produk pala

(1)

TEKNOLOGI PENGOLAHAN

PALA

OLEH :

NANAN NURDJANNAH

PENYUNTING : EDY MULYONO

RISFAHERI

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN


(2)

KATA PENGANTAR

Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Biji, fuli dan minyak pala merupakan komoditas ekspor dan digunakan dalam industri makanan dan minuman. Selain itu minyak yang berasal dari biji, fuli dan daun banyak digunakan untuk industri obat-obatan, parfum dan kosmetik. Sampai saat ini Indonesia pemasok biji dan fuli pala terbesar ke pasar dunia (sekitar 60%). Sebagai komoditas ekspor, pala mempunyai prospek yang baik karena selalu dan akan selalu dibutuhkan secara kontinyu baik dalam industri makanan, minuman, obat-obatan dan lain-lain. Sampai saat ini, kebutuhan dalam negeri untuk pala juga cukup tinggi.

Buku teknologi pengolahan pala ini ditulis berdasarkan serangkaian hasil penelitian dan studi literatur, sehingga diharapkan dapat membantu pembaca dan peminat pala dalam memahami berbagai aspek mengenai pala terutama dari segi pascapanennya.

Buku ini tentu saja masih banyak kekurangan, oleh karena itu, saran dan kritik membangun diharapkan untuk perbaikan publikasi mendatang.

Kepala Balai Besar,


(3)

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ...i

Daftar Isi ...iii

Daftar Gambar ...v

Daftar Tabel ...vii

I. PENDAHULUAN ...1

II. JENIS DAN KOMPOSISI KIMIA PALA ...3

A. Jenis-jenis Tanaman Pala ...3

B. Buah Pala (Myristica fragrans Houtt) ...3

C. Komposisi kimia dan Manfaat Pala ...5

D. Standar Mutu Pala ...9

III.POTENSI PASAR DAN PELUANG PENGEMBANGAN PRODUK... 11

A. Peluang Pasar ... 11

1. Pasar Internasional ... 11

2. Pasar Dalam Negeri ...14

B. Produksi ...15

C. Pesaing ...16

D. Pemasaran ...17

IV. TEKNOLOGI PASCAPANEN ...19

A. Pala sebagai rempah ...19

1. Panen buah ...19

2. Pengeringan fuli ...21

3. Pengolahan biji pala ...22

B. Minyak biji dan fuli pala ...24

1. Minyak atsiri ...25

2. Komponen minyak pala ...26

3. Desain alat dan pedoman penyulingan minyak pala ...28

5. Fixed Oil (Minyak lemak) ...33

6. Oleoresin pala ...34

C. Pala sebagai bahan makanan dan minuman ...36

1. Manisan pala ...37

2. Sari buah pala ...40

3. Minuman instan pala ...43


(5)

iv

5. Dodol pala ...46

6. Cider/anggur pala ...47

7. Asam cuka ...48

8. Permen gelatin ...49

9. Hard candy ...50

V. ANALISIS FINANSIAL ...51

A. Manisan pala ...51

B. Minyak pala ...53


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Ranting pohon pala dan buah yang baru dipetik ...4

Gambar 2. Perbandingan bagian-bagian buah pala ...6

Gambar 3. Perkembangan volume ekspor beberapa produk pala tahun 2000-2004 ...12

Gambar 4. Perkembangan nilai ekspor beberapa produk pala tahun 2000-2004 ...12

Gambar 5. Panen buah pala ...19

Gambar 6. Skema pengolahan buah pala ...20

Gambar 7. Skema hasil olahan bagian-bagian buah pala ...21

Gambar 8a. Biji pala dengan tempurung dan fuli kering ...23

Gambar 8b. Fuli kering ...23

Gambar 9. Biji pala tanpa tempurung asal Srilangka ...23

Gambar 10. Biji pala, fuli dan bubuk kering ...24

Gambar 11. Disain alat penyuling ...31

Gambar 12. Sistem suplai air yang dibutuhkan boiler ...31

Gambar 13. Pembuatan pemisah/fraksi pada ketel penyuling ...32

Gambar 14. Sistem penyebaran uap dari boiler pada dasar ketel ...33

Gambar 15. Buah pala dan fuli ...37

Gambar 16. Manisan Pala kering ...40

Gambar 17. Diagram alir proses pembuatan sirup pala dengan perendaman dalam larutan garam ...41

Gambar 18. Diagram alir proses pembuatan sirup pala dengan penambahan albumin telur ...42

Gambar 19. Sari buah pala ...42

Gambar 20. Diagram alir proses pembuatan minuman instan pala ..44

Gambar 21. Diagram alir proses pembuatan jeli pala ...45

Gambar 22. Bahan-bahan pembuatan dodol pala ...46

Gambar 23. Pembuatan dodol pala ...46

Gambar 24. Diagram alir proses pembuatan cider pala ...47

Gambar 25. Bahan pembuatan permen gelatin ...49

Gambar 26. Pencetakan permen gelatin pala ...49


(7)

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Persentase berat dari bagian-bagian buah pala...6

Tabel 2. Komposisi kimia buah pala dari Banda ...7

Tabel 3. Standar mutu biji pala Indonesia menurut SNI-0006-1993 ...10

Tabel 4. Volume dan nilai ekspor dan impor biji pala...11

Tabel 5. Luas areal dan produksi tanaman pala tahun 2000-2005 ..15

Tabel 6. Produksi minyak pala Indonesia ...16

Tabel 7. Hasil analisis biji dan minyak pala dari berbagai daerah ..26

Tabel 8. Karakteristik minyak atsiri biji dan fuli pala...26

Tabel 9. Komponen minyak pala asal negara berbeda ...28

Tabel 10. Komponen dalam ixed oil pala ...34

Tabel 11. Standar mutu oleoresin pala ...35

Tabel 12. Komposisi kimia daging buah pala segar dalam 100 gram ...37

Tabel 13. Kelayakan usaha produksi manisan pala...52


(9)

I. PENDAHULUAN

Tanaman pala (Myristica fragrans houtt) adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari pulau Banda. Tanaman ini merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis, selain di Indonesia terdapat

pula di Amerika, Asia dan Afrika. Pala termasuk famili Myristicaceae

yang terdiri atas 15 genus (marga) dan 250 species (jenis). Dari 15 marga tersebut 5 marga di antaranya berada di daerah tropis Amerika, 6 marga di tropis Afrika dan 4 marga di tropis Asia (Rismunandar 1990). Tanaman pala merupakan tumbuhan berbatang sedang dengan tinggi mencapai 18 m, memiliki daun berbentuk bulat telur atau lonjong yang selalu hijau sepanjang tahun. Pohon pala dapat tumbuh di daerah tropis pada ketinggian di bawah 700 m dari permukaan laut, beriklim lembab dan panas, curah hujan 2.000-3.500 mm tanpa mengalami periode musim kering secara nyata. Daerah penghasil utama pala di Indonesia adalah Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara, Sumatra Barat, Nanggroe Aceh Darusalam, Jawa Barat dan Papua.

Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Biji, fuli dan minyak pala merupakan komoditas ekspor dan digunakan dalam industri makanan dan minuman. Minyak yang berasal dari biji, fuli dan daun banyak digunakan untuk industri obat-obatan, parfum dan kosmetik. Buah pala berbentuk bulat berkulit kuning jika sudah tua, berdaging putih. Bijinya berkulit tipis agak


(10)

keras berwarna hitam kecokelatan yang dibungkus fuli berwarna merah padam. Isi bijinya putih, bila dikeringkan menjadi kecokelatan gelap dengan aroma khas. Buah pala terdiri atas daging buah (77,8%), fuli (4 %), tempurung (5,1%) dan biji (13,1%) (Rismunandar, 1990). Secara komersial biji pala dan fuli (mace) merupakan bagian terpenting dari buah pala dan dapat dibuat menjadi berbagai produk antara lain minyak atsiri dan oleoresin. Produk lain yang mungkin dibuat dari biji pala adalah mentega pala yaitu trimiristin yang dapat digunakan untuk minyak makan dan industri kosmetik (Somaatmaja, 1984). Daging buah pala dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi manisan, asinan, dodol, selai, anggur dan sari buah (sirup) pala.

Pala merupakan salah satu komoditas ekspor yang penting karena Indonesia merupakan negara pengekspor biji dan fuli pala terbesar yaitu memasok sekitar 60% kebutuhan pala dunia. Selain sebagai komoditas ekspor, kebutuhan dalam negeri juga cukup tinggi. Produksi pala Indonesia sekitar 19,9 ribu ton per tahun. Luas areal tanaman pala semakin meningkat dari tahun ke tahun dan pada tahun 2005 mencapai 68.691 ha.


(11)

II. JENIS DAN KOMPOSISI KIMIA PALA

A. Jenis-jenis tanaman pala

Di Indonesia dikenal beberapa jenis pala, yaitu :

1. Myristica fragrans, yang merupakan jenis utama dan mendominasi jenis lain dalam segi mutu maupun produktivitas. Tanaman ini merupakan tanaman asli pulau Banda.

2. M. argenta Warb, lebih dikenal dengan nama Papuanoot asli dari Papua, khususnya di daerah kepala burung. Tumbuh di hutan-hutan, mutunya dibawah pala Banda.

