Keberadaan Murabahah dalam Hukum Positif di Indonesia

52 BAB III PENGATURAN MURABAHAH DALAM KEGIATAN PERBANKAN SYARIAH

A. Keberadaan Murabahah dalam Hukum Positif di Indonesia

Ketentuan fiqh di Indonesia yang mengatur tentang transaksi murabahah yang telah diadopsi ke dalam hukum positif diwujudkan dalam peraturan Bank Indonesia yang merupakan hasil ijtihad para ulama Indonesia yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 746PBI2005 tentang Akad Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Akad murabahah atau akad jual beli, adalah salah satu akad yang sering dimunculkan dalam perbankan syariah untuk kegiatan perusahaan dalam pembiayaan syariah. Akad ini sering ditawarkan oleh pihak bank kepada nasabah dan sering juga masyarakat menggunakannya, dengan alasan keunggulan dari akad murabahah itu sendiri yaitu diantaranya jual beli dalam perbankan syariah adalah bank dapat memotong mata rantai jual beli, bank dapat pula menguasai mata rantai dalam jual beli produsen, distributor, agen, sampai toko sekalipun. 53 53 Wiroso, Jual Beli Murabahah, Jakarta : UII Press, 2005, hlm. 13-14. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 65 Dalam mata rantai tersebut minimal bank syariah bisa menjalin kerjasama dengan agen. Sedangkan apabila dalam perbankan konvensional, mata rantai jual beli hanya bisa melalui toko saja. Hal inilah yang akhirnya menjadi kompetisi dan keunggulan antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Pengertian Murabahah sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Bank Indonesia Nomor 746PBI2005 adalah : “Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok bank ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati.” 67 Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 746PBI2005 tentang Akad Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Pada Pasal 9, mengenai Penyaluran Dana Berdasarkan Murabahah, Salam dan Istishna’, pada ayat 1 menyatakan bahwa kegiatan penyaluran dana dalam bentuk murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut : 1. Bank menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli barang. 2. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada bank ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah. 3. Bank dapat membiaya sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4. Dalam hal bank mewakililkan kepada nasabah wakalah untuk membeli barang, maka Akad Murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. 67 Peraturan Bank Indonesia Nomor 746PBI2005 : “Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok bang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati.” UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 66 5. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah. 6. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan agunan tambahan selain barang yang dibiayai bank. 7. Kesepakatan marjin harus ditentukan satu kali pada awal Akad dan tidak berubah selama period Akad. 8. Angsuran pembiayaan selama periode Akad harus dilakukan secara proporsional. Pada ayat 2 dinyatakan bahwa dalam hal bank meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun sebagaimana dimaksudkan pada ayat 1 huruf e maka berlaku ketentuan sebagai berikut : 1. Dalam hal uang muka, jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang harus ditanggung oleh bank, maka bank dapat meminta lagi pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah. 2.Dalam hal urbun, jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah dibayarkan nasabah menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut, dan jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 67 Secara aplikatif Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa Nomor 04DSN-MUIIV2000 tentang Transaksi Murabahah untuk Bank Syariah di Indonesia sebagai berikut : 1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus dan bebas riba. 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah pemesan dengan harga jual senilai harga plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberi tahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 68 Secara naturnya transaksi jual beli ini bank dapat memiliki barang persediaan yang dapat diperjual belikan, akan tetapi karena kendala teknis dan biaya, maka bank melakukan transaksi jual beli kepada nasabah dengan didukung oleh supplier penyedia barang dan pihak ketiga lainnya sehingga disatu sisi memudahkan bagi bank dan disisi lain berpotensi kepada risiko yang harus ditanggung oleh bank dan nasabah. Memang secara teoritis bahwa yang terpenting pertama adalah karakter dari nasabah calon penerima pembiayaan nasabah debitur, karena jika karakternya baik, sekalipun kondisinya buruk, nasabah debitur akan tetap berusaha serius dan dengan jujur mengembalikan dana pembiayaan yang telah disepakati dalam perjanjian. 68 Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya jaminan sangat menentukan tingkat keamanan pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Di samping itu, keberadaan agunan menjadi sangat penting, dan hal ini berhubungan dengan filosofi dasar dari dana bank, yaitu bahwa dana bank adalah dana nasabah, dana masyarakat, yang oleh karenanya harus dilindungi dan digunakan secara sangat hati-hati.

B. Landasan Syariah dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang