menyebabkan munculnya berbagai masalah yang timbul di masyarakat, ini merupakan pengaruh dari kebijakan pemerintah. Pengaruh ini ditimbulkan oleh
ketidaksesuaian budaya, karena kebijakan pemerintah belum tentu mendapat respon yang positif yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan belum tentu
sesuai dengan yang sebagaimana diharapkan oleh masyarakat. Berdasarkan kenyataan di atas penting kiranya mengkaji respon
masyarakat, dalam hal ini respon budaya, khususnya dalam hal konversi minyak tanah ke gas elpiji. Hal ini dapat menunjukkan kebijakan pemerintah yang sesuai
ataupun tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan juga apakah sudah sesuai dengan budaya masyarakat jika diterapkannya konversi minyak tanah ke gas
elpiji.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka masalah penelitian yang diajukan adalah bagaimana respon budaya masyarakat,
khususnya masyarakat Betawi, atas penerapan kompor gas dalam program konversi minyak tanah ke gas elpiji ? Perumusan masalah tersebut diuraikan ke
dalam 5 lima pertanyaan penelitian yakni: 1.
Apa dasar dan tujuan diberlakukannya program konversi minyak tanah ke gas elpiji ?
2. Apa Kriteria masyarakat penerima kompor gas ?
3. Bagaimana sosialisasi dan pendistribusian kompor gas oleh pemerintah
atas program konversi minyak tanah ke gas pada masyarakat ? 4.
Bagaimana pengetahuan dan nilai-nilai budaya masyarakat Betawi atas penerapan kompor gas ?
5. Bagaimana hubungan sosial dan struktur sosial yang terjalin dalam
masyarakat Betawi setelah adanya penerapan kompor gas dimasyarakat ?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang respon budaya masyarakat atas konversi minyak tanah ke gas elpiji sebagai suatu program
pembangunan untuk penghematan energi sumber daya alam. Secara akademis, penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan, khususnya Antropologi,
tentang penerapan salah satu program pemerintah dalam hal konversi minyak tanah ke gas elpiji dalam rumah tangga. Secara praktis dapat memberikan
masukan bagi pihak-pihak berkepentingan khususnya pemerintah dalam hal mensosialisasikan dan menerapkan suatu program pembangunan bagi masyarakat.
1.4. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah Bekasi Barat tepatnya di Kelurahan Bintara. Alasan pemilihan lokasi ini adalah karena Daerah ini merupakan salah
satu daerah yang menjadi sasaran program pemerintah atas konversi minyak tanah ke gas elpiji. Selain itu juga, daerah Kelurahan Bintara dihuni oleh masyarakat
dengan dari berbagai macam status sosialnya. Lokasi penelitian merupakan daerah yang didominasi oleh mayoritas orang Betawi asli atau Kampung Betawi.
1.5. Tinjauan Pustaka
Setiap negara tentunya akan menjalankan berbagai program pembangunan demi meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Kebanyakan dari
program pembangunan yang dijalankan pemerintah, seperti halnya pemerataan kompor gas tentunya bersifat top-down. Bagi pemerintah sendiri, hal tersebut
dijalankan dengan berbagai pertimbangan tertentu. Dalam hal ini berbagai program pembangunan dapat diwujudkan melalui inovasi yang diperluas melalui
difusi, untuk keperluan seluruh masyarakatnya. Suatu gejala penting yang seringkali menyebabkan terjadinya inovasi
adalah penemuan baru dalam bidang teknologi. Untuk itu kita perlu mengerti dahulu arti dari kata inovasi tersebut. Secara universal kata inovasi dapat diartikan
sebagai “proses” atau “hasil” pengembangan, pemanfaatan pengetahuan keterampilan termasuk keterampilan teknologis dan pengalaman untuk
menciptakan atau memperbaiki produk barang atau jasa, proses atau sistem yang baru, yang memberikan nilai yang berarti atau secara signifikan terutama
ekonomi dan sosial http:id.wikipedia.orgwikiInovasi. Dengan demikian inovasi tersebut merupakan sebuah penemuan baru yang dapat berupa sebuah
kompor dan tabung gas elpiji ataupun sebuah gagasan atau ide-ide baru, yang dapat menyebabkan sebuah perubahan pada masyarakat.
Pada masyarakat khususnya di negara berkembang, penyebarluasan inovasi terjadi terus menerus dari suatu tempat ke tempat lain, dari bidang tertentu
ke bidang lain. Penyebarluasan inovasi menyebabkan masyarakat menjadi berubah, menimbulkan berbagai respon sosial budaya dan merangsang orang
untuk menemukan dan menyebarkan hal-hal baru. Masuknya inovasi ke tengah- tengah masyarakat disebabkan terjadinya interaksi antar anggota masyarakat.
