Pemalsuan dalam tindak pidana perdagangan orang berkaitan dengan setiap yang memberikan atau memasukkan keterangan palsu pada dokumen negara atau dokumen lain atau memalsukan dukumen negara atau dukumen lain, untuk mempermudah terjadinya tindak pidana perdagangan orang Pasal 19 50 . Dokumen negara dalam ketentuan ini meliputi, tetapi tidak terbatas pada paspor, KTP, Ijazah, kartu keluarga, akta kelahiran, surat nikah, dan dimaksud dengan dokumen lain dalam ketentuan ini meliputi, tetapi tidak terbatas pada surat perjanjan kerja bersama, surat permintaan TKI, asuransi dan dokumen terkait 51 50 Ibid., Halaman. 26-27. 51 Penjelasan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang . Universitas Sumatera Utara Penyalahgunaan kekuasan dalam Undang-Undang Nomopr 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah menjalankan kekuasaan yang ada padanya tidak sesuai dengan tujuan poemberian kekuasaan tersebut atau menjalankan secara tidak sesuai dengan peraturan. Pengertian pemamfaatan posisi kerentanan tiadak dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 52 Pengertian penjeratan utang dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang bahwa . 53 1. Orang Perseorangan : “Penjeratan utang adalah perbuatan menempatkan orang dalam status atau keadaan menjaminkan atau terpaksa menjaminkan dirinya atau keluarganya atau oorang-orang yang menjadi tanggungjawabnya, atau jasa pribadinya sebagai bentuk pelunasan utang.” Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang mengenal penggolongan pelaku perdangan orang, antara lain: a. Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi 52 Farhana, op.cit., Halaman. 27. 53 Pasal 1 angka 15Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Universitas Sumatera Utara bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia Pasal 2. b. Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah negara Republik Indonesia atau eksploitasi di negara lain Pasal 3 c. Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia Pasal 4 d. Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi Pasal 5, dan setiap orang yang melakukan pengiriman anak kedalam negeri atau ke luar negeri dengan cara apa pun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi Pasal 6 e. Setiap orang yang berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana perdagangan orang dan tindak pidana itu tidak terjadi Pasal 9, dan setiap orang yang melakukan tindak pidana perdagangan orang Pasal 10 f. Setiap orang yang merencanakan atau melakukan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang g. Setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban tindak pidana perdagangan orang dengan melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan korban tindak pidana perdagangan orang, mempekerjakan korban tindak Universitas Sumatera Utara pidana perdagangan orang untuk meneruskan praktik eksploitasi atau mengambil keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan orang 54 2. Kelompok terorganisir . Kelompok terorganisir adalah kelompok terstruktur yang terdiri dari 3 orang atau lebih, yang eksistensinya untuk waktu tertentu dan bertiindak dengan tujuan melakukan satu atau lebih tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 yang bunyinya 55 3. Aparat Negara : “Dalam hal tindak pidana perdangan orang dilakukan oleh kelompok yang terorganisasi, maka pelaku setiap tindak pidana perdagangan orang dalam kelompok yang terorganisasi tersebut dipidana dengan pidan yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditambah sepertiga.” Penyelenggara Negara, yaitu pejabat pemerintah, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, aparat keamanan, penegak hukum, atau pejabat publik yang menyalahgunakan kekuasaan untuk melakukan atau mempermudah tindak pidana perdagangan orang. Penyelenggara negara tidak dapat menjadi pelaku tindak pidana perdagangan orang, berdasarkan Pasal 8 UU RI No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang bunyinya: 54 Ibid., Halaman. 122. 55 Alfitra, op.cit., Halaman. 