3. M. scheffert Warb. terdapat di hutan-hutan Papua.

4. M. speciosa, Terdapat di pulau Bacan. Jenis ini tidak mempunyai nilai ekonomi

5. M. succeanea, terdapat di pulau Halmahera. Jenis ini tidak mempunyai nilai ekonomi

B. Buah pala (Myristica fragrans Houtt)

Tanaman ini berasal dari pulau Banda dan sekarang sudah menyebar ke daerah-daerah lain Indonesia, bahkan sampai di Grenada, Amerika Tengah dan lain-lain. Jenis ini sampai sekarang masih merupakan jenis yang unggul utama di Indonesia, tumbuh baik di daerah pegunungan dengan ketinggian kurang dari 700 meter dari permukaan laut. Jenis ini membentuk pohon yang tingginya lebih dari 18 meter dan berdiameter 30-45 cm.


(12)

Buah untuk keperluan rempah biasa dipetik pada umur 9 bulan sejak mulai persarian bunga. Buahnya berbentuk peer, lebar, ujungnya meruncing, kulitnya licin, berdaging dan cukup banyak mengandung air. Jika sudah masak petik warnanya kuning pucat dan membelah dua, kemudian jatuh (Gambar 1). Biji pala tunggal, berkeping dua, dilidungi oleh tempurung, walaupun tidak tebal tapi cukup keras. Bentuk biji bulat telur hingga lonjong, mempunyai tempurung berwarna coklat tua dan licin permukaannya bila sudah cukup tua dan kering. Namun bila buah masih muda atau setengah tua, setelah dikeringkan warnanya menjadi coklat muda di bagian bawah dan coklat tua di bagian atasnya dengan permukaan yang keriput dan beraluran. Biji dan fuli yang berasal dari buah yang cukup tua dimanfaatkan sebagai rempah, sedangkan yang berasal dari buah yang muda dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak pala karena kandungan minyak atsirinya yang jauh lebih tinggi daripada biji yang berasal dari buah yang tua. Pada buah muda (umur 4–5 bulan) kadar minyak atsiri berkisar antara 8–17% atau rata-rata 12% (Rismunandar, 1990).


(13)

Tempurung biji diselubungi oleh selubung biji yang berbentuk jala, merah terang warnanya. Selubung biji atau aril ini disebut fuli atau bunga pala. Fuli dari buah pala yang belum matang petik warnanya kuning pucat, bila dikeringkan akan menjadi coklat muda. Fuli dari buah yang matang petik berwarna merah cerah, bila dikeringkan akan menjadi merah coklat, namun dalam penyimpanan yang lama dapat berubah menjadi kuning tua hingga kuning jerami.

Seluruh bagian dari buah pala yang terdiri dari daging, fuli dan bijinya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, Diantara produk pala, yang paling dikenal di pasaran dunia adalah fuli dan biji digunakan sebagai rempah dan minyak pala yang biasa digunakan untuk obat-obatan.

C. Komposisi Kimia dan Manfaat Pala

Dari seluruh bagian tanaman pala yang mepunyai nilai ekonomis adalah buahnya yang terdiri dari empat bagian yaitu daging buah, fuli, tempurung dan biji. Perbandingan dari keempat bagian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 2. Daging buah pala cukup tebal dan beratnya lebih dari 70% dari berat buah, berwarna putih kekuning-kuningan, berisi cairan bergetah yang encer, rasanya sepet dan mempunyai sifat astringensia. Oleh karena itu jika buah masih mentah, daging buah pala tidak bisa dikonsumsi langsung tetapi dapat diolah menjadi berbagai produk pangan.


(14)

Pada prinsipnya komponen dalam biji pala dan fuli terdiri dari minyak atsiri, minyak lemak, protein, selulosa, pentosan, pati, resin dan mineral-mineral. Persentase dari komponen-komponen bervariasi dipengaruhi oleh klon, mutu dan lama penyimpanan serta tempat tumbuh. Kandungan minyak lemak dari biji pala utuh bervariasi dari 25 sampai 40%, sedangkan pada fuli antara 20 sampai 30%. Biji pala yang dimakan ulat mempunyai presentase minyak atsiri lebih tinggi daripada biji utuh karena pati dan minyak lemaknya sebagian dimakan oleh serangga

(Marcelle, 1975). Menurut Leung dalam Rismunandar (1990) biji pala

mengandung minyak atsiri sekitar 2-16% dengan rata-rata pada 10% dan ixed oil (minyak lemak) sekitar 25-40%., karbohidrat sekitar 30% dan protein sekitar 6%.

Gambar 2. Perbandingan bagian-bagian buah pala (www.pcrf.org) Bagian buah Persentase basah (%) Persentase kering angin

(%)

Daging 77,8 9,93

Fuli 4 2,09

Tempurung 15,1

-Biji 13,1 8,4

Tabel 1. Persentase berat dari bagian-bagian buah pala


(15)

Setiap 100 g daging buah pala mengandung air sekitar 10 g, protein 7 g, lemak 33 g, minyak yang menguap (minyak atsiri) dengan

komponen utama monoterpen hidrokarbon (61 - 88% seperti alpha

pinene, beta pinene, sabinene), asam monoterpenes (5 - 15%), aromatik eter (2-18% seperti myristicin, elemicin, safrole). Komposisi kimia buah pala dari Banda dapat dilihat pada Tabel 2.

Minyak pala dan fuli digunakan sebagai penambah flavor pada produk-produk berbasis daging, pikel, saus, dan sup, serta untuk menetralkan bau yang tidak menyenangkan dari rebusan kubis (Lewis

dalam Librianto, 2004). Pada industri parfum, minyak pala digunakan sebagai bahan pencampur minyak wangi dan penyegar ruangan. Sebagai obat, biji pala bersifat karminatif (peluruh angin), stomakik, stimulan, spasmolitik dan antiemetik (anti mual) ( Weil, 1966). Minyak pala juga digunakan dalam industri obat-obatan sebagai obat sakit perut, diare dan bronchitis. Sedangkan menurut Chevallier, (2001) pala berguna untuk mengurangi latulensi, meningkatkan daya cerna, mengobati diare dan mual. Selain itu juga untuk desentri, maag, menghentikan muntah, mulas, perut kembung serta obat rematik. Senyawa aromatik

Sumber : Jense dalam Rismunandar (1990). Tabel 2. Komposisi kimia buah pala dari Banda (%)

Komponen Daging Buah Fuli Biji

Basah Kering Basah Kering Basah kering

Air 89 17,4 54 17,6 41 12,9

Lemak - - 10,4 18,6 23,3 34,4

Minyak atsiri 1,1 8,5 2,9 5,2 1,7 2,5

Gula - - 1,1 1,9 1,0 1,5

Komponen mengandung N

- - 3,0 5,2 4,1 5,1

Komponen bebas N - - 27,7 49,5 27,3 40,4


(16)

myristicin, elimicin, dan safrole sebesar 2-18% yang terdapat pada biji dan bunga pala bersifat merangsang halusinasi. Memakan maksimum 5 gram bubuk atau minyak pala mengakibatkan keracunan yang ditandai dengan muntah, kepala pusing dan mulut kering (Weiss,1997; Rudglev,

1998; Fras dan Binghamton, 1969; Samiran, 2006), menurut Jukic et al.

(2006), komponen myristisin dan elimisin mempunyai efek intoksikasi. Di beberapa negara Eropa, biji pala digunakan dalam dosis kecil sebagai bumbu masakan daging dan sup. Fulinya lebih disukai digunakan dalam penyedap masakan, acar, dan kecap. Menurut Rismunandar (1990), minyak atsiri dalam daging buah pala mengandung komponen myristicin dan monoterpen. Komponen myristicin dalam daging buah pala dapat menimbulkan rasa kantuk.

Minyak pala sebagai bahan penyedap pada produk makanan dianjurkan memakai dosis sekitar 0,08%, karena dalam dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keracunan. Minyak ini memiliki kemampuan lain, yaitu dapat mematikan serangga (insektisidal), antijamur (fungisidal), dan antibakteri. Selain itu evalusi terhadap karakteristik antioksidan dari biji pala telah diteliti oleh Jukic et al (2006) dengan pembanding BHT, asam askorbat dan α-tokoferol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri biji pala mempunyai sifat antioksidan yang kuat. Aktivitas antioksidan tersebut disebabkan sinergisme di antara komponen-komponen minyak atsiri tersebut.

Akhir-akhir ini ada perkembangan baru pemanfaatan minyak atsiri pala, yaitu sebagai bahan baku dalam aromaterapi. Dilaporkan bahwa komponen utama pala dan fuli yaitu myristicin, elemicin dan


(17)

iso-elemicin dalam aromaterapi bersifat menghilangkan stress. Di Jepang, beberapa perusahaan menyemprotkan aroma minyak pala melalui sistem sirkulasi udara untuk meningkatkan kualitas udara dan lingkungan. Untuk tujuan yang sama akhir-akhir ini banyak dijumpai penggunaannya dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk potpourri, lilin beraroma, atomizer dan produk pewangi lainnya. Di Amerika Serikat pemasaran produk-produk pewangi dari pala tersebut mencapai nilai 500 juta USD .

D. Standar Mutu Pala

Biji pala mutu baik mengandung minimum 25% ekstrak eter tidak mudah menguap, maksimum 10% serat kasar dan maksimum 5% kadar abu. Sedangkan untuk fuli disyaratkan maksimum 0,5% kadar abu tidak larut dalam asam dan kandungan eter tidak mudah menguap berkisar

antara 20 – 30% (Lewis dalam Librianto, 2004).

Standar mutu diperlukan untuk meningkatkan mutu biji dan fuli pala dalam dunia perdagangan. Standar fuli menurut SNI 01-0007-1993 terdiri atas lima jenis yaitu:

- Mutu whole I (mutu utuh I): utuh dan pecahan besar, sampai sekitar

1/3 dari utuh, warna kuning atau kuning kemerahan sampai merah. Kontaminasi jamur maksimum 5% (bobot/bobot)

- Mutu whole II (mutu utuh II): utuh dan pecahan besar, sampai kira-kira 1/3 dari utuh, berwarna gelap/buram. Kontaminasi jamur maksimum 5%

- Mutu gruis/broken I (mutu pecah I): pecah-pecah dengan ukuran sampai minimum 1/12 dari yang utuh, berwarna kuning, kuning atau kuning kemerah-merahan sampai merah, kontaminasi maksimum 5 %.


