Bab ini merupakan penjelasan tentang gambaran umum wilayah penelitian dan biografi singkat bapak Jahuat Purba sebagai seniman musik tradisional
Simalungun. Wilayah yang dimaksud disini adalah bukan hanya lokasi penelitian, tetapi lebih terfokus kepada gambaran masyarakat Simalungun khususnya yang ada
di Panombean Pane secara umum. Namun sebelum membahas topik tersebut, akan diuraikan lebih dahulu Desa Tengkoh Simbolon, Kecamatan Panombean Pane,
Kebupaten Simalungun.
2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang penulis teliti berada di Desa Tengko yang merupakan tempat tinggal sekaligus sebagai tempat pembuatan Saligung bapak Ja Huat Purba
yang bertempat tinggal di Jalan Si batu-batu, Kecamatan Panombean Pane Kabupaten Simalungun. Menurut data yang didapat dari Kantor Lurah Desa Tengko,
Kecamatan Panombean Panei merupakan salah satu kecamatan baru di Kabupaten Simalungun. Kecamatan ini pemekaran dari Kecamatan Panei memiliki luas 82,2
Km
2.
, dengan letak geografis • sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai
• sebelah Selatan berbatasan dengan kecamtan Sidamanik dan kecamatan Panei • sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Raya
• sebelah Timur berbatasan dengan Kota Pematangsiantar.
Jarak Kecamatan Panombean Panei dari Pematang Raya Ibukota Kabupaten Simalungun ± 20 Km.
2.2 Keadaan Penduduk
Universitas Sumatera Utara
Pada awalnya penduduk asli Desa Tengko didominasi oleh suku Simalungun, namun setelah terjadi urbanisasi kependudukan, Desa Tengko menjadi bersifat
heterogen, kerena terdiri dari berbagai ragam suku dan etnis, yaitu Simalungun, Toba, Mandailing, Angkola, Jawa, Aceh
. Pada tahun 2011 penduduk Desa tengko
simbolon mencapai 1.918 jiwa. Dengan jumlah rumah tangga 518. dengan kepadatan penduduk 85 jiwa per km2. Penduduk laki-laki di Desa Simbolon tengko lebih
banyak dari penduduk perempuan. Pada tahun 2011 penduduk Desa Simbolon Tengko yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 966 jiwa dan penduduk
perempuan 952 jiwa. Secara Etimologi kata “Simalungun” dapat dibagi kedalam tiga suku kata
yaitu: Si berarti “Orang”, ma sebagai kata sambung berarti “yang” dan lungun
berarti “sunyi, kesepian”. Dengan demikian, Simalungun berarti “ia yang bersedih hati, sunyi dan kesepian.
Secara umum masyarakat Simalungun yang tinggal di wilayah Simalungun maupun di perantauan merupakan suatu pribadi yang pendiam dan tertutup
. Menurut
Hendrik Kraemer ketika berkunjung ke Tanah Batak pada bulan Februari-April tahun 1930 melaporkan bahwa jika dibandingkan dengan orang Batak Toba, orang
Simalungun jelas lebih berwatak halus, lebih suka menyendiri di hutan dan secara alamiah kurang bersemangat dibandingkan dengan orang Batak Toba. Hal yang
senada juga dikatakan oleh Walter Lempp tentang tabiat daripada masyarakat Simalungun yaitu orang Simalungun lebih halus dan tingkah lakunya hormat sekali,
tidak pernah keras atau meletus, meskipun sakit hati. Hal itu dimungkinkan karena suku Simalungun satu-satunya yang pernah dijajah oleh suatu kerajaan di Jawa yang
berkedudukan di Tanah Jawa. Masyarakat Simalungun yang bertempat tinggal di Kecamatan Panombean Pane mengenal satu lembaga adat yang disebut Partuha
Universitas Sumatera Utara
Maujana Simalungun. Lembaga adat ini telah ada mulai dari tingkat Serikat Tolong menolong STM, Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Pusat.
Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Panombean pane, pada umumnya bekerja sebagai Petani, Buruh, Wiraswasta, dan Pegawai Negeri Sipil. Menurut
wawancara penulis dengan bapak Ja Huat Purba pekerjaan beliau adalah Sebagai pemain musik Sarunei Simalungun, dan bertani adalah pekerjaan sampingan beliau.
Untuk membuat Saligung Simalungun dilakukan Bapak Ja Huat purba apabila adanya pesanan untuk membuat alat musik Saligung tersebut.
2.3 Sistem Bahasa