146 Universitas Sumatera Utara Pasal 8 ayat 1 “Setiap penyelenggara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidan perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, maka pidananya ditambah sepertiga dari ancaman pidana dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6.” Pasal 8 ayat 2 “Selain sanksi pidana sebagaiman dalam ayat 1, pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak hormat dari jababatannya.” Pasal 8 ayat 3 “Pidana tambahan sebagaiman dimaksud dalam ayat 2, dicantumkan sekaligus dalam amar putusan Pengadilan 56 4. Korporasi .” Subjek tindak pidana korporasi dapat ditemukan dalam Undang-Undang Republuk Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Korporasi dapat menjadi pelaku tindak pidana perdagangan orang, berdasarkan Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15 UU RI No 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Isi dari Pasal tersebut sebagai berikut 57 56 Ibid ., Halaman. 143. 57 Ibid., Halaman. 142. : Universitas Sumatera Utara Pasal 13 ayat 1 “Tindak pidana perdagangan orang dianggap dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-perorangan yang bertindak untuk danatau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik berdasarkan hubungn kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik secara sendiri maupun secara bersama-sama.” Pasal 13 ayat 2 “Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh suatu korporasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, maka penyidikan, penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi danatau pengurusnya.” Pasal 14 “Dalam hal pangilan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan disampaikan kepada pengurus ditempat pengurus berkantor, ditempat korporasi itu beroperasi atau ditempat tinggal pengurus.” Pasal 15 ayat 1 “Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh suatu korporasi selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan kepada korporasi berupa pidana denda dengan pemberian 3 kali dari pidana denda sebagaimana domaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.” Universitas Sumatera Utara Pasal 15 ayat 2 “Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1, korporasi dapat dijatuhkan pidan tambahan, berupa pencabutan ijin usaha, perampasan kekayaan hasil tindak pidana, pencabutan status badan hukum, pemecatan pengurus danatau, pelarangan kepada pengurus tersebut untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama” Tindak pidana percobaan perdagangan orang dapat dihukum sesuia dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 9 yang menyebutkan: “Setiap orang yang berusaha menggerakkan orang lain supanya melakukan tindak pudana perdagang orang, dan tindak pidana itu terjadi, dipidana dengan pidan penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 6 enam tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 empat puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 240.000.000,00 dua ratus empat puluh juta rupiah.” Pasal 9 diatas sejalan dengan Pasal 163 bis KUHP ayat 1 yang menyebutkan bahwa: “Barang siapa dengan menggunakan salah satu sarana tersebut dalam Pasal 55 ke-2, mencoba menggerakkan oarang lain supaya elakukan kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun penjara dan denda paling banyak tiga ratus rupiah, jika tidak mengakibatkan pidana atau percobaan kejahatan dipidana, tetapi Universitas Sumatera Utara dengan ketentuan, bahwa sekali-kali tidak dapat dijatuhkan pidana yang lebih berat daripada yang ditentukan terhadap kejahatan itu sendiri.” Penyertaan dalam tindak pidan perdagangan orang diatur dalam Pasal 16 yang menyebutkan bahwa: “Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh kelompok yang terorganisir, maka setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam kelompok yang terorganisir tersebut dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana yang dimaksud dengan Pasal 2 ditambah 13 sepertiga.” Perlindungan kepada korban, selain diwujudkan dalam bentuk dipidananya pelaku juga diwujudkan dalam pemenuhan hak-hak korban tindak pidana perdagangan orang dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah sebagai berikut: 1. kerahasian identitas korban tindak tindak pidana perdagangan orang dan keluarganya sampai derajat kedua Pasal 44 Kerahasiaan identitas merupakan perlindungan keamanan pribadi korban dan ancaman fisik maupun psikologis dari orang lain. Kerahasiaan identitas korban ini menghindari penggunaan identitas korban seperti tentang sejarah pribadi, pekerjaan sekarang dan masa lalu, sebagai alasan untuk menggugurkan tuntutan korban atau untuk memutuskan tidak dituntut para pelaku kejahatan. Kerahasiaan identitas dan sejarah korban selain itu juga tidak boleh menjadi cataratan publik secara terbuka, sehingga dapat mempersulit yang bersangkutan untuk melaksanakan dan memenuhi hak-haknya Universitas Sumatera Utara sebagai manusia, perempuan atau anak kecuali jika diijinkan identitasnya dipublikasikan oleh korban. 