Sebelum inovasi tersebut diterima masyarakat, baik inovasi itu berupa alat atau ide yang diciptakan dalam masyarakat maka disebut dengan discovery. Setelah
diterima dan diakui penemuan baru tersebut barulah disebut dengan inovasi Linton dalam Koentjaraningrat 1990:109.
Salah satu inovasi yang dapat dijadikan contoh di atas adalah program pemerintah tentang konversi minyak tanah ke gas elpiji di Indonesia saat ini.
Inovasi tersebut sebenarnya sudah ada akan tetapi baru diterapkan dan disebarkan saat ini, yang dikarenakan oleh pasokan minyak bumi yang sudah mulai menipis
dan tingginya harga minyak mentah dunia yang menyebabkan perekonomian Indonesia saat ini merosot dan mengharuskan masyarakat untuk dapat menerima
inovasi tersebut untuk keberlangsungan hidup masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, pemerintah membuat sebuah kebijakan tentang konversi minyak tanah ke gas.
Rogers dan Shoemaker 1981 mengatakan bahwa penerapan inovasi kepada suatu masyarakat tentunya tidak dapat berjalan mulus. Hal ini dikarenakan
masyarakat juga memiliki nilai-nilai tersendiri di dalam hal yang baru. Berbagai alasan akan lahir dari masyarakat yang menjadi objek dari penerapan inovasi
tersebut. Ada masyarakat yang setuju dengan inovasi yang baru dikarenakan
cocok dengan nilai yang dianutnya pada saat itu. Ada juga masyarakat yang masih meragukan akan inovasi baru yang dikarenakan sebagian nilainya cocok dengan
inovasi tersebut dan sebagian nilai lagi tidak. Ada pula masyarakat yang benar- benar menolak inovasi tersebut dikarenakan inovasi tersebut tidak sesuai dengan
nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tersebut. Kesuksesan dan kegagalan terhadap penerapan inovasi yang berhubungan
dengan konversi minyak tanah ke gas telah banyak dipublikasikan di media massa. Tidak hanya itu berbagai kasus yang adapun telah banyak ditulis oleh para
ahli dari berbagai disiplin ilmu maupun pemerintah. Baik itu mengenai kegagalan konversi, perubahan budaya, respon masyarakat, keberhasilan konversi, dan
masalah-masalah lain yang ditimbulkannya. Sebagai contoh, keberhasilan konversi minyak tanah ke gas yang terjadi di
Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Dalam pemberitaan tersebut dikatakan bahwa Pemerintah Kota Pekalongan, Jawa Tengah, meminta agar konversi minyak tanah
ke gas segera dilaksanakan. Mengingat kelangkaan minyak tanah di Kota Pekalongan dan sekitarnya kerap terjadi hingga menyulitkan warga, terutama
warga miskin yang mencapai 22.000 keluarga. Jadi dengan adanya konversi minyak tanah ke gas ini telah memberikan kemudahan bagi warga miskin dalam
memperoleh bahan bakar. Selain itu masyarakat juga mengusulkan kepada pemerintah dapat menambah daerah gerak konversi yang telah ada
http:www.prakarsa-rakyat.orgartikelnewsartikel.php?aid=20571. Selain itu, keberhasilan ini juga dirasakan oleh pemerintahan Kota
Tambun, Jawa Barat. Hasjim mengatakan seiring digulirkannnya kebijakan
pemerintah yaitu pengembangan energi alternatif, telah membuat berbagai fasilitasi pendukungan untuk kelangsungan program tersebut. Fasilitas tersebut
baik berupa program-program unggulan maupun rekomendasi teknis atas langkah pengembangan energi alternatif
1
. Kebijakan tersebut, dari sisi bahan baku yang dikembangkan yaitu gas
sangat relevan karena potensi gas di Indonesia tersebar di beberapa daerah dan jumlahnya cukup besar. Keadaan tersebut juga nampak di Jawa Barat sebab
mempunyai potensi gas alam dalam jumlah yang cukup besar. Perhatian Jawa Barat terhadap kebutuhan energi bagi masyarakat miskin sudah direalisasikan
melalui berbagai program pengembangan energi alternatif. Di beberapa tempat telah dikembangkan beberapa jenis energi alternatif antara lain: biogas, mikro
hidro dan energi surya. Program-program tersebut diharapkan secara bertahap dapat membantu memenuhi kebutuhan energi masyarakat miskin yang jumlahnya
di Jawa Barat mencapai lebih dari 10 juta orang. Program tersebut, di sisi lain diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan
BBM www.jabar.go.id. Di samping adanya keberhasilan pemerintah dalam pengembangan
konversi minyak tanah ke gas, terdapat juga banyak kegagalan pemerintah dalam penyaluran konversi minyak tanah ke gas. Banyak masyarakat yang tidak mau
menerima perubahan tersebut sehubungan dengan budaya yang mereka miliki. Berbagai alasan terlontar dari mulut masyarakat Indonesia, seperti beberapa kasus
yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
1
. http:www.jabar.go.idpublic0berita_detail.htm?id=79652.
