Morfologi Bahasa Melayu Tamiang
MORFOLOGI BAHASA MELAYU TAMIANG
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN OLEH
NAMA
: PRAYOGO
NIM
: 110702022
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PROPOSAL SKRIPSI
MORFOLOGI BAHASA MELAYU TAMIANG
Dikerjakan Oleh:
Nama : Prayogo
Nim : 110702011
Diketahui
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Rozanna Mulyani, M. A. Drs. Baharuddin, M. Hum NIP 19600609 198612 2001 NIP 19600101 198803 1007
Disetujui Oleh,
Departemen Sastra Daerah FIB USU Ketua
Drs. Warisman Sinaga, M.Hum NIP 19620716 198803 1002
(3)
PENGESAHAN
Diterima oleh:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Bahasa dan Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan
Pada
Hari Tanggal
Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan
Dr. Syahron Lubis, M. A NIP: 19511013 197603 1001
Panitia Ujian
No Nama Tanda Tangan
1. Drs. Warisman Sinaga, M. Hum ………..
2. Dra. Herlina Ginting, M. Hum ………..
3. Dr. Rozanna Mulyani, M. A ………..
4. Drs. Baharuddin, M. Hum ………..
(4)
DISETUJUI OLEH:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH MEDAN
2015
Medan, Agustus 2015
Ketua Departemen Sastra Daerah
Drs. Warisman Sinaga, M. Hum NIP: 19620716 198803 1002
(5)
ABSTRAK
Pada penelitian ini penulis membahas tentang Morfologi Bahasa Melayu Tamiang. Dari pembahasan ini penulis ingin memaparkan bagaimana proses morfologi pada bahasa Melayu Tamiang. Proses morfologi pada bahasa Melayu Tamiang adalah afiksasi, reduplikasi dan komposisi. Tujuan dari penulisan skripsi ini diharapkan kita dapat mengetahui bagaimana proses morfologi pada bahasa Melayu Tamiang dan diharapkan skripsi ini dapat dijadikan dokumentasi dan dapat dijadikan bahan ajar muatan lokal. Untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis memperoleh data dari informan yaitu praktisi budaya, masyarakat umum dan juga data pustaka sebagai data pendukung. Metode yang penulis gunakan untuk menganalisis data adalah metode kualitatif hal ini dikarenakan data dan hasil analisis nantinya bersifat kualitatif.
(6)
تاك
ﭭﯾﻔ
رتن
و نوووووو ف نانووووووف روك ش نووووووف
ﭽ
تووووووح د نوووووو نووووووا يونحكتووووووت ا دووووووكف
وووووووحو توووووووم
.
دوووووووح توووووووا
توووووووح د تت ووووووو ا يتووووووويك ك يتوووووووان ب
رتوووووووكحن بحك
حتح
ڬ
وووووووووفوك نووووووووو ف
حﺛحم
دك ووووووووو
شووووووووو حو شووووووووو فحنك س
.
شووووووووو فحنك س
نم كنووووووو ن ب شوووووو حو
نووووووو نف
ݢ
متووووووو نوووووووح ووووووم و توووووووتب ش
.
نووووووو نف نم
ݢ
ش
داتووووووووف ن م
بتﭽ
حﻠ
نووووووووك م ووووووووو ح
تووووووووح
تووووووووف
حﻠ
روك نووووووووسود م
حو حف
تووووووووووس يك
حفم
بتﭽ
حﻠ
ا نووووووووووك م ووووووووووو ح
ح
ڽ
نوووووووووو نكنف ش ن ف ووووووووووس
ݢ
ش
،
ووووووو كو س روك وكتي وووووووس
.
شووووووو حو شووووووو فحنكس
ووووووو وك دك ووووووو ﻠ س نووووووو ف
نا نوا
ه ب
٦
د نب
.
نووووووو ف
حبم حم
ودوووووووو ب
نوووووووو نف نم د تووووووووا
ݢ
متوووووووو نووووووووح م تووووووووب ش
متوووووووو نووووووووح م تووووووووب دح تووووووووا
تووووووووس
ي
وووووووو ك و
ي وك ش تووووووووكحك وووووووو
نووووووو نف نم ي كنوووووووس
ݢ
ح
ڽ
.
رتووووووو و ﻠ ف نووووووووحو دح وووووووس
ش ح حم
نوووووووحوك توووووووب
ووووووسنسنخ
ڽ
متوووووو نووووووح م وووووو تووووووب
تووووووس ه ووووووستم
ي
كحد ووووووس
ش تووووووكحك
.
توووووووح رتووووووو و ﻠ ف رتوووووووكفنتحك
ڤ
وووووووفوك شووووووو حو رتوووووووانك نووووووو ف
يكتوووووووج م
وووووفحك شوووووا شوووووستو منا ك د توووووب
ڽ
و
وووووݢ
ن فحك وووووفوك ن
ݢ
تب وووووس داتوووووكن
ݢ
د توووووب ش
و
ﭽ
ووووووان د ونووووووم ر توووووو ف وووووو وك رو
.
تووووووس شوووووو حو ش ن ف ووووووس رتوووووو و ﻠ ف
ي
(7)
تب رتووووووكف تتحك
ووووووڽ
و دانووووووا حك
ووووووݢ
ن
هووووووكنف د اتي ووووووس دوووووو نووووووحوك تووووووب
ح حم
ف ووووووس ي
توووووووح تووووووب
ڤ
متوووووو حك
.
نووووووووحو دح ووووووس
،
شووووووووحو شوووووو فحنكس
نووووووووو
ڬ
نووووووووو ف
تب وووووووووس رتوووووووووان و
ݢ
نووووووووووك و يونوووووووووف ن توووووووووس ه توووووووووس ش
م
ڽ
ﻠ
تووووووووووج رتك وووووووووو
ڤ
ن تووووووووووس يونوووووووووووس رتكحدووووووووووحد ف
١
و)
١
(
ووووووووووݢ
رن
دكوفودوووووو م
ݢ
نووووووحوك نوووووووستس د ي نووووووفحك يك ( ووووووس) نوووووووستس رت نووووووس نووووووﻠ
،
نف
ووووووݢ
نووووووح م نوووووووستس روك تووووووب يكنوووووووس من
،
وكنووووووب نوووووويﻠحو و ناتووووووف
ي
،
ت و ن تمنس و سن ف ك و
.
ن ب نووووو ف
توووووح وووووت ف وني وووووس كتوووووف ا ه وووووستا حنووووو
ڤ
ووووو وك نوووووو بي م هوووووﻠ
ف
ن
ت وووووووووس شووووووووو حو شووووووووو فحنكس رتووووووووو
ڬ
نووووووووو ف وووووووووفوك
دك ووووووووو ﻠ س
.
ر نفي وووووووووس ي وك تووووووووو شووووووووو حو رت توووووووووس شووووووووو فحنكس
،
نووووووووووحو نووووووووووك و
م نووووووووو ف
وووووووووت
م نووووووووووك و دانوووووووووستم روك ر توووووووووس دكف ت
ڽ
داتوووووووووك نفي
ش فحنكس
ش حو
.
و ن ف يتا ن خو
ﭽ
حن رتكف
ه ستا
.
تسو
ود م
,
ونوسن
ݢ
و
٥١١٢
ن ف
نف
نحو
ݢ
ن
ك
˸
١١١٢١٥١٥٥
(8)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat nikmat kesehatan yang diberikan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi proposal ini. Skripsi ini berjudul Morfologi Bahasa Melayu Tamiang. Morfologi merupakan cabang linguistik mikro yang merupakan ilmu linguistik yang paling mendasar dan penting di samping cabang linguistik mikro lainnya seperti fonologi, semantik dan sintaksis. Skripsi ini penulis selesaikan dalam waktu kurang lebih 6 bulan.
Penulis mengambil bidang kajian morfologi bahasa Melayu Tamiang karena bahasa Melayu Tamiang sangat unik jika dikaji dari sudut morfologinya. Selain itu penelitian mengenai bahasa daerah khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sangat sedikit dikaji. Diharapkan penelitian yang penulis lakukan ini dapat menjadi bahan dokumentasi ke depanya agar dapat dipergunakan sebagai bahan acuan dalam pelajaran muatan lokal. Penelitian seperti ini sanagt diharapkan banyak dilakukan agar bahasa daerah tidak semakin punah mengingat sifat bahasa yang dinamis. Selain itu, skripsi ini juga penulis ajukan untuk tahap menyelesaikan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Strata 1 (S1) guna mendapatkan gelar Sarjana Sastra (SS) di Departemen Sastra Daerah, program studi Bahasa dan Sastra Melayu, FIB, USU.
Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan skripsi ini sehingga dapat saya selesaikan. Skripsi Sarjana ini jauh dari
(9)
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Wassalam
Medan, Agustus 2015 Penulis
Prayogo
(10)
SEKAPOR SIREH
Puji dan syukur penules ucapke kehadirat ku Allah Tuhan Yang Maha Esa, karene berkat nikmat kesehatan yang diberike-Nye penules dapat nyeleseike skripsi nen. Skripsi nen bejudol Morfologi Bahasa Melayu Tamiang. Morfologi merupeke cabang linguistik mikro yang merupeke ilmu linguistik yang paling ndasar dan penteng di sampeng cabang linguistik mikro lainnye seperti fonologi, semantik dan sintaksis. Skripsi nen penules seleseike dalam waktu kurang lebeh 6 bulan.
Penules ngambel bidang kajian morfologi bahase Melayu Tamiang karene bahase Melayu Tamiang sangat unik jike dikaji dari sudut morfologinye. Selain itu penelitian ngenai bahase daerah khususnye bahase Melayu Tamiang masih sangat siket dikaji. Diharapke penelitian yang penulis lakuke nen dapat njadi bahan dokumentasi ke depanye agar dapat dipeguneke sebagei bahan acuan dalam pelajaran muatan lokal. Penelitian seperti nen sangat diharapke banyak dilakuke agar bahase daerah tidak semaken punah ngingat sifat bahase yang dinamis. Selaen itu, skripsi nen juga penulis ajuke untuk tahap nyeleseike skripsi yang merupeke salah satu syarat untok nyeleseike jenjang pendidike Strata 1 (S1) gune ndapatke gelar Sarjane Sastra (SS) di Departemen Sastra Daerah, program studi Bahasa dan Sastra Melayu, FIB, USU.
(11)
Penulis beterime kaseh kepade semua pihak yang telah mbantu dalam pengerjean skripsi nen sehingge dapat penules seleseike. Skripsi Sarjane nen jauh dari sempurne, untok itu penules ngharapke saran dan masukan untuk nyempurneke skripsi nen. Akhir kate penules ucapke terime kaseh.
