serta akuntabilitas bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya dan fungsinya sebagai lembaga representatif atau wakil rakyat di daerah. Peningkatan kinerja lembaga pemerintah
daerah sangat dibutuhkan dalam menunjang pemberdayaan masyarakat serta pembangunan daerah agar tercipta kemakmuran dan kesejahteraan umum khususnya di daerah. Peningkatan
kinerja DPRD sangat besar pengaruhnya terhadap jalannya pemerintahan di daerah, karena lembaga pemerintah tersebut merupakan penyelenggara pemerintahan di daerah.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengetahui dan membahas bagaimana kinerja parlemen lokal yaitu DPRD Kabupaten Toba Samosir pada masa periode
tahun 2004-2009.
1.2. Perumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang yang diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: “ Bagaimanakah kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Kabupaten Toba Samosir dalam pelaksanaan fungsi, tugas serta
wewenangnya?”
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah
Untuk mengetahui dan mengkaji pelaksanaan fungsi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Kabupaten Toba Samosir dilihat dari aspek responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas serta untuk mengetahui faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi peningkatan kinerja sehingga dapat mengidentifikasi serta menganilisis masalah dan kendala-kendala yang dihadapi oleh DPRD Kabupaten Toba Samosir
dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya.
Universitas Sumatera Utara
1.3.2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.
Manfaat penelitian ini secara akademis bermanfaat bagi penulis yakni untuk mengasah kemampuan dan melatih penulis dalam hal membuat dan membaca karya
ilmiah. Melalui penelitian ini juga dapat menambah pengetahuan penulis mengenai masalah yang diteliti.
2. Manfaat penelitian ini jika dilihat dari segi pembangunan adalah, diharapkan
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi terhadap pelaksanaan fungsi DPRD Kabupaten Toba Samosir, sehingga untuk masa yang akan datang DPRD
Kabupaten Toba Samosir dapat melaksanakan fungsinya sesuai dengan aspirasi masyarakat dalam meyelenggarakan otonomi daerah.
1.4. Kerangka Teori
1.4.1. Demokrasi
Menurut Henry B. Mayo sistem politik demokratis adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi
secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
6
Robert Dahl mengungkapkan setidaknya ada sepuluh manfaat atau keuntungan sistem politik demokrasi, yaitu: 1 demokrasi menolong mencegah tumbuhnya pemerintahan oleh
kaum otokrat yang tidak manusiawi; 2 demokrasi menjamin warga negaranya dengan sejumlah hak asasi yang tidak diberikan dan tidak dapat diberikan oleh sistem-non
Dengan adanya sistem pemerintahan demokrasi ini memberikan kekuasaan kepada masyarakat luas ataupun kaum mayoritas di dalam menentukan jalannya pemerintahaan
tersebut.
6
Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi Surakarta:PT. Bumi Aksara, 2007, hal 91.
Universitas Sumatera Utara
demokratis; 3 demokrasi menjamin kebebasan pribadi yang lebih luas bagi warga negaranya; 4 demokrasi membantu rakyat untuk melindungi kepentingan dasar mereka; 5 demokrasi
membantu manusia mengembangkan dirinya lebih baik dari alternatif sistem politik yang memungkinkan; 6 hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat memberikan
kesempatan sebesar-besarnya bagi orang-orang untuk menggunakan kebebasan dalam menentukan nasibnya sendiri; 7 hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat
memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk menjalankan tanggung jawab moral; 8 hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat membantu perkembangan tingkat
persamaan politik yang tinggi; 9 negara-negara modern tidak berperang satu dengan lainnya; dan; 10 Negara-negara dengan pemerintahan yang demokratis cenderung lebih makmur
daripada Negara-negara dengan pemerintahan non-demokratis.
7
Seperti halnya dengan masyarakat Indonesia yang menuntut terwujudnya demokrasi kedalam kehidupan bermasyarakat secara nyata. Hal itu diwujudkan melalui kebijakan
pemerintah di dalam memenuhi tuntutan masyarakat daerah untuk merealisasikan pemekaran daerah yang selanjutnya disebut dengan istilah otonomi daerah melalui desentralisasi.
Dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah tersebut agar kekuasaan itu tidak terpusat pada satu pusat saja, sehingga masyarakat sebagian besar terabaikan. Maka dengan adanya
kebijakan tersebut, masyarakat daerah memiliki pemerintah daerah tersendiri yang mampu menampung aspirasi-aspirasi maupun tuntutan-tuntutan masyarakat dan melakukan upaya-
upaya dalam mengatasi tuntutan-tuntutan masyarakat tersebut dengan cepast dan tepat. Kebijakan tersebut merupakan suatu alat penghubung antara lembaga-lembaga pemerintah
lebih dekat dengan masyarakat sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan umum. Demokrasi memberikan kebebasan yang luas kepada kaum mayoritas sesuai dengan
konstitusi yang berlaku disetiap Negara-negara yang menganut sistem demokrasi. Sistem demokrasi lebih menjunjung tinggi penghargaan atas hak azasi manusia sehingga ketika
masyarakat menuntut agar pemerintah membuat suatu kebijakan untuk diselenggarakannya otonomi daerah sebagai perwujudan demokrasi secara nyata oleh pemerintah dimana dengan
dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah kepada daerah otonom dinilai masyarakat merupakan suatu perwujudan demokrasi yang dianut oleh Negara yang demokratis.
