Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

5 penjelasan diatas semakin merujuk pada ciri khas, keunikan dan pentingnya kepemimpinan situasional untuk meningkatkan kinerja. Kepemimpinan situasional dapat diterapkan dalam setiap jenis organisasi baik organisasi usaha, industri, pemerintahan, militer, atau bahkan keluarga. Konsep kepemimpinan situasional dapat diterapkan dan ditemukan dalam situasi apapun, dimanapun selama orang-orang berusaha mempengaruhi perilaku orang lain Hersey dan Blanchard, 1986. Hal inilah yang membedakan gaya kepemimpinan situasional dengan gaya kepemimpinan yang lain. Gaya kepemimpinan situasional merupakan gaya kepemimpinan yang berfokus pada kesesuaian atau efektivitas gaya kepemimpinan dengan kematangan bawahan dalam kaitannya dengan tugas tertentu Hersey dan Blanchard, 1986. Kematangan bawahan terdiri dari 2 bagian, yakni kematangan pekerjaan job maturity dan kematangan psikologis psychological maturity. Kematangan pekerjaan terdiri dari dimensi pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan pengerjaan tugas kerja. Sedangkan kematangan psikologis terdiri dari kemauan, komitmen dan motivasi bawahan untuk melakukan tugas Hersey dan Blanchard, 1986. Di dalam organisasi terdapat tingkat kematangan bawahan kematangan pekerjaan dan psikologis, dimulai dari tingkat yang rendah atau tidak matang hingga tingkat yang tinggi atau matang. Hersey dan Blanchard, 1986. Berdasarkan tingkat kematangan bawahan yang beragam maka perilaku pemimpin dapat berbeda – beda pula. Ketika menghadapi bawahan yang kurang matang, biasanya bawahan baru, pemimpin seharusnya lebih 6 cenderung memberikan pengarahan, bimbingan dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan bawahan. Sebaliknya, pemimpin dalam menghadapi bawahan yang matang, sebaiknya lebih mengikutsertakan dan mendelegasikan tugas yang dibebankan kepada bawahannya Hersey dan Blanchard, 1986. Pemimpin yang dapat menyesuaikan perilakunya dengan tingkat kematangan bawahan akan mengarah pada pemimpin yang efektif. Efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada kemampuannya membaca situasi atau tingkat kematangan anggota sehingga ia dapat menyesuaikan hal tersebut dengan perilakunya. Dalam buku terjemahan Management of Organizational Behavior Hersey dan Blanchard, 1986 tertulis sebagai berikut: “Makin dapat manajer mengadaptasi gaya perilaku kepemimpinan mereka untuk memenuhi tuntutan situasi tertentu dan kebutuhan pengikut mereka, maka cenderung akan efektif pula mereka dalam upaya mencapai tujuan pribadi dan organisasi.” Berdasarkan penelitian kepemimpinan situasional yang dilakukan oleh Gumpert dan Hambleton pada tahun 1974, gaya kepemimpinan yang efektif akan berdampak positif bagi pemimpin dan bawahan Hersey dan Blanchard, 1986. Pemimpin akan merasa berhasil karena dapat mempengaruhi bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Bawahan akan merasa dirinya menjadi bagian penting bagi perusahaan. Perasaan tersebut bisa jadi membuat bawahan ikut serta dalam proses pekerjaan dan akan melaksanakannya dengan lebih baik demi masa depan perusahaan. Sedangkan gaya kepemimpinan yang tidak efektif berdampak negatif juga bagi pemimpin dan bawahan. Pemimpin 7 merasa tidak berhasil mempengaruhi bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Bawahan merasa tidak menjadi bagian penting dari perusahaan, dan tidak ada semangat dalam bekerja sehingga tidak dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik. Penelitian lainnya tentang kepemimpinan situasional dilakukan juga oleh Kuncaraningtyas 2011. Penelitian tersebut membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara performansi karyawan berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional. Namun dari penelitian Kuncaraningtyas masih ada beberapa keterbatasan yang perlu diperbaiki untuk mendapatkan kualitas penelitian yang lebih baik. Keterbatasan-keterbatasan tersebut antara lain penyebaran skala tidak diberikan secara langsung kepada subjek sehingga subjek tidak bisa menanyakan langsung dan mengalami kesulitan dalam mengisi skala, subjek yakni bawahan menilai sendiri kinerjanya sehingga ada kemungkinan subjektivitas atau faking, dan asumsi normalitas pada skala kinerja dan asumsi homogenitas tidak terpenuhi. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki keterbatasan penelitian sebelumnya dengan menggunakan subjek penelitian yang berbeda yakni subjek dari karyawan PT. Sumber Alfaria Trijaya SAT Tbk. PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk merupakan perusahaan ritel terkemuka yang melayani lebih dari 2,1 juta pelanggan setiap harinya di hampir 6.037 gerai yang tersebar di Indonesia per Mei 2012. Marwan, Komunikasi pribadi, Mei, 2012. Perusahaan ini merupakan perusahaan yang semakin maju dengan munculnya gerai – gerai baru. Sayangnya gerai – gerai baru tersebut tidak 8 diiringi dengan penambahan karyawan pramuniaga kasir baru. Kondisi ini memaksakan pihak internal untuk merotasi karyawan pramuniaga kasir dari gerai lama ke gerai baru. Keputusan ini dapat berdampak buruk pada kinerja mereka karena perlu menyesuaikan lagi gaya kepemimpinan atasan yang baru. Selain itu, kurangnya karyawan pramuniaga kasir pada suatu gerai membuat konsumen mengeluhkan kinerja mereka karena pelayanan yang lambat dan kurang memuaskan Karyawan, komunikasi pribadi, September, 2012. Penelitian ini penting untuk dilakukan demi pengembangan SDM dan pencapaian kinerja yang lebih tinggi bagi karyawan PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk, khususnya Pramuniaga Kasir. Berdasarkan penelitian Hersey, Likert, Coch dan French di perusahaan luar negeri, pencapaian ini dapat terjadi apabila memperhatikan gaya kepemimpinan yang sesuai. Kesesuaian ditentukan pada kematangan dan budaya tenaga kerja sehingga semua ini mendukung adanya kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard, 1986. Hal ini semakin mendukung penelitian ini untuk dilakukan karena kepemimpinan situasional dijadikan variabel bebas dalam penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, pokok masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah terdapat perbedaan kinerja berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional? 9

