Rencana Tata Ruang Wilayah Pengembangan Kawasan Mangrove

31

2.7.2. Rencana Tata Ruang Wilayah

Perencanaan tata ruang wilayah sebagai produk hukum disamping sebagai pedoman untuk perencanaan pembangunan, juga sebagai pemacu pembangunan agar pemanfaatan sumberdaya alam yang ada dikelola bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mendukung kemandirian daerah. Dengan potensi pantai, pesisir dan laut yang menjadi kewenangan daerah, maka dalam jangka mendatang diharapkan mampu untuk lebih mendukung kemandirian daerah dalam pengembangan wilayahnya. Sesuai dengan Pasal 9 UU Nomor 22 Tahun 1999, di mana propinsi sebagai daerah otonom berwenang dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu antara lain : Perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro, pengelolaan pelabuhan regional, pengendalian lingkungan hidup, promosi dagang dan budayapariwisata dan perencanaan tata ruang. Seperti yang dikemukakan oleh Dahuri 2001 bahwa dalam upaya pengelolaan maupun pemanfaatan potensi dan peluang-peluang dalam pendayagunaan sumberdaya dan pengendalian pelestarian lingkungan yang meliputi konservasi, rehabilitasi, pengamanan, keselamatan, pencemaran, dan lain sebagainya pada kawasan pesisir dan laut, perlu diupayakan penyempurnaan peraturan tentang : 1. Pemanfaatan ruang wilayah secara operasional, sehingga dapat memberikan kemudahanpedoman dalam pengembangan wilayah secara lebih efisien dan efektif bagi semua sektor pembangunan. 2. Upaya pengendalian pemanfaatan sumberdaya yang ada dengan perencanaan yang tepat dalam menangani konservasi kawasan pantai, pesisir dan laut guna menjamin keberlanjutan fungsi kawasan melalui rehabilitasi dan pelestarian SDA dan lingkungan hidup taman laut, terumbu karang, bakaumangrove, dan sebagainya. 3. Upaya pengelolaan pemanfaatan sumberdaya secara terpadu dan sinergis antara pantai, pesisir dan laut terhadap pengembangan kawasan strategis regional lintas wilayah dan sektor. 32

2.7.3. Pengembangan Kawasan Mangrove

Secara ekologi ada lima persyaratan agar pembangunan suatu wilayah pesisir dan laut baik pada tingkat kabupaten kota, propinsi, negara atau dunia, berlangsung secara berkelanjutan : 1. Pertama adalah perlu adanya keharmonisan ruang spatial harmony untuk kehidupan manusia dan kegiatan pembangunan yang dituangkan dalam peta tata ruang. Suatu wilayah hendaknya dipilah menjadi 3 zona = Preservasi : Konservasi : Pemanfaatan 20 : 20 : 60 Gambar 2-4 Ilustrasi Kawasan Pesisir Hipotetik Dahuri, 2004 MANGROVE DAERAH BERBUKIT RUMPUT LAUT PANTAI PASIR PUTIH PULAU PENGHALANG TELUK DALAM

A. KONDI SI KAWASAN PESI SI R HI POTETI K LAUT

33 Gambar 2-5 Alternatif Penataan Ruang Zonasi Kawasan Dahuri, 2004 2. Kedua adalah bahwa tingkatlaju rate pemanfaatan sumberdaya dapat pulih seperti sumberdaya perikanan dan hutan mangrove tidak boleh melebihi kemampuan pulih renewable capacity dari sumberdaya tersebut dalam kurun waktu tertentu. Dalam terminologi pengelolaan sumberdaya perikanan, kemampuan pulih termaksud lazim disebut potensi lestari Maximum Sustainable Yield, MSY, sedangkan dalam pengelolaan hutan mangrove biasanya dinamakan sebagai jatah tebangan yang diperbolehkan Total Allowance Harvest, TAH. 3. Ketiga, jika kita mengeksploitasi bahan tambang dan mineral sumberdaya tidak dapat pulih harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak merusak lingkungan agar tidak mematikan kelayakan usaha viability sektor pembangunan ekonomi lainnya. Sebagian keuntungan economic rent dari usaha pertambangan tersebut hendaknya diinvestasikan untuk mengembangkan bahan sumberdaya substitusinya dan kegiatan-kegiatan ekonomi yang berkelanjutan sustainable economic activities Æ perikanan, pertanian, industri pengolahan produk perikanan dan pertanian, pariwisata, industri rumah tangga home industries berbasis sumberdaya dapat pulih.

B. ALTERNATI F PENATAAN RUANG ZONASI KAWASAN PESI SI R

KOTA PADAT ZONA PRESERVASI PEMUKIMAN DENGAN PENDUDUK JARANG ZONA KONSERVASI MANGROVE PULAU PENGHALANG DAERAH BERBUKIT TELUK DALAM PANTAI PASIR PUTIH LAUT 34 4. Keempat, ketika kita membuang limbah ke lingkungan pesisir dan lautan, maka: 1 jenis limbah yang dibuang bukan yang bersifat B3 Bahan Berbahaya Beracun, tetapi jenis limbah yang dapat diuraikan di alam biodegradable termasuk limbah organik dan unsur hara. 2 Jumlah limbah non- B3 yang dibuang ke laut tidak boleh melebihi kapasitas asimilasi lingkungan laut. 3 Semua limbah B3 tidak diperkenankan dibuang ke lingkungan alam termasuk pesisir dan lautan, tetapi harus diolah di fasilitas Pengolahan Limbah B3. 5. Kelima, manakala kita memodifikasi bentang alam pesisir dan lautan untuk membangun dermaga jetty, pemecah gelombang breakwaters, pelabuhan laut, hotel, anjungan minyak oil rigs, marina, dan infrastruktur lainnya, maka: Harus menyesuaikan dengan karakteristik dan dinamika alamiah lingkungan pesisir dan lautan, seperti pola arus, pasang surut, sifat geologi dan geomorfologi sediment budget, serta sifat biologis dan kimiawi, Æ merancang dan membangun kawasan pesisir dan laut sesuai dengan kaidah-kaidah alam design and construction with nature.

2.7.4. Analisis SWOT Strength, Weaknesses, Opportunities dan Threats