Pemetaan kawasan berpotensi banjir menggunakan sistem informasi georafis

(1)

(Studi Kasus Kabupaten Indramayu, Jawa Barat)

ARTINY MARTHA A14060828

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

SUMMARY

ARTINY MARTHA. Mapping of Potential Flood Area using Geographic Information System (Case Study of Indramayu Regency, West Java Province) (Supervised by MUHAMMAD ARDIANSYAH and WIDIATMAKA)

Remote Sensing and Geographic Information System (GIS) can be applied to identify potential flood area. Remote Sensing helps to extract information without direct interaction with the object. On the other hand, GIS can be used to identify flood prone of an area using overlay method toward the parameters that causes flood phenomena.

The object of this research was to mapping the vulnerability of flood area in Indramayu Regency using cartography models of biophysics parameters, to study the distribution and characteristic of flood area in Indramayu Regency, and to study the result using different rainfall parameters and weight category for mapping vulnerable flood area in Indramayu Regency.

Data processing was done using software such as ArcView 3.3, ERDAS Imagine 9.1, and Frame & Fill (USGS). The used data are rainfall, Landsat Imagery; DEM, SRTM data; soil map, river map, and landform map. The methods consist of imagery analysis, DEM data analysis, rainfall data analysis, attribute data analysis, spatial analysis dan vulnerabilty class analysis.

Rainfall parameter divided into two groups, the first group used annual mean rainfall data and the second group used monthly mean rainfall data (three-month peak of rainy season). Proportion of parameters that called as a weight category in this research divided into two groups, the first group with different weight and the second group with equal weight.

The results showed that Indramayu Regency can be concluded as a potential flood area, where the north side of Indramayu Regency is more vulnerable rather than the south side. The land characteristic of the potential flood area are flat area, alluvial plains, bad drainage, and paddy field land cover. The map that using monthly mean rainfall data and different weight is more representative for mapping flood area in Indramayu Regency.


(3)

ARTINY MARTHA. Pemetaan Kawasan Berpotensi Banjir Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Kabupaten Indramayu, Jawa Barat) (Dibawah Bimbingan MUHAMMAD ARDIANSYAH dan WIDIATMAKA)

Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat diaplikasikan untuk mengidentifikasi potensi banjir suatu wilayah. Penginderaan Jauh memudahkan dalam memperoleh informasi yang ada di lapang tanpa harus langsung berinteraksi dengan objek. Disisi lain, SIG dapat dengan cepat mengidentifikasi kerentanan banjir suatu wilayah dengan menggunakan pemodelan kartografi atau overlay (tumpang susun) terhadap faktor-faktor penyebab/ parameter banjir.

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan potensi banjir di Kabupaten Indramayu menggunakan pemodelan kartografi (SIG) dari parameter biofisik, mengetahui mengetahui penyebaran dan karakteristik daerah banjir di Kabupaten Indramayu dan mempelajari hasil peta dengan penggunaan parameter curah hujan dan nilai bobot yang berbeda dalam pemetaan kerawanan banjir di Kabupaten Indramayu.

Pengolahan data dilakukan secara digital menggunakan software ArcView 3.3, ERDAS Imagine 9.1, Frame and Fill dari USGS. Data yang digunakan adalah data curah hujan; citra Landsat; data DEM, SRTM; peta tanah, peta sungai dan peta landform. Metode yang digunakan adalah analisis Citra Landsat dan DEM SRTM, analisis data curah hujan, analisis peta tematik, analisis atribut, analisis keruangan dan analisis tingkat kerawanan.

Parameter curah hujan yang digunakan dibagi menjadi dua kelompok : curah hujan rata-rata tahunan dan curah hujan rata-rata bulanan (tiga bulan puncak musim hujan). Nilai bobot pada penelitian ini juga terbagi menjadi dua kelompok, yaitu bobot 1 dengan bobot berbeda dan bobot 2 dengan bobot sama.

Hasil dari keempat peta menunjukkan bahwa Kabupaten Indramayu tergolong rawan banjir dengan wilayah bagian utara Kabupaten Indramayu yang lebih rawan banjir bila dibandingkan dengan wilayah bagian selatan. Karakteristik fisik wilayah rawan adalah kelas lereng datar, bentuk lahan dataran aluvial, drainase buruk, dan penutupan lahan berupa sawah. Peta kerawanan banjir yang menggunakan parameter kelas curah hujan rata-rata bulanan dan bobot 1 (bobot sama) lebih mewakili kejadian nyata di lapang untuk pemetaan daerah rawan banjir di Kabupaten Indramayu.


(4)

PEMETAAN KAWASAN BERPOTENSI BANJIR

MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEORAFIS

(Studi Kasus Kabupaten Indramayu, Jawa Barat)

ARTINY MARTHA A14060828

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(5)

(Studi Kasus Kabupaten Indramayu, Jawa Barat) Nama Mahasiswa : Artiny Martha

Nomor Pokok : A14060828

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah Dr. Ir. Widiatmaka, DAA

NIP. 19630604 198811 1 001 NIP. 19621201 198703 1 002

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP. 19621113 198703 1 003


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 April 1988 merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis adalah puteri dari pasangan Bapak Fransiscus Sinaga dan Ibu Emma Amaliah.

Penulis memulai masa sekolahnya di Taman Kanak-kanak Bunda Asuh Nanda, Bandung hingga tahun 1994. Penulis melanjutkan pendidikan ke SD Negeri Kayu Putih 09 Pagi/Siemens Jakarta dan lulus pada tahun 2000. Setelah itu melanjutkan ke SMP Negeri 99 Jakarta dan lulus pada tahun 2003. Kemudian penulis meneruskan pendidikan ke SMA Negeri 81 Jakarta dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Setelah menyelesaikan masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis diterima di program studi (mayor) Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sebagai pelengkap kompetensi mayor, penulis mengambil kompetensi minor Komunikasi di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Selama menyelesaikan pendidikannya di IPB, penulis pernah berperan aktif di beberapa kepanitiaan acara besar di kampus maupun departemen. Penulis juga pernah diamanahkan sebagai sekretaris Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (BP-HMIT) periode 2009-2010. Selain itu, penulis pernah berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra dan mata kuliah Geomorfologi dan Analisis Lanskap.


(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemetaan Kawasan Berpotensi Banjir Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Kabupaten Indramayu, Jawa Barat)”, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah sebagai pembimbing I atas kesabaran, bimbingan, saran, masukan sejak dimulainya penelitian ini hingga selesai penulisan.

2. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA atas kesediaannya sebagai pembimbing II, saran, dan masukan yang diberikan.

3. Dr. Ir. Khursatul Munibah, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi.

4. Keluarga yang selalu mendukung penulis terutama kedua orang tua penulis atas doa, kasih sayang, pengorbanan, kepercayaan, dan bimbingan yang tulus dan tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan hingga jenjang S1.

5. Seluruh Dosen dan jajaran Staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan atas ilmu dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi.

6. Tubagus Farih Mufti atas kebersamaan yang pernah ada juga atas masukan dan teguran yang penulis terima.

7. Teman-teman satu laboratorium yang pernah membantu penulis dalam penyelesaian penelitian ini : Miranty, Luluk, Poppy, Annisa, Ivong, Kak Bambang, dan Kak Ikhsan

8. Teman-teman semenjak masa TPB : Anggraini, Yolanda, Hadhianto, Dita, Trista, Randi.


(8)

ii

10.Teman-teman di Manajemen Sumberdaya Lahan : Laras, Octovia, Nurul, Dina, DR-mania, teman-teman dari lab. kesuburan, lab. pengembangan wilayah, lab. bioteknologi, lab. KTA, dan lab. genesis yang tidak dapat saya sebutkan secara penuh satu per satu.

11. Seluruh pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu terselesaikannya penulisan skipsi ini.

Bogor, 2011


(9)

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI ...iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN ...vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Banjir... 3

2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir... 3

2.3 Penginderaan Jauh ... 4

2.4 Sistem Informasi Geografis... 6

2.5 Integrasi Penginderaan Jauh dan SIG ... 7

2.6 Aplikasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk Pemetaan Kerawanan Banjir ... 8

2.7 Parameter Pemetaan Kerawanan Banjir... 9

2.7.1 Kriteria Parameter Kerawanan Banjir ... 11

2.7.2 Pembobotan Parameter Kerawanan Banjir... 13

III. BAHAN DAN METODE... 15

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian... 15

3.2 Alat dan Bahan ... 15

3.3 Tahapan Penelitian... 16

3.4 Metode Pengolahan Data ... 19

3.4.1 Analisis Citra Landsat dan DEM SRTM... 19

3.4.2 Analisis Data Curah Hujan... 19

3.4.3 Analisis Peta Tematik... 20

3.4.4 Analisis Atribut ... 21

3.4.5 Analisis Keruangan dan Analisis Tingkat Kerawanan... 23

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN... 25


(10)

iv

4.2 Drainase... 28

4.3 Bentuk Lahan... 28

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 30

5.1 Penutupan Lahan ... 30

5.2 Curah Hujan ... 31

5.3 Peta Rawan Banjir dan Karakteristik Wilayah Rawan Banjir... 33

5.3.1 Peta Rawan Banjir dengan CH Tahunan dan Bobot 1 ... 34

5.3.2 Peta Rawan Banjir dengan CH Tahunan dan Bobot 2 ... 35

5.3.3 Peta Rawan Banjir dengan CH Bulanan dan Bobot 1... 37

5.3.4 Peta Rawan Banjir dengan CH Bulanan dan Bobot 2... 38

5.4 Kejadian Banjir dan Hubungannya dengan Peta Rawan Banjir... 40

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 47

6.1 Kesimpulan... 47

6.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA... 48


(11)

Nomor Halaman

1 Band Landsat 7 dan Kegunaanya ... 6

2 Contoh Pembagian Kelas Parameter Banjir Beserta Nilai Skor... 10

3 Software yang Digunakan dan Fungsinya... 16

4 Pembagian Kelas, Skoring , dan Pembobotan Masing-masing Parameter Banjir... 22

5 Kelas Potensi Banjir... 24

6 Kelas Ketinggian ... 26

7 Kelas Lereng... 27

8 Kelas Drainase... 28

9 Kelas Bentuk Lahan... 29

10 Penutupan Lahan ... 31

11 Kelas Curah Hujan Rata-rata Tahunan ... 32

12 Kelas Curah Hujan Rata-rata Bulanan... 33

13 Luas Kelas Kerawanan Banjir CH Tahunan (Bobot 1) ... 35

14 Luas Kelas Kerawanan Banjir CH Tahunan (Bobot 2) ... 36

15 Luas Kelas Kerawanan Banjir CH Bulanan (Bobot 1) ... 38


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Peta Lokasi Penelitian... 15

2 Tahapan Penelitian... 18

3 Buffer Sungai... 20

4 Peta Kecamatan di Kabupaten Indramayu ... 25

5 Peta Kelas Ketinggian... 26

6 Peta Kelas Lereng ... 27

7 Peta Kelas Drainase ... 28

8 Peta Bentuk Lahan ... 29

9 Peta Penutupan Lahan... 30

10 Peta Kelas Curah Hujan Tahunan... 32

11 Peta Kelas Curah Hujan Bulanan ... 33

12 Peta Kelas Rawan Banjir CH Tahunan (Bobot 1) ... 34

13 Peta Kelas Rawan Banjir CH Tahunan (Bobot 2) ... 36

14 Peta Kelas Rawan Banjir CH Bulanan (Bobot 1)... 37


(13)

Nomor Halaman 1 Contoh Pembagian Kelas Parameter Banjir ... 52 2 Contoh Pembobotan Parameter Kerawanan Banjir ... 55 3 Data Curah Hujan Wilayah Kabupaten Indramayu ... 56


(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banjir merupakan salah satu fenomena yang sering terjadi di musim penghujan. Banjir tidak terlepas dari faktor alam dan faktor manusia. Faktor iklim dan faktor fisik daerah alir sungai (DAS) merupakan faktor alam yang saling terkait dalam kejadian banjir. Faktor iklim yang terkait dengan banjir adalah hujan, dimana hujan merupakan sumber air terjadinya suatu kejadian banjir. Faktor fisik dari DAS yang mempengaruhi terjadinya banjir adalah faktor lereng, kemampuan tanah dalam meresapkan air hujan serta jarak dari badan air. Wilayah yang lebih rentan terhadap genangan air, diantaranya wilayah yang datar, dekat dengan sungai, dan berdrainase buruk. Faktor aktifitas manusia dalam menggunakan lahan mempengaruhi kondisi fisik DAS sehingga berpengaruh terhadap kejadian banjir.