7
Edie Toet Hendratno, Negara Kesatuan, Desentralisasi, dan Federalisme, Jakarta: Graha Ilmu, 2009, hal 79.
Universitas Sumatera Utara
1.4.2. Parlemen 1.4.2.1.
Pengertian Parlemen
Pengertian parlemen diberbagai Negara memiliki arti yang berbeda-beda. Dalam kamus Eropa istilah parlemen mengandung makna ”pembicaraan” masalah-masalah
kenegaraan, sedangkan di Amerika legislature mengandung makna badan pembuat undang- undang badan legislatif atau law making body.
8
Pengertian parlemen selalu diistilahkan sebagai suatu badan pembuat undang-undang. Akan tetapi pengertian parlemen tidak hanya sebatas pembuat undang-undang saja. Fungsi
pokok parlemen dengan demikian tidak harus diartikan sebagai badang pembuat undang- undang law-making body semata-mata namun juga perlu dilihat sebagai media komunikasi
antara rakyat dan pemerintah.
9
Parlemen diciptakan dengan tujuan tertentu antara lain untuk menghubungkan masyarakat luas dengan raja atau pimpinan pemerintahan. Parlemen juga diciptakan untuk
memenuhi tuntutan masyarakat luas akan sebuah lembaga dengan fungsi strategis pokok, yakni menyalurkan dan mencari penyelesaian atas persoalan-persoalan politik dan
kenegaraan yang melibatkan sebagaian besar masyarakat. Fungsi utama parlemen dengan demikian adalah sebagai lembaga penghubung dan pengelola konflik.
10
1.4.2.2. Fungsi Parlemen
Adapun fungsi daripada parlemen itu adalah merupakan suatu lembaga penghubung, dan lembaga pengelola konflik. Fungsi parlemen yang ada di Indonesia diatur didalam
undang-undang sehingga fungsi parlemen yang dikenal sebagai Dewan Perwakilan Rakyat
8
Bambang Cipto, Dewan Perwakilan Rakyat dalam Era Pemerintahan Modern- Industrial,Yogyakarta:PT.Rajagrafindo Persada, 1995, hal 2.
9
Ibid., hal 10.
10
Ibid., hal 37.
Universitas Sumatera Utara
baik itu Dewan Perwakilan Daerah maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
1.4.2.2.1. Parlemen sebagai lembaga penghubung
Parlemen ataupun sering disebut dengan istilah legislatif dimana memiliki fungsi salah satunya adalah sebagai lembaga penghubung antara masyarakat dengan pemerintah
mereka. Sebagian besar parlemen disebut sebagai lembaga atau badan perwakilan karena anggotanya dipilih secara langsung oleh para warga negaranya. Orang-orang yang dipilih
oleh warga negaranya dengan demikian diharapkan untuk menjadi wakil mereka dalam badan perwakilan masyarakat tersebut. Itulah sebabnya parlemen lebih sering disebut sebagai badan
perwakilan atau badan yang mewakili para pendukung anggota-anggotanya secara resmi dalam sistem pemerintahan.
11
1.4.2.2.2. Parlemen sebagai Lembaga Pengelola konflik
Konflik yang merupakan suatu gejala sosial selalu terdapat didalam setiap masyarakat dan dalam setiap kurun waktu. Hubungan sosial yang dilakukan oleh masyarakat merupakan
suatu sumber munculnya konflik. Manusia dengan sifatnya yang individualis selalu mementingkan dirinya sendiri demi terpenuhinya kebutuhannya. Manusia akan cenderung
berusaha untuk mendapatkan keuntungan dalam setiap kesempatan. Dengan begitu masyarakat tidak pernah terlepas dari konflik sehingga memerlukan suatu solusi didalam
mengatasi konflik-konflik tersebut. Parlemen dapat berfungsi sebagai badan pengkristal perbedaan-perbedaan yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat. Parlemen selanjutnya dapat dapat mengikhtiarkan penyelesaian antara lain dengan mengakumulasi informasi, mengukur posisi para pelaku
11
Ibid., hal 38.
Universitas Sumatera Utara
yang terlibat dalam konflik, mempertimbangkan posisi para pelaku yang terlibat dalam konflik, mempertimbangkan posisi pendapat umum dan mencoba merumuskan alternatif
pemecahan masalah yang timbul.
12
1.4.2.3. Fungsi DPRD
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dibentuk di setiap propinsi dan kabupaten ataupun kota lazimnya dipahami sebagai lembaga yang menjalankan kekuasaan legislatif
sehingga disebut sebagai lembaga legislatif di daerah. Fungsi lembaga legislatif yang berada di daerah diatur di dalam Undang-Undang R.I. Nomor 27 Tahun 2009 pada pasal 290 bab V
dan pasal 343 bagian kedua mengenai fungsi DPRD provinsi, DPRD KabupatenKota adalah berfungsi sebagai badan Legislasi, Anggaran dan Pengawasan.
1. Fungsi Legislasi
Fungsi badan legislasi yang paling penting ialah menentukan policy kebijaksanaan dan membuat undang-undang.