Wassalam
Medan, Agustos 2015 Penules
Prayogo
(12)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat baik rahmat kesehatan, kesempatan dan waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Morfologi Bahasa Melayu Tamiang”. Skripsi ini penulis susun dan penulis ajukan guna memenuhi syarat untuk memeperoleh gelar Strata Satu (S1) di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Karena itu penulis mengharapkan saran dan bimbingan yang bersifat membangun agar skripsi ini lebih baik lagi bahkan sempurna seperti yang diharapkan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dorongan dan kemudahan baik moril maupun materil sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1 Bapak Dr. Syahron Lubis, M. A selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
2 Bapak Drs. Warisman Sinaga, M. Hum selaku ketua departemen Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
3 Ibu Dra. Herlina Ginting, M. Hum selaku sekertaris departemen Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
(13)
4 Ibu Dr. Rozanna Mulyani, M. A selaku pembimbing I penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu, karena ibu dengan sabar membimbing dan masukan kepada penulis. Terima kasih untuk semua masukan dan pengalaman yang ibu telah berikan kepada penulis. Penulis sudang menganggap ibu seperti ibu kandung saya sendiri sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
5 Bapak Drs. Baharuddin, M. Hum selaku pembimbing II penulis. Kepada bapak penulis ucapkan terima kasih karena telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis.
6 Ibu Dra. Mardiah Mawar, Phd selaku dosen pengajar penulis. Penulis mengucapkan terima kasih yang sudah memberikan semangat kepada penulis dan telah membantu penulis baik bantuan moril maupun materil. 7 Seluruh staf pengajar Sastra Daerah yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang sudah membimbing penulis.
8 Kaka Fifi selaku staf administrasi Sastra Daerah yang juga sudah memberikan semangat kepada penulis dan membantu kelancaran administrasi penulis selama penulis menempuh pendidikan di Departemen Sastra Daerah.
10.Kepada semua Informan khususnya bapak Muntasir Wan Diman dan bapak Syaifuddin Ismail yang telah memberikan informasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.
11.Ayahanda Kamsir dan ibunda Darinem kalian adalah cahaya abadi bagi penulis. Ayah dan ibu penulis terima kasih karena telah memberi semangat kepada penulis. Penulis merasa belum bisa membalas semua jasa kalian
(14)
dengan ucapan terima kasih. Terima kasih atas pengorbanan ayah dan ibu yang telah berkorban untuk pendidikan penulis kalian telah memeras keringat, membanting tulang untuk untuk memenuhi kebutuhan pendidikan penulis baik dari tingkat dasar sampai pendidikan tinggi. Penulis sadar selama ini penulis belum bisa membanggakan ayah dan ibu, penulis akan berusaha semaksimal yang penulis bisa untuk membalas jasa ayah dan ibu. Skripsi ini penulis hadiahkan untuk ayah dan ibu.
12.Abangda Ridwan, Ramadhan, Rahmat, Rajali dan Jupri yang telah member semangat kepada penulis sehingga penulis tetap semangat. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kakanda Susilawati, Ramadhani, Devi dan Sriwahyuni yang juga member semangat kepada penulis. Tidak lupa juga kepada ponakan penulis Rizky Ridho, Kurniawan, Nur Pita Ramadhani, Reza dan Aidil yang member hiburan kepada penulis.
13.Teman-teman seperjuangan waktu SMA dulu Khoiril Fazli, Makmur Syahputra, Bambang Kurniawan dan Agusti Ilhami A. R.
14.Abangda Jointri Hasugian teman satu kost penulis. Terima kasih sudah memberi semangat kepada penulis disaat penulis sedang lelah.
15.Abangda senior penulis yang telah memberikan ilmu di luar ilmu mata kuliah sehari-hari.
16.Teman-teman seperjuangan penulis di stambuk 2011 Ermawati, Imam Purwakesuma, Rini Salsa Bella Hardi, Lisna Mahara, Ainun Mardiah, Novy Ary Astuty dan masih banyak lagi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada kalian yang sudah hadir di hidup penulis yang ada untuk penulis baik dalam keadaan
(15)
senang maupun susah. Terima kasih juga sudah memberikan bantuan kepada penulis baik bantuan moril maupun materil.
17.Adik-adik yang ada di stambuk 012, 13 dan 014 perjuangan kalian masih sangat panjang jadi tetap semangat
18.Seluruh mahasiswa yang berada di naungan yang sama dengan penulis yaitu di Ikatan Mahasiswa Sastra Daerah (IMSAD) semoga kita semua sukses dan dapat memajukan budaya daerah pada umumnya dan dapat memajukan budaya Melayu dan Batak pada khususnya.
Terima kasih kepada semua orang yang sangat berarti dalam hidup penulis dan mohon maaf jika ada yang tidak tersebut.
Hormat saya Penulis,
Prayogo
(16)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
SEKAPOR SIREH ... vii
UCAPAN TERIMA KASIH ... ix
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 5
1.3Tujuan Penelitian ... 5
1.4Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kepustakaan yang Relevan ... 7
2.2Landasan Teori ... 8
2.2.1 Morfem ... 9
2.2.2 Afiks ... 10
2.2.3 Morfofonemik ... 10
2.2.4 Proses Pembubuhan Afiks (Afiksasi) ... 11
2.2.5 Proses Pengulangan (Reduplikasi) ... 12
(17)
BAB III METODE PENELITIAN
3.1Metode Dasar ... 16
3.2Lokasi dan Sumber Data ... 17
3.3Instrumen Penelitian ... 19
3.4Metode Pengumpulan Data ... 19
3.5Metode Analisis Data ... 21
BAB IV ANALISIS PROSES MORFOLOGI BAHASA MELAYU TAMIANG 4.1Morfem ... 23
4.1.1 Morfem Bebas ... 23
4.1.2 Morfem Terikat ... 24
4.2Afiks ... 24
4.3Jenis Afiks ... 25
4.4Morfofonemik ... 30
4.5Proses Pembubuhan Afiks (Afiksasi) ... 30
4.6Prefiks (Awalan) ... 31
4.6.1 Prefiks me- ... 32
4.6.2 Prefiks pe- ... 46
4.6.3 Prefiks be- ... 60
4.6.4 Prefiks te- ... 67
4.6.5 Prefiks di- ... 72
4.6.6 Prefiks ke- ... 78
4.6.7 Prefiks se- ... 81
(18)
4.7.1 Sufiks -an ... 86
4.7.2 Sufiks -ke ... 90
4.7.3 Sufiks -nye ... 95
4.8Simulfiks (Afiks Gabung) 4.8.1 Simulfiks be- + ... + -an ... 100
4.8.2 Simulfiks be- + ... + -ke ... 103
4.8.3 Simulfiks di- + ... + -ke ... 105
4.8.4 Simulfiks di- + ... + -i ... 108
4.8.5 Simulfiks me- + ... + -i ... 111
4.8.6 Simulfiks me- + ... + -ke ... 114
4.8.7 Simulfiks pe- + ... + -an ... 117
4.9Proses Pengulangan (Reduplikasi) ... 120
4.9.1 Bentuk Kata Ulangan ... 120
4.9.2 Fungsi Pengulangan (Reduplikasi) ... 123
4.9.3 Nosi Pengulangan (Reduplikasi) ... 125
4.10 Kata Majemuk (Komposisi) ... 128
4.10.1 Bentuk Kata Majemuk (Komposisi) ... 128
4.10.2 Fungsi Kata Majemuk (Komposisi) ... 130
4.10.3 Nosi Kata Majemuk (Komposisi) ... 132
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 135
5.2Saran ... 139
(19)
ABSTRAK
Pada penelitian ini penulis membahas tentang Morfologi Bahasa Melayu Tamiang. Dari pembahasan ini penulis ingin memaparkan bagaimana proses morfologi pada bahasa Melayu Tamiang. Proses morfologi pada bahasa Melayu Tamiang adalah afiksasi, reduplikasi dan komposisi. Tujuan dari penulisan skripsi ini diharapkan kita dapat mengetahui bagaimana proses morfologi pada bahasa Melayu Tamiang dan diharapkan skripsi ini dapat dijadikan dokumentasi dan dapat dijadikan bahan ajar muatan lokal. Untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis memperoleh data dari informan yaitu praktisi budaya, masyarakat umum dan juga data pustaka sebagai data pendukung. Metode yang penulis gunakan untuk menganalisis data adalah metode kualitatif hal ini dikarenakan data dan hasil analisis nantinya bersifat kualitatif.
(20)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di titik koordinat 6o08‟ LU hingga 11o15‟ LS dan dari 94o45‟ BT hingga 141o05‟ BT. Memiliki wilayah kepulauan sebanyak 17.508 pulau (citra satelit terakhir terpantau 18.108 pulau) dengan luas wilayahnya itu, Indonesia dihuni oleh ±1.128 suku bangsa (data BPS) dengan ragam bahasa, agama dan budayanya masing-masing.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1992:149) pengertian dari budaya adalah pikiran, akal budi, adat istiadat dan sesuatu yang sudah berkembang atau suatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah.
Taylor (dalam Robert 2004:2) mengatakan kebudayaan adalah sebagai keseluruhan bidang yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kemampuan-kemampuan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota
(21)
masyarakat. Sedangkan menurut Wilson (dalam Robert 2004:2) kebudayaan adalah pengetahuan yang ditransmisi dan disebarkan secara sosial, baik bersifat eksistensial, normatif maupun simbolis, yang tercermin dalam tindakan (act) dan benda-benda hasil karya manusia. Selain pendapat dua pakar tersebut, pada tahun 1952 Kroeber dan Kluckholn memberi kurang lebih 160 definisi tentang kebudayaan (Robert 2004:3).
Robert (2004:8) menyebutkan relativisme1 kebudayaan tergambar juga dalam hakikat kebudayaan. Telah diketahui bersama, hakikat kebudayaan ada tujuh yakni (1) terjabarkan melalui komponen biologis, lingkungan, psikologis dan historis dari eksisitensi manusia, (2) diperoleh dan diwariskan secara sosial dengan proses belajar, (3) berstruktur, (4) terbagi dalam aspek-aspek atau unsur-unsur, (5) dinamis, (6) sangat beragam dan (7) relative.