Kabupaten Indramayu merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang bermasalah dengan banjir. Situs resmi pemerintah Kabupaten Indramayu,

indramayukab.go.id, menyebutkan bahwa morfologi daerah Indramayu secara umum berupa dataran rendah dan perbukitan rendah bergelombang, topografi didominasi dataran dengan kemiringan tanah rata-rata 0 - 2%, dimana ketinggian wilayah umumnya 0 - 18 m dpl. Gambaran tersebut menunjukan adanya peluang secara fisik dari Kabupaten Indramayu untuk mengalami kejadian banjir.

Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat diaplikasikan untuk mengidentifikasi potensi banjir suatu wilayah. Penginderaan Jauh memudahkan dalam perolehan informasi yang ada di lapang tanpa harus langsung berinteraksi dengan objek. Di sisi lain, SIG dapat dengan cepat mengidentifikasi kerentanan banjir suatu wilayah dengan menggunakan pemodelan kartografi terhadap faktor-faktor penyebab/ parameter banjir. Metode ini memudahkan dalam menganalisis dan mengidentifikasi daerah-daerah berpotensi banjir.


(15)

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan peta potensi banjir di Kabupaten Indramayu menggunakan pemodelan kartografi (SIG) dari parameter biofisik.

2. Mengetahui penyebaran dan karakteristik daerah banjir di Kabupaten Indramayu.

3. Mempelajari hasil peta dengan penggunaan parameter curah hujan dan nilai bobot yang berbeda dalam pemetaan kerawanan banjir di Kabupaten Indramayu.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Banjir

Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang sering terjadi di berbagai wilayah. Richard (1995 dalam Suherlan 2001) mengartikan banjir dalam dua pengertian, yaitu : 1) meluapnya air sungai yang disebabkan oleh debit sungai yang melebihi daya tampung sungai pada keadaan curah hujan tinggi, 2) genangan pada daerah dataran rendah yang datar yang biasanya tidak tergenang.

Banjir dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lain faktor iklim dan faktor fisik wilayah tersebut. Faktor utama terjadinya banjir adalah faktor iklim, yaitu hujan. Hujan merupakan sumber air untuk terjadinya banjir. Banjir tidak akan terjadi bila permukaan yang terkena hujan mampu meresapkan air dengan baik, sehingga menurunkan jumlah air hujan yang langsung mengalir melalui permukaan (Adiningsih, 1998 dalam Sariwulan et al., 2000). Ini menunjukkan bahwa selain faktor utama berupa faktor iklim, faktor fisik wilayah juga mempengaruhi.

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam serta persoalan banjir yang disebabkan oleh aktifitas penduduk. Kondisi dan peristiwa alam yang dimaksud, antara lain curah hujan yang tinggi; jumlah aliran permukaan yang besar; melimpasnya air sungai; dan pembendungan muara sungai akibat air pasang dari laut. Faktor aktifitas penduduk berpengaruh terhadap kejadian banjir, seperti tumbuhnya daerah budidaya di daerah dataran banjir; penimbunan daerah rawa/situ atau reklamasi pantai; menyempitnya alur sungai akibat adanya pemukiman di sepanjang sempadan aliran sungai; dan pengendalian pemukiman di sepanjang sempadan sungai tidak dilaksanakan dengan baik.

2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

Tipologi kawasan rawan banjir merupakan pengelompokan kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana banjir, sesuai dengan karakteristik penyebab banjir. Adapun tipologi kawasan budidaya rawan bencana banjir menurutDirjen Penataan Ruang (2003) dibagi menjadi 4 kawasan, yaitu :


(17)

a. Daerah Pesisir Pantai

Daerah pesisir pantai merupakan daerah yang rawan banjir. Hal tersebut dikarenakan daerah pesisir merupakan dataran rendah yang elevasi permukaan tanahnya lebih rendah atau sama dengan elevasi air laut pasang rata-rata (mean sea level/ MSL) dan tempat bermuaranya sungai.

b. Daerah Dataran Banjir

Daerah dataran banjir adalah daerah dataran rendah di sisi sungai yang memiliki elevasi sangat landai dan relatif datar. Aliran air menuju sungai yang lambat akibat dataran banjir ini, mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap banjir baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan lokal. Bencana banjir umumnya terjadi terutama pada daerah yang dilalui sungai besar dengan debit banjir yang besar.

c. Daerah Sempadan Sungai

Daerah ini merupakan daerah rawan banjir, namun daerah ini sering dimanfaatkan sebagai tempat hunian dan kegiatan usaha. Akibatnya, apabila terjadi banjir akan menimbulkan dampak bencana yang membahayakan jiwa dan harta benda.

d. Daerah Cekungan

Daerah cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi (hulu sungai). Daerah cekungan dapat menjadi daerah rawan bencana banjir, bila penataan kawasan atau ruang tidak terkendali dan mempunyai sistem drainase yang kurang memadai.

2.3 Penginderaan Jauh

Penginderaan Jauh adalah ilmu, teknik, dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kieffer, 1994). Data Penginderaan Jauh dapat berupa citra, grafik, dan data numerik. Data tersebut dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek, daerah, atau fenomena yang diindera atau


(18)

5

diteliti. Proses penerjemahan data menjadi informasi disebut analisis dan interpretasi data.

Analisis data Penginderaan Jauh memerlukan data rujukan seperti peta tematik, data statistik, dan data lapangan. Hasil analisis yang diperoleh berupa informasi mengenai bentang lahan, jenis penutup lahan, kondisi lokasi, dan kondisi sumberdaya daerah yang diindera (Purwadhi, 2001). Informasi jenis penutupan lahan didapatkan dengan melakukan interpretasi terhadap citra satelit maupun foto udara. Jenis penutupan lahan merupakan parameter fisik yang banyak membantu berbagai analisa dan evaluasi dalam aplikasi penginderaan jauh. Penutupan lahan secara mudah didapatkan dari data Penginderaan Jauh sehingga lebih menghemat waktu dan biaya.

Salah satu bentuk data Penginderaan Jauh adalah citra satelit. Citra dari satelit Landsat merupakan salah satu citra satelit yang banyak digunakan dalam aplikasi Penginderaan Jauh karena cukup baik dalam interpretasi penutupan lahan daerah yang luas dan mudah didapatkan. Misi satelit Landsat yang terakhir diluncurkan ke orbit adalah Landsat 7 ETM+. Citra Landsat terdiri dari beberapa saluran yang memiliki kegunaan tertentu (Tabel 1).

Terhitung sejak tanggal 31 Mei 2003, Satelit Landsat-7 ETM+ dioperasikan dengan mode SLC-off akibat kerusakan pada salah satu instrument sensor yaitu

Scan Line Corrector (SLC) secara permanen (Julimantoro, 2004). Pada citra satelit Landsat-7 SLC-off ini, terdapat gap (bagian yang terlewat oleh sapuan sensor) pada data citra seluas 22% dari luasan citra. Koreksi terhadap gap ini dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan produk gap-filled (frame and fill) dari USGS. Produk ini memungkinkan koreksi citra utama dengan mengunakan citra kedua (pengisi) untuk mengisi wilayah gap. Koreksi dapat dilakukan dengan mengunakan citra pengisi SLC-on (SLC off to SLC-on) atau dengan citra pengisi SLC-off (SLC off to SLC-off).


(19)

Tabel 1 Band Landsat 7 dan Kegunaanya Saluran Kisaran Panjang

Gelombang Kegunaan Utama

1 0,45-0,52

Gelombang Biru

Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi. Pembedaan vegetasi dan lahan

2 0,52-0,60

Gelombang Hijau

Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakaan jenis vegetasi dan untuk membedakan tanaman sehat dan tidak sehat

3 0,63-0,69

Gelombang Merah

Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan korofil dan memudahkan pembedaan antara lahan terbuka terhadap lahan bervegetasi

4

0,76-0,90 Gelombang Inframerah Dekat

Saluran yang peka terhadap biomassa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman, memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta air

5

1,55-1,75 Gelombang Inframerah Pendek

Saluran penting untuk penentuan jenis tanaman, kandungan air tanaman, kondisi kelembaban tanah

6

10,40-12,50 Gelombang Inframerah Termal

Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah, dan sejumlah gejala lainnya yang berhubungan dengan panas

7 2,085-2,35

Inframerah Pendek

Untuk membedakan formasi batuan dan pemetaan hidrotermal

8 0,50-0,90

Pankromatik

Saluran ini digunakan untuk meningkatkan resolusi spasial

Sumber : Lillesand dan Kieffer,1994

2.4 Sistem Informasi Geografis

SIG menurut Aronof (1989 dalam Prahasta 2002) adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Prahasta (2002) menyebutkan bahwa SIG dapat merepresentasikan dunia nyata di atas monitor komputer sebagaimana lembaran peta dapat merepresentasikan dunia nyata di atas


(20)

7

kertas. Tetapi SIG memiliki kekuatan lebih dan fleksibelitas dari pada lembaran peta kertas.

SIG menyediakan kemampuan analisis yang luas dalam menganalisa topologi atau aspek spasial dan atribut-atributnya. (Burrough 1986 dalam Maji et al., 1998). SIG mampu menyimpan, menyusun, menganalisa, dan menampilkan sumber data untuk menyediakan manajemen informasi atau untuk membangun pemahaman yang lebih baik tentang hubungan aspek-aspeknya. (McCloy, 1995

dalam Maji et al., 1998). SIG dapat mengintegrasikan data spasial dan non-spasial dengan mengedit via poligon. Hasilnya adalah data yang terkonversi yang secara mudah dapat diterjemahkan sebagai informasi (Maji et al., 1998).

Shamsi (2005) menyebutkan bahwa pengaplikasian SIG memiliki beberapa keuntungan. SIG meningkatkan efisiensi waktu, menghemat dana, dan memudahkan pekerjaan. SIG juga menawarkan kemampuan dalam mengintegrasikan informasi sehingga menciptakan komunikasi yang lebih baik diantara beragam pengguna informasi. Hal-hal tersebut membuat SIG mampu dimanfaatkan dan diaplikasikan dalam berbagai bidang.

