4.2.4 MAIN FRAME DETIK.COM Analisis :
Define Problems. Detik.com memandang kasus pengklaiman ini sebagai
kasus yang hendaknya diselesaikan dengan benar, karena Indonesia sendiri memiliki landasan hukum yang lemah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta, pada Pasal 10 Ayat 2 disebutkan, negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang jadi milik
bersama, di antaranya cerita, hikayat, dongeng, legenda, tarian, koreografi, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
Berdasarkan kewenangan itu, pemerintah bisa melakukan publikasi multimedia secara internasional secara besar-besaran, baik melalui televisi, internet, media
luar ruang maupun buku-buku mengenai seni budaya.
Dari berita diatas yang menjadi korpus Detik.com, narasumber antara lain Dirjen Nilai Kebudayaan Seni dan Film Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata Tjetjep Suparman, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, Presiden SBY serta Juru Bicara Deplu Tengku Faizasyah, mendapat porsi yang luas untuk
menyatakan pendapatnya. Sedangkan dari pihak pemerintah Malaysia diberi porsi sedikit. Dari pembagian porsi berita ini jelas sekali bahwa Detik.com memandang
kasus klaim kebudayaan sebagai kasus yang cukup patut diberi perhatian khusus.
Diagnose Causes. Dalam keseluruhan berita Detik.com, kesalahpahaman
masyarakat Indonesia terhadap Malaysia sebagai penyebab masalah. Disini letak awal masalah bukan pada murni kesalahan dari Malaysia. Masalah sebaliknya,
diletakkan pada production house PH yang memproduksi Iklan Visit Year tersebut.
Dari informasi yang diperoleh tampaknya pemerintah Malaysia tidak tahu-menahu. Tapi ini merupakan karya
suatu production house. Judul: “Deplu: Ada Upaya Korektif dari Pihak Malaysia”
Iklan dari Discovery sudah dicabut, mereka akan mencabutnya hari ini dan tidak akan menayangkan
kembali. Judul: “Discovery Channel Cabut Iklan Tari Pendet Malaysia”
Dari kutipan berita tersebut, kelihatan bahwa segala hal mengarah pada keseriusan pemerintah Malaysia dalam menyelesaikan tuduhan pengklaiman
kebudayaan milik Indonesia. Terlebih ketika Discovery Channel mencabut Iklan Tari Pendet Malaysia. Keputusan ini diambil agar hubungan bilateral antara
Indonesia dengan Malaysia tidak terganggu. Jadi kasus pengklaiman budaya sudah tidak ada lagi.
Make Moral Judgement. Dari pemberitaan yang ditulis Detik.com dapat
ditarik suatu penilaian moral atas tuduhan atas pengklaiman kebudayaan milik Indonesia, dalam hal ini meliputi pemerintah Malaysia dengan production house
PH dan pemerintah Indonesia. Penilaian atas pemerintah Malaysia dengan production house PH. Pertama, kurangnya pemahaman bahwa kebudayaan tiap
negara itu pasti berbeda. Karena dalam hal publikasi seni budaya, ternyata Malaysia yang satu rumpun budaya dengan Indonesia sangat proaktif dengan
melakukan berbagai cara dalam mempromosikan budayanya. Tak dapat dipungkiri sekilas banyak kemiripan tentang kebudayaan dari kedua negara ini.
Dan tidak mengherankan juga, karena antara Indonesia dan Malaysia sangat perspektif dalam pewarisan budaya bersama atau shared heritage. Selain
melakukan promosi seni budaya melalui televisi, internet, iklan luar ruang, dan media lainnya.
Jika ingin menampilkan kebudayaan, kebudayaan tersebut harus jelas maka mesti dicantumkan siapa
pemiliknya. Namun jika kebudayaan tersebut masih abu- abu juga mesti dicantumkan grey area atau abu-abu.
Judul: “Discovery Channel Cabut Iklan Tari Pendet Malaysia”.
Kedua, Adanya keseriusan dari kedua belah pihak untuk menyelesaikan yang harus diambil dengan segera agar tidak menjadi masalah yang
berkepanjangan.
Iklan dari Discovery sudah dicabut, mereka akan mencabutnya hari ini dan tidak akan menayangkan
kembali. Judul: “Discovery Channel Cabut Iklan Tari Pendet Malaysia”.
Sementara itu penilaian atas kedua negara masing-masing sudah benar. Malaysia telah meralat iklan tersebut, dengan mencabut iklan Visit Year tersebut.
Dan Indonesia segera mendaftarkan Tarian Pendet dan kebudayaan lainnya kepada UNESCO agar diakui oleh Internasional.
“Sekarang sedang ditunggu pengakuan UNESCO terhadap kain batik sebagai salah satu warisan dunia yang ada di
Indonesia. Termasuk juga seni musik angklung.” Judul: “Pelaku Budaya Harus Tampilkan Identitas Daerahnya”
Dari kutipan berita diatas menyatakan bahwa Malaysia dengan production house PH dan pemerintah Indonesia sudah melakukan tugasnya dengan benar
bahkan terkesan tidak main-main untuk membuktikannya.
Treatment Recommendation. Treatment recommendation Detik.com atas
pengklaiman kebudayaan ini adalah mengupayakan agar ada pengakuan dunia internasional terhadap warisan budaya Indonesia sesuai dengan undang-undang,
dalam kasus ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, pada Pasal 10 Ayat 2 disebutkan, negara memegang hak cipta atas folklor
dan hasil kebudayaan rakyat yang jadi milik bersama, di antaranya cerita, hikayat, dongeng, legenda, tarian, koreografi, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
Kalau ini sudah, siapapun negara lain yang mau mengembangkannya mau ikut menginovasikan terserah.