Baik dari covert culture maupun overt culture memiliki ketujuh hakikat kebudayaan itu. Dengan demikian, unsur-unsur kebudayaan universal, yakni (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) sistem peralatan hidup, (5) sistem mata pencaharian, (6) sistem religi dan (7) kesenian juga memiliki ketujuh hakikat kebudayaan itu (Robert 2004:8)
Ketujuh urutan kebudayaan tersebut memiliki makna. Dapat kita lihat bahasa ditempatkan pada urutan yang pertama. Hal ini bermakna bahwa manusia sebagai makhluk sosial harus berinteraksi serta berkomunikasi. Untuk melakukan interaksi dan komunikasi dengan sesamanya, manusia membutuhkan bahasa. Bahasa adalah
1 Winick 1956 (dalam Robert 2004:8) cultural relativisme is the principle that experience is
interpreted by each person in terms of his own background, frame of referece, and social norms, and that these factors will influence percepction and evaluation, so that there is no single scale of values
(22)
kebudayaan yang pertama sekali diperoleh manusia kemudian bahasa itu berkembang karena akal dan sistem pengetahuan manusia. Brooks (dalam Chaer 2009:32) memperkenalkan satu teori mengenai asal-usul bahasa sejalan dengan perkembangan psikolinguistik. Brooks menyebutkan bahasa itu lahir pada waktu yang sama dengan kelahiran manusia.
Dari 1.128 suku bangsa yang ada di Indonesia yang terletak di 17.508 gugus pulau. Dengan wilayah yang luas dan suku yang bermacam-macam sudah pasti suku-suku yang ada di Indonesia memiliki bahasa daerahnya masing-masing. Salah satunya adalah gugusan pulau Sumatera dan provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang merupakan bagian dari pulau Sumatera. Terdapat satu daerah di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dihuni oleh suku Melayu Tamiang yang secara geografis berbatasan dengan kabupaten Langkat yang juga dihuni oleh suku Melayu. Nama Tamiang sendiri berasal dari kata “Te-Miyang” berdasarkan sumber informasi legenda sejarah. Arti kata dari “Te-Miyang” sendiri adalah tidak kena gatal atau kebal gatal dari miyang bambu, ini berdasarkan pada cerita sejarah (legenda) tentang raja Tamiang yang bernama Pucook Sulooh. Pada zaman dahulu ketika Pucook Sulooh masih bayi ditemukan oleh raja ketika itu yaitu raja Tan Penok. Pucook Sulooh ditemukan di dalam rumpun bambu (dalam bahasa Tamiang bambu = buloh). Setelah Pucook Sulooh telah dewasa maka ia dinobatkan sebagai raja Tamiang dan diberi gelar “Pucook Sulooh Raja Te-Miyang” yang bermakna raja yang berada dalam rumpun rebung tetapi tidak kena gatal atau kebal gatal. Hal tersebut di atas hanyalah merupakan legenda turun temurun dan tidak dapat diyakini sebagai suatu kebenaran yang dapat merendahkan martabat suku Tamiang (Muntasir 2003:2).
(23)
Sejalan dengan itu ada juga bukti sejarah lain tentang asal Tamiang yang ditulis oleh Mohammad Said yaitu data kerajaan Tamiang yang terdapat pada prasasti Sriwilaya yang diterjemahkan oleh Prof. Nikanta Sastri dalam buku The Great Tamaralingga (Capable of) Strong Action in Dangerus Battle. Dalam buku Wee Pei Sih oleh Mills 1937 (dalam Muntasir 2003:3) terdapat data kuno Tiongkok Negeri Ken Pei Chiang (Tamiang). Data lain juga ditemukan yaitu kerajaan Islam Tamiang yang tercatat dalam buku Geografical Notices yang disusun oleh
Rushiduddin‟s pada tahun 1310 M. selain sumber di atas ada pula sumber yang
mengatakan nama Tamiang (Tumihang) dalam buku Negara Kartagama yang ditulis oleh Yamin pada tahun 1946 dan juga penemuan benda-benda budaya yang terdapat pada situs Tamiang oleh Yacob dan Muhr. Dari keseluruhan data sejarah tersebut, hingga saat ini masyarakat Tamiang masih mempercayai Te-Miyang sebagai asal mula nama Tamiang (Muntasir 2003:3).
Bahasa Melayu Tamiang masih sama seperti bahasa lain di Indonesia termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Dalam penggunaannnya, bahasa Melayu Tamiang di daerah ini dikenal dengan bahasa kampong. Bahasa Melayu Tamiang sendiri memiliki tiga dialek yaitu dialek Iler, dialek Tengah dan dialek Hulu (Muntasir 2003:94). Namun demikian, walaupun bahasa Melayu Tamiang terbagi menjadi tiga dialek, namun warganya saling memahami walaupun dalam beberapa istilah terdapat perbedaan pengertian. Hal tersebut sesuai pesan raja Muda Sedia yaitu Iler boleh pecah, Ulu boleh pecah, Tamiang tetap satu pesan ini bermakana agar suku Melayu Tamiang tetap bersatu walau dalam dialek berbeda.
Bahasa daerah sangat unik dan sangat menarik untuk dikaji baik dari sudut fonologi, morfologi, semantik maupun sintaksisnya. Penulis dalam penelitian ini
(24)
akan mengkaji bahasa Melayu Tamiang dari sudut proses morfologinya. Alasan mengapa penulis meneliti bahasa Melayu Tamiang karena bahasa Melayu Tamiang sangat unik untuk dikaji dari sudut morfologinya dan penelitian bahasa Melayu Tamiang sampai saat ini masih sedikit dilakukan, oleh karena itu, penulis juga ingin memacu para peneliti agar melakukan penelitian bahasa daerah khususnya bahasa Melayu Tamiang agar tidak terjadi kepunahan mengingat sifat bahasa yang dinamis. Selain itu, penulis juga mengajukan penelitian ini untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan jenjang pendidikan Strata 1 (S1) di departemen Sastra Daerah, program studi Bahasa dan Sastra Melayu.
1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah proses pembubuhan afiks pada bahasa Melayu Tamiang?
2. Bagaimanakah proses pengulangan pada bahasa Melayu Tamiang? 3. Bagaimanakah proses pemajemukan pada bahasa Melayu Tamiang?
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk:
1. Mendeskripsikan bagaimana proses pembubuhan afiks pada bahasa Melayu Tamiang.
(25)
2. Mendeskripsikan bagaimana proses pengulangan pada bahasa Melayu Tamiang.
3. Mendeskripsikan bagaimana proses pemajemukan pada bahasa Melayu Tamiang.
1.4.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dalam bidang linguistik. Secara umum, penelitian ini berkaitan dengan proses morfologi yang ada di dalam bahasa Melayu Tamiang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah jumlah penelitian bahasa daerah yang sudah ada. Dengan menjawab semua permasalahan dari penelitian ini, diharapkan memunculkan semangat untuk melakukan penelitian bahasa daerah, hal ini dimaksudkan guna mengantisipasi (mencegah) kepunahan bahasa daerah. Dari segi praktisnya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi: (1) Pemerintah daerah untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan kebijakan budaya; (2) merancang kurikulum yang bermuatan lokal.
(26)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Kepustakaan yang Relevan
Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa buku sebagai acuan kajian pustaka, penulis merujuk pada beberapa buku yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun buku yang saya gunakan sebagai bahan rujukan adalah sebagai berikut.
“Morfologi dan Sintaksis Bahasa Melayu Riau” (Hasan dkk 1983), dalam
buku ini penulis mengkaji tentang bahasa Melayu Riau dari sudut Morfologi. Menurut Hasan morfologi merupakan ilmu bahasa yang berada di antara fonologi dan sintaksis, oleh karena itu beliau mengkaji bahasa Melayu Riau dari sudut Morfosintaksisnya yaitu kajian antara morfologi dan sintaksis.
Kemudian Ruslan dkk (1985) dalam bukunya yang berjudul “Struktur Bahasa Lampung” membicarakan tentang bahasa Lampung dari segi struktur
bahasanya yaitu fonologi, morfologi dan sintaksisnya.
Sedangkan kajian saya hanya terfokus pada morfologi, yaitu Morfologi Bahasa Melayu Tamiang. Dalam kajian ini penulis mengkaji secara terperinci tentang proses morfologi dalam bahasa Melayu Tamiang yaitu proses pembubuhan afiks (afiksasi), proses perulangan (reduplikasi) dan proses pemajemukan (komposisi). Mengapa penulis hanya mengkaji tentang morfologi saja, karena penulis ingin menyajikan proses morfologi yang terdapat di dalam bahasa Melayu
(27)
Tamiang secara terperinci sehingga mudah dipahami baik oleh penulis sendiri dan pembaca nantinya tanpa terpecah pada fokus kajian yang lainnya.
2.2.Landasan Teori
Landasan teori merupakan hal yang paling mendasar dalam penulisan skripsi. Landasan teori yang digunakan harus sesuai dengan kajian yang ingin ditulis, dengan adanya landasan teori ini, penulis dapat menyelesaikan permasalahan yang telah ditentukan. Dapat kita simpulkan, landasan teori akan membuat pembahasan masalah akan lebih terarah dan akurat. Untuk mengkaji proses morfologi bahasa Melayu Tamiang ini penulis menggunakan landasan teori agar pembahasan nantinya tidak menyimpang dari tujuan penelitian.
Untuk mengkaji proses morfologi bahasa Melayu Tamiang ini, penulis menggunakan buku karangan Ramlan yang diterbitkan pada tahun 1983 dengan judul Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Menurut Ramlan (1983:44) proses morfologi adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Ramlan (1983:45) menyebutkan ada tiga proses morfologi yaitu proses afiks (afiksasi), proses pengulangan (reduplikasi) dan proses pemajemukan (komposisi).
Kemudian penulis juga menggunakan satu buku pendukung, yakni buku karangan Muslich yang diterbitkan pada tahun 2007 dengan judul Tatabentuk Bahasa Indonesia: Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif. Menurut Muslich (2007:32) proses morfologi adalah peristiwa penggabungan morfem satu dengan morfem yang lain menjadi kata. Muslich membagi proses morfologi atau peristiwa pembentukan kata
(28)
menjadi tiga bagian yaitu, pembentukan kata dengan menambahkan morfem afiks pada bentuk dasar, pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar dan pembentukan kata dengan menggabungkan dua atau lebih bentuk dasar (Muslich 2007:35).
2.2.1. Morfem
Sebelum masuk pada tiga pembahasan proses morfologi ada baiknya kita mengetahui bagian-bagian lain pembentuk pada proses morfologi. Bagian pertema pembentuk dalam proses morfologi adalah morfem. Menurut Ramlan (1983:26) morfem adalah satuan gramatik yang paling kecil atau satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya. Ramlan dan Muslich membagi morfem menjadi dua bagian yaitu morfem bebas dan morfem terikat.