2.5 Integrasi Penginderaan Jauh dan SIG

Wilkinson (1996) dalam Weng (2010) menyimpulkan tiga jalan utama Penginderaan Jauh dan SIG dapat diintegrasikan, yaitu : 1) Penginderaan Jauh digunakan sebagai alat pengumpul data untuk digunakan dalam SIG, 2) Data SIG digunakan sebagai informasi penunjang untuk memperbaiki hasil yang didapatkan dari Penginderaan Jauh, 3) Penginderaan Jauh dan SIG digunakan bersama untuk pemodelan dan analisa.

Weng (2010) kemudian menjabarkan bahwa data Penginderaan Jauh dapat digunakan untuk memperoleh informasi tematik dan perbaharuan data SIG. Informasi tematik digunakan untuk membuat layer dalam SIG. Informasi tematik tersebut berupa hasil interpretasi terhadap citra satelit baik secara otomatis maupun manual. Pembaharuan data SIG dengan data Penginderaan Jauh misalnya digunakan untuk memperbaharui data penggunaan lahan. Pembaharuan data SIG dengan data Penginderaan Jauh menjadi lebih efektif dan efisien dari segi waktu dan biaya.


(21)

Data SIG sebagai informasi penunjang data Penginderaan Jauh digunakan dalam klasifikasi citra, dan pra penggolahan citra. Informasi penunjang tersebut memberikan nilai lebih terhadap klasifikasi citra. Sebagai contoh, informasi penunjang seperti data topografis dapat digunakan untuk memperbaiki akurasi penutupan lahan terutama di daerah bergunung. Peran data SIG dalam pra pengolahan citra satelit misalnya digunakan dalam koreksi geografis citra dan pembatasan wilayah amatan/ pemotongan citra satelit (Weng, 2010).

2.6 Aplikasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk Pemetaan Kerawanan Banjir

Salah satu aplikasi teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis adalah dapat digunakan untuk memetakan daerah rawan bencana. Penginderaan Jauh menyediakan input data untuk SIG sedangkan SIG menyusun dan membantu tahap analisis data hingga informasi yang diinginkan bisa didapatkan. Penggunaan data Penginderaan Jauh dan SIG dalam pemetaan kerawanan banjir baik secara terpisah maupun terintegrasi telah dilakukan oleh banyak pihak.

Penggunaan data DEM SRTM, citra Landsat ETM dan integrasinya dengan SIG dalam pemetaan rawan banjir dievaluasi oleh Willege (2007) dalam tulisanya berjudul “Flooding Risk of Java, Indonesia”, yaitu mengenai resiko banjir Pulau Jawa, Indonesia. Penelitian ini mengulas penggunaan data DEM SRTM dan citra Landsat ETM dalam pemetaan rawan banjir. Data dari SRTM dapat menyediakan informasi topografi spesifik mengenai daerah amatan secara mudah. Kemiringan lereng dan ketinggian merupakan informasi yang dapat diambil dari data SRTM dan digunakan dalam pemetaan rawan banjir. Gambaran kemiringan lereng dan ketinggian wilayah amatan dapat dijelaskan dengan adanya informasi ini. Willage (2007) menyebutkan bahwa pemetaan kerawanan bencana secara umum dengan pendekatan yang mengitegrasikan data inderaja, fisik lahan, topografi, dan data kejadian bencana dapat dilakukan dengan SIG.

Rahardjo (2008) membahas tentang “Pemetaan Rawan Banjir berdasarkan Kondisi Fisik Lahan secara Umum Pulau Jawa”. Penelitian ini menggunakan parameter berupa data curah hujan, kemiringan lereng, dan jenis tanah. Hasil yang


(22)

9

didapatkan membagi Pulau Jawa dalam empat kelas kerawanan banjir, yaitu kerawanan tinggi, rawan, kerawanan rendah, dan tidak rawan.

Sukiyah et al. (2004) menggunakan parameter litologi, kemiringan lereng, curah hujan, penggunaan lahan, dan perkembangan orde sungai dalam analisis penentuan lokasi rawan banjir. Penelitian “Aplikasi SIG dalam Penetapan Kawasan Rawan Banjir di Kabupaten Bandung Selatan” ini, membagi wilayah penelitian menjadi empat kelas rawan banjir, yaitu daerah rawan banjir, daerah berpotensi banjir, daerah agak aman, dan daerah aman dari banjir.

2.7 Parameter Pemetaan Kerawanan Banjir

Penelitian-penelitian sebelumnya telah memetakan kerawanan banjir suatu wilayah dengan berbagai parameter. Parameter yang umum digunakan adalah curah hujan dan parameter fisik wilayah. Parameter fisik yang umum digunakan adalah lereng, tanah, bentuk lahan, sungai, dan penutupan lahan.

Tiap-tiap parameter terbagi atas beberapa kelas yang diberi nilai skor sesuai dengan besar kecilnya pengaruh terhadap kejadian banjir. Pembagian kelas ini dapat berbeda-beda. Pembagian kelas dari setiap parameter yang digunakan secara umum disesuaikan dengan kelas parameter yang dimiliki oleh daerah yang diamati.

Kombinasi parameter yang digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya berbeda-beda. Perbedaan jenis parameter dan jumlah parameter yang digunakan pada pemetaan kerawanan banjir menyebabkan proporsi atau pembobotan dari tiap-tiap parameter menjadi berbeda. Hal tersebut dikarenakan besarnya nilai bobot disesuaikan dengan jumlah parameter yang digunakan dan pengaruh parameter tersebut terhadap kejadian banjir. Tabel 2 adalah contoh pembagian kelas dari parameter banjir beserta nilai skor yang diberikan dan nilai bobot dari tiap parameter itu sendiri.


(23)

Tabel 2 Contoh Pembagian Kelas Parameter Banjir Beserta Nilai Skor dan Nilai Bobot untuk Tiap Parameter.

Sumber : Suherlan (2001)

No Kelas Tebal Hujan Skor Bobot

1 > 450 mm 100

2 425 mm -450 mm 90

3 400 mm - 425 mm 80

4 375 mm - 400 mm 70

5 350 mm - 375 mm 60

6 325 mm - 350 mm 50

7 300 mm - 325 mm 40

8 275 mm - 300 mm 30

9 250 mm - 275 mm 20

10 225 mm - 250 mm 10

11 < 225 mm 1

30

No Kelas Kemiringan Lereng Skor Bobot

1 Datar (0 - 3%) 100 2 Landai (3 - 8%) 80

3 Agak curam (8 - 15%) 60

4 Curam (15 - 25%) 40

5 Sangat curam (25 - 40%) 20

6 Terjal (> 40%) 1

20

No Kelas Ketinggian Skor Bobot

1 < 500 m 100

2 500 m - 1000 m 75

3 1000 m - 1500 m 50

4 1500 m - 2000 m 25

5 > 2000 m 1

30

No Kelas Penutupan Lahan Skor Bobot

1 Sawah 100

2 Industri 90

3 Perumahan 80

4 Tanah berbatu 70

5 Tegalan 60

6 Kebun campuran 50

7 Perkebunan 40

8 Padang rumput 30

9 Hutan sejenis 20

10 Hutan belukar 10

11 Hutan lebat 1

10

No Kelas Tekstur Tanah Skor Bobot

1 Halus 100

2 Sedang 50

3 Kasar 1


(24)

11

2.7.1Kriteria Parameter Kerawanan Banjir 1. Curah Hujan

Curah hujan adalah faktor non-fisik lahan yang sangat mempengaruhi kejadian banjir. Curah hujan yang tinggi, akan memperbesar kemungkinan terjadinya banjir. Puslitbang DPU (2007) menyebutkan bahwa curah hujan merupakan input penyebab dalam sistem lahan. Curah hujan berinteraksi langsung terhadap karakteristik fisik lahan, berproses menghasilkan suatu keluaran sebagai respon permukaan lahan, dalam hal ini adalah banjir.

Richard (1955) dalam Suherlan (2001) menyebutkan bahwa penggunaan peta isohyet pada puncak hujan didasarkan alasan bahwa semakin tinggi tebal hujan dalam periode pendek (tiga bulan) akan lebih memungkinkan terjadi banjir dibandingkan dengan isohyet tahunan atau isohyet pada musim hujan. Hal ini disebabkan pada masalah banjir tidak memperlihatkan tebal hujan tahunan atau tebal hujan periode panjang.

Adapun penelitian sebelumnya yaitu Suherlan (2001) dan Utomo (2004) yang menggunakan tebal hujan tiga bulan puncak di musim hujan dalam memberikan skor kelas curah hujan. Namun, Nurjanah (2005) dan Primayuda (2006) menggunakan tebal hujan tahunan dalam memberikan skor kelas curah hujan (Lampiran 1).

2. Lereng

Arsyad (2006) menyebutkan bahwa kemiringan lereng merupakan salah satu sifat topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Kemiringan lereng yang landai memiliki kerentanan banjir lebih tinggi dari lereng yang curam. Hal ini dikarenakan laju air pada kemiringan datar/ landai lebih lambat bila dibandingan pada lereng yang curam. Dengan kata lain, semakin kecil kemiringan suatu wilayah, maka semakin rentan wilayah tersebut mengalami genangan air/ banjir.

Penelitian sebelumnya yaitu Suherlan (2001), Utomo (2004), Primayuda (2006), dan Purnama (2008) menggunakan pembagian kelas kemiringan lereng yang sama. Adapun perbedaan yang ada hanya berupa kisaran nilai skor yang diberikan (Lampiran 1).


(25)

3. Kelas Drainase

Drainase merupakan parameter penentuan banjir yang terkait dengan tekstur tanah. Tekstur tanah dapat menggambarkan kemampuan tanah dalam meresapkan air. Tanah bertekstur halus lebih lambat dalam meresapkan air ke dalam namun, mampu mengikat air lebih lama bila dibandingkan tanah bertekstur kasar. Hal ini mendasari pemikiran bahwa tanah bertekstur halus lebih cepat jenuh sehingga aliran permukaan dan genangan air lebih cepat terjadi. Kondisi ini menunjukkan drainase yang buruk. Sehingga pada tanah yang bertekstur halus memiliki drainase yang buruk dan mudah terjadi genangan. Semakin buruk drainase maka kemungkinan terjadinya genangan air atau banjir semakin tinggi.

Penelitian tentang pemetaan kerawanan, seperti Suherlan (2001) dan Utomo (2004) membagi kelas tekstur tanah dalam pemberian nilai skor, sedangkan Wiujianna (2005) dan Purnama (2008) menggunakan kelas drainase dalam pemberian nilai skor. Raharjo (2008) membagi kelas berdasarkan nama tanah (klasifikasi USDA) untuk pemberian nilai skor (Lampiran 1).

4. Bentuk Lahan

Bentuk lahan merupakan salah satu wahana tempat berlangsungnya proses air mengalir yang berasal dari input hujan sampai ke laut. Bentuk lahan dari permukaan yang berbeda memberikan arti bahwa permukaan tersebut terkena suatu tenaga yang prosesnya berulang-ulang sehingga memberikan ciri dan karakter yang berbeda (Raharjo, 2008). Bentuk lahan yang berbeda memiliki respon yang berbeda dalam merespon air. Pemberian skor terhadap bentuk lahan dilakukan berdasarkan respon bentuk lahan tersebut terhadap air hujan. Bentuk lahan yang lebih landai hingga cekung memiliki kemungkinan terjadi banjir lebih besar karena aliran air akan bergerak lambat sehingga kemungkinan terjadinya genangan atau banjir lebih tinggi.