(18)

Keterangan: CN = Calibrated nutmeg

ABCD = rata-rata dari biji pala berukuran tidak seragam B.W.P = Broken, Wormy, Punky

Tabel 3. Standar mutu biji pala Indonesia menurut SNI-0006-1993

- Mutu gruis/broken II(mutu pecah II): pecah-pecah dengan ukuran sampai minimum 1/12 dari yang utuh, berwarna buram atau kuning dan atau kemerah-merahan.

- Black mace (fuli hitam): yang tidak termasuk whole (utuh), gruis (pecah) yang berwarna gelap hampir hitam

Untuk biji pala syarat mutunya dapat dilihat pada Tabel 3.

Jumlah Biji Pala/kg

Pecah rapuh

Syarat Visual Biji Keseragaman maksimum Kontaminasi jamur maks Keriput % maks Berlubang % maks Mutu Calibrated

Nutmeg (CN)

a. CN 60-65 66 – 71 0 2 3 Seragam 10 b. CN 70-75 77 – 82 0 2 3 Seragam 10 c. CN 80-85 88 – 93 0 2 3 Seragam 10 d. CN 90-95 99 – 104 0 2 3 Seragam 10 e. CN 100-105 110 – 115 0 2 3 Seragam 10 f. CN 110-115 121 – 126 0 2 3 Seragam 10 g. CN 120 ke atas 132 lebih 0 2 3 Seragam 10 2. ABCD maks. 121 0 2 3 Tidak seragam 10 3.Rimpel/shrivel (keriput) - 0 - 3 Tdk

diper-syaratkan 10

4. B.W.P - - - - Tdk

diper-syaratkan


(19)

-III. POTENSI PASAR DAN PELUANG PENGEMBANGAN PRODUK

A. Peluang Pasar 1. Pasar Internasional

Indonesia merupakan negara pengekspor biji pala dan fuli terbesar di pasaran dunia (sekitar 60%), dan sisanya dipenuhi dari negara lainnya seperti Grenada, India, Srilangka dan Papua New Guinea. Permintaan ekspor terhadap produk dari pala yang terbesar adalah biji pala kering (nutmeg in shell dan nutmeg shelled), fuli (mace) dan minyak pala (essential oil of nutmegs). Permintaan terhadap fuli, biji dan minyak pala relatif stabil pada periode antara tahun 1996-2001. Khususnya permintaan biji pala tanpa tempurung terus mengalami peningkatan. Volume dan nilai ekspor biji pala dari 2001 sampai 2004 cenderung meningkat seperti terlihat pada Tabel 4. Volume dan nilai ekspor beberapa produk pala sampai tahun 2000 dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.

Tabel 4. Volume dan nilai ekspor dan impor biji pala

Sumber : Statistik Perkebunan (2006)

Tahun Ekspor Impor

Volume (Ton) Nilai (000 US$) Volume (Ton) Nilai (000 US$)

1999 9.625 49,124 44 80

2000 10.808 58,249 104 152

2001 8.465 36,151 41 100

2002 10.411 39,528 23 77

2003 11.377 41,038 56 152


(20)

Produksi biji pala untuk ekspor sebagian besar berasal dari petani. Data ekspor biji pala tahun 1998 adalah sebesar 5.197.590 kg yang dipasok dari perkebunan sebanyak 2.023.347 kg atau sekitar 39%, sisanya 61% dipasok dari petani. Rata-rata produksi pala dunia diperkirakan berkisar antara 10.000 – 20.000 ton per tahun, dengan permintaan tahunan berkisar antara 9.000 ton. Sedangkan produksi fuli berkisar antara 1.500 – 2.000 ton (http://en.wikipedia.org/wiki/Nutmeg)

Gambar 3. Perkembangan Volume Ekspor Beberapa Produk Pala Tahun 2000 -2004

Gambar 4. Perkembangan Nilai Ekspor Beberapa Produk Pala Tahun 2000 - 2004

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000

2000 2001 2002 2003 2004

Tahun Volume (ton) Tahun G elondong B iji F uli M iny ak

0 5 0 0 0 1 0 0 0 0 1 5 0 0 0 2 0 0 0 0 2 5 0 0 0

2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4

Tahun

Nilai (000 US $)

G e lo n d o n g B iji F u li M in ya k


(21)

Pada tahun 2006, hingga triwulan III, ekspor fuli pala mengalami peningkatan cukup signiikan dengan prosentase sebesar 175 persen. Jumlah volume ekspor mencapai 347.919 kg dengan nilai sebesar 1,861,232 USD. Angka tersebut jauh melebihi total ekspor pada periode yang sama pada tahun 2005 dengan volume yang hanya sebesar 128.212 kg dengan nilai 676,574 USD. Selain fuli pala, ekspor biji pala juga turut meningkat hingga kisaran 113 persen, hingga mencapai volume sebesar 1.742.793 kg dengan nilai 7,200,510 USD. Sementara pada tahun 2005 volume ekspor hanya sekitar 904.941 kg dengan nilai 3,369,930 USD.

Produk dari pala (biji, fuli dan minyak pala) telah diekspor ke lebih dari 30 negara. Adapun negara-negara pengimpor utama produk pala antara lain adalah Singapura, Belanda, Hongkong, Jepang, Belgia, Malaysia, Amerika Serikat, Perancis, India, Italia, Jerman, dan Thailand. Ekspor biji pala gelondongan ke Singapura pada tahun 2003 mencapai 1.083 ton senilai 3,939,000 USD. Sedangkan untuk minyak pala terutama diekspor ke USA, Spanyol, Singapura dan Inggris. Di antara produk-produk pala yang diekspor pada tahun 2004, ekspor dalam bentuk biji pala kupas paling tinggi dibanding bentuk lainnya yang mencapai 8.057 ton, selanjutnya berturut-turut adalah fuli, gelondong dan minyak pala, dengan volume masing-masing 3.270 ton, 2912 ton dan 955 ton. Volume ekspor minyak pala cukup besar yaitu mencapai 11,165,000 USD, sedangkan untuk biji pala mencapai 20,672,000 USD. Selain mengekspor, Indonesia juga mengimpor biji pala walaupun jumlahnya relatif kecil seperti terlihat pada Tabel 4 . Impor pala ke Indonesia dalam bentuk gelondong pala, biji pala, fuli dan minyak pala dari negara-negara seperti Malaysia, USA, Perancis, Singapura dan China.


(22)

Selain fuli dan minyak pala, permintaan pasar terhadap produk-produk olahan buah pala seperti manisan pala cukup tinggi. Sebetulnya selain permintaan dari dalam negeri juga ada permintaan dari luar negeri seperti dari Singapura, Kuwait dan Syria. Namun permintaan dari luar negeri ini sampai saat ini belum terealisir. Alasan yang dikemukakan pengusaha antara lain kurangnya dana dan kapasitas produksi yang masih kecil (BI, 2000).

2. Pasar Dalam Negeri

Permintaan pasar dalam negeri untuk untuk biji dan fuli pala belum ada data yang pasti akan tetapi mengingat sebagian besar masakan Indonesia kaya akan rempah-rempah, kebutuhan akan biji pala sebagai bumbu cukup tinggi. Demikian pula permintaan untuk produk olahan pala seperti manisan pala secara khusus belum terdata, namun berdasarkan hasil survai di daerah sampel, penjualan rata-rata perbulan/unit usaha berkisar 1-2 ton. Permintaan manisan pala akan meningkat pada bulan-bulan tertentu, seperti pada saat lebaran, dan akhir tahun. Berdasarkan wawancara dengan seorang pedagang lokal di kota Bogor, penjualan perhari mencapai 90 kg/hari atau sekitar 2,7 ton perbulan. Umumnya pengusaha manisan pala di kota Bogor baru melayani permintaan dari dalam propinsi saja.


(23)

B. Produksi

Produksi pala relatif stabil dan cenderung meningkat sejak tahun 1994 yang berkisar antara 20 ribu ton per tahun. Berdasarkan data Ditjen Perkebunan (2006) produksi pala Indonesia dari tahun 2000 sampai 2005 berkisar antara 20.010 – 23.600 ton, sedangkan luas areal dari 59,5–74,7 ribu ha (Tabel 5). Dari tabel tersebut terlihat adanya kecenderungan terjadinya peningkatan luas areal dan produksi pala setiap tahunnya. Peningkatan produksi buah pala sendiri berkisar antara 3-5% per tahun. Dari luas areal pertanaman pala tersebut sebagian besar (99%) berasal dari perkebunan rakyat, sedangkan sisanya berasal dari perkebunan Negara dan swasta. Berdasarkan ketersediaan potensi bahan baku, daerah-daerah yang potensial untuk pengembangan usaha manisan pala adalah daerah penghasil pala utama di Indonesia seperti Sulawesi Utara, Maluku, Nangroe Aceh Darussalam, Papua, Sulawesi Selatan, Sumatra Barat dan Jawa Barat.