2. Hak untuk mendapat perlindungan dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa danatau haratanya Pasal 47 Perlindungan keamanan dari ancaman terhadap diri, jiwa, danatau harta sangat diperlukan oleh korban, karena kerentanan korban yang diperlukan kesaksianya, dapat diteror dan di intimidasi dan lain-lain yang telah membuat korban tidak berminat melaporkan informasi penting yang diketahuinya. Korrban perlu ditempatkan pada suatu tempat yang dirahasiakan atau disebut rumah aman.Perlindungan terhadap korban diberikan baik sebelum, selama, maupun sesudah proses perkara. 3. Hak untuk mendapatkan restitusi Pasal 48 Setiap korban atau ahli warisnya berhak untuk memperoleh restitusi berupa ganti kerugian atas: a. Kehilangan kekayaan atau penghasilan; b. Penderitaan; c. Biaya untuk tindakan perawatan medis danatau psikologis, danatau; d. Kerugian lain yang diderita korban bagai akibat perdagangan orang. Kerugian lain yang dimaksud ketentuan ini adalah kehilangan harta milik, biaya tranportasi dasar, biaya pengacara atau biaya yang berhubunga dengan proses hukum atau kehilangan penghasilan yang dijanjikan pelaku. Restitusi tersebut diberikan dan Universitas Sumatera Utara dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan. Pemberian restitusi dilaksanakan dalam 14 empat belas hari terhitungt sejak diberitahukan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pemberian restitusi berupa ganti kerugian dilaksanakan sejak dijatuhkan putusan pengadilan tingkat pertama. Pelaku yang tidak mampu membayar restitusi, maka pelaku dikenai pidana kurungan penganti paling lama satu tahun. 4. Hak untuk memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial dari pemerintah Pasal 51 Penjelasan undang-ndang tersebut bahwa rehabilitasi kesehatan maksudnya adalah pemulihan kondisi semula baik fisik maupun psikis. Rehabilitasi sosial maksudnya adalah pemulihan dari gangguan terhadap kondisi mental sosial dan pengembalian keberfungsian sosial agar dapat melaksanakan peranya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Reintegrasi sosial maksudnya adalah penyatuan kembali korban tindak pidana perdagangan orang kepada pihak keluarga atau penggatian keluarga yang dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan bagi korban. Hak tas pemulangan harus dilakukan dengan memberi jaminan bawa korban benar-benar menginginkan pulang dan tidak beresiko bahaya yang lebih besr bagi korban tersebut. Pemerintah dalam ketentuan ini adalah instansi yang bertanggungjawab dala bidang kesehatan, danatau penanggulangan masalah-masalah sosial dan dapat dilaksanakan secra bersama-sama antar penelenggara kewenangan tingkat Universitas Sumatera Utara pusat, propinsi, dan kabupatenkota khususnya darimana korban berasal atau bertempat tinggal. 5. Korban yang berada diluar negeri herhak dilindungi dan dipulangkan ke Indonesia atas biaya negara Pasal 54 Korban yang berada dilur negeri akan diberikan bantuanuntuk dipulangkan melalui perwakilan diluar negeri, yaitu kedutaan besar, konsulat jenderal, kantor penghubung, kantor dagang atau semua kantor diplomatik atau kekonsuleran lainnya dengan biaya negara 58

C. Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan Orang Menurut Konvensi Hak Anak 1989

0 98 86

Penerapan Undang-Undang nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Kajian Putusan No.1554/Pid.B/2012/PN.Mdn)

2 99 187

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Peran Kejaksaan Dalam Penentuan Hak Restitusi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Putusan Nomor : 1554/Pid. B/2012/PN.Mdn)

3 64 101

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi di Pengadilan Negeri Medan)

1 78 149

Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Pidana Penganiayaan

7 98 93

Hak Restitusi Sebagai Bentuk Perlindungang Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Kasus Nomor 1554/Pid.B/2012/PN.MDN)

1 65 92

Analisis Perlindungan Hukum Bagi Anak Korban Tindak Pidana Perkosaan Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak (Studi Kasus Wilayah Hukum Lampung Utara)

1 17 51

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Manusia (Trafficking) (Analisis Hukum Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Sibolga Nomor 03/Pid.B/2012/Pn.Sbg Dan Putusan Nomor 04/Pid.B/2012/Pn.Sbg)

0 1 27