Sebagai contoh, kasus yang terjadi di Jawa Tengah Kabupaten Kendal. Pemerintah diminta meninjau ulang program konversi minyak tanah ke bahan
bakar gas atau LPG liquefied petroleum gas. Hal ini dikarenakan masyarakatnya yang belum sepenuhnya menerima program konversi minyak tanah ke gas elpiji
yang disebabkan karena, masyarakatnya masih ragu, takut dan kurangnya sosialisasi untuk menggunakan kompor dan tabung gas yang diberikan secara
gratis. Hal tersebut karena, tingkat kualitas keamanan kompor gas yang diberikan pada masyarakat kurang menjamin pada masyarakat. Hal tersebut perlu dilakukan
karena pengetahuan masyarakat hanya baru sebatas penggunaan kompor minyak tanah, sehingga pemerintah perlu lagi menerapkan cara penggunaan kompor gas
elpiji http:www.media-indonesia.comberita.asp?id=141801. Kasus yang lain juga terjadi di Jakarta. Konversi minyak tanah ke LPG
liquefied petroleum gas ternyata justru jadi polemik tersendiri bagi warga, karena tiba-tiba minyak tanah menghilang. Sementara minyak tanah masih sangat
dibutuhkan rakyat miskin yang tak mampu membeli gas. Memang masyarakat telah mendapatkan tabung gas gratis dalam kemasan 3 kilogram, namun
pemerintah seharusnya mengetahui bahwa masyarakat Indonesia tidak semuanya siap untuk menggunakan gas elpiji dalam kehidupan sehari-hari. Belum lagi
dalam kenyataan, pasokan gas LPG di beberapa wilayah yang jadi target konversi justru pengirimannya tidak lancar, sehingga banyak agen LPG yang mengalami
kekosongan dan sudah bisa dipastikan hal ini tentunya sangat menyulitkan bagi warga yang akan membeli atau mendapatkan gas LPG.
Rencana konversi dari minyak tanah ke gas LPG terkesan terburu-buru dan tidak terencana. Padahal konversi tersebut melibatkan Pertamina, Departemen
Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Departemen Keuangan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM dan lembaga pelaksana di
daerah, ungkap Suharto, Direktur Pusat Pengkajian Ekonomi PPE http:www.jawapos.co.id.
Untuk itu pemerintah tidak cukup dalam melakukan sosialisasi. Demikian juga dalam penyiapan kondisi masyarakat untuk siap kepada budaya baru dalam
menggunakan energi. Suharto juga mengatakan bahwa Pemerintah belum dapat menjamin jika terjadi konversi minyak tanah ke gas tersebut tidak ada kelangkaan
gas, ternyata pemerintah pun belum dapat menjaminnya. Kenyataan di lapangan memperlihatkan kelangkaan BBM mengakibatkan terjadinya praktik pengoplosan,
penimbunan BBM oleh oknum pedagang atau distributor serta naiknya harga secara prematur terlalu dini dan kenaikan juga terjadi sebelum waktu yang
diprediksikan, seperti lebaran, tahun baru dan natal. Implikasi atau kesimpulan yang muncul dari adanya kebijakan terburu-
buru ini akan menimbulkan problem sosial-ekonomi yang tinggi. Penolakan oleh masyarakat dimungkinkan karena secara teknis tidak mudah mengubah budaya
memakai kompor minyak tanah ke kompor gas. Semestinya pemerintah menunda dulu dan membutuhkan waktu untuk transisi. Kenyataannya pemerintah hanya
menghitung nilai konversi subsidi yang terkurangi tanpa memperhitungkan resiko intangible hal-hal yang tidak dapat diraba seperti hilangnya pekerjaan pedagang
minyak tanah dan lainnya.