Utomo (2004) mengelompokkan 15 kelas bentuk lahan dengan nilai skor berbeda. Raharjo (2008) mengelompokkan 16 kelas bentuk lahan (Lampiran 1). Utomo (2004) memberi berbeda terhadap tiap kelas bentuk lahan. Nilai terbesar diberikan pada kelas bentuk lahan yang dianggap paling berpengaruh terhadap kejadian benjir. Sedikit berbeda dengan Raharjo (2008) yang memberi nilai skor yang sama untuk bentuk lahan yang dianggap memiliki respon yang sama


(26)

13

terhadap air hujan dan nilai yang berbeda terhadap bentuk lahan yang dianggap memiliki respon berbeda terhadap air hujan.

5. Penutupan Lahan dan Buffer Sungai

Penutupan lahan atau penggunaan lahan untuk suatu fungsi tertentu mempengaruhi terjadinya kejadian banjir di suatu wilayah. Penutupan lahan yang dianggap rentan terhadap banjir adalah penutupan lahan yang mempengaruhi laju masuknya air ke dalam tanah dan penggunaan lahan dengan kemungkinan aliran permukaan yang cukup besar bila terjadi hujan.

Buffer adalah batas dengan jarak tertentu yang dibuat mengelilingi suatu titik, garis, atau poligon. Buffer sungai dan badan air merupakan penentuan jarak tertentu dari sungai atau badan air tersebut yang memungkinkan terjadinya banjir. Skor diberikan berdasarkan kedekatan terhadap sungai atau badan air tersebut. Semakin dekat dengan sungai atau badan air tersebut, maka kemungkinan terjadinya genangan atau banjir yang berasal dari luapan sungai lebih besar.

Primayuda (2006) membagi penutupan lahan menjadi 10 jenis dalam enam kelas (Lampiran 1). Kelas penutupan lahan dengan kerawanan banjir yang dianggap rentan mengalami banjir diberi skor yang lebih tinggi. Pemberian nilai skor pada kelas buffer sungai didasari oleh kedekatan jarak sungai. Semakin dekat dengan sungai, maka semakin besar nilai skor yang diberikan pada kelas tersebut.

2.7.2Pembobotan Parameter Kerawanan Banjir

Pembobotan adalah pemberian bobot pada peta digital masing-masing parameter yang berpengaruh terhadap banjir, dengan didasarkan atas pertimbangan seberapa besar masing-masing parameter banjir berpengaruh terhadap banjir. Parameter-parameter yang digunakan dapat berbeda-beda sesuai dengan tujuan penulisan, data yang dimiliki, atau pertimbangan logis penulis.

Penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan jumlah parameter berbeda dengan besar bobot tiap parameter yang juga berbeda. Suherlan (2001) menggunakan lima parameter banjir yaitu tebal hujan, lereng, ketinggian, penggunaan lahan, dan tekstur tanah. Nilai bobot terbesar dalam penelitian tersebut adalah parameter tebal hujan sebesar 30%. Primayuda (2006) menggunakan enam parameter penyebab banjir, yaitu kemiringan lahan, bentuk


(27)

lahan, curah hujan, tekstur, penggunaan lahan, dan buffer sungai. Bobot terbesar diberikan terhadap parameter curah hujan, kemiringan lereng, dan bentuk lahan dengan besar nilai adalah 0,25. Purnama (2008) menggunakan tujuh parameter, yaitu kemiringan lahan, kelas ketinggian, tektur tanah, drainase tanah, curah hujan, penggunaan lahan, buffer sungai. Bobot terbesar adalah parameter kelas tektur dan drainase dengan total bobot 0,3 (Lampiran 2).


(28)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari 2011 di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah seperangkat komputer dan scanner. Sofware pendukung yang digunakan dalam mengolah data dijabarkan dalam Tabel 3.


(29)

Tabel 3 Software yang Digunakan dan Fungsinya

Software Fungsi

1 Arcview 3.3 Interpolasi data curah hujan, digitasi, analisis keruangan, layout

2 ERDAS Imagine 9.1 Koreksi geometri, layer stack, dan mosaicing citra

3 Frame and Fill, USGS Mengisi citra landsat SLC-off

4 Excel Menyusun dan mengolah data atribut

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini antara lain :

1. Data curah hujan ratarata bulanan periode 15 tahun (19791989 dan 1993 -2001).

2. Citra satelit Landsat ETM+7 SLC-off path 121, row 064 & 065 dengan tanggal akuisisi citra utama adalah 18 Oktober 2009 dan tanggal akuisisi dua citra pengisi SLC-off antara lain 31 Oktober dan 15 Oktober 2008.

3. DEM SRTM.

4. Peta Satuan Lahan daerah pantai utara bagian timur Provinsi Jawa Barat, tahun 1990 skala 1: 250.000 Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.

5. Peta Bentuk Lahan (Landsystem, RePPPRoT).

3.3 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan, pengolahan data, analisis, dan penyelesaian. Secara ringkas tahapan penelitian disajikan pada Gambar 2.

1. Tahapan Persiapan

Tahapan ini meliputi studi pustaka topik yang terkait dengan penelitian, pengumpulan alat dan bahan, pengisian gap citra Landsat SLC-off, dan koreksi geometrik peta-peta tematik.

2. Tahapan Pelaksanaan

Tahapan ini meliputi pembuatan basis data dan analisis data, antara lain : a. Pengolahan data Penginderaan Jauh, berupa interpretasi dan digitasi citra


(30)

17

pengolahan citra Landsat adalah peta penutupan lahan sedangkan hasil dari pengolahan data DEM adalah peta kemiringan lereng.

b. Pengolahan data curah hujan dengan analisis keruangan berupa interpolasi terhadap data curah hujan dari setiap stasiun hujan. Hasil yang didapatkan adalah peta curah hujan rata-rata bulanan dan tahunan.

c. Pengolahan peta-peta tematik yang digunakan. Hasil yang didapatkan adalah peta bentuk lahan, peta drainase, serta peta buffer sungai.

d. Analisis atribut berupa pemberian nilai skor untuk masing-masing parameter banjir dan nilai bobot untuk tiap kelas kerawanan.

e. Analisis keruangan berupa tumpang susun peta-peta hasil analisis atribut, dan analisis kelas kerawanan banjir.

3. Tahapan Penyelesaian

Tahapan ini terdiri dari validasi untuk mengevaluasi hasil identifikasi objek dan analisis, perbaikan peta dan penyesuaiaan hasil analisis, serta pembuatan layout peta akhir.


(31)

Gambar 2 Tahapan Penelitian

Pembuatan basis data

Analisis data

Skoring dan Pembobotan

Tahapan Persiapan Tahapan Penyelesiaan Tahapan Pelaksanaan Citra Landsat Data Curah Hujan Peta Sungai Peta Landform Peta Satuan Lahan DEM SRTM Peta Penutupan Lahan Peta Kelas Lereng Peta Kelas Curah Hujan Tahunan dan

Bulanan Buffer

Sungai Peta Bentuk Lahan Peta Kelas Drainase

Hasil Peta Kelas Kerawanan Banjir Analisis Kelas Kerawanan Banjir


(32)

19

3.4 Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data menjabarkan metode-metode yang digunakan dalam mengolah masing-masing data. Hasil pengolahan data dari masing-masing data adalah informasi yang dibutuhkan untuk diolah pada tahap selanjutnya.

3.4.1Analisis Citra Landsat dan DEM SRTM

Citra satelit yang digunakan adalah Citra Landsat ETM +7 SLC-off daerah Kabupaten Indramayu saat musim hujan dengan kondisi awan yang paling minimum. Pada citra satelit Landsat-7 SLC-off ini, terdapat gap. Gap tersebut dikoreksi dengan menggunakan produk gap-filled (frame and fill) dari USGS. Koreksi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan citra SLC-off sebagai citra pengisi (metode SLC-off to SLC-off).

Tahapan selanjutnya adalah layer stack dan mosaicing dengan menggunakan ERDAS Imagine 9.1. Layer stack adalah menggabungkan layer-layer band yang terpisah menjadi satu layer citra. Mosaicing adalah menggabungkan dua citra yang bertampalan. Mosaicing citra dilakukan karena wilayah Kabupaten Indramayu diliput dalam dua scene yang berbeda.

Penutupan Lahan dinterpretasi dari citra Landsat secara visual.dengan mengacu kepada “Petunjuk Teknis Penafsiran Citra Resolusi Sedang” yang dikeluarkan oleh Direktorat IPSDH (Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan). Kombinasi band yang digunakan adalah 5-4-2. Hasil interpretasi didigitasi dengan menggunakan ArcView 3.3.

Analisis data DEM SRTM dilakukan dengan bantuan software ArcView 3.3 dan exstensions spatial analysis. Data DEM SRTM dengan mudah dapat dikonversi menjadi garis kontur maupun slope kemiringan lereng. Hasil dari analisis data DEM SRTM yang digunakan dalam analisis adalah peta kelas lereng.

3.4.2Analisis Data Curah Hujan

Data curah hujan yang digunakan adalah data dari 19 stasiun hujan yang tersebar di wilayah Kabupaten Indramayu. Data yang didapatkan berupa data curah hujan rata-rata bulanan selama periode 15 tahun. Data ini menjadi input dalam pembuatan peta curah hujan. Peta curah hujan yang dibuat adalah peta


(33)

curah hujan rata-rata bulanan dan peta curah hujan rata-rata tahunan. Peta kelas curah hujan rata-rata bulanan didapatkan dari data rata-rata curah hujan periode tiga bulan di musim hujan dengan curah hujan yang paling tinggi, yaitu pada bulan Desember-Februari. Peta kelas curah hujan tahunan didapatkan dari data rata-rata total curah hujan tahunan.

Metode yang digunakan dalam membuat peta curah hujan adalah interpolasi keruangan dengan metode kriging. Penerapannya menggunakan ArcView 3.3 dengan ekstensions kriging interpolation. Hasilnya berupa peta isohyet dalam bentuk grid. Data tersebut kemudian didigitasi sehingga menjadi data dalam bentuk vektor sehingga memudahkan dalam analisis selanjutnya.

3.4.3Analisis Peta Tematik

Peta tanah digunakan untuk mendapatkan peta kelas drainase tanah. Peta kelas drainase merupakan pendekatan kemampuan drainase tanah berdasarkan informasi tekstur tanah dari jenis tanah yang ada. Peta tersebut berupa lembaran kertas. Peta kemudian di-scan dengan scanner, dikoreksi geografis dan didigitasi sehingga dapat diolah secara digital.

Peta bentuk lahan yang digunakan didapatkan dari peta bentuk lahan dalam format digital sehingga memudahkan dalam pengolahan.

Peta sungai didapatkan secara digital yang kemudian disesuaikan dengan peta dasar dan citra landsat yang digunakan. Analisis yang dilakukan terhadap peta sungai adalah analisis keruangan yaitu buffer. Zona buffer sungai adalah daerah dalam lebar tertentu yang digambarkan di sekitar sungai dengan jarak tertentu (Gambar 3).


(34)

21

3.4.4Analisis Atribut

Analisis atribut adalah bagian proses pengolahan data. Analisis ini terdiri dari skoring dan pembobotan. Skoring adalah pemberian skor terhadap tiap kelas di masing-masing parameter banjir. Pemberian skor didasarkan pada pengaruh kelas tersebut terhadap kejadian banjir. Semakin besar pengaruhnya terhadap kejadian banjir, maka semakin tinggi nilai skornya. Pembobotan adalah pemberian bobot pada peta digital masing-masing parameter yang berpengaruh terhadap banjir. Pembobotan dilakukan terhadap tiap-tiap parameter banjir berdasarkan pengaruhnya terhadap banjir. Semakin besar pengaruh parameter terhadap kejadian banjir, semakin tinggi bobot yang diberikan. Nilai skor dan bobot disajikan dalam Tabel 4.