13
Fungsi legislasi pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, didalam Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 mengenai
kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada pasal 19 ayat 2 bab v mengenai fungsi, tugas dan wewenang DPRD yaitu fungsi
legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diwujudkan dalam membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah. Dijelaskan lagi pada pasal 20 ayat 1 bagian a yaitu DPRD
mempunyai tugas dan wewenang: membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan sama.
12
Ibid., hal 45.
13
A. Rahman H.I, Sistem Politik Indonesia, 2007, Jakarta:Graha Ilmu, hal 127.
Universitas Sumatera Utara
2. Fungsi Anggaran
Fungsi anggaran pada badan legilastif terdapat didalam Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 mengenai kedudukan protokoler dan keuangan
pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada pasal 19 ayat 3 bab v mengenai fungsi, tugas dan wewenang DPRD. Fungsi anggaran sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan APBD bersama Pemerintah Daerah.
3. Fungsi Pengawasan
Sebagaimana dengan yang tertulis di dalam Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 mengenai kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada pasal 19 ayat 4 bab v mengenai fungsi, tugas dan wewenang DPRD yaitu fungsi pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap
pelaksanaan undang-Undang, Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan Kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. fungsi pengawasan pada DPRD dijelaskan pada
pasal 20 ayat 1 bagian c yaitu melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan Kepala Daerah, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama internasional di Daerah.
Fungsi pengawasan pada lembaga legislatif khususnya pada dewan perwakilan rakyat di daerah sangat penting didalam menjaga keutuhan persatuan di Indonesia khususnya pada
masyarakat daerah. Dengan fungsi pengawasan pada lembaga legislatif akan mengawasi lembaga eksekutif. Mekanisme Check and Balances memberikan peluang kepada kedua
lembaga, Eksekutif dan Legislatif, untuk saling mengontrol, mengawasi dan mengimbangi.
14
14
H. Syaukani, dkk, Otonomi Derah dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2003, hal 257.
Universitas Sumatera Utara
Dengan begitu lembaga eksekutif tidak akan sewenang-wenang didalam menjalankan tugasnya sebagai Pemerintah Daerah.
1.4.3. Teori Perwakilan Politik
Perwakilan dalam pengertian bahwa seseorang ataupun sekelompok orang berwenang menyatakan sikap atau melakukan suatu tindakan baik yang diperuntukkan bagi, maupun
yang mengatasnamakan pihak lain.
15
Ada dua teori klasik tentang hakikat hubungan wakil dengan terwakil yang terkenal yaitu, teori mandat dan teori kebebasan.
Konsep perwakilan politik ini menggambarkan hubungan antara wakil bertindak sebagai delegasi bagi terwakil. Wakil berfungsi melayani
kebutuhan-kebutuhan yang diwakili.
16
1. Teori Mandat: Dalam teori mandat wakil dilihat sebagai penerima mandat untuk
merealisasikan kekuasaan terwakil dalam proses kehidupan politik. 2.
Teori kebebasan: dalam teori kebebasan, wakil dianggap perlu merumuskan sikap dan pandangannya tentang masalah yang dihadapi tanpa terikat secara ketat
kepada terwakil
1.4.4. Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang merupakan wakil daripada rakyat di daerah dan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan di daerah memiliki fungsi diatur didalam
undang-undang. Adapun fungsi daripada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yaitu fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Di dalam Undang-Undang Otonomi Daerah UU RI.12
tahun 2008 paragraf ketiga tugas dan wewenang pada pasal 42 adapun yang menjadi tugas dan wewenang daripada DPRD adalah a membentuk Perda yang dibahas dengan kepala
15
Arbi Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia, Jakarta: CV. Rajawali.1985, hal 23.
16
Ibid., hal 37.
Universitas Sumatera Utara
daerah untuk mendapat persetujuan bersama; b membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah; c melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan Perda dan Peraturan Perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan
kerja sama internasional di daerah; d mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerahwakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD
Provinsi dan kepala Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD Kabupatenkota; e memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah; f
memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; g memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama
internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; h meminta laporan keterangan pertanggung jawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintah daerah; i melakukan
pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah; j memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dan dengan pihak ketiga
yang membebani masyarakat dan daerah. Pelaksanaan fungsi dan tugas serta wewenang yang optimal oleh DPRD sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. kinerja
DPRD sebagai penyelenggara pemerintah daerah sangat dituntut dalam kesuksesan berjalannya otonomi daerah. Berjalan baik atau tidak penyelenggaraan otonomi daerah dapat
dilihat dari optimalnya pelaksanaan fungsi DPRD dengan menilai kinerja DPRD sebagai badan penyelenggara pemerintah daerah dan dalam menjalankan fungsi, tugas serta
wewenangnya.
1.4.4.1. Pengertian Kinerja dan Pengukuran Kinerja
Optimalisasi berasal dari kata dasar optimal yang artinya menurut Kamus Ilmiah Populer adalah paling bagustinggi; tertinggi; terbagus; paling menguntungkan. Optimalisasi
Universitas Sumatera Utara
adalah suatu tindakan proses atau metodologi untuk membuat sesuatu sebagai sebuah desain, sistem, atau keputusan menjadi lebih atau sepenuhnya sempurna, fungsional atau lebih
efektif.
17
Untuk melihat optimalisasinya pelaksanaan fungsi daripada suatu lembaga, institusi baik pemerintah maupun swasta, ataupun organisasi maka dibutuhkan suatu penilaian
didalam menilai kinerjanya masing-masing dalam melaksanakan fungsi-fungsinya. Pengertian kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi, organisasi.
