Bungkuk melarikan diri ke kerajaan Batangiou dan mengaku bahwa dirinya adalah Sinaga.
Menurut Taralamsyah Saragih, nenek moyang mereka ini kemudian menjadi raja Tanoh Djawa dengan marga Sinaga Dadihoyong setelah ia mengalahkan Tuan
Raya Si Tonggang marga Sinaga dari kerajaan Batangiou dalam suatu ritual adu sumpah Sibijaon. Tideman, 1922.
2.6 Sistem Kepercayaan
Sepanjang yang dapat diketahui melalui catatan analisis Tiongkok sewaktu Dinasty SWI 570-620 Kerajaan Nagur sebagai Simalungun Tua, telah banyak
disebut-sebut dalam hasil penelitian Sutan Martua Raja Siregar yang dimuat dalam Buku Sejarah Batak oleh Batara Sangti Simanjuntak, dimana dinyatakan bahwa pada
abad ke V sudah ada Kerajaan “Nagur” sebagai satu “Simalungun Batak Friest Kingdom” yang sudah mempunyai hubungan dagang dengan bangsa-bangsa lain
terutama dengan Tiongkok China. Menurut Hikayat “Parpandanan Na Bolag” Pustaha Laklak lama
Simalungun bahwa wilayah Kerajaan Parpandanan Na Bolag Nagur hampir meliputi seluruh Perca Sumatera bagian Utara , yang terbentang luas dari pantai
Barat berbatas dengan Lautan Hindia, sampai ke Sebelah Timur dengan Selat Malaka, dari Sebelah Utara berbatas dengan yang disebut Jayu Aceh sekarang
sampai berbatas dengan Toba di sebelah Selatan. Agama yang dianut kerajaan Nagur adalah Animisme yang disebut dengan
supajuh begu-begusipele begu. Sebagai jabatan pendeta disebut Datu, mereka percaya akan adanya sang pencipta alam yang bersemayam di langit tertinggi, dan
mengenal adanya tiga Dewa, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Naibata na i baboui nagori atas di Benua Atas 2. Naibata na i tongahi nagori tongah di Benua Tengah
3. Naibata na i toruhi nagori toruh di Benua Bawah Pemanggilan arwah nenek moyang disebut “Pahutahon” yaitu melalui
upacara ritual, dimana dalam acara itu roh tersebut hadir melalui “Paninggiran” kesurupan salah seorang keturunannya atau seseorang yang mempunyai
kemampuan sebagai perantara paniaran. Menurut penelitian G.L Tichelman dan P. Voorhoeve seperti dimuat dalam
bukunya “Steenplastiek Simaloengoen” terbitan Kohler Co Medan tahun 1936 bahwa di Simalungun kerajaan Nagur terdapat 156 Panghulubalang Berhala yaitu
patung-patung batu yang ditempatkan pada tempat yang dikeramatkan Sinumbah dan ditempat inilah dilakukan upacara pemujaan.
Pelaksanaan urusan kepercayaan diserahkan kepada “Datu” yang disebut juga “Guru”. Pimpinan “datu-datu” ini ialah “GURU BOLON”. Setiap DatuGuru
mempunyai “Tongkat Sihir” atau “Tungkot Tunggal Panaluan” yang diperbuat dari kayu tanggulan yang diukir dengan gana-gana bersambung-sambung untuk mengusir
penyakit. Acara kepercayaan itu dipegang penuh oleh Datu, baik di istana maupun di tengah-tengah masyarakat umum. Raja-raja dan kaum bangsawan mereka sebut
juga “tuhan” bukan saja disegani tetapi ditakuti masyarakat, tetapi akhirnya sesudah masuknya agama Islam dan Kristen sebutan tersebut berubah menjadi Tuan.
Masuknya Agama Islam ke Simalungun adalah pada abad ke-15 melalui daerah Asahan dan Bedagai yang dibawa oleh orang-orang dari kerajaan Aceh.
Awalnya perkembangan Agama Islam berada di daerah sekitar Perdagangan dan Bandar Sihotang 1993:23.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian sekitar tahun 1903, Gereja Batak Toba HKBP yang berada dalam fase perkembangan kemudian berkembang hingga menjangkau masyarakat di
luar lingkungan mereka sendiri. Pada suatu konferensi yang dilakukan pada tahun tersebut diambil suatu keputusan untuk memulai karya misi pada masyarakat
Simalungun. Kelompok Kristen Simalungun yang masuk dari upaya ini pada awalnya hanya sekadar bagian dari Gereja Batak Toba dinamakan HKBP-S.
Namun pada tahun 1964 terjadi pemisahan dan lahirlah organisasi baru yang menamakan diri sebagai Gereja Kristen Protestan Simalungun GKPS. Salah
satu bagian integral dari proses Kristenisasi adalah berupa pendirian gereja-gereja dan sekolah-sekolah. Di sana anak-anak dan orang-orang dewasa dapat belajar
membaca dan menulis dalam bahasa mereka sendiri dan kemudian dalam bahasa Indonesia.
2.7 Biografi Singkat Bapak Ja Huat Purba