Pemberian skor pada kelas di setiap parameter banjir dilakukan secara linier dengan skor terendah adalah 1 (satu) sampai dengan 4 (empat). Pemberian skor dipengaruhi oleh klasifikasi kelas dari masing-masing parameter banjir. Skor bernilai 1 (satu) diberikan kepada kelas dengan pengaruh paling kecil terhadap kerentanan banjir. Skor bernilai 4 (empat) diberikan kepada kelas dengan pengaruh paling besar terhadap kerentanan banjir. Kelas yang memiliki pengaruh diantara keduanya, mendapat skor bernilai diantara rentang nilai tersebut.

Kriteria banjir yang dijadikan parameter penentuan wilayah banjir, adalah curah hujan, kemiringan lereng, drainase, bentuk lahan, jarak terhadap sungai/ badan air, dan penutupan lahan. Pada kelas curah hujan pembagian kelas terbagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu kelompok dengan kelas rata-rata tahunan dan rata-rata bulanan. Pembagian ini bertujuan untuk melihat kelompok kelas curah hujan mana yang lebih baik dalam mewakili kejadian nyata di lapang. Pembagian kelas dan pemberian nilai skor yang digunakan ditampilkan pada Tabel 3.

Adapun pemberian skor dilandasi beberapa filosofi, yaitu : 1) wilayah dengan curah hujan tinggi memiliki kerentanan banjir lebih tinggi, 2) kemiringan lereng yang landai memiliki kerentanan banjir lebih tinggi dari lereng yang curam, 3) semakin buruk drainase maka kemungkinan terjadinya genangan air atau banjir semakin tinggi , 4) bentuk lahan yang lebih landai hingga cekung memiliki keren lebih tinggi, 5) semakin dekat dengan sungai atau badan air, maka kemungkinan terjadinya genangan atau banjir yang berasal dari luapan sungai lebih besar, 6)


(35)

penutupan lahan yang dianggap rentan terhadap banjir adalah penutupan lahan yang lebih berpengaruh pada air limpasan yang melebihi laju infiltrasi.

Pembobotan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bobot dengan nilai berbeda dan bobot dengan nilai sama. Bobot dengan nilai berbeda kemudian disebut bobot 1 dan bobot dengan nilai yang sama kemudian disebut bobot 2. Kelompok bobot 1 mengacu kepada penelitian-penelitian sebelumnya dan disesuaikan dengan jumlah parameter yang digunakan dalam penelitian ini. Kelompok bobot ini memiliki nilai berbeda pada setiap parameter kerentanan banjir, dengan didasarkan atas pertimbangan seberapa besar masing-masing parameter tersebut berpengaruh terhadap banjir. Kelompok bobot 2 adalah kelompok nilai bobot yang menganggap bahwa semua parameter memiliki pengaruh yang sama besar terhadap kejadian banjir. Kelompok bobot ini memberi nilai bobot yang sama besar untuk setiap parameter banjir yang digunakan. Besar nilai bobot dari setiap kelompok ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Pembagian Kelas, Skoring, dan Pembobotan Masing-masing Parameter Banjir

Kelas Parameter Banjir Skor Bobot 1

(Bobot Beda)

Bobot 2

(Bobot Sama) Kelas Curah Hujan

A. Rata-rata tahunan (mm/tahun)

1 2500 - 3000 4

2 2000 - 2500 3

3 1500 - 2000 2

4 < 1500 1

B. Rata-rata bulanan (mm/bln)

1 > 250 4

2 225 - 250 3

3 200 - 225 2

4 < 200 1

0,30 0,167

Kelas Kemiringan Lereng

1 Datar (0% - 3%) 4 2 Datar-berombak (3% - 8%) 3 3 Bergelombang (8% - 15%) 2 4 Berbukit Kecil (15% - 30%) 1


(36)

23

Tabel 4 (lanjutan) Pembagian Kelas, Skoring, dan Pembobotan Masing-masing Parameter Banjir

Kelas Parameter Banjir Skor Bobot 1

(Bobot Beda)

Bobot 2

(Bobot Sama) Kelas Drainase

1 Sangat Buruk 4

2 Buruk 3

3 Sedang 2

4 Baik 1

0,10 0,167

Kelas Bentuk Lahan

1 Pesisir Pantai,Rawa Pasang Surut 4 2 Dataran Aluvial, Lembah Aluvial 3

3 Dataran 2

4 Bukit 1

0,20 0,167

Buffer Sungai/ Badan Air

1 0 - 100 m 4

2 100 - 200 m 3

3 200 - 500 m 2

4 > 500 m 1

0,05 0,167

Kelas Penutupan Lahan 1 Sawah, Tambak,Tubuh Air, Tanah

Terbuka, 4

2

Pertanian Lahan Kering, Tegalam, Kebun Campuran, Permukiman, Lahan Terbangun

3

3 Semak, Rumput 2

4 Perkebunan 1

5 Hutan 1

0,10 0,167

3.4.5Analisis Keruangan dan Analisis Tingkat Kerawanan

Analisis keruangan yang dilakukan pada tahap ini adalah overlay (tumpang susun). Tumpang susun dilakukan terhadap semua peta tematik yang menjadi parameter banjir. Hasil dari tumpang susun adalah informasi baru dalam bentuk luasan atau poligon, hasil irisan peta-peta yang dijadikan parameter banjir.

Untuk mengetahui potensi banjir dari suatu wilayah maka diperlukan penetuan nilai kawasan berpotensi banjir. Penilaian potensi banjir suatu wilayah


(37)

didapatkan dari hasil penjumlahan bobot nilai parameter-parameter banjir. Secara matematis persamaan tersebut adalah :

P =

n

i

i i

xS

B

1

)

(

dimana :

P = Nilai potensi banjir Bi = Bobot parameter ke-i

Si = Skor kelas parameter ke-i

Wilayah dengan potensi banjir yang tinggi akan memiliki nilai yang yang tinggi. Pembagian kelas potensi banjir dibagi menjadi empat kelas. Pembagian tersebut disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Kelas Potensi Banjir No. Kelas Potensi Banjir Nilai

1 Tidak Rawan < 1,5

2 Cukup Rawan 1,5 - < 2,5

3 Rawan 2,5 - < 3,5


(38)

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Daerah penelitian adalah wilayah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Kabupaten ini terletak di daerah pantai utara Pulau Jawa. memiliki letak geografis 107° 52’ - 108° 36‘ BT dan 6° 15’ - 6° 40’ LS. Adapun batas wilayah penelitian adalah sebagai berikut: sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan dengan Kab. Majalengka, Kab. Sumedang, dan Kab. Cirebon, sebelah Barat dengan Kab. Subang, dan sebelah Timur dengan Laut Jawa

Kabupaten ini terdiri atas 31 wilayah kecamatan dengan ibukota kabupaten adalah Kota Indramayu di Kecamatan Indramayu. Terdapat 11 kecamatan yang berbatasan langsung dengan perairan Laut Jawa, yaitu Kecamatan Sukra, Patrol, Kandanghaur, Losarang, Cantigi, Pasekan, Indramayu, Balongan, Jutinyuat, Karangampel, dan Krangkeng (Gambar 4).

Gambar 4 Peta Kecamatan di Kabupaten Indramayu

Kabupaten Indramayu memiliki suhu udara harian cukup tinggi sekitar 22,9-30 0C. Tipe iklim di Indramayu menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe iklim D (iklim sedang). Daerah ini memiliki kelembaban udara antara 70 - 80%.


(39)

Curah hujan rata-rata tahunan daerah ini adalah 1587 mm per tahun (Pemkab Indramayu).

4.1 Topografi

Informasi ketinggian tempat dan kelas lereng diperoleh dari DEM, SRTM. Secara umum wilayah Kabupaten Indramayu berada di ketinggian kurang dari 100 m dpl, dimana 127.142 ha (60,73%) berada di ketinggian antara 0 - 12,5 m dpl (Tabel 6). Semakin ke arah selatan, kabupaten ini semakin berada di posisi yang lebih tinggi (Gambar 5).

Gambar 5 Peta Kelas Ketinggian Tabel 6 Kelas Ketinggian

Luas No. Kelas Ketinggian (m dpl)

ha %

1 0 - 12,5 127.142 60,73

2 12,5 - 25 40.532 19,36

3 25 - 50 27.342 13,06

4 50 - 75 10.566 5,05

5 75 - 100 2.224 1,06

6 > 100 1.544 0,74


(40)

27

Kabupaten Indramayu memiliki empat kelas kemiringan lereng. Gambar 6 memperlihatkan bahwa daerah Indramayu merupakan daerah datar hingga datar-bergelombang. Bagian utara Kabupaten Indramayu adalah wilayah dengan kelas kemiringan lereng datar (0 - 3%) seluas 169.826 ha (81,12%), sedangkan bagian selatan kabupaten ini didominasi wilayah datar-berombak (3 - 8%) seluas 38.108 ha (18,20%) (Tabel 7).

Gambar 6 Peta Kelas Lereng

Tabel 7 Kelas Lereng

Luas No. Kelas Lereng (% lereng)

ha %

1 Datar (0 - 3 %) 169.826 81,12

2 Datar-berombak (3 - 8 %) 38.108 18,20

3 Bergelombang (8 - 15 %) 799 0,38

4 Berbukit kecil (15 - 30 %) 617 0,29


(41)

4.2 Drainase

Kabupaten Indramayu memiliki empat kelas drainase. Secara umum, bagian utara kabupaten ini memiliki kelas drainase buruk (33,46%) dan sangat buruk (33,46%). Wilayah bagian selatan dan tengah memiliki drainase baik (29,01%).

Gambar 7 Peta Kelas Drainase

Tabel 8 Kelas Drainase

Luas No. Kelas Drainase

ha %

1 Sangat Buruk 70.069 33,47

2 Buruk 70.038 33,46

3 Sedang 8.506 4,06

4 Baik 60.737 29,01

Total 209.350 100,00

4.3 Bentuk Lahan

Kabupaten Indramayu memiliki 6 bentuk lahan yang didominasi oleh dataran aluvial seluas 154.598 ha (73,85%). Dataran aluvial ini berada di bagian utara wilayah Kabupaten Indramayu (Gambar 8). Dataran aluvial merupakan daerah landai yang secara langsung terkena pengaruh dari aliran air atau proses


(42)

29

fluvial dengan tingkat sedimentasi yang tinggi. Bentuk lahan lain yang juga langsung terpengaruh oleh aktifitas air adalah rawa pasang surut. Letak rawa pasang surut yang berada tepat di pinggir laut menunjukkan bahwa daerah tersebut terpengaruh aktifitas air laut secara langsung. Rawa pasang surut terdapat di bagian paling utara dan sedikit di bagian timur kabupaten ini (Gambar 6). Rawa pasang surut di wilayah ini adalah seluas 12.888 ha (6,16%).

