88
4.1.2. Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid
Istana Maimun sebagai cagar budaya di Kota Medan merupakan bagunan cagar budaya yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2010 yang perlu pelestarian
keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, danatau kebudayaan melalui proses penetapan. Dalam upaya
pelestariannya tentu harus ada pihak yang jelas dan memiliki kekuatan hukum dalam mempertangungjawabkan pengelolaan Istana Maimun tersebut. Untuk
keperluan itu maka dibutuhkan suatu yayasan yang mengelola bangunan tersebut. Yayasan Sultan Sultan Ma’moen Al Rasyid merupakan yayasan yang
didirikan langsung oleh Sultan Azmi Perkasa AlamShah beserta keluarganya pada tahun 1982 untuk mengelola Istana Maimun. Menurut Moharsyah didirikannya
yayasan ini adalah untuk menjadi wadah komunikasi antara seluruh anggota keluarga besar ahli waris Sultan Ma’moen Al Rasyid. Kemudian yang tidak kalah
pentingnya juga adalah untuk memelihara dan merawat peninggalan-peninggalan dari almarhum Sultan Deli yang ke 9 yakni Ma’moen Al Rasyid.
Satu hal yang menjadi alasan dari pemberian nama Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid, dan mengapa bukan memakai nama Sultan yang pada saat
itu memimpin yakni Sultan azmi Perkasa Alam Shah, adalah karena Sultan yang pertama kali menempati dan membangun Istana Maimun adalah Sultan Ma’moen
Al Rasyid yang ke 9. Sehingga Sultan yang pada saat itu memimpin menamakan yayasan yang kelak akan mengelola Istana Maimun dengan nama Yayasan Sultan
Ma’moen Al Rasyid. Lebih lanjut moharsyah mengatakan dalam wawancaranya bahwa :
Universitas Sumatera Utara
89
“ . . . Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid ini berdiri pada tahun 1982 dimana dari berdirinya yayasan ini digalang oleh Sultan Deli
bersama keluarga lebih kepada untuk wadah komunikasi keluarga besar ahli waris Sultan Ma’moen Al Rasyid dan juga untuk
memelihara dan merawat peninggalan-peninggalan dari almarhum Sultan Deli ke 9 Ma’moen Al Rasyid. Dan juga
meletakkan relevansi keberadaan keluarga Sultan untuk berada di dekat masyarakat. Terkait dengan nama yayasan itu sendiri
diberikan oleh Sultan Azmi Perkasa Alam Shah dengan nama Sultan Ma’moen Al Rasyid untuk menghormati beliau yang telah
membangun Istana Maimun tersebut . . .”
Menurut Tanudirjo 2009 Hakekat upaya pelestarian yang sebenarnya, bukan semata-mata melestarikan benda cagar budaya, tetapi yang tidak kalah
penting adalah melestarikan nilai-nilai budaya luhur yang ada di balik benda- benda tersebut kepada generasi mendatang. Karena itu, pada hakaketnya upaya
pelestarian seharusnya meliputi kegiatan a identifikasi, b melindungi, c melestarikan, d menyajikan, dan e meneruskan ke generasi berikutnya. Semua
kegiatan itu tentu saja tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, tetapi menjadi satu kesatuan utuh dan terpadu.
Sultan Ma’moen Al Rasyid sendiri lahir pada tahun 1879 dan wafat pada tahun 1924. Beliau merupakan raja
KesultananDeli ke-9. Gelarnya setelah
mangkat ialah Marhum Makmur. Sultan Ma’moen Al Rasyid lahir pada hari Senin, 13 Zulhijjah 1271 H, diangkat menjadi Sultan pada tahun 1879 dalam usia
muda, sehingga dibentuklah Pemangku Raja yang beranggotakan Tengku
Soelaiman gelar
Tengku Raja Muda Deli ,
Tengku Soeloeng Laoet gelar
Pangeran Bedagai Wazir Negeri Deli
, dan Tengku Abdurrahman
gelar Tengku Temenggong
Deli . Setelah usia Baginda sampai pada 17 tahun maka ditabalkan lah Baginda itu
menjadi Sultan Negeri Deli.
Universitas Sumatera Utara
90
Pada masa pemerintahan Sultan yang dinobatkan dalam usia muda ini, perdagangan tembakau semakin maju dan kemakmuran Kesultanan Deli mencapai
Puncaknya. Atas kebijaksanaan Baginda Tuanku itu semasa diatas tahta kerajaan, maka sebagai balas budi jasa Tuanku itu dikurniakan 2 buah peringkat
kehormatan dari Kerajaan Negeri Belanda. Yaitu Commandeur In De Orde Van
Oranje Nassau dan
Ridder In De Orde Van De Nederlandsche Leeuw . Pusat
Kerajaan pun dipindahkan ke Kota Medan.