Produktivitas tanaman pala Indonesia terutama untuk perkebunan rakyat relatif stabil dari tahun ke tahun dan ada kecenderungan meningkat sejak tahun 2000 tetapi masih jauh lebih rendah dibanding negara penghasil pala lainnya seperti Grenada. Nilai rata-rata produktivitas

Sumber: Statistik Perkebunan (2006)

Tabel 5. Luas areal dan produksi tanaman pala tahun 2000-2005

Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)

2000 64.033 20.010

2001 59.429 21.616

2002 61.558 23.157

2003 68.343 22.236

2004 74.271 20.998


(24)

Sumber: Depperind (2001) dalam Librianto, (2004) Tabel 6. Produksi minyak pala Indonesia

pala Indonesia di atas 500 kg/ha. Rendahnya produktivitas tanaman pala terutama di Maluku disebabkan petani tidak bisa menentukan harga sendiri sehingga tidak merangsang minat petani untuk memelihara tanamannya.

Tabel 6 menyajikan produksi minyak pala yang dihasilkan Indonesia. Dari tabel terlihat bahwa sampai tahun 1999 terjadi peningkatan produksi minyak yang cukup signiikan, namun pada tahun 2000 menurun kembali.

Tahun Berat (kg) Nilai (US $)

1995 109.509 1,529,609

1996 216.581 3,105,894

1997 209.513 3,778,535

1998 382.100 10,014,413

1999 383.725 10,046,165

2000 263.245 6,822,189

C. Pesaing

Indonesia merupakan salah satu penghasil biji dan fuli pala yang terbesar di pasaran dunia dimana pangsa pasarnya mencapai 60 %. Negara pesaing penghasil biji pala yang cukup besar adalah Grenada dan Srilangka. Mutu biji dan fuli pala yang dihasilkan Grenada diakui lebih baik daripada yang dihasilkan Indonesia. Biji pala dari Grenada tidak ada yang keriput karena dipanen dalam keadaan benar-benar tua atau sudah jatuh dari pohon. Penanganannya juga lebih baik, antara lain dilakukan fumigasi untuk mencegah timbulnya jamur. Sebenarnya dari bahan bakunya, biji dan fuli pala asal Indonesia sudah diakui kualitasnya


(25)

dari jaman dahulu, namun penanganan pascapanennya masih perlu lebih disempurnakan. Untuk tahun-tahun terakhir ada kecenderungan penurunan produksi biji pala dari Grenada. Selain itu adanya permintaan pala organik merupakan peluang yang baik bagi pengembangan pala Indonesia.

Di antara berbagai produk pala, permintaan biji dan fuli pala serta minyak atsirinya diperkirakan akan tetap tinggi, disebabkan pala mempunyai citarasa dan khasiat yang khas. Di antara produk-produk olahan dari pala, manisan pala merupakan salah satu jenis makanan ringan dari sekian banyak jenis makanan ringan yang tergolong dalam kelompok manisan buah-buahan. Kekhasan dari rasa manisan pala dan tidak di semua daerah/tempat dapat ditemui produksi manisan ini menyebabkan manisan pala tetap menjadi salah satu pilihan sebagai bingkisan untuk oleh-oleh. Manisan pala juga masih merupakan salah satu alternatif makanan ringan yang disajikan pada saat perayaan hari-hari besar lebaran dan tahun baru.

D. Pemasaran

Pola pemasaran biji dan fuli pala sama seperti komoditas pertanian lainnya. Distribusi barang dari petani sampai ke tingkat eksportir melalui pedagang perantara (pengumpul) terlebih dahulu. Dalam dunia pemasaran internasional biji pala dan fuli pala dikenal 2 jalur yaitu: yang pertama, dari produsen ke negara-negara industri dan negara berkembang; sedangkan yang kedua, dari negara industri dan negara pengimpor biji dan fuli pala, untuk tujuan ekspor kembali ke


(26)

negara-negara industri lainnya. Harga biji pala kering tanpa kulit dan fuli berbeda pada masing-masing tingkatan pemasaran. Harga tersebut sangat ditentukan oleh harga penjualan ekspor. Harga biji dan fuli pala yang saat ini berlaku di tingkat pedagang pengumpul adalah berturut-turut sekitar Rp 35.000 dan Rp 65.000.

Untuk ekspor, harga biji, fuli dan minyak pala dipengaruhi oleh harga yang berlaku di pasaran internasional dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Indonesia sebagai produsen dan pengekspor fuli terbesar di dunia sering masih belum dapat menentukan harga. Harga fuli yang berasal dari biji pala tua dengan warna merah tua biasanya jauh lebih mahal daripada biji palanya sendiri.


(27)

IV. TEKNOLOGI PASCAPANEN

A. Pala sebagai Rempah 1. Panen Buah

Buah pala dapat dipetik langsung dari pohon bila sudah matang petik dan dapat pula dipungut dari buah yang sudah berjatuhan. Buah pala yang sudah jatuh hendaknya diambil sedini mungkin karena dapat dicemari hama bubuk biji Poecilips myristiceae dan cendawan yang dapat menyebabkan busuknya biji pala.

Buah yang sudah tua, fulinya berwarna merah, namun adapula yang berwarna putih, misalnya yang berasal dari Tidore. Tempurung bijinya mengkilat dan berwarna coklat tua. Buah yang sudah mulai membelah sebaiknya segera dipanen karena kalau kena hujan akan membusuk.


(28)

Cara panen buah pala yang letaknya tinggi adalah dengan menggunakan galah yang ujungnya dilengkapi keranjang penampung buah, atau dapat pula dimanfaatkan galah yang ujungnya berbentuk topang (Gambar 5). Untuk keperluan penyulingan biji pala dipanen waktu buahnya masih muda yaitu umur sekitar 5 bulan karena kadar minyak atsirinya masih tinggi. Sedangkan biji pala yang dipanen tua digunakan sebagai rempah-rempah. Alur proses pascapanen dari buah pala dapat dilihat pada gambar 6 dan 7.


(29)

Gambar 7. Skema hasil olahan bagian-bagian buah pala (Sumber : Ditjen Perkebu-nan dalam Rismunandar, 1990)

2. Pengeringan Fuli

Fuli dilepas dari bijinya kemudian dihamparkan pada alas yang bersih lalu dijemur. Setelah setengah kering fuli dipipihkan bentuknya dengan menggunakan alat mirip penggilingan, kemudian dijemur kembali sampai kadar airnya tinggal 10-12%. Sebaiknya pengeringan dilakukan di atas rak yang diangkat sehingga jaraknya sekitar 1 meter di atas tanah untuk menghindarkan cemaran dari kotoran hewan maupun debu.


(30)

Penjemuran membutuhkan waktu sekitar 2–3 hari kalau cuaca cerah. Pada keadaan cuaca yang kurang baik, pengeringan akan tertunda dan akan menghasilkan fuli dengan mutu yang kurang baik karena berjamur dan warnanya kusam. Untuk menghindarkan hal seperti di atas, pada waktu musim hujan pengeringan dapat dilakukan dengan memakai alat pengering dengan suhu rendah tidak lebih dari 60oC

untuk menghindarkan proses pengeringan yang terlalu cepat yang akan menyebabkan rapuhnya fuli dan hilangnya sebagian minyak atsiri.

Setelah kering fuli disimpan dalam gudang yang gelap selama sekitar 3 bulan. Warna fuli yang semula merah api berubah menjadi merah tua dan akhirnya menjadi kuning tua hingga oranye. Gambar fuli kering disajikan pada gambar 8b. Banyaknya fuli kering rata-rata 10% dari berat biji pala. Untuk meningkatkan mutu dilakukan dilakukan proses sortasi untuk memisahkan fuli yang utuh dari yang tidak utuh, kemudian dikemas dengan kemasan yang bersih dan kering.

3. Pengolahan Biji Pala

Di unit pengolahan, biji pala basah dihamparkan di atas para-para disusun setebal 5 cm, kemudian diangin-anginkan selama ± 6 minggu. Dengan proses tersebut biji pala yang dihasilkan akan mulus tidak keriput. Pengeringan biasanya berlangsung selama 29 hari atau lebih, dengan kadar air sekitar 8%. Pengeringan juga bisa dilakukan di bawah sinar matahari, namun tidak dianjurkan pada saat cuaca sangat panas. Cara lain adalah dengan pengasapan atau kombinasi pengasapan dengan penjemuran. Pengasapan dilakukan di rumah pengasapan, dengan cara


(31)

dihamparkan pada para-para dari anyaman bambu yang diletakkan 2–3 meter di atas perapian, selama sekitar 3 minggu. Pada proses pengasapan suhu dijaga agar tidak melebihi 35-37ºC. Biji pala dalam tempurung dinyatakan kering bila biji didalamnya terdengar saat digoyang-goyang, walaupun hal itu tidak mutlak. Biji pala kering dalam tempurung dapat dilhat pada Gambar 8a. Sebagai patokan untuk biji pala kering kualitas ekspor adalah lamanya pengeringan (Rismunandar, 1990).

Untuk biji pala, setelah kering dilakukan pengupasan tempurung dengan cara dipukul secara hati-hati dengan posisi tegak di atas matanya agar biji tidak rusak. Cara lain adalah dengan menggunakan mesin pemecah (cracker). Dari 100 kg biji utuh rata-rata dihasilkan 30 kg tempurung dan 70 kg biji bersih. Biji pala kupas selanjutnya disortir berdasarkan mutunya. Gambar biji dan fuli pala kering terlihat pada gambar 8, 9 dan 10.