Gambar 8 Peta Bentuk Lahan Tabel 9 Kelas Bentuk Lahan

Luas

No. Bentuk Lahan

ha %

1 Bukit 1.443 0,69

2 Dataran 39.151 18,70

3 Dataran Aluvial 154.598 73,85

4 Lembah Aluvial 43 0,02

5 Pantai 1.227 0,59

6 Rawa pasang surut 12.888 6,16


(43)

5.1 Penutupan Lahan

Penutupan lahan didapatkan dari interpretasi citra Landsat wilayah Kabupaten Indramayu tahun 2009. Citra Landsat yang digunakan adalah citra saat musim hujan dengan kondisi awan yang paling minimum. Interpretasi dilakukan secara visual setelah citra SLC-off tersebut dikoreksi terlebih dahulu. Interpretasi citra landsat menghasilkan peta penutupan lahan (Gambar 9).

Gambar 9 Peta Penutupan Lahan

Sawah merupakan penutupan lahan yang paling dominan di Kabupaten Indramayu yakni seluas 112.899 ha (53,93%). Bagian utara dan sedikit bagian timur dari Kabupaten Indramayu terdapat penutupan lahan berupa tambak. Bagian selatan wilayah Kabupaten ini secara umum adalah pertanian lahan kering dan perkebunan (Gambar 7). Luas penutupan lahan berupa tambak adalah seluas 23.211 ha (11,09%), pertanian lahan kering 30.620 ha (14,63%) dan perkebunan seluas 6.769 ha (3,23%) (Tabel 10)

Penutupan lahan berupa permukiman dengan total luas 25.617 ha (12,24%), berada menyebar di wilayah Kabupaten Indramayu (Gambar 7). Umumnya


(44)

31

permukiman berada mengelompok di dekat jalan dan bercampur dengan kebun campuran ataupun tegalan.

Tabel 10 Penutupan Lahan Luas No. Penutupan Lahan

ha %

1 Hutan 1.468 0,70

2 Kebun Campuran 2.771 1,32

3 Lahan Terbangun 722 0,34

4 Perkebunan 6.769 3,23

5 Permukiman 25.617 12,24

6 Rumput 289 0,14

7 Sawah 112.899 53,93

8 Semak 1.429 0,68

9 Tambak 23.211 11,09

10 Tanah Terbuka 22 0,01

11 Tegalan 1.232 0,59

12 Tubuh Air 2.303 1,10

13 Pertanian Lahan Kering 30.620 14,63

Total 209.350 100,00

5.2 Curah Hujan

Peta kelas curah hujan yang dibuat adalah peta curah hujan rata-rata tahunan dan peta curah hujan rata-rata bulanan (dalam tiga bulan puncak selama musim hujan). Peta kelas curah hujan rata-rata tahunan Kabupaten Indramayu didapatkan dari hasil rata-rata data curah hujan tahunan periode 15 tahun dari setiap stasiun hujan. Peta kelas curah hujan rata-rata bulanan didapatkan dari rata-rata curah hujan pada tiga bulan dengan curah hujan yang paling tinggi, yaitu pada bulan Desember-Februari selama musim hujan (Oktober-Maret).

Kabupaten Indramayu hanya memiliki kelas curah hujan rata-rata tahunan sangat kering hingga sedang. Peta kelas curah hujan rata-rata tahunan memperlihatkan bahwa secara umum wilayah Kabupaten Indramayu memiliki curah hujan rata-rata tahunan < 2.000 mm/thn. Sebagian besar Kabupaten Indramayu memiliki kelas curah hujan sangat kering (< 1.500 mm/thn) seluas 51,44% dan kelas curah hujan kering (1.500 - 2.000 mm/thn) seluas 45,83% dari luas total wilayah (Tabel 11). Bagian utara dan timur wilayah ini, lebih kering


(45)

dibandingkan wilayah bagian tengah dan selatannya (Gambar 10). Adapun curah hujan rata-rata tahunan berdasarkan data adalah 1.471 mm/thn (Lampiran 3).

Gambar 10 Peta Kelas Curah Hujan Tahunan

Tabel 11 Kelas Curah Hujan Rata-rata Tahunan Luas No. Kelas Curah Hujan (mm/thn)

ha %

1 Sedang (2.000 - 2.500) 5.717 2,73

2 Kering (1.500 - 2.000) 95.950 45,83

3 Sangat kering (< 1.500) 107.683 51,44

Total 209.350 100,00

Peta kelas curah hujan rata-rata bulanan memperlihatkan bahwa secara umum wilayah Kabupaten ini memiliki kelas curah hujan 225 - 250 mm/bln (Gambar 11) yang mencakup 42,72% dari luas wilayah Kabupaten Indramayu (Tabel 12).


(46)

33

Gambar 11 Peta Kelas Curah Hujan Bulanan Tabel 12 Kelas Curah Hujan Rata-rata Bulanan

Luas No. Kelas Curah Hujan (mm/bln)

ha %

1 < 200 36.419 17,40

2 200 - 225 41.233 19,70

3 225 - 250 89.480 42,74

4 > 250 42.217 20,17

Total 209.350 100,00

5.3 Peta Rawan Banjir dan Karakteristik Wilayah Rawan Banjir

Peta rawan banjir menampilkan informasi tentang sebaran kelas daerah rawan banjir di wilayah pengamatan. Daerah rawan banjir adalah daerah yang dari segi fisik dan klimatologis memiliki kemungkinan terjadi banjir. Peta rawan banjir diperoleh dari tumpang susun peta-peta dari parameter rawan banjir yang digunakan. Parameter banjir yang digunakan adalah curah hujan, lereng, bentuk lahan, penggunaan lahan, drainase, dan buffer sungai.

Parameter berupa curah hujan dibagi menjadi kelompok dengan kelas curah hujan rata-rata tahunan dan kelompok dengan curah hujan rata-rata bulanan, sedangkan kelompok pembobotan pada penelitian ini dibedakan menjadi dua


(47)

pembobotan, yaitu bobot berbeda (bobot 1) dan bobot sama (bobot 2), sehingga peta rawan banjir yang didapatkan antara lain:

1. Peta Rawan Banjir CH Tahunan (Bobot 1), 2. Peta Rawan Banjir CH Tahunan (Bobot 2), 3. Peta Rawan Banjir CH Bulanan (Bobot 1), 4. Peta Rawan Banjir CH Bulanan (Bobot 2).

5.3.1 Peta Rawan Banjir dengan CH Tahunan dan Bobot 1

Kelompok pembobot pertama dengan kelas curah hujan tahunan membagi wilayah Kabupaten Indramayu menjadi dua kelas rawan banjir, yaitu cukup rawan dan rawan (Gambar 12). Kelas rawan adalah kelas rawan banjir terluas yaitu sebesar 181.213 ha atau 86,56% (Tabel 13).


(48)

35

Tabel 13 Luas Kelas Kerawanan Banjir CH Tahunan (Bobot 1) Luas

No. Kelas Kerawanan Banjir

ha %

1 Cukup Rawan 28.137 13,44

2 Rawan 181.213 86,56

Total 209.350 100,00

Secara umum kelas cukup rawan dan rawan menyebar di wilayah Kabupaten Indramayu, sehingga karakteristik wilayah dari tiap kelas tidak berbeda jauh atau dengan lain perkataan kelas cukup rawan dan kelas rawan memiliki karakteristik wilayah yang hampir sama. Karakteristik wilayah yang sama dari kedua kelas adalah curah hujan dari kelas sangat kering hingga sedang, kelas lereng dari datar hingga berbukit kecil, kelas drainase baik hingga sangat buruk, dan kelas buffer

dari jarak < 100 m hingga > 500 m. Karakteristik yang berbeda adalah bentuk lahan dan penutupan lahan. Kelas cukup rawan tidak terdapat pada wilayah dengan penutupan lahan tambak dan bentuk lahan rawa pasang surut.

Sementara itu, karakteristik dominan pada kelas cukup rawan adalah kelas curah hujan kering, bentuk lahan dataran, kelas lereng datar-berombak, drainase baik, dan penutupan lahan berupa pertanian lahan kering. Karakteristik dominan pada kelas rawan adalah kelas curah hujan kering, bentuk lahan dataran aluvial, kelas lereng datar, drainase buruk-sangat buruk, dan penutupan lahan berupa sawah.

5.3.2 Peta Rawan Banjir dengan CH Tahunan dan Bobot 2

Kelompok pembobot kedua membagi wilayah Kabupaten Indramayu menjadi tiga kelas rawan banjir, yaitu cukup rawan, rawan, dan sangat rawan. Secara umum, Kabupaten Indramayu didominasi kelas rawan, yaitu sebesar 79,57% (Tabel 14). Wilayah bagian utara Kabupaten Indramayu lebih rawan dibandingkan dengan bagian selatan, dengan kelas sangat rawan berada di daerah dekat dengan pesisir pantai (Gambar 13).


(49)

Gambar 13 Peta Kelas Rawan Banjir CH Tahunan (Bobot 2) Tabel 14 Luas Kelas Kerawanan Banjir CH Tahunan (Bobot 2)

Luas No. Kelas Kerawanan Banjir

ha %

1 Cukup Rawan 41.880 20,00

2 Rawan 166.578 79,57

3 Sangat Rawan 892 0,43

Total 209.350 100,00

Karakteristik wilayah dari kelas cukup rawan adalah memiliki kelas curah hujan dari sangat kering hingga sedang dengan kelas drainase baik hingga sedang. Kelas lereng antara datar hingga berbukit kecil dengan jarak dari sungai antara < 100 m hingga > 500 m. Adapun bentuk lahan yang ada pada kelas cukup rawan ini adalah dataran aluvial, lembah aluvial, bukit, dan dataran. Karakteristik dominan dari kelas cukup rawan di kelompok ini adalah bentuk lahan dataran, kelas lereng datar-berombak, drainase baik, kelas curah hujan kering, dan penutupan lahan berupa pertanian lahan kering.

Kelas rawan memiliki karakteristik wilayah yang tidak berbeda jauh dengan kelas cukup rawan. Pada kelas ini terdapat bentuk lahan yang tidak termasuk ke dalam kelas cukup rawan yaitu pesisir pantai dan rawa pasang surut. Kelas rawan


(50)

37

didominasi oleh bentuk lahan dataran aluvial, kelas lereng datar, drainase buruk-sangat buruk, kelas curah hujan kering, dan penutupan lahan berupa sawah.

Karakteristik wilayah yang termasuk kelas sangat rawan adalah wilayah dengan kelas curah hujan kering dan sangat kering dengan kelas drainase buruk dan sangat buruk. Wilayah dengan kelas ini berada pada jarak < 100 m hingga 100 - 200 m dari sungai dengan bentuk lahan dataran aluvial, pantai, dan rawa pasang surut. Kemiringan lereng di wilayah ini adalah datar. Bila dilihat dari luasan yang paling besar, maka kelas ini didominasi oleh adalah bentuk lahan dataran aluvial, kelas lereng datar, drainase sangat buruk, kelas curah hujan kering, dan penutupan lahan berupa sawah.

5.3.3 Peta Rawan Banjir dengan CH Bulanan dan Bobot 1

Kelompok ini membagi wilayah penelitian kedalam tiga kelas rawan banjir, yaitu cukup rawan, rawan, dan sangat rawan. Kelas cukup rawan hanya memiliki luasan yang kecil, sedangkan kelas rawan berada di seluruh wilayah Kabupaten Indramayu. Sementara, kelas sangat rawan hanya berada di sisi utara Kabupaten Indramayu (Gambar 14).


(51)

Hasil kelompok ini menunjukkan bahwa daerah Kabupaten Indramayu secara umum termasuk dalam kelas rawan banjir sebesar 89,70% (Tabel 15). Adapun wilayah cukup rawan hanya memiliki luas sebesar 0,61%.