Berarti budaya kita bisa mendunia dan mendapat pengakuan sebagai warisan dari Indonesia. Judul:
“Malaysia Belum Resmi Minta Maaf Soal Pendet”
Dengan pertimbangan kelalaian dari pihak production house PH bukan sepenuhnya kesalahan dari pemerintah Malaysia, oleh karena itu hal yang
direkomendasikan selanjutnya adalah mengeksplor kebudayaan Indonesia sebanyak-banyaknya dan segera mendaftarkan kebudayaan tersebut ke UNESCO.
Selain hal-hal di atas, dapat dilihat kecenderungan Detik.com atas kasus ini dari segi narasumber. Semua narasumber dari ketiga berita yang menjadi
korpus penelitian ini adalah orang-orang yang memiliki peranan penting dalam kebudayaan. Seperti Dirjen Nilai Kebudayaan Seni dan Film Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata Tjetjep Suparman, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, serta Presiden SBY. Ini menandakan bahwa Detik.com ingin
memberikan kesan positif bagi kedua belah pihak, karena sumber-sumber terkait berada dalam pihak yang netral. Hal ini tentunya memiliki dampak, yaitu
khalayak yang membaca berita ini pasti menganggap hubungan kedua negara yang sempat berseteru ini telah usai. Hal ini tidak lepas dari kepercayaan khalayak
atas narasumber yang memiliki kredibilitas atas kasus ini. Contohnya: ketika
membaca pendapat Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, khalayak secara tidak langsung diajak untuk tidak dipusingkan dengan pemberitaan yang bernada minor
terhadap pemerintahan Malaysia. Selain dari segi isi berita, treatment recommendation dapat dilihat juga
dari kalimat pembuka berita. Umumnya, kalimat pembuka sangat memiliki peran krusial bagi suatu media dalam membangun suatu pesan. Berikut adalah petikan
kalimat pembuka dari ketiga berita Detik.com tentang pengklaiman kebudayaan Indonesia oleh Malaysia;
“Sengketa kebudayaan antara Indonesia dengan Malaysia sudah dibicarakan dalam pertemuan tingkat menteri luar
negeri bahkan kepala negara. Dengan kata lain, ada upaya korektif dari pihak Malaysia.”
Judul: Deplu: Ada Upaya Korektif dari Pihak Malaysia
“Pemerintah Indonesia telah dan terus aktif upayakan pengakuan dunia terhadap hak cipta warisan budaya dan
karya bangsa. Langkah ini perlu didukung pelaku budaya dalam negeri dengan selalu menampilkan label made in
Indonesia di setiap produknya.” Judul: Pelaku Budaya Harus Tampilkan Identitas Daerahnya
“Gambar penari pendet yang memicu rasa marah publik Indonesia merupakan iklan acara Discovery Channel
bertajuk Enigmatic Malaysia. Iklan tersebut dicabut hari ini. Iklan dari Discovery sudah dicabut, mereka akan
mencabutnya hari ini dan tidak akan menayangkan kembali. Judul: Discovery Channel Cabut Iklan Tari
Pendet Malaysia
Sejauh pantauan kita, permasalah itu sudah selesai sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi. Judul: Deplu:
Malaysia Telah Minta Maaf
Pembukaan kalimat berita seperti di atas jelas sekali dapat dikatakan sebagai pembuka yang bersifat solutif terhadap Malaysia dengan Indonesia. Dari
ketiga kalimat pembuka di atas, semua berbicara tentang penyelesaian yang dilakukan Malaysia agar tuduhan pengklaiman terhadap tarian pendet milik
Indonesia segera berakhir. Bahkan dari semua kalimat di atas seakan mempertegas pesan bahwa Malaysia tidak sepenuhnya harus bertanggung jawab,
karena production house PH juga turut mempertanggungjawabkan masalah ini. Dengan teknik penulisan seperti di atas, bisa juga dimaknai bahwa
Detik.com termasuk ke dalam golongan yang mendukung proses penyelesaian masalah sensitif ini. Berita-berita Detik.com seolah ingin menetralkan pihak
Malaysia. Selain dari segi kalimat berita, ilustrasi gambar juga mempunyai peran
dalam membangun pesan. Pada berita Detik.com cukup memiliki gambar yang
sesuai dengan isi berita. Dari empat berita Detik.com, dalam berita yang memuat gambar Presiden SBY yang sedang berpidato dengan keterangan: “Pelaku Budaya
Harus Tampilkan Identitas Daerahnya”, seakan memberikan penekanan bahwa beliau serius dalam menyelesaikan masalah kebudayaan ini. Sedangkan dalam
salah satu berita memuat gambar penari pendet seakan ingin memberikan penekanan bahwa memang tarian pendet sudah ada di Indonesia sejak dahulu
kala.
Tabel 18.
Frame detik.com
Frame Detik.com : Pemberitaan negatif itu hanya disebabkan faktor kelalaian saja dari pihak production house PH.
Framing Robert N. Entman
Isi Berita
Define Problems Kasus pengklaiman tarian pendet oleh
Malaysia dalam iklan Visit Year. Diagnose Causes
Production House PH sebagai pelaku pembuat iklan Visit Year.
Make Moral Judgement 1.
Adanya kesalahpahaman dari pihak Production House PH.
2. Malaysia serius dalam
menyelesaikan permasalahan yang ada.
Treatment Recommendation 1. Malaysia telah meminta maaf
terhadap kesalahan penayangan tarian pendet ke dalam Iklan
Discovery Channel. 2. Iklan Discovery Channel bertajuk
Enigmatic Malaysia telah dicabut.
4.2.5 Perbandingan Frame Detik.com dan Okezone.com Tabel 19.