A. Morfem Bebas
Menurut Ramlan (1983:24) morfem bebas adalah semua satuan gramatik yang dapat berdiri sendiri dalam tuturan yang biasa. Sementara menurut Muslich (2007:17) morfem bebas adalah bentuk-bentuk yang dapat dipakai secara tersendiri dalam kalimat atau tuturan.
B. Morfem Terikat
Menurut Muslich (2007:17) Morfem terikat adalah morfem yang berupa bentuk terikat yang tidak mampu berdiri sendiri baik dalam kedudukannya sebagai kalimat maupun sebagai kata yang menjadi unsur-unsur kalimat. Sedangkan menurut Ramlan (1983:25) menyebutkan morfem terikat adalah morfem yang tidak mampu berdiri sendiri baik dalam tuturan biasa maupun secara gramatik.
(29)
2.2.2. Afiks
Menurut Ramlan (1983:48) afiks adalah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Sedangkan menurut Muslich (2007:41) afiks adalah bentuk kebahasaan terikat yang hanya memiliki makna gramatikal yang merupakan unsur langsung suatu kata tetapi bukan merupakan bentuk dasar yang memiliki kesanggupan untuk membentuk kata-kata baru. Afiks yang letaknya berada di depan disebut prefiks. Prefiks selalu melekat di depan pada bentuk dasar seperti meN-, ber-, di-, ter-, peN- dan seterusnya. Afiks yang letaknya berada di tengah disebut infiks. Infiks selalu melekat di tengah pada bentuk dasar seperti –el-, -er-, -em-. Dan yang letaknya berada di belakang bentuk dasar disebut sufiks. Sufiks selalu melekat di belakang pada bentuk dasarnya seperti –kan, -an, -i, -nya, -wan dan seterusnya. Selain ketiga bentuk afiks tersebut ada satu lagi afiks yang disebut simulfiks. Afiks ini letaknya terpisah ada yang sebagiannya terletak di muka bentuk dasar dan sebagaiannya terletak di belakang seperti peN-an, pe-an, per-an, ber-an, ke-an dan se-nya (Ramlan 1983:51)
2.2.3. Morfofonemik
Menurut Ramlan (1983:73) morfofonemik adalah mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem yang satu dengan morfem yang lainnya. Morfem meN- misalnya, terdiri dari tiga fonem yaitu /m, e, N/. Karena akibat pertemuan morfem itu dengan morfem sapu fonem /s/ berubah
(30)
menjadi fonem /y/ sehingga pertemuan morfem meN- dengan morfem sapu menghasilkan kata menyapu. Demikianlah di sini terjadi proses morfofonemik yang berupaperubahan fonem ialah perubahan fonem /s/ pada morfem sapu menjadi /y/.
2.2.4. Proses Pembubuhan Afiks (Afiksasi)
Proses pembubuhan afiks (afiksasi) merupakan salah satu proses morfologi. Proses pembubuhan afiks (afiksasi) adalah proses pembubuhan afiks pada satuan, baik berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks untuk membentuk kata baru. Proses pembubuhan afiks (afiksasi) dapat merubah kelas kata dan fungsi pada kata dasar tergantung pada afiks yang melekatinya. Ramlan (1983:47) menyebutkan proses afiks adalah pembubuhan afiks pada sesuatu satuan baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks untuk membentuk kata. Sedangkan menurut Muslich (2007:38) proses pembubuhan afiks adalah peristiwa pembentukan kata dengan jalan membubuhkan afiks pada bentuk dasar.
Contoh:
Penulis akan mengambil contoh kata raket pada bahasa Melayu Tamiang. me- + potong „memotong‟
di- + potong „dipotong‟ potong + -an „potongan‟ potong + -kan „potongkan‟ pe- + potong + -an „pemotonganan
Dari contoh di atas, dapat dibuktikan bahwa dengan melekatnya afiks pada bentuk dasar menimbulkan perubahan pada kelas kata, perubahan bentuk dan
(31)
perubahan arti yang dilambangkannya. Bentuk adalah satuan-satuan yang mengandung arti, baik arti leksis maupun gramatis. Distribusi adalah kesanggupan afiks melekat pada kelas kata/kata dasar. Fungsi adalah kesanggupan afiks merubah kelas kata. Sedangkan nosi adalah arti baru yang ditimbulkan oleh proses afiksasi (setelah melekatnya afiks pada kata dasar). Berikut ini penulis akan menyajikan analisis proses pembubuhan afiks berdasarkan proses morfofonemik yang terjadi pada afiks..
2.2.2. Proses Pengulangan (Reduplikasi)
Proses pengulangan atau reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagian baik dengan variasi fonem maupun tidak (Ramlan 1983:55). Sedangkan menurut Muslich (2007:48) proses pengulangan merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak. Ramlan membagi proses pengulangan atau reduplikasi menjadi empat. Pertama, pengulangan seluruh. Pengulangan seluruh adalah pengulangan seluruh bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks misalnya buku-buku, rumah-rumah, kuda-kuda, sekali-sekali, jalan-jalan, makan-makan dan sebagainya (Ramlan 1983:60).
Bentuk pengulangan yang kedua adalah pengulangan sebagian. Pengulangan sebagian adalah pengulangan sebagian bentuk dasarnya. Pada bentuk pengulangam yang kedua, bentuk dasar tidak diulang seluruhnya. Hampir semua bentuk dasar pengulangan golongan ini berupa bentuk kompleks (Ramlan 1983:61). Bentuk
(32)
pengulangan yang ketiga adalah pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks. Pada bentuk pengulangan yang ketiga ini bentuk dasar diulang seluruhnya dan dikombinasi dengan proses pembubuhan afiks, maksudnya pengulangan itu terjadi bersama-sama dengan proses pembubuhan afiks dan juga bersama-sama mendukung satu fungsi (Ramlan 1983:64). Misalnya, sepeda-sepedaan, makan-makanan, rumah-rumahan dan sebagainya. Bentuk pengulangan yang keempat atau yang terakhir adalah bentuk pengulangan dengan perubahan fonem. Kata ulang yang pengulangannya termasuk bagian ini sangat sedikit (Ramlan 1983:66). Sebagai contoh gerak-gerik dibentuk dari bentuk dasar gerak yang diulang selurunya dengan perubahan fonem yaitu dari fonem /a/ menjadi fonem /i/.
Sama halnya dengan Ramlan, Muslich (2007:52) membagi jenis pengulangan menjadi tiga yaitu, pengulangan seluruh, pengulangan sebagian, pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks dan pengulangan dengan perubahan fonem. Pengulangan seluruh adalah pengulangan bentuk dasar secara keseluruhan, tanpa berkombinasi dengan pembubuhan afiks dan tanpa perubahan fonem. Pengulangan sebagian adalah pengulangan bentuk dasar secara sebagian, tanpa perubahan fonem. Pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks adalah pengulangan bentuk dasar disertai dengan penambahan afiks secara bersama-sama atau serentak dan bersama-sama pula mendukung satu arti. Pengulangan dengan perubahan fonem adalah pengulangan bentuk dasar dengan disertai perubahan fonem.
(33)
2.2.3. Proses Pemajemukan (Komposisi)
Kata majemuk adalah kata yang terdiri atas dua kata sebagai unsurnya. Selain itu, ada juga kata majemuk yang terdiri dari satu kata dan satu pokok kata sebagai unsurnya (Ramlan 1983:67). Sedangkan menurut Muslich (2007:57) proses pemajemukan adalah peristiwa bergabungnya dua morfem dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relative baru. Ramlan menyebutkan ada dua ciri-ciri kata majemuk. Pertama, salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata. Pokok kata adalah satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa dan secara gramatik dan tidak memiliki sifat bebas yang dapat dijadikan bentuk dasar bagi sesuatu kalimat. Misalnya lomba, renang, jual dan sebagainya.
Satuan gramatik yang unsurnya berupa kata dan pokok kata atau pokok kata keseluruhannya berdasarkan ciri ini merupakan kata majemuk karena, pokok kata adalah satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa atau secara gramatik tidak mempunyai sifat bebas sehingga gabungan dengan pokok kata tertentu tidak dapat dipisahkan atau diubah strukturnya. Misalnya kolam renang, lomba lari, kamar kerja, jam kerja dan sebagainya (Ramlan 1983:69).
Kedua, unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan atau tidak mungkin diubah strukturnya. Misalnya meja makan terlihat sama dengan orang makan keduanya terdiri dari kata nomina dan kata kerja. Namun, jika diteliti dengan seksama satuan itu berbeda. Perhatikan pada kata orang makan, kata orang dapat diikuti oleh kata itu misalnya menjadi orang itu makan begitu juga kata makan dapat didahului kata sedang, sudah atau akan menjadi orang itu sedang makan, orang itu sudah makan, orang itu akan makan, dengan kata lain unsur-unsur dalam orang makan dapat dipisahkan dan sebaliknya pada kata meja makan tidak dapat dipisahkan seperti meja
(34)
sedang makan atau meja akan makan. Dengan demikian satuan meja makan berdasarkan ciri ini merupakan kata majemuk sedangkan orang makan adalah klausa. Ramlan (1983:72) juga menyebutkan kata majemuk dengan unsur yang berupa morfem unik. Terdapat beberapa kata majemuk yang salah satu unsurnya adalah morfem unik. Morfem unik adalah morfem yang hanya mampu berkombinasi dengan satu-satuan tertentu misalnya, simpang siur.
(35)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Metode Dasar
Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti cara atau jalan. Jadi metode adalah cara yang dapat membantu mengkaji permasalahan dalam penelitian. Menurut Sugiyono (2010:2) metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Terdapat empat hal yang harus diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Cara ilmiah yaitu kegiatan penelitian yang didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Untuk melakukan penelitian harus menggunakan cara-cara yang rasional atau masuk akal agar dapat dipahami oleh orang lain. Selain menggunakan cara-cara yang rasional, penelitian juga harus menggunakan cara-cara yang empiris atau yang dapat diamati oleh indra manusia sehingga nantinya cara yang kita gunakan dapat deketahui dan diamati oleh orang lain. Hal terakhir yang perlu diperhatikan dalam melakukan penelitian adalah harus sistematis artinya dalam proses melakukan penelitian harus menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
Kridalaksana (dalam Daud 1999:10) mengatakan yang dimaksud dengan metode adalah cara mendekati, mengamati, menganalisa dan menjelaskan suatu fenomena. Poerwadarminta (dalam Daud 1999:10) juga memberi definisi tentang metode. Menurutnya metode adalah cara yang telah teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai ilmu pengetahuan atau suatu maksud dalam ilmu pengetahuan dan
(36)
sebagainya. Untuk penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Metode kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitian dilakukan secara alamiah. Tidak cuma itu metode kualitatif juga sering disebut sebagai metode etnorgaphi karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian di bidang antropologi budaya. Mengapa metode ini dinamakan metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif. Karena alasan tersebut maka penulis menggunakan metode kualitatif dalam penelitian ini.