Tabel 15 Luas Kelas Kerawanan Banjir CH Bulanan (Bobot 1) Luas

No. Kelas Kerawanan Banjir

ha %

1 Cukup Rawan 1.276 0,61

2 Rawan 187.797 89,70

3 Sangat Rawan 20.277 9,69

Total 209.350 100,00

Karakteristik dominan dari kelas cukup rawan adalah kelas curah hujan <200 mm/bln dengan kelas drainase baik, kelas lereng datar dengan bentuk lahan dataran aluvial dan wilayah ini berjarak > 500 m dari sungai dengan penutupan lahan permukiman.

Kelas rawan pada kelompok ini memiliki karakteristik wilayah yang mewakili semua kelas dari parameter banjir yang digunakan. Wilayah ini berada pada kelas curah hujan < 200 mm/bln hingga > 250 mm/blm dengan kelas drainase baik hingga sangat buruk dengan kelas lereng datar hingga berbukit kecil, berada antara < 100 m hingga > 500 m dari sungai dan mencakup seluruh kelas penutupan lahan dan bentuk lahan. Adapun karakteristik dominan pada kelas rawan adalah bentuk lahan dataran aluvial, kelas lereng datar, drainase buruk-sangat buruk, kelas curah hujan 225 - 250 mm/bln dan penutupan lahan berupa sawah.

Karakteristik wilayah pada kelas sangat rawan tidak berbeda jauh dengan kelas rawan. Namun wilayah dengan kelas ini hanya berada di wilayah dengan kelas lereng datar hingga datar berombak. Karakteristik dominan dari kelas sangat rawan ini adalah bentuk lahan dataran aluvial, kelas lereng datar, drainase sangat buruk, kelas curah hujan > 250 mm/ bln, dan penutupan lahan berupa tambak.

5.3.4 Peta Rawan Banjir dengan CH Bulanan dan Bobot 2

Kelompok ini membagi wilayah Kabupaten Indramayu kedalam tiga kelas rawan banjir, yaitu cukup rawan, rawan, dan sangat rawan. Kelas cukup rawan


(52)

39

terlihat menyebar di sisi bagian selatan Kabupaten Indramayu, kelas sangat rawan berada di bagian utara indramayu, dan kelas rawan mencakup seluruh wilayah Kabupaten Indramayu (Gambar 15). Kelas kerawanan terluas adalah kelas rawan sebesar 89,11 % (Tabel 16).

Gambar 15 Peta Kelas Rawan Banjir CH Bulanan (Bobot 2) Tabel 16 Luas Kelas Kerawanan Banjir CH Bulanan (Bobot 2)

Luas No. Kelas Kerawanan Banjir

ha %

1 Cukup Rawan 13.935 6,66

2 Rawan 186.547 89,11

3 Sangat Rawan 8.868 4,24

Total 209.350 100,00

Kelas cukup rawan memiliki karakteristik wilayah yaitu kelas curah hujan < 200 mm/bln hingga > 250 mm/blm, dengan kelas drainase baik hingga buruk. Kelas lereng datar hingga berbukit kecil. Wilayah ini berjarak dari sungai <100 m hingga > 500 m. Adapun bentuk lahan yang ada pada kelas cukup rawan ini adalah dataran alluvial, lembah aluvial, bukit dan dataran. Karakteristik dominan


(53)

di kelas ini adalah bentuk lahan dataran, kelas lereng datar-berombak, drainase baik, kelas curah hujan 225 - 250 mm/ bln, dan penutupan lahan berupa pertanian lahan kering.

Kelas rawan pada kelompok ini memiliki karakteristik wilayah yang mewakili semua kelas dari parameter banjir yang digunakan. Wilayah ini berada pada kelas curah hujan < 200 mm/bln hingga > 250 mm/blm dengan kelas drainase baik hingga sangat buruk dengan kelas lereng datar hingga berbukit kecil, berada pada jarak < 100 m hingga > 500 m dari sungai dan mencakup seluruh kelas penutupan lahan dan bentuk lahan. Adapun karakteristik dominan di kelas ini adalah bentuk lahan dataran aluvial, kelas lereng datar, drainase buruk, kelas curah hujan 225 - 250 mm/blm, dan penutupan lahan berupa sawah.

Karakteristik wilayah pada kelas sangat rawan tidak berbeda jauh dengan kelas rawan. Namun wilayah dengan kelas ini hanya berada di wilayah dengan kelas lereng datar hingga datar berombak dan bentuk lahan dataran aluvial, lembah aluvial, rawa pasang surut, drainase sangat buruk dengan kelas curah hujan dominan > 250 mm/ bln.

5.4 Kejadian Banjir dan Hubungannya dengan Peta Rawan Banjir

Kejadian banjir di Kabupaten Indramayu bukan merupakan hal baru. Kejadian banjir di kabupaten ini terjadi setiap tahun dan telah dipaparkan di beberapa media informasi. Kejadian banjir yang terekam adalah kejadian nyata di lapangan. Kejadian banjir yang terekam pada umumnya adalah kejadian yang memiliki dampak terhadap areal pertanian dan permukiman.

Ivansyah (2009) menyebutkan bahwa 16 kecamatan di Kabupaten Indramayu diidentifikasi sebagai daerah rawan bencana, yaitu Kecamatan Anjatan, Arahan, Bongas, Cantigi, Cikedung, Gabuswetan, Indramayu, Kandanghaur, Kroya, Lohbener, Lelea, Losarang, Patrol, Terisi, Sukra, dan Widasari. Data kejadian banjir di Kabupaten Indramayu dari beberapa media informasi dapat dilihat pada Tabel 17.


(54)

41

Tabel 17 Daftar Lokasi Rekaman Kejadian Banjir di Kabupaten Indramayu

Lokasi Kejadian Banjir Keterangan

Kecamatan Gabuswetan, Bongas, dan Kandanghaur

(Detik, 2006)

Membanjiri ratusan rumah penduduk dan ratusan hektar sawah akibat curah hujan tinggi dan meluapnya air sungai.

Kecamatan Kandanghaur, Anjatan, Sukra, Patrol, dan Indramayu (Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2008)

Akibat meluapnya Sungai Beji, Cilet, Ciperawan, dan Cimanuk.

Kecamatan Indramayu dan Lohbener (Mushasi, 2010)

Banjir diakibatkan tanggul di Sungai Cimanuk, jebol akibat hujan deras selama dua hari berturut-turut.

Kecamatan Sukra, Kandanghaur, Patrol, dan Bongas

(Romlah, 2011)

Banjir setinggi 1 - 1,5 m menyebabkan ribuan rumah, ratusan hektar dan puluhan rumah rusak terendam banjir.

Kecamatan Patrol, Sukra, Anjatan, Kandanghaur, Losarang, Kroya, dan Gabus Wetan

(Wardianto, 2011)

Sekitar 5000 rumah terendam banjir dan sekitar 1000 warga diungsikan. Tinggi air sepinggang orang dewasa.

Patrol, Bongas, Sukra, Losarang, dan Kandanghaur.

(Seputar Indramayu, 2011)

Curah hujan tinggi, sehingga air tidak tertampung di sejumlah sungai. Banjir merusak ratusan rumah, ratusan hektar sawah dan menganggu lalu lintas.

Kecamatan Patrol dan Anjatan (Depkes, 2011)

Jumlah penduduk yang terancam sebanyak 30.546 jiwa.

Kecamatan Sukra, Losarang, Patrol, dan Kandanghaur

(Pikiran Rakyat, 2011)

Banjir diakibatkan curah hujan tinggi dan rusaknya tanggul sungai.

Kecamatan Sindang, Lohbener, Losarang, dan Lelea

(Harian Pelita, 2011)

Banjir akibat hujan deras dengan ketinggian genangan air di areal sawah melampaui ambang batas di atas 30 cm.

Merujuk pada sumber-sumber berita diatas, maka kecamatan-kecamatan di Kabupaten Indramayu yang rawan terkena bencana banjir adalah Anjatan, Bongas, Gabuswetan, Indramayu, Kandanghaur, Kroya, Lohbener, Losarang, Patrol, dan Sukra.

Hasil dari setiap pemodelan curah hujan dan pembobotan yang berbeda membagi wilayah Kabupaten Indramayu kedalam kelas tingkat kerawanan yang hampir sama, yaitu cukup rawan, rawan, dan sangat rawan. Hasil dari keempat peta menunjukkan bahwa Kabupaten Indramayu tergolong rawan banjir. Kelas


(55)

cukup rawan dan kelas rawan adalah kelas yang dimiliki dari setiap hasil, dimana kelas rawan adalah kelas yang mendominasi wilayah Kabupaten Indramayu. Keempat hasil peta mempelihatkan bahwa wilayah utara Kabupaten Indramayu lebih rawan banjir dibandingkan wilayah selatan.

Hasil peta dari penggunaan bobot 1 dan bobot 2 pada peta dengan CH tahunan tidak tampak berbeda. Pembagian kelas pada wilayah Kabupaten Indramayu secara visual di peta tampak tidak jauh berbeda. Umumnya kelas cukup rawan ditemukan di sisi selatan dan sangat rawan di sisi utara (Gambar 12 dan Gambar 13).

Berbeda dengan CH tahunan, pada CH bulanan hasil peta dari penggunaan kedua bobot tampak berbeda. Peta dengan bobot 1 memiliki kelas sangat rawan yang lebih luas dibandingan hasil peta bobot 2. Wilayah kelas sangat rawan juga terlihat lebih jelas pada peta hasil bobot 1, sedangkan kelas cukup rawan lebih terlihat jelas pada hasil peta bobot 2 (Gambar 14 dan Gambar 15).

Hasil peta dari pengunaan CH tahunan dan CH bulanan pada peta bobot 1 secara visual tampak berbeda. Kelas CH tahunan pada bobot 1 membagi Kabupaten Indramayu menjadi kelas cukup rawan dan rawan, sedangkan bobot 2 membagi menjadi kelas rawan dan sangat rawan (Gambar 12 dan Gambar 14). Sama halnya dengan bobot 2, penggunaan curah hujan yang berbeda menghasilkan peta rawan banjir yang secara visual tampak berbeda (Gambar 13 dan Gambar 15).

Perbedaan-perbedaan ini juga tampak dalam sebaran wilayah kelas kerawanan tiap kecamatan. Dengan melihat tingkat kerawanan yang paling tinggi, maka kelas rawan banjir yang diperhatikan adalah kelas yang sangat rawan. Kelas sangat rawan tidak terdapat dalam peta kerawanan CH tahunan bobot 1. Kelas sangat rawan pada peta kerawanan CH tahunan bobot 2 tersebar di 12 Kecamatan. Tiga kecamatan dengan luasan terluas adalah Balongan, Pasekan, Indramayu (Tabel 18). Kelas sangat rawan pada peta kerawanan CH bulanan bobot 1 tersebar di 17 kecamatan. Tiga kecamatan dengan luas cukup rawan terluas adalah Kecamatan Pasekan, Indramayu, dan Sindang. Kelas sangat rawan pada peta kerawanan CH bulanan bobot 2 tersebar di 23 kecamatan. Tiga kecamatan dengan


(56)

43

luas cukup rawan terluas adalah Kecamatan Pasekan, Balongan, dan Cantigi (Tabel 19).


