Saran Signifikansi Masjid Raya Al-Mashun Medan

122 dan kenyamanan kota Medan yang harus ditingkatkan untuk kenyamanan para wisatawan yang akan berkunjung.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka peneliti memberikan saran kepada beberapa pihak yang terkait dalam pengelolaan cagar budaya Istana Maimun, Masjid Raya dan Taman Sri Deli sebagai berikut : 1. Pihak Kesultanan Deli Kesultanan Deli sebagai pihak yang mengelola dan masih menempati Istana Maimun harus lebih memperhatikan aspek informasi mengenai Istana Maimun. Papan informasi mengenai Istana Maimun harus diletakkan di tempat yang terbuka untuk umum. Penyampaian informasi jangan hanya mengenai masa lalu yang megah. Penjelasan informasi juga harus menyampaikan keadaan Istana yang sekarang, mengenai bagaimana mereka mengelola aset-aset yang tertinggal dari masa kejayaan Kesultanan Deli.Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid sebagai lembaga yang mengelola Istana Maimun harus lebih giat mencari sumber dana demi kepentingan keberlangsungan Istana Maimun. Pengelola Istana Maimun sudah mulai bisa berfikir meningkatkan biaya masuk bagi pengunjung, tetapi dengan syarat fasilitas penunjang di dalam Istana Maimun harus di perbaharui dan di perbaiki dalam segala aspek. Adanya para pedagang di lingkungan Istana yang bertujuan untuk menambah pemasukan bagi pengelolaan istana harus dikelola dan ditata dengan baik dan jeli. Hal ini bisa saja berdampak pada kurang nyamannya pengunjung apabila para pedagang Universitas Sumatera Utara 123 sudah terlalu banyak. Dikhawatirkan, niat awal yang baik untuk menambah pendapatan malah menjadi bumerang bagi pengelola Istana Maimun. 2. Pemko Medan Pemko Medan sebagai pihak yang pada saat ini memiliki dan mengelola Taman Sri Deli harus lebih memperhatikan aspek-aspek mengenai Bangunan Cagar Budaya BCB agar Taman Sri Deli tidak kehilangan identitasnya sebagai bangunan cagar budaya. Taman Sri Deli yang saat ini ditutup harus lah segera dibuka karena Bangunan Cagar Budaya merupakan milik masyarakat. Sehingga penting bagi masyarakat untuk leluasa mengakses bangunan tersebut. Pemko Medan juga harus lebih giat dalam mempromosikan objek-objek wisata di Kota Medan dengan berbagai cara, seperti acara-acara yang diadakan di objek-objek bersejarah maupun seminar-seminar yang melibatkan ahli waris atau pengelola suatu Cagar Budaya. Pemko Medan seharusnya mencontoh daerah-daerah lain seperti di Pulau Jawa terkait managemen pengelolaan bangunan cagar budaya agar dapat menjadi tempat wisata yang nyaman dan edukatif bagi pengunjung. Selama ini Pemko Medan terkesan hanya setengah-setengah dalam melakukan pengelolaan bangunan cagar budaya. Namun, ketika bangunan cagar budaya tersebut sudah berpindah tangan kepada pihak lain, baru disitu pihak Pemko Medan bergerak untuk mengamankan cagar budaya tersebut. Disini juga peran pemko Medan melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata harus terus mengedukasi Universitas Sumatera Utara 124 masyarakat tentang pentingnya melestarikan dan merawat cagar budaya, bukan dengan membiarkannya terbengkalai lalu setelah rusak kemudian dijual. Mengutip kata Bapak Proklamator Bung Karno “Jas Merah” jangan sekali-kali meninggalkan sejarah 3. BKM Masjid Raya Al Mashun BKM Masjid Raya Al Mashun harus lebih memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan didalam komplek Masjid. Banyaknya pengemis yang berada didalam Masjid harus segera diatasi dengan bijak agar jemaat yang ingin beribadah merasa nyaman. Apabila memungkinkan, pihak BKM juga bisa ikut membantu para pengemis yang ada di Kawasan Masjid Raya melalui Infaq yang didapat setiap harinya, tetapi dengan syarat para pengemis dan penjaga sandal tersebut didata terlebih dahulu untuk transparansi dana kedepannya. Selama ini keberadaan para pengemis dan gelandangan sudah menjadi hal yang biasa. Hal ini lah yang membuat suatu bangunan cagar budaya menjadi terancam karena dapat mengganggu kenyamanan masyarakat yang berkunjung ke tempat tersebut. Hal ini penting dilakukan karena Masjid Raya Al-Mashun bukan hanya tempat ibadah semata, tetapi juga menjadi ikon pariwisata sejarah di Kota Medan. Universitas Sumatera Utara 30

BAB II KEBUDAYAAN MELAYU DAN PENINGGALANNYA

2.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Kota Medan

Kota Medan dulunya dikenal dengan nama Tanah Deli. Beberapa sungai melintasi Kota Medan dan semuanya bermuara ke Selat Malaka, Sungai-sungai itu adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang SalingSei Kera. Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari sungai Ular Deli Serdang sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaanya tidak sampai ke kedua wilayah sungai tersebut. Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli Medan-Deli. Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap dan hanya menyebutkan sebagai Kota Medan 3 . Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Bila kita menilik dari sumber-sumber sejarah bahwa kota Medan pertama sekali didiami oleh suku Karo, tentunya kata Medan itu haruslah berasal dari bahasa Karo. Dalam salah 3 http:antropologi-museum.blogspot.co.id200904sejarah-kota-medan.htm Universitas Sumatera Utara