3.2.Lokasi dan Sumber Data
Wilayah Tamiang merupakan salah satu bagian dari Kabupaten Aceh Timur yang terletak paling timur dari provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pada tanggal 11 Maret 2002, wilayah Tamiang telah diresmikan oleh DPR RI menjadi kabupaten Aceh Tamiang melalui UU No. 4 tahun 2002 tentang pemekaran kabupaten Aceh Tamiang (Muntasir 2003:1).
Wilayah Tamiang berada di perbatasan antara provinsi Nanggroe Aceh Daussalam dan provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 1672,61 km2 (± 20% dari luas kabupaten Aceh Timur yaitu 8242,73 km2). Jumlah penduduk Tamiang pada tahun 2000 berjumlah 205.791 jiwa (± 30% dari jumlah penduduk Aceh Timur sekitar 675.450 jiwa). Dari segi geografisnya sendiri, Tamiang terletak pada posisi 03053‟ 18,81‟ – 04014‟ 51.89‟ LU dan 97043‟ 41,51‟ – 98014‟ 45,41‟ BT dan berbatasan dengan wilayah-wilayah berikut ini:
(37)
2. Sebelah timur berbatasan dengan kecamatn Besitang, kabupaten Langkat, Sumatera Utara
3. Sebelah utara berbatasan dengan selat Malaka atau selat Sumatera 4. Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Serba Jadi
(Muntasir 2003:1)
Wilayah Tamiang berada pada ketinggian 0-25 meter dari permukaan laut. Pada kondisi normal, musim kemarau berlangsung pada bulan Maret-Agustus dengan suhu berkisar 280C dan musim hujan Berlangsung pada bulan September-Februari dengan suhu 250-290C dan kelembaban udara 55%-70%.
Wilayah Tamiang terbagi atas tujuh kecamatan, yaitu:
1. Kecamatan Tamiang Hulu dengan pusat pemerintahan di Pulau Tiga 2. Kecamatan Kejuruan Muda dengan pusat pemerintahan di Sungai Liput 3. Kecamatan Kota Kualasimpang dengan pusat pemerintahan di Kota
Kualasimpang
4. Kecamatan Seruway dengan pusat pemerintahan di Seruway 5. Kecamatan Bendahara dengan pusat pemerintahan di Sungai Iyu 6. Kecamatan Karang Baru dengan pusat pemerintahan di Karang Baru
7. Kecamatan Rantau dengan pusat pemerintahan di Rantau (kecamatan termuda hasil pemekaran dari kecamatan Kejuruan Muda)
8. Kecamatan Manyak Payed dengan pusat pemerintahan di Tualang Cut (bergabung pada tanggal 11 Maret 2002)
(Muntasir 2003:2)
Dalam penelitian ini penulis mengambil sumber data dari kecamatan Karang Baru.
(38)
3.3.Instrumen Penelitian
Ada dua hal yang mempengaruhi kualitas hasil penelitian yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Adapun instrument penelitian yang penulis gunakan adalah alat rekam. Alat rekam ini digunakan untuk merekam data dari informan. Alat rekam sangat penting digunakan dalam penelitian, karena tidak semua data yang diberikan oleh informan dapat penulis ingat.
3.4.Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah faktor terpenting dalam penelitian karena tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengumpulkan data. Jika peneliti tidak mengetahui metode pengumpulan data, maka peneliti tidak akan memperoleh data standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Sugiyono (2010:225) menyebutkan dalam penelitian kualitatif pengumpulan data dapat dilakukan dalam kondisi atau situasi yang alamiah, sumber datanya primer dan teknik pengumpulan data yang lebih banyak digunakan adalah observasi berperan serta, wawancara mendalam dan dokumentasi.
Metode Observasi menurut Nasution (dalam Sugiyono 2010:226) adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi dan biasanya didukung oleh alat-alat canggih. Sejalan dengan itu Marshal (dalam Sugiono 2010:226) mengatakan bahwa melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut. Faisal (dalam Sugiyono 2010:226) membagi observasi menjadi observasi berpartisipasi (participant observation), observasi yang secara
(39)
terang-terangan dan tersamar (overt observation and covert observation) dan observasi yang tidak berstruktur (unstructured observation).
Menurut Patton (dalam Sugiyono 2010:228) ada enam manfaat observasi, yaitu:
1. Dengan observasi di lapangan peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh.
2. Dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman langsung sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya.
3. Dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu, karena telah dianggap biasa dan karena itu tidak akan terungkap dalam wawancara.
4. Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkapkan oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga.
5. Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang diluar persepsi responden, sehingga peneliti mendapat gambaran yang lebih komperhensif.
6. Melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya mengumpulkan daya yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi dan merasakan suasana situasi sosial yang tinggi.
Metode Wawancara menurut Esterberg (dalam Sugiyono 2010:233) ada tiga macam wawancara yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan jika peneliti sudah mengetahui dengan pasti tentang informasi yang akan diperoleh nantinya. Oleh karena itu maka peneliti sudah menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan yang tertulis dan juga telah menuliskan jawaban alternatif. Dengan menggunakan metode wawancara terstrukur, maka responden akan diajukan pertanyaan yang sama dan peneliti mencatat data yang telah diberikan oleh informan. Alat penunjang dalam wawancara juga sangat dibutuhkan seperti alat perekam, gambar, brosur dan alat penunjang lainnya.
(40)
Metode wawancara yang kedua adalah wawancara semiterstruktur. Tujuan dari metode wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka dimana pihak yang diajak wawancara diminta ide dan pendapatnya. Dalam wawancara peneliti harus mendengarkan secara teliti dan mencatat data yang diberikan oleh infrorman. Metode yang terakhir adalah metode wawancara tidak berstruktur maksudnya wawancara yang dilakukan bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman yang digunakan oleh peneliti hanya garis-garis besar permasalahan.
Metode pencatatan dan perekaman, metode ini digunakan pada saat mengisi daftar isian berupa kosakata dasar yang telah disediakan. Daftar ini ditulis dalam bahasa Indonesia kemudian diisi padanan dan terjemahannya dalam bahasa Melayu Tamiang. Bersamaan dengan kegiatan pengisian daftar isian itu dilakukan pula perekaman.
3.5.Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah proses menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara mengelompokkan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola memilih mana yang penting dan mana yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami diri sendiri dan orang lain (Sugiyono 2010:244). Menurut Miles and Huberman (dalam Sugiyono
(41)
2010:246) dalam menganalisis data, ada tiga tahap yang harus dilakukan oleh penulis. Adapun ketiga tahap itu adalah sebagai berikut:
1. Tahap reduksi data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.
2. Data display (penyajian data)
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data biasa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan untuk mamahami apa yang terjadi.
3. Kesimpulan dan verifikasi
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian.
(42)
BAB IV
ANALISIS PROSES MORFOLOGI
BAHASA MELAYU TAMIANG
4.1 Morfem
Menurut Ramlan (1983:26) morfem adalah satuan gramatik yang paling kecil atau satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya. Morfem dapat dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas sering disebut sebagai kata dasar dan morfem terikat sering disebut afiks (imbuhan).
4.1.1Morfem Bebas
Morfem bebas adalah morfem yang berupa bentuk bebas, yakni bentuk yang dalam ucapannya biasanya sebagai bentuk lepas dapat berdiri sendiri. Bentuk bebas dapat berdiri sendiri secara bebas dan mampu mendukung makna tertentu. Morfem bebas disebut juga sebagai kata dasar (kata tunggal). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut ini:
minom „minum‟ lempa „lempar‟ lompat „lompat‟ makan „makan‟ raket „rakit‟
(43)
masak „masak‟
Konsep morfem bebas sama dengan morfem dasar, karena kata tersebut di atas tidak dapat diuraikan lagi atas unsur yang lebih kecil.
4.1.2 Morfem Terikat
Morfem terikat adalah morfem yang berupa bentuk terikat, yaitu bentuk dalam ucapannya biasanya sebagai bentuk lepas tidak dapat berdiri sendiri selalu terikat pada bentuk lain.
Contoh:
m- + bace mbace „membaca‟ n- + cabot ncabot „mencabut‟ ng- + adok ngadok „mengaduk‟ ny- + sapu nyapu „menyapu‟
Bentuk m-, n-, ng dan ny- pada contoh di atas disebut sebagai morfem terikat. Contoh di atas disebut morfem terikat karena bentuk-bentuk tersebut tidak mampu berdiri sendiri dan dalam penggunaannya morfem terikat harus selalu melekat pada morfem bebas. Morfem terikat dapat melekat di awal (prefiks), di tengah (infiks), di akhir (sufiks) dan melekat satu persatu di awal maupun di akhir (simulfiks). Morefm terikat ini sering juga disebut dengan afiks (imbuhan).
4.2 Afiks
Menurut Ramlan (1983:48) afiks adalah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan pokok kata yang memiliki
(44)
kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Pada pembahasan ini penulis hanya akan membahas prefiks (awalan), sufiks (akhiran) dan simulfiks (imbuhan gabung) yang terdapat pada bahasa Melayu Tamiang.
