Sebenarnya mediasi  sulit  didefinisikan karena pengertian tersebut sering digunakan oleh para pemakainya dengan tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan mereka masing-
masing.  Misalnya,  dibeberapa  negara,  karena  pemerintahan  menyediakan  dana  untuk  lembaga mediasi  bagi  penyelesaian  sengketa  komersial,  banyak  lembaga  lain  menyebut  dirinya  sebagai
lembaga  mediasi.  Dalam  hal  ini,  di  sini  mediasi  mengalami  pengertian  berbeda  dengan  istilah lainnya,  misalnya  konsiliasi  usaha  mempertemukan  keinginan  pihak  yg  berselisih  untuk
mencapai  persetujuan  dan  menyelesaikan  perselisihan,  rekonsiliasi  perdamaian  kembali, konsultasi pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan, atau bahkan arbitrase.
54
4.  Arbitrase
Dalam kegiatan bisnis, arbitrase merupakan praktik untuk mengatur sendiri penyelesaian sengketa  di  antara  pelaku  usaha,  atas  dasar  perjanjian  yang  dilakukan  secara  tertulis,  dengan
menunjuk  arbiter  atau  para  arbiter.  Para  pelaku  usaha  tersebut  berjanji  akan  mentaati  putusan yang diambil oleh para arbiter yang telah mereka pilih.
Arbitrase  merupakan  cara  penyelesaian  sengketa  di  luar  pengadilan,  berdasarkan  pada perjanjian  arbitrase  yang  dibuat  oleh  para  pihak,  dan  dilakukan  oleh  arbiter  yang  dipilih  dan
diberi  kewenangan  mengamil  keputusan.  Arbitrase  merupakan  pilihan  yang  paling  menarik dalam penyelesaian sengketa, khususnya bagi kalangan pelaku usaha. Bahkan, arbitrase dinilai
sebagai  suatu  ”pengadilan  pengusaha”  yang  independen  guna  menyelesaikan  sengketa  yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka.
55
Secara umum arbitrase adalah suatu proses di mana dua pihak atau lebih menyerahkan sengketa mereka kepada satu orang atau lebih imparsial
disebut arbiter untuk memperoleh suatu putusan yang final dan mengikat.
54
Ibid, hal 2
55
Ibid, hal 4
Universitas Sumatera Utara
Dari  pengertian  itu  terdapat  tiga  hal  yang  harus  dipenuhi,  yaitu  :  adanya  suatu  sengketa, kesepakatan untuk menyerahkan ke pihak ketiga, dan terdapat suatu putusan yang bersifat final
dan mengikat bagi para pihak yang bersengketa. Dasar hukum arbitrase terdapat pada UU No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
56
.
Dalam  pasal  5  UU  No.  30  Tahun  1999  tentang  Arbitrase  dan  Alternatif  Penyelesaian Sengketa  disebutkan  bahwa  :  “Sengketa  yang  dapat  diselesaikan  melalui  arbitrase  hanya
sengketa  di  bidang  perdagangan,  dan  hak  yang  menurut  hukum  dan  peraturan  perundang- undangan  dikuasai  sepenuhnhya  oleh  pihak-
pihak  yang  bersengketa’  Dengan  demikian, sengketa seperti kasus-kasus keluarga atau perceraian, hak atas harta kekayaan tidak sepenuhnya
dikuasai oleh masing-masing pihak, tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase.
56
Ibid, hal 161
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Perlindungan  hukum  adalah  merupakan  hal  yang  mutlak  yang  harus  ada  dalam  suatu
perjanjian.  Dengan  terdapatnya  perlindungan  hukum,  maka  akan  menjamin  hak  dan kewajiban  yang  dimiliki  oleh  para  pihak.  Dalam  Perjanjian  Waralaba  di  Restoran  Khas
Amerika  AW  Plaza  Medan  Fair  Medan  perlindungan  hukum  yang  didapatkan  oleh
pihak  franchisor maupun  franchisee berjalan dengan baik.
2. Peraturan  Pemerintah  Nomor  42  Tahun  2007  tentang  Waralaba  beserta  Keputusan
Menteri  Perindustrian  dan  Perdagangan  Nomor  31M  DAGPER82008  tentang Penyelenggaraan  Waralaba,  belum  memberikan  perlindungan  hukum  yang  optimal
kepada  pihak  penerima  waralaba  Indonesia  karena  isiklausula  didalam  perjanjian
waralaba lebih banyak menguntungkan pihak pemberi waralaba.
3. Sejauh  ini  di  Restoran  Khas  Amerika  AW  Plaza  Medan  Fair  Medan,  franchisor  dan
franchisee melaksanakan isi perjanjian dengan baik.
5.2 Saran
1. Sebaiknya  perlindungan  hukum  yang  akan  diterima  franchisor  dan  franchisee  dalam
bisnis  waralaba  Restoran  Khas  Amerika  AW  Plaza  Medan  Fair  Medan,  adalah
perlindungan hukum yang bersifat timbal balik dengan titik berat  franchiseenya.
2. Hendaknya regulasi Pemerintah memberikan perlindungan yang setimpal sehingga asas
“keseimbangan” dapat terwujud pada pihak  franchisor dan franchisee.
Universitas Sumatera Utara