daya tahan tubuh terhadap penyakit, karena kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko tuberkulosis paru.
d. Pendidikan
Pendidikan berkaitan dengan pengetahuan penderita, hal ini menunjukkan bahwa pendidikan
mempengaruhi kesuksesan pengobatan penderita. Pengetahuan sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan Kemenkes RI DirJend PP PL, 2011a. Semakin
tinggi tingkat pendidikan, maka semakin baik penerimaan informasi tentang pengobatan dan penyakitnya sehingga akan semakin tuntas proses pengobatan
dan penyembuhannya, termasuk penyakit TB paru. Fahrudda 2001 mendapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan penderita yang dikategorikan
rendah akan berisiko lebih dari 2 kali untuk terjadi kegagalan pengobatan dibandingkan dengan penderita dengan tingkat pengetahuan tinggi.
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perilaku kesehatan individu atau masyarakat dan perilaku terhadap penggunaansarana pelayanan kesehatan
yang tersedia. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang lebih tinggi Notoatmojo, 2003. Proporsi kejadian
TB lebih banyak terjadi pada kelompok yang mempunyai pendidikan yang rendah, dimana kelompok ini lebih banyak mencari pengobatan tradisional
dibandingkan pelayanan medis Desmon, 2006.
e. Tingkat pendapatan
Pendapatan keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam upaya pencegahan penyakit, karena dengan pendapatan yang cukup maka akan ada
kemampuan menyediakan biaya kesehatan serta mampu menciptakan lingkungan rumah yang sehat dan makanan yang bergizi Desmon, 2006.
Kemiskinan memudahkan infeksi tuberkulosis berkembang menjadi penyakit tuberkulosis. Sembilan puluh persen penderita TB terjadi pada penduduk
Universitas Sumatera Utara
dengan status ekonomi rendah atau miskin dan umumnya terjadi pada negara berkembang termasuk Indonesia Crofton, 2002 dan WHO, 2003.
Menurut Pertiwi 2004, orang yang memiliki penghasilan yang rendah memiliki risiko 2,4 kali untuk menderita penyakit TB dibandingkan dengan
orang yang memiliki penghasilan yang tinggi. Hasil penelitian Mahpudin 2006 juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian TB paru BTA positif salah satunya adalah pendapatan perkapita dengan OR 2,145.
Tingkat pendapatan yang rendah diduga mempengaruhi perubahan konversi sputum menjadi negatif pada akhir masa intensif. Hal ini karena
dengan kondisi keuangan yang kurang baik maka orang akan sulit membayar biaya berobat, transport, memperbaiki pola makan dan sebagainya sehingga
pengobatan dihentikan sendiri karena kehabisan dana Robert, 2002.
f. Kepatuhan berobat