4.3 Jenis Afiks
Seperti yang telah penulis kemukakan sebelumnya, penulis hanya akan membahas tiga jenis afiks pada bahasa Melayu Tamiang. Adapun ketiga jenis afiks tersebut adalah sebagai berikut:
1. Prefiks
Prefiks adalah afiks yang melekat di awal pada kata dasar. Prefiks yang akan penulis anlisis pada bahasa Melayu Tamiang adalah me-, be-, di-, te-, pe-, se-, dan
ke-A.Prefiks me-pada bahasa Melayu Tamiang Contoh:
me- + makan memakan „memakan‟ me- + minom meminom „meminum‟ me- + lilet melilet „melilit‟
me- + minte meminte „meminta‟
me- + raket meraket „merakit‟ B.Prefiks be- pada bahasa Melayu Tamiang
Contoh:
(45)
be- + asap beasap „berasap‟ be- + due bedue „berdua‟ be- + gembire begembire „bergembira‟ be- + kerje bekerje „bekerja‟ be- + aja belaja „belajar‟ C.Prefiks di- pada bahsa Melayu Tamiang
Contoh:
di- + adok diadok „diadok‟ di- + gunteng digunteng „digunting‟ di- + robek dirobek „dirobek‟ di- + simpan disimpan „disimpan‟ di- + bayar dibayar „dibayar‟ D.Prefiks te- pada bahasa Melayu Tamiang Contoh:
te- + ambel teambel „terambil‟ te- + atas teatas „teraatas‟ te- + bungkos tebungkos „terbungkus‟ te- + besa tebesa „terbesar‟ te- + cepat tecepat „tercepat‟ E. Prefiks pe- pada bahasa Melayu Tamiang
Contoh:
pe- + aman pengaman „pengaman‟ pe- + bace pembace „pembaca‟ pe- + jerat penjerat „penjerat‟
(46)
pe- + lateh pelateh „pelatih‟ pe- + sapu penyapu „penyapu‟ F. Prefiks se- pada bahasa Melayu Tamiang Contoh:
se- + atap seatap „seatap‟ se- + jalan sejalan „sejalan‟ se- + tinggi setinggi „setinggi‟ se- + bungkos sebungkos „sebungkus‟ se- + rumah serumah „serumah‟ G.Prefiks ke- pada bahasa Melayu Tamiang
Contoh:
ke- + due kedue „kedua‟
ke- + hendak kehendak „kehendak‟ ke- + tuhe ketuhe „ketua‟ ke- + empat keempat „keempat‟ ke- + lime kelime „kelima‟ 2. Sufiks
Sufiks adalah afiks yang selalu melekat di akhir pada kata dasar. Sufiks yang akan penulis analisis pada bahasa Melayu Tamiang adalah -an, -ke dan -nye.
A.Sufiks -an pada bahasa Melayu Tamiang Contoh:
ajar + -an ajaran „ajaran‟ bagi + -an bagian „bagian‟ dagang + -an dagangan „dagangan‟
(47)
gandeng + -an gandengan „gandengan‟ pakai + -an pakaian „pakaian‟ B.Sufiks -ke pada bahasa Melayu Tamiang
Contoh:
ambel + -ke ambelke „ambilkan‟ gunteng + -ke guntengke „guntingkan‟ laboh + -ke labohke „jatuhkan‟ masok + -ke masokke „masukkan‟ padam + -ke padamke „padamkan‟ C.Sufiks -nye pada bahasa Melayu Tamiang
Contoh:
akar + -nye akarnye „akarnya‟ bagian + -nye bagaianye „bagiannya‟ cantek + -nye canteknye „cantiknya‟ daon + -nye daonnye „daunnya‟ sapu + -nye sapunye „sapunya‟ 3. Simulfiks
Simulfiks adalah melekatnya lebih dari satu afiks gabung yang pada kata dasar satu persatu baik diawal maupun diakhir. Simulfiks yang akan penulis analisis pada bahasa Melayu Tamaing adalah be- + … + -an, be- + … + -ke, di- + … + -ke, di- + … + -i, me- + … + -i, me- + … + -ke dan pe- + … + -an.
A.Simulfiks be- + … + -an pada bahasa Melayu Tamiang Contoh:
(48)
be- + dating + -an bedatangan „berdatangan‟ be- + jaoh + -an bejaohan „berjauhan‟ B.Simulfiks be- + … + -ke pada bahasa Melayu Tamiang Contoh:
be - + alas + -ke bealaske „beralaskan‟ be- + dasar + -ke bedasarke „berdasarkan‟ be- + modal + -ke bemodalke „bermodalkan‟ C.Simulfiks di- + … + -ke pada bahasa Melayu Tamiang Contoh:
di- + bace + -ke dibaceke „dibacakan‟ di- + basoh + -ke dibasohke „dibasuhkan‟ di- + bahagie + -ke dibahagiekei „dibahagiakan‟ D.Simulfiks di- + … + -i pada bahasa Melayu Tamiang Contoh:
di- + ampon + -i diamponi „diampuni‟ di- + ekor + -i diekori „diekori‟ di- + imbang + -i diimbangi „diimbangi‟ E. Simulfiks me- + … + -i pada bahasa Melayu Tamiang Contoh:
me- + racon + -i meraconi „meracuni‟ me- + alam + -i mengalami „mengalami‟ me- + lihat + -i melihati „melihati‟ F. Simulfiks me- + … + -ke pada bahasa Melayu Tamiang Contoh:
(49)
me- + lupe + -ke melupeke „melupakan‟ me- + padam + -ke madamke „memadamkan‟ me- + tambah + -ke nambahke „menambahkan‟ G.Simulfiks pe- + … + -an pada bahasa Melayu Tamiang Contoh:
pe- + cepat + -an pecepatan „percepatan‟ pe- + damai + -an pedamaian „perdamaian‟ pe- + dalam + -an pedalaman „pedalaman‟
4.4 Morfofonemik
Afiks pada bahasa Melayu Tamiang juga mengalamai proses morfofonemik. Morfofonemik merupakan perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem satu dengan morfem lain. Adapun afiks yang mengalami proses morfofonemik pada bahasa Melayu Tamiang adalah afiks me-, pe- dan be-. Afiks me- misalnya, terdiri dari dua fonem yaitu /m/ dan /e/. Akibat pertemuan morfem itu dengan morfem pakai maka fonem /p/ dan /e/ akan hilang dan morfem yang dihasilkan adalah makai pada bahasa Melayu Tamiang. Perubahan inilah yang disebut proses morfofonemik.
4.5 Proses Pembubuhan Afiks
Proses pembubuhan afiks (afiksasi) merupakan salah satu proses morfologi. Proses pembubuhan afiks (afiksasi) adalah proses pembubuhan afiks pada satuan, baik berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks untuk membentuk kata baru.
(50)
Proses pembubuhan afiks (afiksasi) dapat merubah kelas kata dan fungsi pada kata dasar tergantung pada afiks yang melekatinya.
Contoh:
Penulis akan mengambil contoh kata raket pada bahasa Melayu Tamiang. me- + raket meraket „merakit‟
di- + raket diraket „dirakit‟ raket + -an raketan „rakitan‟ raket + -ke raketke „rakitkan‟ pe- + raket + -an peraketan „perakitan
Dari contoh di atas, dapat dibuktikan bahwa dengan melekatnya afiks pada bentuk dasar menimbulkan perubahan pada kelas kata, perubahan bentuk dan perubahan arti yang dilambangkannya. Bentuk adalah satuan-satuan yang mengandung arti, baik arti leksis maupun gramatis. Distribusi adalah kesanggupan afiks melekat pada kelas kata/kata dasar. Fungsi adalah kesanggupan afiks merubah kelas kata. Sedangkan nosi adalah arti baru yang ditimbulkan oleh proses afiksasi (setelah melekatnya afiks pada kata dasar). Berikut ini penulis akan menyajikan analisis proses pembubuhan afiks berdasarkan proses morfofonemik yang terjadi pada afiks..
4.6 Prefiks (Awalan)
Pada penelitian yang telah penulis lakukan, penulis menemukan ada tujuh prefiks pada bahasa Melayu Tamiang. Adapun ketujuh prefiks pada bahasa Melayu Tamiang tersebut yang penulis jumpai antara lain adalah me-, be-, di-, te-, pe-,
(51)
se-dan ke-. Berikut ini penulis akan menganalisis satu persatu prefiks pada Bahasa Melayu Tamiang.
4.6.1 Prefiks me-
Afiksasi tidak terlepas dari bentuk, distribusi, fungsi dan nosi. Pada bahasa Melayu Tamiang, prefiks me- mengalami proses perubahan-perubahan fonem yang timbul akibat pertemuan morfem satu dengan morfem yang lain atau yang sering disebut proses morfofonemik. Adapun proses morfofonemik prefiks me- pada bahasa Melayu Tamiang yang penulis jumpai adalah seperti yang tampak pada bagan di bawah ini:
me-
me- m- n- ng- ny-
Berikut ini penulis akan menyajikan prefiks me- pada bahasa Melayu Tamiang.
A.Bentuk
Pada bahasa Melayu Tamiang prefiks me- tidak akan mengalami perubahan ketika bertemu dengan fonem pada kata dasar. Prefiks me- pada bahasa Melayu Tamiang hanya dapat melekat pada kata dasar yang diawali dengan fonem konsonan. Berikut ini penulis akan menganalisis prefiks me- dengan mengambil beberapa contoh kata dasar pada bahasa Melayu Tamiang.
(52)
prefiks me- + fonem konsonan apiko alveolar [l]
me- + lambat melambat „melambat‟ me- + lempar melempar „melempar‟ me- + lihat melihat „melihat‟ me- + lompat melompat „melompat‟ me- + lilet melilet „melilit‟ prefiks me- + fonem konsonan nasal bilabial [m]
me- + makan memakan „memakan‟ me- + minom meminom „meminum‟ me- + masak memasak „memasak‟
me- + minte meminte „meminta‟
me- + muat memuat „memuat‟
prefiks me- + fonem konsosnan apiko alveolar [r] me- + raket meraket „merakit‟ me- + rase merase „merasa‟ me- + rebos merebos „merebus‟ me- + rendah merendah „merendah‟ me- + robek merobek „merobek‟
Dapat kita lihat dari analisis di atas, bentuk me- pada bahasa Melayu Tamiang tidak mengalami perubahan ketika melekat pada kata dasar berfonem konsonan baik fonem konsonan [l], [m] dan [r].
Prefiks me- pada bahasa Melayu Tamiang akan mengalami perubahan bentuk menjadi prefiks m- ketika melekat pada kata dasar yang diawali fonem konsonan
(53)
letup bilabial. Berikut ini penulis akan menganalisis perubahan bentuk prefiks me- menjadi prefiks m- pada bahasa Melayu Tamiang.
Contoh:
prefiks me- + fonem konsonan letup bilabial [b]
me- + basoh mbasoh „membasuh‟
me- + bawe mbawe „membawe‟
me- + baya mbaya „membayar‟
me- + belah mbelah „membelah‟ me- + besar mbesar „membesar‟
Selain konsonan letup bilabial [b] di atas, prefiks me- juga akan mengalami perubahan menjadi prefiks m- jika melekat pada fonem konsonan letup bilabial [p]. Berikut ini penulis akan menganalisis perubahan bentuk prefiks me- menjadi prefiks m- pada bahasa Melayu Tamiang.
Contoh:
prefiks me- + fonem konsonan letup bilabial [p] me- + piker miker „memikir‟ me- + pukol mukol „memukul‟ me- + potong motong „memotong‟ me- + parot marot „memarut‟ me- + panjang manjang „memanjang‟
Pada analisis di atas menunjukkan bahwa prefiks me- pada bahasa Melayu Tamiang akan mengalami perubahan menjadi prefiks m- ketika melekat pada kata dasar yang berawalan fonem konsonan letup bilabial [b] dan [p]. Ketika prefiks me- melekat pada kata dasar berawalan fonem konsosnan letup bilabial [p] maka fonem
(54)
[p] pada kata dasar akan hilang dan diganti dengan prefiks m-. Dapat kita lihat juga prefiks m- ini hanya mampu melekat pada fonem konsonan letup bilabial [b] dan [p] seperti yang telah penulis analisis di atas.