18
Menurut Joko Widodo 2001:206, kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan
etika.
19
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai wakil rakyat di daerah dimana harus memberikan pelayan yang terbaik bagi masyarakat. Kinerja DPRD dimana masyarakat telah
memberikan wewenang sebagai dewan perwakilan rakyat di daerah sangat dituntut optimal oleh masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan sosial. Sehingga demokrasi yang
sesungguhnya dan keadilan yang didamba-dambakan masyarakat dapat terwujud. Pelayanan Publik berarti memberikan layanan kepada masyarakat yang merupakan haknya dan
Pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi, lembaga ataupun institusi baik pemerintah maupun swasta dapat diketahui apakah pelayanan yang diberikan sudah optimal
atau tidak dalam melaksanakan fungsi-fungsi dengan melihat kinerjanya. Untuk mengetahui pelaksanaan fungsinya sudah optimal atau tidak maka dibutuhkan suatu indikator kinerja.
Penggunaan indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu aktivitas atau program telah dilakukan secara efisien dan efektif Mohamad mahsun, 2006:73.
17
http:www.simecda.comFilesDep_PembiayaanIS_Optimalisasi_Manfaat_Asuransi_Akses_Pembiayaan_U MKM.Pdfakses tgl 26 April 2011.
18
Moeherriono, Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi, Surabaya: Ghalia Indonesia, 2009, hal. 60.
19
Paimin Napitupulu, Menakar Urgensi Otonomi Daerah, Bandung: P.T. ALUMNI, 2006, hal. 49.
Universitas Sumatera Utara
pemerintah berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan masyarakat itu.
20
Maka pelayanan publik ataupun kinerja dapat diukur melalui tolak ukur yang telah disepakati oleh suatu
organisasi sehingga dengan begitu dapat disimpulkan apakah kinerja ataupun suatu pelayanan publik itu optimal atau tidak didalam menjalankan fungsinya. Seperti menurut Mohamad
Mahsun penggunaan indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu aktivitas atau program telah dilakukan secara efisien dan efektif. Indikator untuk tiap-tiap
unit organisasi berbeda-beda tergantung pada tipe pelayanan yang dihasilkan.
21
Indikator kinerja merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan
organisasi yang diwujudkan dalam ukuran-ukuran tertentu.
22
Muhamad Mahsun juga membuat suatu pengukuran kinerja Pemerintah Daerah. Indikator kinerja pemda, meliputi indikator input, indikator proses, indikator output, indikator
outcome, indikator benefit dan indikator impact.
23
Untuk mengukur kemampuan kinerja anggota dewan dalam menyikapi aspirasi masyarakat dapat digunakan indikator tiga variabel yang dikemukakan oleh Manin,
Przeworski, dan Stokes 1999 yaitu variabel responsivitas, reliabilitas dan akuntabilitas.
24
Lenvine 1990 dalam Dwiyanto, 1995 mengusulkan tiga konsep yang bisa dipergunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publikorganisasi non bisnis yaitu:
“responsiviness, responsibility dan accountability”.
25
Bila dikaji dari tujuan dan misi utama kehadiran organisasi publik adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan publik, maka kinerja organisasi publik itu baru dapat
dikatakan berhasil apabila mampu dalam mewujdukan tujuan dan misinya.
26
20
Ibid.
21
Mohamad Mahsun, Pengukuran Kinerja Sektor Publik, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2006, hal 73.
22
Ibid, hal. 81.
23
Ibid, hal. 196.
24
Irtanto, Dinamika Politik Lokal Era Otonomi Daerah, Surabaya: Pustaka Belajar, 2008, hal. 80.
25
Dadang Juliantara, dkk, Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah dalam Pelayan publik, Yogyakarta: PEMBARUAN, 2005, hal. 43.
26
Dadang Julianta, Loc. Cit., hal. 46.
Dari uraian
Universitas Sumatera Utara
diatas maka untuk mengukur kinerja DPRD berdasarkan tujuan dan misinya, penelitian ini menggunakan indikator responsivitas responsiviness, responsibilitas responsibility dan
akuntabilitas accountability
1. Responsivitas responsiviness
Responsivitas responsiviness salah satu indikator untuk mengukur kemampuan ataupun kinerja dewan dalam menyikapi aspirasi masyarakat. Secara jelasnya responsivitas
merupakan salah satu dari beberapa indikator untuk mengukur keberhasilan pelayanan publik oleh suatu badan ataupun organisasi maupun lembaga-lembaga baik itu pemerintah ataupun
swasta. Adapun yang dimaksud dengan responsivitas responsiviness disini adalah
kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Semakin banyak kebutuhan dan keinginan masyarakat yang diprogramkan dan dijalankan oleh organisasi publik maka kinerja organisasi tersebut
dinilai semakin baik.
27
Responsivitas menurut Manin, Przeworski, dan Stokes 1999 di dalam irtanto 2008, variabel responsivitas berkaitan dengan kemampuan anggota legislatif
dalam mentransformasikan berbagai aspirasi masyarakat dalam kebijakan publik.