Selain itu, bagi penerima kompor dan gas elpiji pun memunculkan sebuah respon yang bersifat kultural atau yang disebut sebagai respon budaya. Untuk
menjelaskan pengertian respon budaya maka terlebih dahulu didefinisikan apa yang dimaksud dengan respon dan budaya. Respon adalah tanggapan atau
perilaku yang muncul dikarenakan adanya rangsang dari lingkungan, seperti halnya yang terjadi saat ini tentang inovasi yaitu pemakaian kompor dan gas elpiji
yang telah menimbulkan banyaknya tanggapan masyarakat baik berupa ekonomi maupun budaya. Jika rangsangan dan respon dipasangkan atau dikondisikan maka
akan membentuk tingkah laku baru terhadap rangsang yang dikondisikan http:id.wikipedia.orgwikiRespon.
Sedangkan budaya atau kebudayaan adalah merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan serta hasil karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar. Dengan demikian semua tindakan manusia adalah kebudayaan. Hal tersebut karena, jumlah kegiatan dalam
kehidupan masyarakat yang dibiasakannya dengan belajar tidak terbatas Koentjaraningrat, 1996.
Lebih lanjut dijelaskan Koentjaraningrat bahwa kebudayaan menempati posisi sentral dalam sebuah tatanan hidup manusia. Tidak ada manusia yang dapat
hidup di luar ruang lingkup kebudayaan. Kebudayaanlah yang memberi nilai dan makna pada hidup manusia. Seluruh bangunan hidup manusia dan masyarakat
berdiri diatas landasan kebudayaan. Dengan kebudayaan yang dimilikinya akan mengatur perilaku mereka dalam hubungan dengan lingkungan dan interaksi
sosial. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa kebudayaan merupakan manifestasi dari kepribadian suatu masyarakat.
Kebudayaan terwujud dalam tiga bentuk yaitu: 1.
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai- nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola
dari manusia dalam bermasyarakat. 3.
Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud Ideel dari kebudayaan bersifat abstrak, karena tidak dapat diraba
dan difoto sehingga hanya dapat dipahami oleh masyarakat karena berada dalam alam pikiran manusia. Lapisan paling abstrak adalah sistem nilai budaya karena
terdiri dari konsep-konsep dan gagasan-gagasan yang dinilai penting oleh masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan lapisan yang konkret adalah sistem
norma atau hukum, seperti pendidikan, kesenian, ekonomi dan sebagainya. Wujud tindakan masyarakat bersifat konkret, bisa dilihat dan difoto,
karena terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berhubungan dan saling berinteraksi satu dengan yang lain berdasarkan tata kelakuan. Wujud yang terakhir
adalah hasil karya manusia yang bersifat konkret, karena merupakan hasil karya manusia dari aktivitasnya sehingga dapat dilihat, diraba dan difoto. Ketiga wujud
kebudayaan tersebut memiliki keterkaitan satu sama lainnya, sehingga tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan ideel dan adat istiadatlah yang mengatur dan memberi
arah kepada perbuatan dan karya manusia.
Berkenaan dengan definisi respon dan budaya yang dijelaskan di atas maka respon budaya adalah tanggapan terhadap perubahan yang terkait dengan
wujud ideel, aktivitas dan artefak pada suatu kebudayaan masyarakat. Respon budaya yang terkait dengan wujud ideel dapat berupa pengetahuan, nilai-nilai
budaya, ide-ide atau gagasan serta pandangan masyarakat yang bersifat abstrak dan dapat menimbulkan reaksi dari masyarakat jika wujud ideel itu berubah di
dalam masyarakat. Respon budaya yang terkait dengan aktifitas dapat berupa pola perilaku masyarakat, hubungan sosial dan struktur sosial masyarakat yang dapat
dilihat dari kebiasaan yang masyarakat lakukan sehari-hari. Hal tersebut dapat menimbulkan tanggapan jika terjadi suatu perubahan dari kebiasaan mereka
sehari-hari. Sedangkan respon budaya yang terkait dengan artefak dapat berupa penggunaan kompor gas pada masyarakat yang menyebabkan perubahan dalam
pola pengetahuan mereka yang sebelumnya masyarakat masih menggunakan kompor minyak tanah lalu digantikan dengan kompor gas, sehingga hal ini dapat
menimbulkan tanggapan atau pun respon masyarakat yang menjadi sasaran program.
Dari berbagai respon budaya tersebut maka, yang menjadi kajian penelitian adalah respon budaya yang terkait dengan wujud ideel dan wujud
aktifitas dimana dari kedua wujud budaya tersebut memiliki cakupan yang berbeda-beda. Wujud ideel sendiri mencakup pengetahuan, nilai-nilai budaya
masyarakat. Sedangkan, wujud aktifitas yang terkait dengan hubungan sosial dan struktur sosial masyarakat setelah diberlakukannya konversi minyak tanah ke gas
elpiji.
1.6. Metode Penelitian