Prefiks me- pada bahasa Melayu Tamiang akan mengalami perbuhan bentuk menjadi prefiks n- ketika melekat pada fonem konsonan apiko platal [d], konsonan medio platal [c] dan [j] serta konsonan apiko dental [t]. Berikut ini penulis akan menganalisis perubahan bentuk prefiks me- menjadi prefiks n- pada bahasa Melayu Tamiang.
Contoh:
prefiks me- + fonem konsonan apiko platal [d] dan konsonan medio platal [c] dan [j] me- + cabot ncabot „mencabut‟
me- + cukor ncukor „mencukur‟ me- + didek ndidek „mendidik‟ me- + dayong ndayong „mendayung‟ me- + jalen njalen „menjalin‟
Dapat kita lihat pada contoh di atas bahwa prefiks n- yang melekat pada kata dasar yang berawalan konsonan tidak berubah. Selain fonem konsonan apiko platal [d] dan fonem konsonan medio platal [c] dan [j]. Selain perubahan bentuk ketika melekat pada fonem konsosnan di atas, prefiks me- juga akan mengalami perubahan bentuk menjadi prefiks n- ketika melekat pada kata dasar dengan fonem konsonan apiko dental [t]. Berikut ini penulis akan menganalisis perubahan bentuk prefiks me- menjadi prefiks n- ketika melekat dengan fonem konsonan apiko dental [t].
Contoh:
(55)
me- + tambah nambah „menambah‟ me- + tepes nepes „menepis
me- + tikam nikam „menikam‟
me- + timbang nimbang „menimbang‟ me- + tules nules „menulis‟
Pada analisis di atas, dapat kita lihat proses perubahan prefiks me- menjadi prefiks n- pada bahasa Melayu Tamiang. Ketika prefiks me- melekat pada kata dasar berfonem konsonan apiko dental [t] pada bahasa Melayu Tamiang maka, fonem konsonan apiko dental [t] akan hilang dan akan berubah menjadi prefiks n-. Prefiks n- ini hanya dapat melekat pada kata dasar yang diawali fonem konsonan.
Prefiks me- pada bahasa Melayu Tamiang akan mengalami perbuahan bentuk menjadi prefiks ng- ketika melekat pada kata dasar yang diawali dengan fonem vokal [a], [e], [i], [o] dan [u]. Berikut ini penulis akan menganalisis proses perubahan bentuk prefiks me- menjadi prefiks ng- pada bahasa Melayu Tamiang.
Contoh
prefiks me- + fonem vokal [a], [e], [i], [o] dan [u] me- + adok ngadok „mengaduk‟ me- + ekor ngekor „mengekor‟ me- + injak nginjak „menginjak‟ me- + olah ngolah „mengolah‟ me- + ukor ngukor „mengukur‟
Pada analisis di atas, kita dapat melihat bagaimana proses melekat dan perubahan bentuk prefiks me- menjadi prefiks ng- pada bahasa Melayu Tamiang. Ketika prefiks me- melekat pada kata dasar yang diawali oleh fonem vokal [a], [e],
(56)
[i], [o] dan [u] maka, prefiks me- berubah bantuk menjadi prefiks ng-. Prefiks me- juga akan mengalami perubahan bentuk ketika melekat pada kata dasar yang berawalan fonem konsonan geseran laringal [h], dan juga fonem konsonan dorso velar [g] dan [k]. Berikut ini penulis akan menganalisis perubahan bentuk prefiks me- menjadi prefiks ng- ketika melekat pada kata dasar yang diawali dengan fonem konsonan geseran laringal [h] dan fonem konsonan dorso velar [g] dan [k].
Contoh:
prefiks me- + fonem konsonan geseran laringal [h]
me- + hadang nghadang „menghadang‟ me- + hadap nghadap „menghadap‟ me- + halau nghalau „menghalau‟ me- + hapos nghapos „menghapus‟ me- + hitong nghitong „menghitung‟
Pada analisis di atas dapat kita lihat bagaimana proses perubahan bentuk prefiks me- pada bahasa Melayu Tamiang. Ketika prefiks me- melekat pada kata dasar yang berawalan fonem konsonan geseran lariangal [h] maka, prefiks me- berubah bentuk menjadi prefiks ng-. Berikutnya penulis akan menganalisis proses perubahan bentuk prefiks me- menjadi prefiks ng- ketika melekat pada kata dasar berawalan fonem konsonan dorso velar [g] dan [k].
Contoh
prefiks me- + fonem konsonan dorso velar [g] dan [k] me- + gergaji nggergaji „menggergaji‟ me- + gule nggule „menggulai‟ me- + kecik ngecik „mengecil‟
(57)
me- + keras ngeras „mengeras‟ me- + kikes ngikes „mengikis‟
Pada contoh di atas dapat kita lihat proses perubahan bentuk prefiks me- menjadi prefiks ny- ketika melekat pada kata dasar yang berawalan fonem konsonan dorso velar [g] dan [k]. Ketika prefiks me- melekat pada kata dasar yang berawalan fonem dorsovelar [g] maka prefiks me- berubah bentuk menjadi prefiks ng-. Namun ketika prefiks me- melekat pada kata dasar yang berawalan fonem konsonan dorso velar [k] maka, prefiks me- berubah bentuk menjadi prefiks ng- dan fonem konsosnan dorso velar [k] akan hilang. Perubahan me- ini dapat berubah bentuk menjadi prefiks ng- ketika melekat pada kata dasar yang diawali dengan fonem vokal maupun fonem konsonan.
Prefiks me- pada bahasa Melayu Tamiang akan mengalami perubahan bentuk menjadi prefiks ny- ketika melekat pada kata dasar yang berawalan fonem konsonan geseran lamino alveolar [s]. Berikut ini penulis akan menganalisis proses perubahan bentuk prefiks me- menjadi prefiks ny- pada bahasa Melayu Tamiang.
Contoh
prefiks me- + fonem konsonan geseran lamino dental [s] me- + sambot nyambot „menyambut‟ me- + sedot nyedot „menyedot‟ me- + sileh nyileh „menyilang‟ me- + sokong nyokong „menyokong‟ me- + sumbat nyumbat „menyumbat‟
Dapat kita lihat pada contoh di atas bagaimana proses perubahan bentuk prefiks me- menjadi prefiks ny- pada bahasa Melayu Tamiang. Prefiks me- akan
(58)
berubah bentuk menjadi prefiks ny- ketika melekat pada kata dasar yang berawalan fonem konsonan geseran lamino alveolar [s]. Prefiks me- hanya akan berubah bentuk menjadi prefiks ny- ketika melekat pada kata dasar berawalan fonem konsonan geseran lamino alveolar [s].
B. Distribusi
Distribusi merupakan kesanggupan melekat suatu afiks pada kelas kata seperti kelas kata nomina, verba, adjektiva maupun nomina. Berikut ini penulis akan menyajikan contoh distribusi prefiks me- dan kemudian akan penulis analisis.
Distribusi prefiks me- Contoh:
me- + raket (N) me- + lempar (V) me- + lebar (Adj)
Pada contoh yang penulis sajikan, nampak bahwa prefiks me- dapat berdistribusi dengan kelas kata nomina, verba dan adjektiva. Kemudian penulis akan menyajikan dan menganalisis prefiks me- yang mengalami perubahan bentuk saat melekat dengan kata dasar.
Pada bahasa Melayu Tamiang, prefiks m- juga mampu berdistribusi dengan kelas kata. Berikut ini penulis akan menyajikan contoh distribusi prefiks m- pada bahasa Melayu Tamiang.
Contoh:
prefiks m- + kelas kata m- + bace (V) m- + berat (Adj)
(59)
m- + bibet (N)
Pada contoh di atas dapat kita ketahui prefiks m- pada bahasa Melayu Tamiang dapat berdistribusi dengan kelas kata verba, adjektiva dan nomina.
Pada bahasa Melayu Tamiang, prefiks n- juga mampu berdistribusi dengan kelas kata. Berikut ini penulis akan menyajikan contoh distribusi prefiks n- pada bahasa Melayu Tamiang.
Contoh:
prefiks n-+ kelas kata n- +cabot (V) n- + dayong (N) n- + jaoh (Adj) n- + due (Num)
Pada contoh di atas dapat kita ketahui prefiks n- pada bahasa Melayu Tamiang dapat berdistribusi dengan kelas kata verba, nomina adjektiva dan numeralia.
Pada bahasa Melayu Tamiang, prefiks ng- juga mampu berdistribusi dengan kelas kata. Berikut ini penulis akan menyajikan contoh distribusi prefiks ng- pada bahasa Melayu Tamiang.
Contoh:
prefiks ng- + kelas kata ng- + kecik (Adj) ng- + ambel (V) ng- + gunteng (N)
(60)
Pada contoh di atas, dapat kita ketahui prefiks ng- pada bahasa Melayu Tamiang dapat berdistribusi dengan kelas kata adjektiva, verba dan nomina.
Pada bahasa Melayu Tamiang, prefiks ny- juga mampu berdistribusi dengan kelas kata. Berikut ini penulis akan menyajikan contoh distribusi prefiks ny- pada bahasa Melayu Tamiang.
Contoh:
prefiks ny- + kelas kata ny- + sapu (N) ny- + sepak (V) ny- + sise (Adv) ny- + satu (N)
Pada contoh di atas, dapat kita ketahui prefiks ny- pada bahasa Melayu Tamiang dapat berdistribusi dengan kelas kata nomina, verba, adverbia dan nomina.
C. Fungsi
Fungsi merupakan perubahan kelas kata dasar setelah afiks melekat pada kelas kata dasar. Berikut ini penulis akan menyajikan contoh dan menganalisis fungsi prefiks me- pada bahasa Melayu Tamiang.
Pada bahasa Melayu Tamiang, prefiks me- juga memiliki fungsi merubah kelas kata. Berikut ini penulis akan menyajikan contoh fungsi prefiks me- pada bahasa Melayu Tamiang.
Contoh:
me- + raket (N)= meraket (V) me- + maki (V) = memaki (Adj) me- + nanti (Adj) = menanti (V)
(61)
Pada contoh di atas, dapat kita ketahui prefiks me- pada bahasa Melayu Tamiang dapat merubah kelas kata dasar dari kelas kata nomina menjadi verba, verba menjadi adjektiva dan adjektiva menjadi verba.