28
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa variabel ataupun indikator responsivitas responsiviness merupakan suatu alat ukur untuk melihat keberhasilan
pelayanan publik baik atau tidaknya didalam menangkap aspirasi, opini publik , tuntutan masyarakat dan lain-lain semacamnya sebagai input atau masukan dan mengolahnya
menjadikan suatu kebijakan publik sebagai hasil akhir output. DPRD sebagai wakil rakyat di daerah harus mampu menangkap keinginan dan kebutuhan masyarakat dan membuat suatu
27
Dadang Juliantara, dkk, Op. Cit., hal. 43.
28
Irtanto, Op. Cit., hal. 80.
Universitas Sumatera Utara
kebijakan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat tersebut, karena hal itu merupakan suatu kewajiban dan tugas DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah
yaitu menyuarakan suara rakyat agar dapat ditransformasikan sehingga keinginan dan kebutuhan masyarakat tercapai.
2. Responsibilitas responsibility
Responsibiltas responsibility, menjelaskan sejauh mana pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau
sesuai dengan kebijaksanaan organisasi baik yang implisit maupun yang eksplisit. Semakin kegiatan organisasi publik itu dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi,
peraturan dan kebijaksanaan organisasi maka kinerjanya dinilai semakin baik.
29
3. Akuntabilitas Accountability
Kinerja DPRD dapat dinilai melalui indikator responsibilitas dengan melihat apakah fungsi-fungsi DPRD dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi, peraturan-
peraturan yang berlaku, maka dengan begitu kinerja DPRD akan dinilai semakin baik apabila fungsi-fungsi dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi, peraturan-peraturan yang
berlaku. Adapun peraturan-peraturan yang mengatur DPRD diatur di dalam himpunan peraturan dan keputusan DPRD.
Dalam pengertian luas, akuntabilitas dapat dipahami sebagai kewajiban pihak pemegang amanah agent untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan,
dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah principal yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta
29
Dadang Julianta, Loc. Cit., hal. 47.
Universitas Sumatera Utara
pertanggungjawaban tesebut.
30
Irtanto mengemukakan pendapatnya tentang variabel akuntabilitas accountability sebagai salah satu variabel untuk mengukur kemampuan kinerja anggota dewan yaitu:
Akuntabilitas accountability mengacu kepada seberapa besar kebijaksanaan dan kegiatan organisasi publik tunduk kepada para pejabat politik yang
dipilih oleh rakyat.
31
1.5. Metodologi Penelitian
“ variabel akuntabilitas berkaitan dengan kemampuan anggota dewan dalam bertindak sesuai dengan aspirasi masyarakat dan kepentingan untuk terpilih kembali pada pemilu
berikutnya. Akuntabilitas berkenaan dengan hubungan antara outcome dan santions. Anggota dewan dikatakan akuntabel apabila para pemilih dapat melihat bahwa para politisi tersebut
melakukan tindakan sesuai dengan kepentingan mereka dan menyetujui tindakan pemerintah secara wajar.”
Dengan melihat variabel ataupun indikator akuntabilitas accountability, maka
kinerja DPRD dapat dinilai dari segi pertanggungjawabannya sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah yaitu mampu bertindak sesuai dengan keinginan masyarakat sehingga
masyarakat memilih anggota dewan tersebut kembali pada periode berikutnya karena dinilai telah baik mengemban tugasnya sebagai wakilnya.
1.5.1. Metode Penelitian
Di dalam penelitian ini membahas mengenai fenomena sosial sudah tentu membutuhkan kecermatan dalam mengatasi fenomena sosial tersebut. Berangkat dari uraian dan penjelasan
diatas, penelitian ini memiliki tujuan metodologis yaitu deskriptif. Secara harafiah, penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat
pencandraan deskripsi mengenasi situasi-situasi atau kejadian-kejadian. Dalam arti ini penelitian deskriptif itu adalah akumulasi data dasar dalam cara deskriptif semata-mata tidak
perlu mencari atau menerangkan saling hubungan, mentest hipotesis, membuat ramalan, atau
30
Mohamad Mahsun, Op. Cit., hal. 83.
31
Irtanto, Op. Cit., hal. 80.
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan makna dan implikasi, walaupun penelitian yang bertujuan untuk menemukan hal-hal tersebut dapat mencakup juga metode-metode deskriptif.
32
1.5.2. Jenis Penelitian
Metode penelitian deskriptif ini berguna untuk menggambarkan mengenai apa yang diteliti serta memberikan
gambaran yang jelas mengenai pokok-pokok permasalahan yang diteliti. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif guna menggambarkan dan
melukiskan pokok permasalahan-permasalahan ataupun fenomena sosial yang terjadi di parlemen lokal yaitu DPRD Kabupaten Toba Samosir yang berfungsi sebagai penyalur
aspirasi-aspirasi masyarakat ataupun yang memperjuangkan kepentingan-kepentingan masyarakat daerah khususnya masyarakat Kabupaten Toba Samosir.
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, tingkah
laku yang didapat dari apa yang dicermati.
33
Maka dengan begitu penelitian yang membahas fenomena sosial ini menggunakan jenis penelitian kualitatif untuk mempelajari kasus ataupun
pokok permasalahan-permasalahan sebagai fenomena sosial yang terjadi di DPRD Kabupaten Toba Samosir sebagai parlemen lokal yang memperjuangkan hak dan kepentingan serta
menyalurkan aspirasi-aspirasi masyarakat di daerah. Penelitian kualitatif ini akan dimulai dengan mengumpulkan informasi-informasi dari lapangan baik berupa data-data maupun
wawancara secara langsung terhadap informan-informan yang berkaitan dengan penelitian ini yang akan dirumuskan dan diolah menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima di
masyarakat.
