BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
Penelitian dalam hal ini adalah Pola Komunikasi Da’i dengan PSK Bangunsari Surabaya. Da’i yang menjadi informan dalam penelitian ini
adalah Da’i yang tinggal di Bangunsari dengan jabatan yang berbeda dan tergabung dalam Ikatan Da’i Area Lokalisasi.
Pemahaman masyarakat terdahulu mengenai Da’i hanyalah seseorang yang memberi ceramah atau dakwah di masjid – masjid. Hal
ini berbeda dengan keadan Da’i pada saat ini. Da’i yang ada pada saat ini tidak hanya berdakwah di masjid saja melainkan juga berdakwah diluar
masjid. Realitas ini didapatkan dari minimnya pembinaan mental dan spiritual terhadap PSK, maka muncul gagasan untuk membentuk wadah
yang menghimpun para Dai dan komponen terkait dalam sebuah organisasi IDIAL dengan tujuan agar pola pendekatan dan pola
pembinaan terhadap PSK dan Mucikari lebih sistematis. Ikatan Da’i Area Lokalisasi atau singkatannya IDIAL merupakan
lembaga yang ada dibawah payung MUI Jatim dan legalitasnya berdasar SK MUI Jatim untuk periode 5 tahun. Sedangkan IDIAL sendiri adalah
lembaga pertama kali di Indonesia yang berperan mengentas para PSK.
PSK yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah PSK Bangunsari yang telah berhenti dari pekerjaannya, namun tetap tinggal di
kawasan Bangunsari. Pekerjaan melacur atau nyundal sudah dikenal di masyarakat sejak
berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa kemasa. Sundal selain meresahkan juga mematikan,
karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku sex bebas tanpa pengaman bernama kondom.
Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk
menyewakan tubuhnya. Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya
sering dianggap sebagai sampah masyarakat. Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun
toh dibutuhkan evil necessity. Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang
membutuhkannya biasanya kaum laki-laki; tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan
memperkosa kaum perempuan baik-baik. Augustinus dari Hippo 354-430, seorang bapak gereja. Ia
mengatakan bahwa pelacuran itu ibarat selokan yang menyalurkan air yang busuk dari kota demi menjaga kesehatan warga kotanya”. Istilah
pelacur sering diperhalus dengan pekerja seks komersial, wanita tuna susila, istilah lain yang juga mengacu kepada layanan seks komersial.
Khusus laki-laki, digunakan istilah gigolo. Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya
pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya http:id.wikipedia.org
Pada opini tersebut tentu predikat yang melekat pada PSK sangat buruk. Namun bila dilihat dari sisi yang lain yaitu profesi psk merupakan
suatu upaya, usaha yang dilakukan oleh kaum perempuan yang merasa dirinya sudah tidak ada alternative pekerjaan yang lain. Profesi demikian
terpaksa ditempuh dengan tujuan memenuhi kebutuhan hidup. Profesi sebagai PSK tersebut dilakukan atas dasar mencari
penghasilan karena faktor untuk berjuang mempertahankan hidup ditengah sulitnya kaum perempuan mendapatkan pekerjaan yang layak,
khususnya bagi mereka yang berpendidikan rendah yang berasal dari daerah pedalaman, apalagi yang dia andalkan selain kecantikan dan
kemolekan tubuh yang indah yang dapat menggoda nafsu kaum laki-laki. Anak perempuan juga mendapatkan tuntutan yang sama dengan saudara
laki-lakinya dan mereka kemudian harus menyesuaikan dengan tata kehidupan global dengan berbagai implikasinya, akhirnya mereka
mencari pekerjaan yang paling mudah yakni menjual tubuhnya Muniarti, 2004: 212-213.
Dalam melakukan hubungan seksual sebagian remaja tidak terlindungi dari pengaruh lingkungan, sehingga menjadikan anak tersebut
menjadi seorang pekerja seks komersial. Namun tidak menutup kemungkinan, wanita-wanita yang status ekonomi rendah yang menjadi
seorang pelacur, alasan lainnya bisa karena faktor ditinggal pasangannya, korban pemerkosaan, broken home ataupun karena memang mencari
kepuasan dan menyukai kebebasan dan keseronokan. Namun faktor yang kerap dijadikan alasan karena tidak adanya lapangan pekerjaan yang
sesuai dengan mereka.
4.2. Identitas Informan