Tuanku Sultan Ma’moen Al-Rasyid Perkasa Alamsyah
mendirikan Istana di
Kampung Bahari pada hari kamis pukul 12, tahun 1886. Kemudian pada 1888
dengan Belanda, Tuanku itu meletakkan sendiri batu pertama untuk membangun Istana Maimoon. Tahun 1891 yaitu pada hari Senin tepat pada Pukul 1 tengah
hari, Sultan berpindah dari Istana Kota Bahari ke Istana Maimoon. Hari Sabtu 16 Mei 1903 didirikan pula sebuah Mahkamah atau Kantor Kerapatan Sultan di jalan
raja sekarang- Jalan Mahkamah. Juga kemudian pada tanggal 21 Agustus 1906 dimulailah peletakan batu pertama untuk Mendirikan
Masjid Raya Kota
Ma’sum dan digunakan untuk sholat pertama kalinya yaitu pada hari Jumat 10 September
1909.
Tuanku Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmatsyah Sultan Negeri Langkat
dan Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah
Sultan Negeri Serdang juga turut hadir dalam Sholat Jumat perdana di Mesjid Raya ini. Pada masa pemerintahanya Dia
banyak membangun fasilitas umum untuk kemajuan masyarakat dan membangun Mesjid-Mesjid yang berjumlah kurang lebih sebanyak 800 buah demi kepentingan
syiar agama Islam pada saat itu. Yang mulia Mangkat pada tahun 1924,
Universitas Sumatera Utara
91
meninggalkan 3 orang putra dan 5 orang putri. Almarhum dimakamkan di Masjid Raya Kota Ma’sum, Medan.
Istana Maimun yang hingga saat ini masih ditempati oleh anggota keluarga Kesultanan Deli telah menjadi tempat dipamerkannya berbagai macam
peninggalan Kesultanan Deli. Di belakang bangunan Istana Maimun terdapat rumah-rumah yang menjadi tempat tinggal anggota keluarga Kesultanan Deli.
Anggota keluarga Kesultanan Deli juga merupakan orang-orang yang menjadi anggota dalam yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid dalam mengelola Istana
Maimun. Sehingga apabila kita melihat dengan seksama, maka dibalik berjalannya Istana Maimun sebagai objek wisata terlihat juga kehidupan anggota
keluarga Kesultanan yang selayaknya masyarakat biasa. Terkait dengan pengelolaan yang dilakukan oleh keluarga Kesultanan
lewat Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid, lebih lanjut Moharsyah mengatakan : “ . . . Istana ini sekarang dikelolah oleh Yayasan Sultan Ma’moen
Al Rasyid yang mana satu-satunya yayasan atau pihak yang dipercayai baik oleh Sultan Deli maupun keluarga untuk tugasnya
merawat dan melestarikan keberadaan Istana Maimun. Yang mana tugas yayasan ini mengacu pada istana ini merupakan istana yang
masih digunakan oleh keluarga Kesultanan baik dalam menyelenggerakan acara-acara adat ataupun tradisi yang masih
dilaksanakan. Juga mengacu pada UU Cagar Budaya No 11 tahun 2010 dan Perda no 2 tahun 2012 tentang bangunan bersejarah
kota medan. Yang mana Yayasan ini lah yang melaksanakan tugasnya mengelolah Istana Maimun . . .”
Dalam era global ini, masyarakat banyak mengalami pencerahan termasuk dalam bidang warisan budaya. Ada kesadaran yang makin kuat bahwa warisan
budaya pada sumberdaya budaya itu haruslah sepengetahuan masyarakat luas McGimsey dan Davis,1977; Cleere,1990; Schaafsma, 1990; Little,2002.
Universitas Sumatera Utara
92
Kesadaran seperti juga muncul di Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. Masyarakat sekarang tidak lagi terlalu mengantungkan harapan pada upaya
pemerintah dalam pelestarian warisan budaya. Tidak jarang mereka malah meragukan kabijakan pemerintah dalam
pemanfaatan warisan budaya. Situasi ini akhirnya yang beperhatian terhadap pelestarian warisan budaya. Selain itu, setiap masyarakat pada hakekatnya selalu
mempunyai konsep-konsep pelestariannya sendiri disebut: ethnoconservation. Hal yang menarik, upaya pelestarian yang mereka lakukan secara mandiri terbukti
cukup efektif dan sangat membantu pemerintah. Konflik kepentingan dan pluralisme yang berkembang dalam masyarakat
juga menimbulkan wacana baru dalam visi pelestarian. Selama ini, harus diakui kebijakan pelestarian terbesar selalu diarahkan pada upaya “tidak mengubah” atau
“mengembalikan kekeadaannya semula” suatu warisan budaya. Kebijakan seperti itu dirasakan terlalu kaku, cenderung picik, dan kurang dapat mewadahi upaya
pemanfaatannya. Seolah-olah pelestarian adalah untuk pelestarian itu sendiri. Namun, kini kebijakan seperti itu sering dipermasalahkan dan di berbagai tempat
sudah mulai ditinggalkan. Memang disadari sepenuhnya bahwa warisan budaya adalah sumberdaya budaya yang tak-terbaharui non-renewable, terbatas finite,
dan khas contextual. Karena itu, segala upaya untuk mempertahankan nilainya harus selalu diusahakan.