(57)

Tabel 18 Luas Kelas Banjir di Tiap Kecamatan (Kelas Curah Hujan Tahunan) Luas Kelas Kerawanan Banjir (ha)

Bobot 1 Bobot 2

Nama

Kecamatan Cukup

Rawan Rawan

Sangat Rawan

Cukup

Rawan Rawan

Sangat Rawan

Total

Anjatan 9 8.193 17 8.184 8.201

Arahan 3.060 3.060 3.060

Balongan 2.439 2.169 270 2.439

Bangodua 1.763 1.589 2.034 1.318 3.352

Bongas 6 4.906 6 4.906 4.912

Cantigi 5.653 56.523 0,4 5.653

Cikedung 2.390 6.902 2.855 6.438 9.293

Gabuswatan 314 7.786 335 7.765 8.100

Gantar 5.955 11.363 11.132 6.186 17.317

Haurgeulis 111 5.868 111 5.868 5.978

Indramayu 5.422 432 4.823 167 5.422

Jatibarang 563 3.385 831 3.087 30 3.948

Jutinyuat 114 5.598 71 5.582 58 5.712

Kadanghaur 885 8.480 885 8.479 1 9.364

Karangampel 429 2.803 429 2.803 3.233

Kedokan

Bunder 219 3.185 119 3.286 3.405

Kertasemaya 1.894 2.175 1.121 2.947 4.068

Krangkeng 155 8.980 155 8.980 9.134

Kroya 2.497 8.196 6.221 4.472 10.693

Lelea 180 6.302 440 5.999 43 6.482

Lohbener 110 4.100 110 4.096 5 4.210

Losarang 473 12.628 473 12.614 15 13.101

Pasekan 9.004 8.806 198 9.004

Patrol 4.750 25 4.725 4.750

Sindang 2.386 32 2.314 40 2.386

Sliyeg 481 5.094 468 5.043 65 5.576

Sukagumiwang 1.493 2.743 2.050 2.186 4.236

Sukra 7.361 117 7.244 7.361

Terisi 6.833 11.330 10.446 7.717 18.162

Tukdana 1.012 5.072 501 5.583 6.084

Widasari 252 4.460 463 4.248 4.711

Total (Ha) 28.137 181.213 0 41.880 166.578 892 209.350


(58)

45

Tabel 19 Luas Kelas Banjir di Tiap Kecamatan (Kelas Curah Hujan Bulanan) Luas Kelas Kerawanan Banjir (ha)

Bobot 1 Bobot 2

Nama

Kecamatan Cukup

Rawan Rawan

Sangat Rawan

Cukup

Rawan Rawan

Sangat Rawan

Total

Anjatan 9 8.182 11 17 8.174 10 8.201

Arahan 3.060 3.052 8 3.060

Balongan 320 2.120 1.224 1.215 2.439

Bangodua 11 3.341 66 3.286 3.352

Bongas 6 4.906 6 4.906 4.912

Cantigi 4.272 1.381 4.656 997 5.653

Cikedung 9.293 2.469 6.798 26 9.293

Gabuswatan 103 7.997 154 7.946 8.100

Gantar 17.000 318 2.911 14.280 127 17.317

Haurgeulis 83 5.085 811 83 5.871 24 5.978

Indramayu 1.283 4.139 4.642 780 5.422

Jatibarang 7 3.696 246 24 3.779 145 3.948

Jutinyuat 5.397 315 40 5.182 490 5.712

Kadanghaur 547 8.817 673 8.617 74 9.364

Karangampel 105 3.127 323 2.766 143 3.233

Kedokan

Bunder 16 3.389 59 3.255 91 3.405

Kertasemaya 315 3.754 575 3.427 66 4.068

Krangkeng 9.134 9.121 13 9.134

Kroya 24 10.669 1.567 9.126 10.693

Lelea 6.427 55 154 6.154 174 6.482

Lohbener 4.071 139 4.074 137 4.210

Losarang 12.567 534 149 12.300 652 13.101

Pasekan 1.542 7.462 6.040 2.964 9.004

Patrol 4.750 25 4.725 4.750

Sindang 242 2.144 2.025 360 2.386

Sliyeg 5.281 294 5.227 349 5.576

Sukagumiwang 36 3.910 290 571 3.665 4.236

Sukra 7.361 117 7.244 7.361

Terisi 14 18.132 16 3.081 15.072 10 18.162

Tukdana 6.080 4 870 5.214 0 6.084

Widasari 4.711 4.699 12 4.711

Total (Ha) 1.276 187.797 20.277 13.935 186.547 8.868 209.350


(1)

(2)

1. Kelas Curah Hujan

No Kelas Skor

1 > 450 mm 100

2 425 - 450 mm 90

3 400 - 425 mm 80

4 375 - 400 mm 70

5 350 - 375 mm 60

6 325 - 350 mm 50

7 300 - 325 mm 40

8 275 - 300 mm 30

9 250 - 275 mm 20

10 225 - 250 mm 10

11 < 225 mm 1

Sumber : Suherlan (2001)

No Kelas Skor

1 > 3000 mm (Sangat Basah) 9

2 2501 - 3000 mm (Basah) 7

3 2001 - 2500 mm (Sedang/ Lembab) 5

4 1501 - 2000 mm (Kering) 3

5 < 1500 mm (Sangat Kering) 1 Sumber : Purnama (2008)

2. Kelas Lereng

No Kelas Skor

1 Datar (0 - 3%) 90

2 Landai (3 - 8%) 75

3 Agak Curam (8 - 15%) 40

4 Curam (15 - 25%) 20

5 Sangat Curam (25 - 40%) 1

6 Terjal (> 40%) 0


(3)

53

Lampiran 1 (Lanjutan) Contoh Pembagian Kelas Parameter Banjir 3. Kelas Drainase/ Tekstur Tanah

No Kelas Skor

1 Sangat halus 90

2 Halus 75

3 Sedang 50

4 Kasar 25

5 Sangat kasar 10

Sumber : Utomo (2004)

No Kelas Skor

1 Sangat buruk 4

2 Buruk 3

3 Sedang 2

4 Bagus 1

Sumber : Wiujianna (2005)

No Kelas Skor

1 Entisol 4

2 Inceptisol, Alfisol, Oxisol 3

3 Vertisol, Ultisol 2

4 Andisol, Mollosiol 1

Sumber : Raharjo (2008)

4. Kelas Bentuk Lahan

No Kelas Skor

1 Dataran estuarin, Pesisir lumpur 90

2 Dataran fluvio-marin 80

3 Dataran Banjir 75

4 Dataran Aluvial 70

5 Dataran Volkan 60

6 Aliran Lava Tua 50

7 Ngarai Volkan Luas 45

8 Ngarai volkan sempit, dasar lembah

sempit 40

9 Lungur volkan 35

10 Persir pasir, teras sungai 30

11 Lipatan 25

12 Punggung plateau 20

13 Lereng volkan bawah, gawir plateau,

perbukitan volkan terpisah 10

14 Lereng volkan tengah 1

15 Lereng volkan atas, lerang terjal 0 Sumber : Utomo (2004)


(4)

Lampiran 1 (Lanjutan) Contoh Pembagian Kelas Parameter Banjir

No Bentuk Lahan Skor

1 Basin aluvial 4

2 Dataran aluvial 3

3 Dataran karst 0

4 Dataran pasang surut 4

5 Dataran tektonik 2

6 Dataran volkan 2

7 Dataran antar perbukitan/

pegunungan 1

8 Jalur aliran sungai 4

9 Kerucut volkan 0

10 Pegunungan volkan 0

11 Perbukitan karst 0

12 Perbukitan tektonik 0

13 Perbukitan volkan 0

14 Pesisir pantai 4

15 Teras marin 4

16 Tubuh air 4

Sumber : Suherlan (2001) dan Utomo (2004)

5. Penutupan Lahan dan Buffer Sungai

No Kelas Skor

1 Sawah, Tanah Terbuka, 90

2 Pertanian Lahan Kering,

Permukiman 70

3 Semak, Belukar, Alang-alang 50

4 Perkebunan 30

5 Hutan 10

6 Awan dan Bayangan Awan 10

Sumber : Primayuda (2006)

No Kelas Skor

1 Sangat Rawan 70

2 Rawan 50

3 Agak Rawan 30


(5)

55

Lampiran 2 Contoh Pembobotan Parameter Kerawanan Banjir

No Parameter Banjir Bobot

1 Tebal Hujan 30 %

2 Kelerengan 20 %

3 Ketinggian 30 %

4 Penggunaan Lahan 10 %

5 Tekstur Tanah 10 %

Sumber : Suherlan (2001)

No Parameter Banjir Bobot

1 Kemiringan Lereng 0,25

2 Bentuk Lahan 0,25

3 Curah Hujan 0,25

4 Tekstur 0,10

5 Penggunaan Lahan 0,10

6 Buffer Sungai 0,05

Sumber : Primayuda (2006)

No Parameter Banjir Bobot

1 Kemiringan Lahan 0,20

2 Kelas Ketinggian 0,10

3 Tektur Tanah 0,20

4 Drainase Tanah 0,10

5 Curah Hujan 0,15

6 Penggunaan Lahan 0,15

7 Buffer Sungai 0,10


(6)

Koordinat Curah Hujan Rata-rata Bulanan (Periode 15 Tahun)

No Stasiun Curah

Hujan

x Y 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

CH Rata-rata Tahunan

CH Rata-rata Bulanan*

1 Anjatan 107,9 -6,36 285 159 142 116 80 51 24 15 12 75 112 139 1.211 194

2 Bondan 108,3 -6,61 316 195 236 191 104 58 27 14 22 56 169 272 1.659 261

3 Bt Huni 108,0 -6,59 210 335 233 305 120 86 41 12 24 100 258 212 1.938 252

4 Bugel 108,0 -6,30 252 154 100 73 57 44 17 10 12 50 90 112 972 173

5 Cidempet 108,3 -6,36 312 192 140 112 83 55 32 14 18 58 129 169 1.314 224

6 Cikedung 108,2 -6,47 295 194 184 175 94 66 33 17 23 119 209 261 1.671 250

7 Cipancuh 107,9 -6,49 361 239 196 226 82 89 43 23 52 141 251 244 1.949 282

8 Gantar 108,0 -6,53 282 225 233 186 69 73 35 21 41 129 251 232 1.776 246

9 Gb. Wetan 108,0 -6,45 231 175 141 88 48 45 37 57 58 144 149 218 1.391 208

10 Indramayu 108,3 -6,34 396 243 136 151 119 107 39 32 27 68 160 208 1.686 283

11 Jatibarang 108,3 -6,46 301 175 140 141 83 68 28 16 34 92 181 241 1.500 239

12 Juntiyuat 108,4 -6,43 263 202 125 153 122 106 36 26 15 54 125 182 1.410 216

13 Kedokan Bunder 108,4 -6,51 232 141 117 116 84 97 32 10 18 4 121 174 1.191 182

14 K.Asem 108,1 -6,39 246 170 131 118 72 54 24 7 28 81 137 154 1.221 190

15 Krangkeng 108,5 -6,50 231 162 157 137 115 102 38 20 29 75 139 204 1.409 199

16 Losarang 108,2 -6,41 302 173 138 116 102 68 26 13 14 77 174 197 1.399 224

17 Lw semut 108,0 -6,43 225 162 113 113 69 50 24 12 17 81 175 152 1.194 180

18 Sukadana 108,3 -6,55 287 193 189 169 102 54 30 15 25 78 169 219 1.529 233

19 Tugu 108,2 -6,51 265 190 184 162 86 50 30 16 24 95 184 246 1.533 234

CH Rata-rata 278 194 160 150 89 70 31 18 26 85 168 202 1.471