Pada bahasa Melayu Tamiang, prefiks m- juga memiliki fungsi merubah kelas kata. Berikut ini penulis akan menyajikan contoh fungsi prefiks m- pada bahasa Melayu Tamiang.
Contoh:
prefiks m- + kelas kata
m- + bibet (N) = mbibet (V) m- + parot (N) = marot (V) m- + baik (Adj) = mbaik (Adv) m- + puje (Adj) = muje (V)
Pada contoh di atas, dapat kita ketahui prefiks m- pada bahasa Melayu Tamiang dapat merubah kelas kata dasar dari kelas kata nomina menjadi verba, adjektiva menjadi adverbia dan adjektiva menjadi verba.
Pada bahasa Melayu Tamiang, prefiks n- juga memiliki fungsi merubah kelas kata. Berikut ini penulis akan menyajikan contoh fungsi prefiks n- pada bahasa Melayu Tamiang.
Contoh
n- + dayong (N) = ndayong (V) n- + dekat (Adj) = ndekat (V) n- + due (Num) = ndue (Adj)
(62)
Pada contoh di atas, dapat kita ketahui prefiks m- pada bahasa Melayu Tamiang dapat merubah kelas kata dasar dari kelas kata nomina menjadi verba, adjektiva menjadi verba dan numeralia menjadi adjektiva.
Pada bahasa Melayu Tamiang, prefiks ng- juga memiliki fungsi merubah kelas kata. Berikut ini penulis akan menyajikan contoh fungsi prefiks ng- pada bahasa Melayu Tamiang.
Contoh
prefiks ng- + kelas kata
ng- + akar (N) = ngakar (Adj) ng- + gela (Adj) = nggela (V) ng- + gergaji (N) = nggergaji (V)
Pada contoh di atas, dapat kita ketahui prefiks m- pada bahasa Melayu Tamiang dapat merubah kelas kata dasar dari kelas kata nomina menjadi adjektiva, adjektiva menjadi verba dan nomina menjadi verba.
Pada bahasa Melayu Tamiang, prefiks ny- juga memiliki fungsi merubah kelas kata. Berikut ini penulis akan menyajikan contoh fungsi prefiks ny- pada bahasa Melayu Tamiang.
Contoh
prefiks ny- + kelas kata
ny- + sapu (N) = nyapu (V)
ny- + sambot (Adv) = nyambot (V) ny- + satu (Num) = nyatu (Adj)
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Ada tiga proses morfologi dalam bahasa Melayu Tamiang yaitu proses pembubuhan afiks (afiksasi), proses pengulangan (reduplikasi) dan proses pemajemukan (komposisi). Berikut ini penulis sajikan secara singkat proses morfologi dalam bahasa Melayu Tamiang.
1. Proses pembubuhan afiks (afiksasi)
Proses pembubuhan afiks (afiksasi) dalam bahasa Melayu Tamiang yang penulis bahas adalah prefiks (awalan), sufiks (akhiran) dan simulfiks (afiks gabung).
a. Prefiks (awalan)
Prefiks dalam bahasa Melayu Tamiang ada me-, be-, di-, te-, pe-, se- dan ke-. Prefiks me- akan mengalami bentuk ketika melekat pada kata dasar yang diawalai fonem tertentu. Prefiks me- akan berubah bentuk menjadi m- ketika melekat pada kata dasar yang diawali oleh fonem /b/ dan /p/. Prefiks me- akan berubah bentuk menjadi n- ketika melekat pada kata dasar yang diawali oleh fonem /c/, /d/, /j/ dan /t/. Prefiks me- akan berubah bentuk menjadi ng- ketika melekat pada kata dasar yang diawali oleh fonem vokal /a/, /i/, /u/, /e/ dan /o/, prefiks me- akan berubah bentuk menjadi ng- ketika melekat pada kata dasar yang diawali fonem konsonan /h/, /g/ dan /k/. Prefiks me- mengalami perubahan bentuk menjadi ny- ketika melekat pada kata dasar
(2)
Prefiks pe- akan mengalami perubahan bentuk menjadi pen- ketika melekat pada kata dasar yang diawali fonem /c/, /j/, /d/ dan /t/. Prefiks pe- akan mengalami perubahan bentuk menjadi pem- ketika melekat pada kata dasar yang diawali oleh fonem /b/ dan /p/. Prefiks pe- akan mengalami perubahan bentuk menjadi peng- ketika melekat pada kata dasar yang diawali oleh fonem vokal /a/, /i/, /u/, /e/ dan /o/, prefiks pe- juga akan mengalami perubahan bentuk ketika mengalami perubahan bentuk menjadi peng- ketika melekat pada kata dasar yang diawali oleh fonem konsonan /h/, /g/ dan /k/. Prefiks pe- akan mengalami perubahan bentuk menjadi peny- ketika melekat pada kata dasar yang diawali oleh fonem /s/.
Prefiks be- tidak mengalami perubahan bentuk ketika melekat pada kata dasar baik yang diawali oleh fonem vokal /a/, /i/, /u/, /e/ dan /o/ maupun fonem konsonan /m/, /l/, /r/, /c/, /j/, /d/, /t/, /b/, /p/, /h/, /k/, /g/ dan /s/.
Prefika te- tidak mengalami perubahan bentuk ketika melekat pada kata dasar baik yang diawali oleh fonem vokal /a/, /i/, /o/ dan /u/ maupun fonem konsonan /m/, /l/, /c/, /j/, /d/, /t/, /b/, /p/, /h/, /g/, /k/ dan /s/.
Prefiks di- tidak mengalami perubahan bentuk ketika melekat pada kata dasar baik yang diawali oleh fonem vokal /a/, /i/, /o/ dan /u/ maupun fonem konsonan /m/, /l/, /c/, /j/, /d/, /t/, /b/, /p/, /h/, /g/, /k/, /r/ dan /s/.
Prefiks ke- tidak mengalami perubahan bentuk ketika melekat pada kata dasar baik yang diawali oleh fonem vokal /e/ maupun fonem konsonan /l/, /d/ dan /t/.
(3)
Prefiks se- tidak mengalami perubahan bentuk ketika melekat pada kata dasar baik yang diawali oleh fonem vokal /a/ dan /i/ maupun fonem konsonan /m/, /l/, /c/, /j/, /t/, /b/, /h/, /g/, /k/, /r/ dan /s/.
b. Sufiks (akhiran)
Sufiks -an tidak mengalami perubahan bentuk ketika melekat pada kata dasar baik yang diawali oleh fonem vokal /i/, /u/ dan /e/ maupun fonem konsonan /m/, /n/, /p/, /t/, /g/, /k/ dan /s/.
Sufiks -ke tidak mengalami perubahan bentuk ketika melekat pada kata dasar baik yang diawali oleh fonem vokal /i/, /u/ dan /e/ maupun fonem konsonan /m/, /n/, /r/, /t/, /g/, /h/, /l/ dan /s/.
Sufiks -nye tidak mengalami perubahan bentuk ketika melekat pada kata dasar baik yang diawali oleh fonem vokal /i/, /u/ dan /e/ maupun fonem konsonan /m/, /n/, /r/, /t/, /g/, /k/, /h/, /l/ dan /s/.
c. Simulfiks (afiks gabung)
Simulfiks be- + .... + -an tidak mengalami perubahan bentuk ketika melekat pada kata dasar baik yang diawali atau diakhiri oleh fonem vokal maupun fonem konsonan.
Simulfiks be- + .... + -ke tidak mengalami perubahan bentuk ketika melekat pada kata dasar baik yang diawali atau diakhiri oleh fonem vokal maupun fonem konsonan.
Simulfiks di- + .... + -i tidak mengalami perubahan bentuk ketika melekat pada kata dasar baik yang diawali atau diakhiri oleh fonem vokal maupun
(4)
Simulfiks me- + .... + -i mengalami perubahan bentuk ketika melekat pada kata dasar baik yang diawali oleh fonem vokal maupun konsonan tertentu dan tidak mengalami perubahan ketika dibubuhi afiks di akhir.
Simulfiks me- + .... + -ke mengalami perubahan bentuk ketika melekat pada kata dasar baik yang diawali oleh fonem vokal maupun konsonan tertentu dan tidak mengalami perubahan ketika dibubuhi afiks di akhir.
Simulfiks pe- + .... + -an mengalami perubahan bentuk ketika melekat pada kata dasar baik yang diawali oleh fonem vokal maupun konsonan tertentu dan tidak mengalami perubahan ketika dibubuhi afiks di akhir.
2. Proses pengulangan (reduplikasi)
Proses pengulangan (reduplikasi) dalam bahasa Melayu Tamiang ada empat bentuk yaitu bentuk kata ulang utuh, bentuk kata ulang yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks, pengulangan sebagian dan pengulangan dengan perubahan fonem.
3. Kata majemuk (komposisi)
Proses pemajemukan (komposisi) dalam bahasa Melayu Tamiang yang penulis bahas ada lima yang menjadi unsur pembentuknya yaitu, kata benda + kata benda, kata benda + kata kerja, kata benda + kata sifat, kata sifat + kata benda dan kata kerja + kata benda
(5)
5.2 Saran
Penulis mengharapakan skripsi ini sebagai bahan dokumentasi bahasa daerah dan dapat menjadi bahan acuan bahan ajar muatan lokal bahasa daerah dan kita para peneliti dapat mendapatkan formula yang tepat untuk mengkaji bahasa daerah. Seperti yang kita ketahui bahasa daerah sudah mulai ditinggalkan oleh pemakainya sehingga diharapkan kita dapat membangkitkan semangat mempelajari bahasa daerah agar budaya warisan leluhur kita tidak hilang atau punah.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk.2003.Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka
Butar-butar, Maruli dkk.1984.Morfologi dan Sintaksis Bahasa Siladang.Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Chaer, Abdul.2008.Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses).Jakarta: Rineka cipta
Chaer, Abdul.2009.Psikolinguistik Kajian Teoritik.Jakarta: Rineka Cipta
Hasan, Kailani dkk.1983.Morfologi dan Sintaksis Bahasa Melayu Riau.Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Muslich, Mansur.2007.Tatabentuk Bahasa Indonesia: Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif.Malang.
Ramlan, M.1983.Morfologi Suatu Tinjauan Deskriftif.Yogyakarta: CV. Karyono
Ruslan Satun, Aidy dkk.1985.Struktur Bahasa Lampung.Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Sibarani, Robert.2004.Antropolinguistik.Medan: Penerbit Poda
Sugiyono.2010.Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D.Bandung: Alfabeta