32
Sumadi Suryabrata, 1983. Metodologi Penelitian, Yogyakarta: PT. Rajagrafindo Persada.hal 76.
33
Hadari nawawi,1994,Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta:UGM Press, hal 203.
Universitas Sumatera Utara
1.5.3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan pada lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Kabupaten Toba Samosir yang berlokasi di Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera
Utara.
1.5.4. Sumber Data
Adapun yang menjadi sumber data di dalam penelitian ini adalah anggota DPRD Kabupaten Toba Samosir dan Sekretariat DPRD Kabupaten Toba Samosir yang dianggap
sebagai informan yang terlibat langsung di dalam penelitian ini. 1.
Data Khusus Primer Data khusus primer akan diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung
dengan sumber informasi terpilih 2.
Data Umum Sekunder Data Umum Sekunder akan diperoleh melalui dokumen-dokumen ataupun
catatan-catatan tertulis yang bersangkutan dengan penelitian ini. Adapun data yang diperoleh melalui dokumen dalam hal ini adalah data mengenai gambaran
lokasi yang akan diteliti meliputi keadaan daerah atau lingkungan geografis, keadaan masyarakat demografis, tata Pemerintahan Daerah Pemda dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah DPRD.
1.5.5. Teknik Pengumpulan Data
1. Studi Pustaka Library Research
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui Studi Kepustakan Library Research yaitu data-data tertulis yang berasal baik itu dari
buku-buku, peraturan-peraturan, laporan-laporan, dokumen-dokumen, undang-
Universitas Sumatera Utara
undang, media internet maupun skripsi serta bahan-bahan lain yang berhubungan dengan penelitian.
2. Wawancara Mendalam
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah melalui wawancara mendalam yang dipilih secara acak kepada ketua DPRD,
ketua Komisi dan anggota, serta sekretaris DPRD Toba Samosir. Selain itu penelitian ini juga membutuhkan informan diluar anggota DPRD seperti tokoh-tokoh
masyarakat guna untuk memperoleh data mengenai kinerja DPRD yang diukur melalui indikator responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas.
1.5.6. Defenisi Konsep
Defenisi konsep dari masing-masing variabel dimana variabel adalah apa yang diteliti. Defenisi konsep dari variabel penelitian ini adalah kinerja parlemen lokal yaitu DPRD
Kabupaten Toba Samosir. Kinerja parlemen lokal adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh lembaga pemerintah daerah didalam melaksanakan tugas serta fungsinya sebagai lembaga
perwakilan rakyat di daerah dengan memperhatikan aspek responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas, sehingga kinerja DPRD Kabupaten Toba Samosir adalah hasil kerja yang
dicapai didalam melaksanakan tugas serta fungsinya sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah Kabupaten Toba Samosir dengan memperhatikan aspek responsivitas, responsibilitas
dan akuntabilitas.
1.5.7. Defenisi Operasional
Defenisi operasional sering dijelaskan sebagai suatu spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur variabel. Adapun defenisi operasional dari penelitian kinerja parlemen lokal
yaitu DPRD Kabupaten Toba Samosir diukur dengan menggunakan 3 tiga indikator yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Responsivitas Responsiviness dengan tolak ukur:
Kinerja DPRD Kabupaten Toba Samosir dapat diukur melalui responsivitas yaitu seberapa jauh anggota DPRD Kabupaten Toba Samosir dalam menangkap keinginan dan
kebutuhan masyarakat yang tengah terjadi dan memberikan solusi yang tepat dalam menangani tuntutan masyarakat kabupaten Toba Samosir.
2. Responsibilitas Responsibility dengan tolak ukur:
Kinerja DPRD Kabupaten Toba Samosir dapat diukur melalui indikator responsibilitas dengan melihat apakah fungsi-fungsi DPRD dilakukan sesuai dengan prinsip-
prinsip administrasi, peraturan-peraturan yang berlaku, maka dengan begitu kinerja DPRD Kabupaten Toba Samosir akan dinilai semakin baik apabila fungsi-fungsi dijalankan sesuai
dengan prinsip-prinsip administrasi, peraturan-peraturan yang berlaku.
3. Akuntabilitas Accountability dengan tolak ukur:
Kinerja DPRD Kabupaten Toba Samosir dapat diukur melalui indikator akuntabilitas dengan melihat apakah pelaksanaan fungsi-fungsi, tugas dan wewenang DPRD dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sehingga dapat terpilih kembali ke periode berikutnya.
1.6. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci, dan untuk mempermudah isi daripada skripsi ini, maka penulis membagi sistematika penulisan ke dalam 4 empat bab yaitu:
Universitas Sumatera Utara
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam Bab I ini berisi mengenai Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
BAB II : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DPRD KABUPATEN
TOBA SAMOSIR
Pada bab ini berisikan tentang sejarah singkat Kabupaten Toba Samosir, susunan organisasi dan tata kerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD
Kabupaten Toba Samosir serta susunan dan kedudukan DPRD Kabupaten Toba Samosir.