Gambar 8a. Biji pala kering dalam tempurung

Gambar 9. Biji pala tanpa tempurung asal Srilangka Gambar 8b Fuli kering


(32)

B. Minyak Biji dan Fuli Pala

Biji pala terdiri dari dua bagian utama yaitu 30–45% minyak dan 45–60% bahan padat termasuk selulosa. Minyak terdiri atas dua jenis yaitu minyak atsiri (essential oil) sebanyak 5–15% dari berat biji keseluruhan, dan lemak (ixed oil) yang disebut nutmeg butter sebanyak 24-40% dari berat biji. Perbedaan komponen tersebut bervariasi tergantung pada letak geograis dan tempat tumbuhnya maupun jenis (varietas) dari tanaman tersebut. Walaupun kandungan minyak atsiri dalam biji lebih rendah

dari ixed oil tetapi komponen minyak atsiri lebih berperanan penting

sebagai perisa (lavouring agent) dalam industri makanan dan minuman,

dan dalam industri farmasi.


(33)

1. Minyak Atsiri

Minyak atsiri pala dapat diperoleh dari penyulingan biji pala, sedangkan minyak fuli dari penyulingan fuli pala. Minyak atsiri dari biji pala maupun fuli mempunyai susunan kimiawi dan warna yang sama, yaitu jernih, tidak berwarna hingga kuning pucat. Minyak fuli baunya lebih tajam daripada minyak biji pala. Rendemen minyak biji pala berkisar antara 2–15% (rata-rata 12%), sedangkan minyak fuli antara 7-18% (rata-rata 11%). Bahan baku biji dan fuli pala yang digunakan biasanya berasal dari biji pala muda dan biji pala tua yang rusak (pecah). Rendemen dan mutu minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu pra panen dan pasca panen. Faktor pra panen meliputi jenis (varietas) tanaman, cara budidaya, waktu dan cara panen. Faktor pascapanen meliputi cara penanganan bahan, cara penyulingan, pengemasan dan transportasi. Biji pala yang akan disuling minyaknya sebaiknya dipetik pada saat menjelang terbentuknya tempurung yaitu berusia sekitar 4 - 5 bulan. Pada umur tersebut warna fuli masih keputih-putihan dan daging buahnya masih lunak. Fuli yang tua dan sudah merah warnanya, kandungan minyak atsirinya relatif rendah dan dimanfaatkan untuk ekspor (Somaatmaja, 1984). Penyulingan dapat

dilakukan dengan cara penyulingan uap (kohobasi) pada tekanan rendah,

sedangkan penyulingan dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan terbawanya minyak lemak sehingga akan menurunkan mutu minyak atsiri (Guenther dalam Djubaedah et al. 1986). Hasil analisis biji dan minyak pala yang berasal dari berbagai daerah dapat dilihat pada Tabel 7.


(34)

2. Komponen Minyak Pala

Minyak pala biasa diperoleh dengan cara destilasi uap dari biji

atau fuli pala. Minyaknya tidak berwarna atau kuning dengan odor dan

rasa seperti pala, tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol dan mempunyai bobot jenis pada 25 oC antara 0,859 – 0,924, refraktif indeks

pada 20 oC antara 1,470–1,488 dan putaran optik pada 20 oC sekitar

+10o-+45o (Marcelle, 1975). Sedangkan karakteristik minyak pala dan

fuli menurut Furia dan Bellanga dalam Rismunandar (1990) disajikan

pada Tabel 8.

Keterangan.

L = Leuwiliang BT = Bukit Tinggi PI = Padang I PII = Padang II

Tabel 7. Hasil analisis biji dan minyak pala dari berbagai daerah

Sumber : Furia dan Bellanga dalam Rismunandar, 1990 Tabel 8. Karakteristik minyak atsiri biji dan fuli pala

No Jenis Contoh Jenis Pengujian/Pemeriksaan Hasil Pengujian/ Pemeriksaan (No. Contoh/ kode)

L BT PI PII

1 Biji pala Kadar minyak atsiri, % 12 5,25 11 6,08 Kadar air, % 8 10 11,95 9 2 Minyak pala Bobot Jenis (25o/25oC) 0,9090 0,8981 0,8893 0,9035

Indeka bias 25oC 1,4833 1,4776 1,4763 1,4784 Putaran Optik 23o24’ 13o54’ 22o24’ 24o30’

Kelarutan dalam Alkohol 1 : 1 larut jernih

1 : 1 larut jernih

1 : 2 larut jernih

1 : 1 larut jernih

Karakteristik Minyak Pala Minyak Fuli

India Timur India Barat Bobot jenis 20o/20o 0,866 – 0,929 0,883 – 0,917 0,862 – 0,882 Indeks refraksi 20o 1,475 – 1,479 1,474 – 1,488 1,469 – 1,480 Putaran optik (-9o) – (+41o) (+20o) – (+30o) (+20o) – (+45o) Kelarutan dalam etanol 90% - 1 : 3 1 : 4


(35)

Aroma minyak pala yang khas merupakan akibat dari kandungan beberapa komponen-komponen kimiawi, seperti monoterpen hidrokarbon

± 88% dengan komponen utama camphene dan pinene, myristicin, dan

monoterpenalcohol seperti geraniol, lonalool, terpineol, serta komponen lain seperti eugenol dan metil eugenol (Rismunandar, 1990). Menurut Dorman et al dalam Jukic et al (2006) komponen utama minyak biji pala

adalah terpen, terpen alcohol dan fenolik eter. Komponen monoterpen

hidrokarbon yang merupakan komponen utama minyak pala terdiri atas β-pinene (23,9%), α-pinene (17,2%), dan limonene (7,5%). Sedangkan komponen fenolik eter terutama adalah myristicin (16,2%), diikuti safrole

(3,9%) dan metil eugenol (1,8%). Selanjutnya Dorman et al., (2004)

menyatakan terdapat 25 komponen yang teridentiikasi dalam minyak pala (sejumlah 92,1% dari total minyak) yang diperoleh dengan cara penyulingan (hydrodistillation) menggunakan sebuah alat penyuling

minyak menurut British Pharmacopeia. Pada prinsipnya komponen

minyak tersebut teridentiikasi sebagai α-pinen (22,0%) dan β– pinen (21,5%), sabinen (15,4), myristicin (9,4), dan terpinen–4-ol(5,7). Minyak

fuli mengandung lebih banyak myristicin daripada minyak pala.

Produksi minyak pala per tahun sekitar 300 ton, produsen utamanya adalah Indonesia dan Sri Lanka, dengan pasar terbesar adalah USA sekitar 75%. Beberapa minyak pala yang diekspor ke Eropa didestilasi dari pala Grenada dengan cara penyulingan uap pada umumnya rendemennya sebesar 11%. Hasil analisis minyak tersebut dengan GC/ MS menunjukkan minyak tersebut terdiri dari α-pinen, sabinen, β-pinen, myrcen, limonen, α- terpinen dan terpinen–4–ol (Lancashire, 2002).


(36)

Tabel 9. Komponen minyak pala asal negara berbeda

Sumber : Lancashire (2002)

Hasil penelitian baru-baru ini terhadap minyak pala dari St Catherine, Jamaica dan West Indian lain menunjukkan adanya perbedaan jumlah komponen yang nyata yang dapat digunakan untuk membedakan asal dari minyak tersebut (Tabel 9).

3. Desain Alat dan Pedoman Penyulingan Minyak Pala a. Persiapan bahan dan pengisian ke dalam ketel

-Pertama–tama alat penyuling harus dibersihkan supaya tidak ada bau yang akan mempengaruhi aroma dari minyak pala yang dihasilkan.

-Pasang saringan tempat bahan yang di bawah.

-Timbang biji pala yang akan disuling, giling biji pala dan sesudahnya ditimbang kembali.

- Letakkan sebagian biji pala yang sudah digiling pada saringan yang di bawah.

- Pasang saringan tempat bahan yang di tengah.

Komponen Grenada Indonesia Jamaica

α-pinen 13,2 26,5 19,9

β-pinen 8,0 15,0 18,8

myrcen 3,4 3,7 4,7

α-phellandren 0,7 0,9 1,6

α-terpinen 4,2 2,0 2,1

limonen 4,4 3,6 4,8

p-cymen 0,8 0,6 <0,1

Linalool 0,3 0,2 0,3

Terpinen – 4 – ol 4,7 3,0 17,8


(37)

- Tempat sisa bahan pala pada saringan tersebut.

- Pasang tutup ketel dan hubungkan leher angsa dengan pipa kondensor.

- Periksa tiap sumbunya jangan sampai ada yang bocor. b. Operasi Boiler

- Isi boiler dengan air dengan ketinggian air 9 cm pada tabung kaca pengontrol nozzle.

- Isi tangki supplai air yang ada pada samping boiler. - Nyalakan burner pada posisi (spuyer) maksimum.

- Tunggu sampai destilat keluar/ menetes dari pipa pendingin dan waktu penyulingan mulai dihitung.

- Pengisian air tambahan pada boiler dilakukan bila ketinggian air pada tabung kaca pengontrol mencapai 0 cm.

- Pengisian dilakukan dengan bantuan pompa air panas sampai ketinggian air pada tabung kaca pengontrol 9 cm atau sekitar 10 Menit.

c. Pengambilan minyak pada tabung pemisah.

- Pengambilan minyak dilakukan pada jam pertama, jam ketiga, jam ketujuh dan jam terakhir.

- Cara pengambilan minyak dilakukan dengan menutup kran pengeluaran air pada alat minyak, kemudian kran tempat keluarnya minyak dibuka dan minyak yang dihasilkan ditampung dan dimasukan dahulu kedalam tabung pemisah untuk memisahkan air yang tercampur.


(38)

- Minyak yang dihasilkan dimasukkan kedalam kemasan yang kering dan tidak tembus cahaya.

d. Pembongkaran

- Pembongkaran bahan (biji pala sisa destilasi) dilakukan segera setelah ketel dingin.

