Teori Keadilan Menurut John Rawls

BAB II KERANGKA TEORI

Dalam pengetahuan Ilmu Sosial, untuk mengkaji sebuah penelitian maka diperlukan teori untuk dipergunakan dalam membedah atau membahas permasalahan yang terdapat pada penelitian yang sedang dilakukan. Dalam membahas permasalahan pada penelitian ini, penulis menggunakan teori sebagai berikut:

2.1 Teori Keadilan Menurut John Rawls

Pendekatan yang dilakukan oleh Rawls adalah dengan membayangkan sekelompok orang yang sedang memilih prinsip – prinsip untuk mengevaluasi keadilan sebagai strukur dasar masyarakat. Apabila prinsip yang dipilih adalah keadilan, maka yang terlebih dahulu dilihat adalah situasi keadilan yang terdapat dalam diri masing-masing orang. Artinya, tidak seorangpun diperbolehkan medominasi pilihan atau memanfaatkan kesempatan yang tidak adil seperti kelebihan dari anugerah alamiah atau posisi sosialny, untuk melemahkan atau merugikan pihak lain. 23 Karena itu, prinsip keadilan merupakan hasil dari pilihan yang setara “keadilan sebagai kesetaraan” keseimbangan. 24 Ketidaksetaraan dalam bidang sosial dan ekonomi merupakan salah satu ketidaksetaraan yang sering terjadi dalam kehidupan kemasyarakatan. Contohnya ketidaksetaraan dalam kekayaan dan penggunaan otoritas. Akan menjadi adil jika menghasilkan pengkompensasian keuntungan bagi setaip orang, khususnya bagi anggota – anggota masyarakat yang kurang 23 Karen Lebacqz, Teori –teori Keadilan,Nusa Media,1986 hal 50 24 Ibid, hal 50 Universitas Sumatera Utara beruntung. 25 Prinsip ini disebut ‘prinsip pembedaan’ difference principle, dan menjadi inti dari substansi teori Rawls mengenai keadilan. Ketidaksetaraan sosial dan ekonomi disusun sedemikian rupa agar mereka dapat: memberi keuntungan terbesar bagi pihak yang kurang beruntung, sesuai prinsip penghematan yang adil, dan dilekatkan pada jawatan dan jabatan kepemerintahan yang terbuka bagi semua orang berdasarkan kondisi kesetaraan yang adil terhadap kesempatan. 26 Keadilan sebagai kesetaraan menghasilkan keadilan prosedural yang murni. Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah kerja sama bisnis dibutuhkan sebuah keadilan, dimana agar kerja sama tersebut bisa mendapatkan hasil, yaitu mencapai target yang diharapkan oleh kedua belah pihak tanpa harus ada pihak yang merasa dirugikan, sehingga kerja sama bisnis dapat terjalin dengan baik untuk jangka panjang. Dalam bisnis waralaba, kelangsungan hidup perusahaan franchise banyak bergantung pada franchisor. Terlebih lagi karena terjadinya perjanjian waralaba diserahkan sepenuhnya pada kesepakatan kedua pihak saja dan terkadang franchisor sebagai pihak yang lebih kuat cenderung mendikte keinginannya. 27 Dalam hal ini maka diperlukan prinsip keadilan dalam menjalankan bisnis waralaba, kegunaanya adalah untuk terlindunginya kepentingan-kepentingan para pihak dalam praktik bisnis waralaba dimaksud. Dalam menjalankan bisnis usaha waralaba, kedua pihak terlebih dahulu membuat perjanjian sebagai aturan yang akan berguna untuk melindungi kepentingan-kepentingan franchisee dan franchisor pada laut bisnis waralaba tersebut dilaksanakan. Sehingga dikemudian hari tidak menimbulkan permasalahan bisnis yang pelik, dan 25 Ibid, hal 50 26 Ibid, hal 57 27 Adrian Sutedi, Hukum Waralaba, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008, hal 1 Universitas Sumatera Utara apabila terdapat sengketa yang mungkin timbul di kemudian hari maka dapat dipilih penyelesaian hukum sesuai dengan kehendak para pihak. Adanya kekuatan aturan-aturan akan memberikan jaminan kepada franchisor bahwa usaha waralaba yang dimilikinya benar-benar legal. Sedangkan dari pihak franchisee, sistem waralaba akan melindungi dari praktik monopoli. 28 Untuk mencapai keadilan yang memberikan perlindungan bagi kedua pihak maka, disamping ketentuan hukum, yang terdapat dalam perjanjian antara franchisee dan franchisor juga diperlukan pranata hukum yang memadai untuk mengatur praktik pelaksanaan perjanjian bisnis waralaba dalam suatu negara, agar tercipta kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat dalam bisnis tersebut. Perkembangan bisnis waralaba yang semakin marak dan kompleks dalam praktiknya telah memunculkan fenomena – fenomena baru baik dari aspek bisnis, maupun hukum, khususnya yang menghendaki adanya pengaturan yang lebih kompherensif untuk terciptanya kepastian hukum, perlindungan hukum dan kerja sama yang saling menguntungkan, diantara franchisee dan franchisor.

2.2 Teori Ekonomi Neo Klasik oleh William Beveridge