BAB III : ANALISIS KINERJA DPRD KABUPATEN TOBA SAMOSIR PADA
PERIODE TAHUN 2004-2009
Pada bab ini berisi mengenai gambaran secara garis besar hasil penelitian sekaligus menganalisa data yang diperoleh untuk menjawab permasalahan
dalam penelitian.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dimana bab ini berisikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan pada bab-bab
sebelumnya, serta berisi saran-saran yang berguna baik bagi penulis sendiri maupun bagi lembaga-lembaga yang terkait secara umum dan juga mungkin
berguna bagi masyarakat umum.
Universitas Sumatera Utara
BAB II DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TOBA
SAMOSIR
2.1. Sejarah Kabupaten Toba Samosir
Kabupaten Toba Samosir berada pada garis 2.003-2.040 Lintang Utara dan 98.056- 99.040 Bujur Timur, dan memiliki luas wilayah 2.021,8 Km2. Kabupaten Toba Samosir
terletak diantara lima kabupaten yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Simalungun, sebelah Timur berbatasan dengan Labuhan Batu dan Asahan, sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Samosir. Kabupaten Toba Samosir terletak pada wilayah dataran tinggi, dengan
ketinggian antara 900-2.200 meter di atas permukaan laut, dengan topografi dan kontur tanah yang beraneka ragam yaitu datar, landai, miring dan terjal. Struktur tanahnya labil dan berada
pada wilayah gempa tektonik dan vulkanik.
34
Terbentuknya Kabupaten Toba Samosir ini merupakan sebuah wujud nyata dari demokrasi yang selama ini diinginkan masyarakat khususnya masyarakat Kabupaten Toba
Samosir. Tuntutan ketidakpuasan masyarakat mengenai pola hubungan antara pusat dan daerah yang selama ini dirasakan tidak adil, menjadi salah satu alasan untuk mempercepat
pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Kebijakan otonomi daerah memberikan kesempatan bagi daerah-daerah yang layak dijadikan daerah otonom untuk mengurus daerah masing-
masing sesuai dengan konstitusi yang berlaku. Kesempatan untuk mengembangkan daerah
34
http:www.tobasamosirkab.go.idindex2.php?halaman=showcontcid=34 [diakses tanggal 25 Agustus 2011]
Universitas Sumatera Utara
sendiri merupakan sebuah kebijakan yang dinilai sangat demokratis sehingga tidak terjadi ketidakadilan antara pusat dan daerah.
Adanya kebijakan mengenai otonomi daerah yang diatur didalam undang-undang, memunculkan inisiatif masyarakat untuk memekarkan wilayah daerah dalam mengatur
pemerintahan sendiri. Beranjak dari lahirnya undang-undang tersebut sehingga memunculkan aspirasi-aspirasi masyarakat untuk mengurus pemerintahannya sendiri maka tebentuklah
Kabupaten baru yaitu Kabupaten Toba Samosir. Setelah menjalani waktu yang cukup lama dan melewati berbagai proses, sehingga pada akhirnya terwujud menjadi sebuah kabupaten
baru dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 1998 tentang pembentkan Kabupaten DATI II Toba Samosir dan Kabupaten DATI II Mandailing Natal di daerah tingkat I Sumatera Utara.
Kabupaten Toba Samosir diresmikan pada tanggal 9 Maret 1999 dan sekaligus melantik Drs. Sahala Tampubolon sebagai Bupati Toba Samosir. Setelah Kabupaten Toba Samosir
diresmikan maka diangkat Ketua DPRD Sementara yaitu M.P. Situmorang, dan setelah dilaksanakan pemilihan maka ditetapkan Ketua DPRD yaitu Drh. Unggul Siahaan dan Wakil
Ketua M.A. Simanjuntak dan Wakil Ketua Drs. L.P. Sitanggang. Pemilihan umum di Indonesia yang dilaksanakan pada tahun 1999, menetapkan 35 anggota DPRD Kabupaten
Toba Samosir dengan masa bhakti tahun 1999-2004. Adapun pimpinan DPRD Kabupaten Toba Samosir masa bhakti 1999-2004 yaitu diketuai oleh Ir. Bona Tua Sinaga dan Wakil
Ketua adalah Sabam Simanjuntak, Drs. Vespasianus Panjaitan dan Letkol W. Nainggolan. Pada tahun 2000 diadakan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Toba Samosir,
dengan hasil pemilihan menetapkan Drs. Sahala Tampubolon sebagai Bupati dan Maripul S. Manurung, SH., sebagai wakil Bupati Toba Samosir dengan masa bhakti tahun 2000-2005.
Awal terbentuknya Kabupaten Toba Samosir terdiri dari 13 kecamatan, 281 desa, 19 kelurahan. Batas wilayah administrasi Kabupaten Toba Samosir adalah dimana pada bagian
Utara adalah kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, bagian Timur adalah Kabupaten
Universitas Sumatera Utara
Asahan dan Kabupaten Labuhan Batu, bagian Selatan adalah Kabupaten Tapanuli Utara, dan pada bagian Barat adalah Kabupaten Dairi.