- Setiap selesai penyulingan dan pembongkaran bahan, ketel harus segera dicuci bersih untuk menghindarkan pembusukan sisa bahan penyulingan yang akan mempengaruhi aroma minyak pala yang dihasilkan.

Disain alat penyuling secara umum dapat dilihat pada Gambar 11 (desain oleh Sofyan Rusli), namun demikian terdapat banyak variasi dari model dan sistim penyulingan yang dipakai oleh pengrajin minyak pala. Pada umumnya proses penyulingan minyak pala masih dilakukan secara sederhana dan mempunyai beberapa kelemahan, sehingga rendemen dan mutunya terutama kadar miristisinnya rendah. Pada studi kasus di

salah satu tempat penyulingan di Bogor yang memakai boiler terpisah

telah dilakukan usaha perbaikan diantaranya pada sistim supplai air, cara penempatan bahan, dan sistim penyebaran uapnya.

Supplai air pada boiler digunakan air panas. Agar tidak menambah

biaya bahan bakar, tangki air ditempatkan pada dinding samping boiler

tersebut. Pemasukkan air ke dalam boiler digunakan pompa air tahan

panas (Gambar 12).

Cara penempatan bahan dalam ketel penyuling disajikan pada Gambar 13. Pada tingkat kepadatan bahan yang tinggi di dalam ketel,


(39)

penyulingan tanpa fraksi menyebabkan jalannya uap ke atas kurang lancar dan kurang merata serta dapat mengakibatkan terjadinya jalur uap. Hal tersebut mengakibatkan proses pengambilan minyak dari bahan kurang optimal sehingga rendemen minyak menjadi rendah. Oleh karena itu, bahan baku yang disuling difraksi menjadi dua bagian, dan ruang kosong yang terdapat diantara dua fraksi bahan akan menghasilkan penyebaran dan kelancaran jalannya uap serta mencegah timbulnya jalur uap.

Keterangan 1.Tungku pemanas 2.Ketel

3.Pendingin 4.Tabung pemisah

Gambar 11. Disain alat penyuling

Sebelum diperbaiki Setelah diperbaiki Gambar 12. Sistem supplai/pasokan air yang dibutuhkan boiler


(40)

Sistem penyebaran uap dari boiler pada dasar ketel. Untuk mendapatkan penyebaran uap yang baik dalam proses penyulingan, maka pada dasar ketel dibuat pipa uap yang berfungsi untuk membagi uap dari boiler ke seluruh bagian secara seragam.

Hasil pengujian pada penggunaan alat penyuling yang sudah diperbaiki diketahui bahwa total produksi minyak biji pala dengan waktu penyulingan selama 24 jam adalah 18,5 liter (rendemen 8,5%, v/b). Pengujian laboratorium menunjukkan bahwa sisa minyak dalam ampas penyulingan sebesar 0,8%, b/v. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada penyulingan selama 24 jam hampir seluruh minyak dalam biji pala sudah tersuling (91,4%) sehingga secara teknis kinerja alat penyuling yang diperbaiki cukup memadai. Bila pada penyulingan tradisional lama penyulingan bisa lebih dari 30 jam, dengan alat yang sudah diperbaiki waktu penyulingan yang masih dianggap ekonomis yaitu penyulingan sampai 22 jam. Kadar myristisin dalam minyak hasil penyulingan 24 jam menjadi cukup tinggi (9,37%) (Nurdjannah dan Hidayat, 2005).

1. Tanpa fraksi 2. Dengan fraksi

Gambar 13. Cara penempatan bahan dan Alat Penyuling

Pala bubuk Pala bubuk


(41)

4. Fixed Oil (Minyak lemak)

Minyak lemak dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan cara

pengepresan dan pemanasan (heated plate in the presence of steam) dan

cara ekstraksi dengan pelarut seperti dietil eter. Kedua proses tersebut menghasilkan minyak lemak kasar dengan kandungan minyak atsiri antara 10-12%.

Minyak lemak pala adalah cairan semi padat yang aromatik ( bau dan rasa seperti pala ), warnanya orange, dinamakan concrete, expressed oil atau nutmeg butter yang mencair pada suhu 45-51oC dan mempunyai

bobot jenis 0,990–0,995. Larut penuh dalam alkohol panas, sebagian kecil dalam keadaan dingin, tetapi larut dalam eter and kloroform. Komponen dari minyak lemak pala dapat dilihat pada Tabel 10. Kalau biji pala disuling minyaknya sebelum diekstraksi minyak lemaknya, maka kadar trimyristin akan menjadi sangat besar.

1. sebelum perbaikan (tanpa pipa uap); 2. setelah perbaikan (pipa uap) Gambar 14. Sistem penyebaran uap dari boiler pada dasar ketel

uap

Pipa penyebaran uap


(42)

5. Oleroresin pala

Oleoresin adalah hasil olahan rempah-rempah berupa cairan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi rempah-rempah dengan pelarut organik. Penggunaan oleoresin memberikan keuntungan yaitu lebih higienis, steril, bebas bakteri, lavor dan aroma dapat distandarisasi, volume kecil, bebas dari serangan jamur, mengandung antioksidan alami dan bebas dari enzim. Oleoresin dapat disimpan dalam waktu yang lama

dalam kondisi yang baik (Heath dalam Susanto, 1989).

Dalam perdagangan luar negeri sudah lama dikenal mace

oleoresin (oleoresin fuli). Selain itu dikenal juga oleoresin pala yang mengandung minyak atsiri. Oleoresin diperoleh dengan cara ekstraksi biji atau fuli pala menggunakan pelarut organik seperti alkohol, metanol, aseton atau heksan. Selanjutnya dilakukan pengambilan pelarut dengan cara destilasi atau evaporasi dengan pompa vakum. Sebelum dilakukan ekstraksi dengan pelarut organik, biji pala atau fuli dihaluskan atau digiling menjadi bubuk. Banyaknya hasil oleoresin yang diperoleh tergantung pada jenis bahan pelarut yang digunakan.

Tabel 10. Komponen dalam ixed oil pala

Komponen Nilai (%)

Trimyristin 73,09

Minyak atsiri 12,5

Asam oleat (sebagai gliserida) 3,0

Asam linolenat 0,5

Komponen tidak tersabunkan 8,5

Resin 2,0


(43)

Komposisi oleoresin yang dihasilkan tergantung dari jenis bahan dan pelarut yang digunakan. Ekstraksi dengan pelarut non-polar akan menghasilkan oleoresin dengan kandungan lemak yang tinggi, terutama trimiristin. Pada ekstraksi dengan pelarut polar seperti etanol dan aseton, dihasilkan oleoresin dengan kandungan lemak rendah (Purseglove, 1981). Oleoresin pala berwarna kuning pucat dan berbentuk seperti padatan pada suhu kamar, beraroma khas. Secara umum 2,72 kg oleoresin sebanding dengan 45,45 kg pala segar (Farrel, 1985).

Mutu oleoresin pala dalam perdagangan dinilai dari banyaknya kandungan minyak atsiri dan lemak di dalamnya. Banyaknya kandungan minyak atsiri dan lemak sangat tergantung pada jenis pelarut yang digunakan. Standar mutu oleoresin pala menurut FAO disajikan pada Tabel 11.

Oleoresin juga bisa diolah dari ampas sisa penyulingan minyak pala karena sebagian besar penyulingan dilakukan menggunakan metode penyulingan dengan uap langsung. Dengan metode ini minyak pala yang dihasilkan hanya mampu menghasilkan rendemen sekitar 10 % sehingga

Tabel 11. Standar mutu oleoresin pala

*http://www.samispices.com/essential.htm

Parameter Standar

Kadar minyak atsiri > 15% *

Bobot jenis 0,880 – 0,910

Indeks bias 1,4720 – 1,4860

Putaran optik +80o - + 30o


(44)

masih terdapat sekitar 4 % minyak pala yang belum tersuling. Ampas sisa penyulingan yang masih mengandung minyak pala tersebut hanya dijadikan pupuk dan sebagian besar dibuang. Pemanfaatannya menjadi produk yang lebih menguntungkan antara lain diolah menjadi oleoresin pala.

C. Pala sebagai Bahan Makanan dan Minuman

Daging buah pala merupakan bagian terbesar dari buah pala segar yaitu sekitar 80% (Gambar 15), namun baru sebagian kecil saja yang sudah dimanfaatkan, sebagian besar hanya dibuang sebagai limbah pertanian. Daging buah pala berpotensi untuk diolah menjadi menjadi berbagai produk pangan. Berbagai produk yang sudah dikenal antara lain manisan pala, sirup pala, selai, dodol dan sebagainya. Pengolahan daging buah pala menjadi produk pangan akan meningkatkan nilai ekonomi daging buah pala yang selama ini hanya merupakan limbah.

Buah pala yang akan diolah menjadi produk olahan pala dapat dengan mudah diperoleh oleh para pengrajin/pengusaha. Karena buah pala tidak mengenal musiman, maka relatif mudah diperoleh. Para penjual buah pala biasanya langsung datang ke pasar terdekat di daerah pengrajin, bahkan penjualan ada yang diantar sampai ke depan rumah pengrajin/ pengusaha. Dilihat dari ketersediaannya, bahan penolong juga mudah diperoleh oleh para pengrajin/pengusaha di pasar-pasar tradisional.


(45)

1. Manisan Pala

Bahan baku untuk pembuatan manisan pala adalah buah pala yang segar, oleh karena itu buah pala yang hendak dipanen sebaiknya berumur (6-7) bulan sejak berbunga. Buah pala untuk manisan pala kering dipilih yang berukuran sedang sampai besar agar mudah dibentuk. Buah pala yang berukuran kecil tidak baik untuk pembuatan pala kering, namun masih dapat digunakan untuk diolah menjadi pala basah. Bahan penolong yang digunakan antara lain gula pasir, garam, bahan pengawet (Natrium bisulit) dan bahan pewarna.