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kinerja berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis Manfaat teoritis pada penelitian ini adalah memberi sumbangan pemikiran dalam ilmu psikologi, khususnya psikologi industri organisasi untuk menjelaskan perbedaan kinerja berdasarkan efektivitas kepemimpinan situasional. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis bagi subyek penelitian diharapkan dapat menjadi umpan balik dan membantu subyek untuk mengevaluasi kinerja mereka. Sedangkan bagi PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan perusahaan untuk menerapkan dan mempertahankan gaya kepemimpinan situasional yang efektif demi terciptanya kinerja karyawan yang lebih tinggi. 10

BAB II DASAR TEORI

A. Kinerja Karyawan

1. Definisi Kinerja Konsep kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah job performance. Wirawan 2009 menyatakan bahwa kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Pernyataan itu senada dengan Riggio 2008 yang menyatakan bahwa kinerja merupakan salah satu keluaran kerja yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena kinerja merupakan variabel dalam organisasi yang selalu diukur sehingga mendapatkan perhatian dari organisasi tersebut. Oleh karena itu keberhasilan atau kegagalan organisasi tergantung pada kinerja setiap karyawan. Berdasarkan dari berbagai literatur, pengertian tentang kinerja sangat beragam. Akan tetapi, dari berbagai perbedaan pengertian, dapat dikategorikan dalam dua pengertian, yaitu dalam konteks hasil dan perilaku Sudarmanto, 2009. a. Pada konteks hasil, Bernardin 2003 menyatakan bahwa kinerja merupakan catatan hasil yang dihasilkan atas fungsi pekerjaan atau aktivitas-aktivitas selama periode waktu tertentu. Dari pengertian 11 tersebut, Bernardin menekankan kinerja sebagai hasil, bukan karakter sifat dan perilaku. Pengertian kinerja sebagai hasil juga terkait dengan produktivitas dan efektivitas Richard dalam Sudarmanto, 2009. b. Pengertian kinerja yang kedua merujuk pada perilaku. Murphy dalam Sudarmanto, 2009 menyatakan bahwa kinerja merupakan seperangkat perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi atau unit organisasi tempat orang bekerja. Pengertian kinerja sebagai perilaku juga dikemukakan oleh peneliti lain. Kinerja adalah sesuatu yang secara aktual orang kerjakan dan dapat diobservasi. Dalam pengertian ini kinerja mencangkup perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi. Kinerja bukan konsekuensi atau hasil tindakan, tetapi tindakan itu sendiri Campbell dalam Sudarmanto, 2009. Dari penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja adalah keluaran dari pekerjaan yang dapat berupa hasil atau indikator perilaku kerja demi pencapaian tujuan organisasi. Maka penelitian ini menggunakan kinerja dengan pengertian yang merujuk pada indikator perilaku dan hasil yang terkait dengan efektivitas. Hal ini disebabkan karena adanya kesesuaian antara pengertian tersebut dengan dimensi skala kinerja yang digunakan dalam penelitian ini.

2. Dimensi Kinerja

Dimensi kinerja merupakan aspek-aspek yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja. Ukuran-ukuran dijadikan tolak ukur dalam menilai 12 kinerja untuk mengetahui apakah kinerja suatu organisasi atau individu sudah cukup baik. Ada beberapa pandangan mengenai dimensi kerja, seperti yang dijabarkan berikut ini: Miner 1988 mengemukakan 4 dimensi yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja, yaitu: a. Kualitas, yaitu: tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan. b. Kuantitas, yaitu: jumlah pekerjaan yang dihasilkan. c. Penggunaan waktu dalam bekerja, yaitu: tingkat ketidakhadiran, keterlambatan, waktu kerja efektif atau jam kerja hilang. d. Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja. Dari keempat dimensi kinerja tersebut, dua hal terkait dengan aspek keluaran atau hasil pekerjaan, yaitu kualitas dan kuantitas. Sedangkan dua hal terkait aspek perilaku individu yaitu penggunaan waktu dalam kerja kepatuhan terhadap jam kerja, disiplin dan kerja sama. Terkait dengan dimensi kualitas, Parasuraman, Zeithaml dan Berry dalam Sudarmanto, 2009 mengemukakan ukuran kinerja dalam dimensi kualitas, sebagai berikut: a. Kehandalan, yakni mencakup konsistensi kinerja dan kehandalan dalam pelayanan, akurat, benar dan tepat. b. Daya tanggap, yaitu keinginan dan kesiapan para pegawai dalam menyediakan pelayanan dengan tepat waktu. c. Kompetensi, yaitu keahlian dan pengetahuan dalam memberikan pelayanan.