Perjalanan Kabupaten Toba Samosir mengalami perkembangan dan perubahan- perubahan secara bertahap. Perububahan-perubahan tersebut adalah dengan terbentuknya 5
kecamatan baru yaitu pada awal tahun 2002 hingga pada akhir tahun 2002 terbentuk 2 kecamatan baru lagi. Perkembangan dan pembentukan wilayah tidak sampai disini saja,
perubahan-perubahan lain semakin banyak terjadi seperti tuntutan masyarakat untuk pemekaran kembali Kabupaten Toba Samosir menjadi 2 dua kabupaten. Tuntutan
masyarakat ini berkembang seiring dengan situasi dan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang berkembang pada saat itu. Perkembangan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang
dialami oleh masyarakat menginginkan Kabupaten Toba Samosir dimekarkan kembali menjadi Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Samosir dengan tujuan untuk mempercepat
pembangunan dan untuk mengejar ketertinggalan dari daerah-daerah lain yang sudah berkembang. Tuntutan masyarakat ini tidak menunggu waktu yang begitu lama, hingga pada
tahun 2003 Kabupaten Toba Samosir dimekarkan menjadi Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Samosir yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Propinsi Sumatera Utara dan diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004. Setelah terbentuknya Kabupaten Samosir,
wilayah Kabupaten Toba Samosir menjadi berkurang. Wilayah Kabupaten Samosir meliputi seluruh kecamatan pada kawasan Pulau Samosir dan sebagian pinggiran Danau Toba di
Daratan Pulau Sumatera eks wilayah V Pembantu Bupati Tapanuli Utara dengan tujuan untuk mempercepat pembangunan guna mengejar ketertinggalan dari daerah lain.
35
35
Kabuapten Toba Samosir, Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Toba Samosir 2009, Balige: Bintang Mas Balige, hal 2
Sejak terbentuknya Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba Samosir mengalami perubahan baik
Universitas Sumatera Utara
jumlah kecamatan, desa dan kelurahan, jumlah penduduk, luas wilayah, dan batas-batas wilayah secara signifikan.
Adapun batas-batas administrasi wilayah Kabupaten Toba Samosir setelah dimekarkan menjadi dua kabupaten adalah pada bagian utara adalah Kabupaten Simalungun,
bagia Timur adalah Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhan Batu, bagian Selatan adalah Kabupaten Tapanuli Utara dan bagian barat adalah Kabupaten Samosir. Setelah dimekarkan
Kabupaten Toba Samosir terdiri dari 10 kecamatan. Secara keseluruhan pada tahun 2004 Kabupaten Toba Samosir memiliki 11 kecamatan, 179 desa dan 13 kelurahan.
Pada tahun 2004 dilaksanakan Pemilihan Umum Legislatif yang menetapkan 25 anggota DPRD Kabupaten Toba Samosir. Pimpinan DPRD pada masa bhakti tahun 2004-
2009 diketua oleh Tumpal Sitorus, Wakil Ketua masing-masing adalah : Ir. Firman Pasaribu, dan Bachtiar Tampubolon, MBA. Pada tanggal 27 Juni 2005 KPUD Kabupaten Toba
Samosir menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Hasil pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan
pada tahun 2005, Komisi Pemilihan Umum Daerah KPUD Kabupaten Toba Samosir menetapkan Drs. Monang Sitorus, SH., MBA sebagai bupati dan Ir. Mindo Tua Siagian,
M.Sc sebagai wakil bupati Kabupaten Toba Samosir dengan masa bhakti tahun 2005-2010. Sejalan dengan terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati Toba Samosir periode 2005-2010, maka
ditetapkan Visi Kabupatan Toba Samoslr. Menjadi Kabupaten Terdepan, Makmur, Adil dan Sejahtera di Sumatera Utara Tahun 2010 TOBAMAS 2010.
Pada tahun 2008 Pemerintah Kabupaten Toba Samosir melakukan pemekaran kecamatan yaitu dari 11 kecamatan, dimekarkan kecamatan baru yakni Kecamatan Tampahan
pemekaran dari Kecamatan Balige, Kecamatan Siantar Narumonda pemekaran dari Kecamatan Porsea, dan Kecamatan Nassau pemekaran dari Kecamatan Habinsaran.
Universitas Sumatera Utara
Pemekaran ketiga kecamatan baru tersebut ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Toba Samosir Nomor 17 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Narumonda,
Kecamatan Nassau, Kecamatan Tampahan. Tingginya aspirasi serta tuntutan masyarakat Kabupaten Toba Samosir dalam pemerataan pembangunan merupakan alasan
dilaksanakannya pemekaran kecamatan pada tahun 2008 yaitu Kecamatan Parmaksian pemekaran dari Kecamatan Porsea dan Kecamatan Bonatua Lunasi pemekaran dari
Kecamatan Lumbanjulu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Toba Samosir Nomor 05 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kecamatan Parmaksian dan Kecamatan
Bonatua Lunasi Kabupaten Toba Samosir. Setelah pemekaran kecamatan, pada tahun 2008 juga telah dilakukan pemekaran desa sebanyak 24 desa yang terdapat di Kabupaten Toba
Samosir. Seiring dengan perkembangan waktu, Kabupaten Toba Samosir mengalami pekembangan. Dengan demikian jumlah wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Toba
Samosir mulai tahun 2008 terdiri dari 16 kecamatan dengan 203 desa dan 13 kelurahan.
36
2.2. Deskripsi DPRD Kabupaten Toba Samosir