Gambar 15. Buah pala dan fuli

Tabel 12. Komposisi kimia daging buah pala segar dalam 100 gram

Sumber : Rismunandar (1990)

Keterangan: tad = tidak ada atau kecil sekali

Komponen Jumlah

Air (%) 89

Protein (%) 0,3

Lemak (%) 0,3

Minyak atsiri (%) 1,1

Pati (%) 10,9

Serat kasar (%) tad

Abu (%) 0,7

Vitamin A (IU) 29,5 Vitamin C (mg) 22,0

Vitamin B1 sedikit

Ca (mg) 32,2

P (mg) 24,0


(46)

Manisan pala dapat dibuat dalam bentuk manisan pala kering dan manisan pala basah. Manisan pala kering umumnya lebih tahan lama dibandingkan manisan pala basah. Umumnya pengrajin pala lebih banyak membuat pala kering dan sebagian pengrajin juga membuat pala basah dengan memanfaatkan sisa gula dari proses pembuatan pala kering. Buah pala yang hendak diolah dipilih yang masih segar dan utuh. Lalu dilakukan pemilahan berdasarkan besar kecilnya buah pala. Buah pala berukuran sedang sampai besar digunakan untuk pembuatan manisan pala kering dan yang berukuran kecil untuk bahan baku pembuatan manisan pala basah. Mula-mula pala direndam dalam larutan garam. Larutan garam dibuat dalam sebuah drum plastik. Jumlah larutan separuh dari berat bahan yang akan diolah, jadi apabila pala yang akan direndam sebanyak 300 kg maka diperlukan larutan perendam sebanyak 150 liter dengan kandungan garam 1,5%. Buah pala yang telah disortir dan dibersihkan selanjutnya direndam larutan garam selama 1-2 malam. Perendaman pada suhu kamar dilakukan selama 1-2 malam, selanjutnya disaring dan ditiriskan. Perendaman dengan larutan garam dimaksudkan agar buah pala tidak mengalami pencoklatan saat dikupas.

Untuk membuang kulit luar sebaiknya menggunakan pisau yang tahan karat dan tajam agar buah pala yang dihasilkan tidak rusak. Setelah dikupas buah pala dibelah dan dibentuk seperti bunga. Biji yang masih terbungkus fuli dan masih berada di dalam daging buah dikeluarkan dan dikumpulkan. Daging buah pala yang telah dibuang kulitnya lalu dicuci dengan air bersih, selanjutnya direndam dalam larutan pengawet (Na-metabisulit) selama satu malam. Jumlah maksimum yang diperbolehkan


(47)

sebesar 2000 - 3000 ppm atau 0,2 - 0,3%. Selanjutnya daging buah pala direndam dalam larutan gula encer dalam drum plastik selama satu malam. Larutan gula yang digunakan dapat berasal dari gula hasil penirisan proses pembuatan manisan pala sebelumnya yang ditambahkan air secukupnya sampai seluruh daging buah terendam.

Pala yang telah direndam satu malam dalam larutan gula encer selanjutnya dicuci dan ditiriskan. Setelah ditiriskan daging buah pala dimasukkan dalam nampan plastik dan ditaburi gula sambil diaduk dengan merata. Pada tahapan ini untuk memperindah penampakan buah pala dapat diberi warna. Selanjutnya buah pala didiamkan beberapa saat agar gula menyerap kedalam daging buah. Daging pala yang telah diaduk dengan larutan gula tersebut dipindahkan dalam anyaman bambu (tempayan) dan di bawahnya disiapkan ember plastik untuk menampung air gula yang menetes. Daging pala yang sudah menyerap air gula (daging buah sudah terlihat bening) selanjutnya ditaburi dengan gula pasir sambil membuka bunga yang telah dibentuk. Manisan pala yang telah ditaburi gula selanjutnya disusun di atas anyaman bambu (Sunda:ebeg) yang dilapisi kertas semen untuk selanjutnya dikeringkan.

Pengeringan dapat dilakukan dengan sinar matahari pada siang hari, dan pada malam hari pengeringan manisan pala dilakukan dengan pengering/oven sederhana yang dipanasi dengan kompor. Proses pengeringan sangat tergantung pada panasnya sinar matahari. Biasanya pengeringan berlangsung selama 24-48 jam. Manisan pala yang sudah kering (daging buah sudah terasa keras) selanjutnya ditimbang dan dikemas ke dalam kantung-kantung plastik, kaleng dan drum. Kemasan plastik dipakai untuk volume 0,25 kg, 1 kg dan 10 kg.


(48)

Produk manisan pala kering jika disimpan pada tempat yang baik mampu bertahan sampai dengan 6 bulan, sedangkan produk manisan pala basah bertahan selama 2 minggu tanpa mengalami perubahan rasa dan warna. Produk manisan pala kering yang dihasilkan dalam satu periode produksi adalah sebanyak 300 kg dan produk manisan pala basah sebanyak 150 kg. Produk pala basah dihasilkan dari sisa buah pala yang tidak dapat dijadikan pala kering bentuk bunga karena ukuran buah terlalu kecil. Buah pala yang terlalu kecil sulit untuk dibentuk dan akan memerlukan gula lebih banyak. Buah pala yang dijadikan manisan pala basah biasanya berkisar 25% dari produksi manisan pala kering. Produk manisan pala kering dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Manisan Pala kering (Sumber, Bank Indonesia, 2004)

2. Sari Buah Pala

Aroma buah pala yang khas membuat daging buah pala sering diolah menjadi sari buah. Namun rasa sepat dan getir yang disebabkan kadar tannin yang terdapat pada daging buah mengurangi tingkat penerimaan konsumen. Untuk mengurangi rasa sepat dapat dilakukan dengan perendaman dalam larutan garam sebanyak 5% atau kapur 2%


(49)

Gambar 17. Diagram alir proses pembuatan sirup pala dengan perendaman dalam larutan garam (Djubaedah et al., 1995)

selama 12 jam (Djubaedah et al. 1995) . Selain itu bisa juga dilakukan penambahan albumin telur (putih telur) sebanyak 1% (Hadad et al. 2005). Sirup yang diperoleh dari daging buah pala dapat disimpan sampai 6 minggu tanpa terjadi pertumbuhan kapang dan penurunan kadar gula. Diagram alir pembuatan sirup pala dapat dilihat pada gambar 17 dan 18.


(50)

Gambar 18. Diagram alir proses pembuatan sirup pala dengan penambahan albumin telur (Djubaedah et al., 1995)


(51)

3. Minuman Instan Pala

Pembuatan minuman instan pala melalui dua tahapan proses yaitu proses pembuatan sari buah dan proses pengeringan. Proses pembuatan minuman dimulai dengan sortasi bahan baku yang akan diambil sari buahnya. Selanjutnya dilakukan pengupasan, yang bertujuan untuk mengurangi rasa sepat sari buah pala karena senyawa tannin banyak terdapat pada kulit buah. Selanjutnya dilakukan pemisahan kulit, biji dan fuli untuk kemudian diambil daging pala. Proses selanjutnya adalah perendaman daging buah dalam larutan garam selama 1 jam dan dilakukan blansir dengan cara direndam dalam air mendidih selama 5 menit. Setelah blansir dilakukan penghancuran daging buah pala dengan blender dengan menambahkan air, kemudian disaring dengan kain saring. Dalam pembuatan minuman instan pala ditambahkan pula bahan tambahan lainnya diantaranya sirup glukosa dan bahan pengisi dekstrin dan CMC. Diagram alir proses pembuatan minuman instan pala dapat dilihat pada gambar 20.

4. Jeli Pala

Jeli atau selai adalah produk olahan semi padat yang dibuat dari sari buah-buahan. Bahan penting dalam pembuatan jeli adalah pektin, asam dan gula dengan perbandingan yang tepat untuk menghasilkan jeli dengan karakteristik yang baik. Buah pala mengandung pectin yang cukup tinggi sehingga baik diolah menjadi jeli, terutama pada buah yang cukup tua tetapi belum terlalu matang. Buah pala yang masih muda kurang bagus untuk dipergunakan dalam pembuatan jeli karena


(52)

masih banyak mengandung pati dan kadar pektinnya rendah. Ampas dari penyaringan sari pala dapat diolah menjadi dodol atau wajik pala. Diagram alir pembuatan jeli pala dapat dilihat pada gambar 21.

Gambar 20. Diagram alir proses pembuatan minuman instan pala (Mulia dalam Susanti, L, 2004 )


(53)

(54)

5. Dodol Pala

Dodol merupakan makanan semi padat yang dibuat dari campuran beras ketan. Dodol dapat dibuat dari bubur buah pala segar atau dari ampas sisa penyaringan dalam pembuatan sirup atau jeli pala. Dalam pembuatan dodol pala, selain daging buah pala, bahan baku yang penting adalah santan kelapa dan beras ketan (Gambar 22). Persiapan buah pala adalah sebagai berikut : buah pala segar dengan tingkat kematangan optimum, yaitu umur 6-7 bulan dikupas, dibelah dan dicuci. Daging buah yang sudah dipisahkan dari fuli dan biji, kemudian direndam dalam air kapur selama 10 jam. Setelah perendaman dicuci dengan air bersih dan diblanching selama 10 – 15 menit, selanjutnya diblender dengan menambahkan air dengan perbandingan 1:1 sampai menjadi bubur buah.