Namun, disadari pula bahwa upaya mempertahankan nilainya itu tidak selalu berarti “sekedar mengabadikan keadaan semula”, tanpa mau tahu berarti
atau tidaknya upaya pelestarian itu bagi masyarakat. Sebaliknya, pelestarian justru
Universitas Sumatera Utara
93
harus dilihat sebagai suatu upaya untuk mengaktualkan kembali warisan budaya dalam konteks sistem yang ada sekarang. Tentu saja, pelestarian harus dapat
mengakomodasi kemungkunan perubahan, karena pelestarian harus diartikan sebagai upaya untuk memberikan makna baru bagi warisan budaya itu sendiri
Tanudirjo, 1996. Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid sebagai suatu yayasan yang bergerak
pada tugas dan fungsinya, dalam merawat serta melestarikan bangunan cagar budaya Istana Maimun juga memiliki struktur kepengurusan. Berikut merupakan
struktur kepengurusannya :
Tabel Grafik 1: Struktur Pengurusan Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid
Kemudian berada setingkat dibawah struktur kepengurusan Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid, juga memiliki Struktur Dewan yang bertugas
melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang menyangkut Istana
Ketua Umum
Tengku Kamarul,
S.H.
Sekertaris Umum
Tengku Moharsyah
Wakil Sekertaris
Umum Bendahara
Umum Dra.
Tengku Lisa Nelita
Wakil Bendahara
Umum
Universitas Sumatera Utara
94
Maimun di lapangan. Berikut merupakan Struktur Dewan Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid
Tabel Grafik 2 : Struktur Dewan Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid
Sumber : Hasil Data Lapangan
Penjelasan Struktur Dewan : a.
Dewan Pembina, merupakan orang yang memonitor dan mengkoordinir apa langkah-langkah yang telah diberikan kepada dewan pengurus
b. Dewan Pengurus, adalah pelaksana atau pengeksekusi dilapangan terhadap
apapun yang berkaitan dengan ketetapan dari dewan pengurus c.
Dewan Pengawas, adalah pihak yang membantu Dewan Pembina dalam hal mengawasi kinerja dari pengurus yayasan yang sudah dibekali dewan
pembina. Pengawasan mengacu pada target yang telah diberikan oleh Dewan Pembina.
Dewan Pembina
Dewan Pengurus
Kabid Agama
Kabid Hukum
Sosial Kabid
Revitalisasi Kabid
Promosi Kabid
Kemanan Dewan
Pengawas
Universitas Sumatera Utara
95
4.1.3. Pencarian Dana Tambahan Untuk Operasional Istana Maimun 1. Tiket Masuk, Sumber Utama Pemasukan
Awalnya salah satu permasalahan yang terjadi pada sistem pengelolaan istana maimun adalah kesulitan dalam mencari dana, karena dahulunya istana
maimun merupakan tanggung jawab dari Sultan Deli. Setelah itu, runtuhnya kekuasaan kesultanan deli dan pihak pengelolaan juga sudah berubah, timbulnya
berbagai masalah salah satunya masalah keuangan. Namun saat ini kesulitan tersebut sudah mampu teratasi dengan adanya
atau dikutipnya tiket masuk setiap pengunjung yang datang. Tidak hanya berandalkan pada tiket masuk saja, tetapi sumber dana yang dimiliki oleh istana
maimun juga berasal dari bantuan pemerintah dan swasta. walau sumber dana dari pemerintah maupun dari swasta bersifat mendadak, artinya mereka mengeluarkan
dana secara tiba-tiba, jika pihak istana maimun sedang mengadakan suatu acara.
Foto 13 : Tiket Masuk Pengunjung
Universitas Sumatera Utara
96
Sumber : Peneliti
Tiket masuk menjadi sumber utama pemasukan pada istana maimun, karena berdasarkan hasil wawancara dengan Tengku Moharsyah bahwa 80
sumber pemasukkan dana berasal dari pengutipan tiket masuk. Pada saat ini pihak pengelola menetapkan besaran tiket masuk untuk setiap pengunjung adalah
sebagai berikut : DewasaUmum
: Rp.5000 PelajarMahasiswa
: Rp.3000 Setelah menetapkan besaran harga tiket untuk pengunjung, kemudian pengelola
juga menetapkan jadwal masuk ke dalam istana.
2. Berjualan Souvenir di Dalam Komplek Istana Maimun