Cara pembuatan dodol pala dari buah pala segar adalah sebegai berikut: santan dimasak sampai mendidih kemudian ditambahkan gula pasir dan gula merah masing-masing sebanyak 300 g sambil terus diaduk-aduk (Gambar 23). Setelah cukup kental selanjutnya dimasukkan bubur buah sebanyak 500 g dan tepung ketan sebanyak 300 g sambil terus diaduk. Sebagai penyedap bisa ditambahkan vanili. Dalam pembuatan dodol pala, bisa juga ditambahkan susu yang dimasak bersama santan.

Gambar 22. Bahan-bahan pembuatan dodol pala

Gambar 23. Pembuatan dodol pala


(55)

6. Cider/Anggur Pala

Cider biasanya merupakan minuman yang dibuat dari sari buah apel yang difermentasi. Akan tetapi cider bisa juga dibuat dari buah-buahan lain seperti daging buah pala. Daging buah pala dapat diolah menjadi cider karena mengandung karbohidrat cukup sebesar 10,9 %. Diagram alir pembuatan cider pala dapat dilihat pada gambar 24.


(56)

7. Asam cuka

Daging buah pala dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan asam cuka (asam asetat) melalui teknik fermentasi karena mengandung karbohidrat sekitar 11%. Pembuatan asam cuka dilakukan dalam dua tahap yaitu: tahap pertama fermentasi alkohol, tahap kedua fermentasi asam asetat, dilanjutkan dengan iltrasi dan pasteurisasi (Sulaiman et al. 1998).

Pada tahap fermentasi alkohol, sebanyak 11 kg daging buah pala dihancurkan menggunakan blender dengan penambahan air (perbandingan air : pala = 2 : 1), kemudian ditambahkan gula pasir 10% dan disterilisasi dengan cara perebusan pada suhu 100°C selama 30 menit. Campuran kemudian diinokulasi dengan ragi tape yaitu dengan

cara menambahkan ragi tape (Saccharomyces cereviseae) ke dalam cairan

sebanyak 10%. Selain dengan ragi tape, fermentasi bisa juga dilakukan dengan penambahan ragi instan seperti saf instan untuk pembuatan roti, dengan cara melarutkan terlebih dahulu saf instan sebanyak 150 gram dalam air hangat yang sudah ditambah gula pasir sekitar 25 gram. Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam fermentor yaitu suatu wadah yang tertutup dan disimpan selama 12 hari.

Pada tahap selanjutnya yaitu fermentasi asam asetat, dilakukan dengan cara menambahkan biang cuka 10% pada larutan dari fermentasi alkohol di atas. Selanjutnya difermentasi selama 14 hari. Fermentasi dilakukan dengan metode Orleans yang dimodiikasi dengan memberikan aerator sebagai sumber oksigen. Setelah 14 hari dilakukan iltrasi yaitu penyaringan menggunakan kertas saring. Asam cuka yang didapatkan kemudian dipasteurisasi pada suhu 60°C selama 30 menit.


(57)

8. Permen gelatin

Permen gelatin merupakan permen yang terbuat dari komponen-komponen air atau sari buah, lavor, gula dan gelatin. Bahan-bahan untuk pembuatan permen gelatin dapat dilihat pada Gambar 23. Daging buah pala dapat diolah menjadi permen gelatin karena kadar airnya tinggi dan mempunyai rasa khas. Diagram alir pembuatan permen gelatin dapat dilihat pada gambar 27.

Gambar 25. Bahan pembuatan permen gelatin

Gambar 26. Pencetakan permen gelatin pala


(58)

9. Hard Candy

Hard candy merupakan salah satu jenis permen non kristalin yang memiliki tekstur keras, penampakan mengkilat dan bening. Bahan utama permen jenis ini adalah sukrosa, air dan sirup glukosa, sedangkan

bahan tambahannya berupa lavor, pengisi, pewarna dan perasa asam.

Sirup glukosa bisa juga diganti dengan gula invert untuk penghematan. Gula invert dapat dibuat dari glukosa yang dihidrolisis menggunakan asam. Gula invert berfungsi untuk mencegah terjadinya kristalisasi

pada permen. Komponen lavor merupakan bahan yang cukup penting

sebagai bahan tambahan dalam produk pangan termasuk permen, daging buah pala maupun minyak pala dapat ditambahkan sebagai bahan untuk

menambah citarasa (lavor) permen karena mempunyai aroma dan

citarasa khas. (Amos dan Purwanto, 2002).

Gula invert dibuat dengan cara memanaskan campuran sukrosa dan air dengan perbandingan 100 : 45 sampai 80 °C, kemudian ditambahkan asam tartarat sebanyak 1% dari berat sukrosa. Pemanasan dilanjutkan hingga 100°C selama 30 menit. Setelah didinginkan, campuran tersebut dinetralkan dengan NaOH 33,33% sampai pH mencapai 5.

Pembuatan permen dilakukan dengan cara memanaskan campuran sukrosa dan air dengan perbandingan 100 : 45 hingga suhu 100°C, lalu ditambahkan gula invert dan dipanaskan sampai suhu sekitar 100°C. Selanjutnya suhu diturunkan sampai sekitar 87°C dan ditambahkan daging buah pala yang sudah diiris halus atau minyak pala sebanyak 1,5%. Campuran tersebut kemudian dituangkan ke dalam cetakan, didinginkan dan dikemas.


(59)

V. ANALISIS FINANSIAL

Analisis inansial dilakukan untuk mengetahui layak atau tidaknya usaha pengolahan produk pala dilakukan. Perhitungan dalam tulisan ini hanya dilakukan pada produk olahan pala yaitu manisan pala dan minyak biji pala, dengan pertimbangan kedua produk tersebut mempunyai pasar yang bagus dan sudah berkembang. Parameter yang digunakan antara lain adalah Net Present Value (NPV), Internal rate of Return (IRR), masa pengembalian modal (PBP) dan net B/C.

A. Manisan Pala

Komponen biaya usaha pembuatan manisan pala terdiri dari biaya investasi dan biaya modal kerja. Biaya investasi terdiri dari biaya pembuatan bangunan dan pengadaan peralatan produksi. Adapun biaya modal kerja merupakan biaya untuk operasional produksi yang terdiri dari biaya titak tetap dan biaya tetap.

Total biaya investasi untuk usaha pembuatan manisan pala adalah sebesar Rp 22.755.000 yang terdiri dari biaya investasi untuk bangunan proyek sebesar Rp 20.750.000 dan untuk pengadaan peralatan sebesar Rp 2.005.000.

Biaya produksi untuk pembuatan manisan pala terdiri dari biaya produksi langsung (biaya variabel) dan biaya overhead (biaya tetap). Biaya variabel merupakan biaya pengadaan bahan baku berupa buah pala mentah, bahan penolong, biaya kemasan serta upah tenaga kerja harian. Biaya variabel pembuatan manisan pala terdiri dari biaya untuk pembuatan manisan pala kering dan biaya untuk pembuatan manisan pala


(60)

basah. Total biaya variabel untuk produksi 300 kg manisan pala kering dalam satu kali produksi adalah sebesar Rp. 1.865.058.

Dari hasil penjualan manisan pala yang berasal dari buah pala muda dan hasil sampingnya yaitu biji dan fuli pala mampu memberikan keuntungan bersih sejak mulai tahun pertama. Pada tahun pertama kapasitas produksi sebesar 80%, tahun ke-2 sebesar 90% dan setelah tahun ke-3 berproduksi penuh 100%. Rata-rata keuntungan yang dapat diperoleh adalah sebesar Rp 26.037.557 setiap tahunnya. Asumsi yang digunakan antara lain kapasitas produksi manisan pala kering adalah 1.800 kg/bulan, dan pala basah 450 kg/bulan, dengan 10 bulan efektif/ tahun, suku bunga bank 22%, Dari hasil analisis inansial diperoleh kriteria kelayakan usaha sebagaimana terlihat pada Tabel 13. Dari tabel tersebut terlihat bahwa usaha pengolahan buah pala menjadi manisan pala layak diusahakan dan menghasilkan keuntungan yang cukup tinggi

Tabel 13. Kelayakan usaha produksi manisan pala

Sumber : Bank Indonesia (2004)

No. Kriteria Nilai Kriteria

1. NPV (22%) Rp 44.520.471

2. IRR 67,47%

3. Keuntungan penjualan 14,07 %

4. PBP 1 tahun 6 bulan


(61)

B. Minyak Pala

Pada proses pengolahan minyak pala dengan tenggang waktu 10 tahun dibutuhkan biaya investasi yang meliputi investasi tanah sebesar Rp. 37.500.000, bangunan Rp. 90.000.000 serta mesin dan peralatan Rp. 119.070.000, dengan kapasitas 21,5 ton minyak per tahun. Sedangkan biaya tetap sebesar Rp. 1.251.861.260, yang meliputi biaya tenaga kerja, pemasaran, perawatan, dll, serta biaya tidak tetap sebesar Rp. 54.784.120.000 yang meliputi biaya pembelian bahan baku dan bahan penunjang. Hasil penjualan minyak pala diperkirakan sebesar Rp. 63.210. 000.000. Asumsi-asumsi yang digunakan antara lain kapasitas produksi minyak pala 21.500 kg/tahun, tingkat harga minyak Rp. 270.000, penyulingan minyak 1 kali/hari, satu bulan 24 hari kerja, kapasitas produksi tahun pertama 85%, tahun kedua 95% dan tahun ketiga dan seterusnya berproduksi penuh (100%). Dari perhitungan tersebut diperoleh Break Even Point (titik impas) sebesar Rp. 4.539.002.486.

Dari hasil analisis inansial diperoleh kriteria kelayakan usaha pengolahan minyak pala sebagaimana terlihat pada Tabel 14. Dari tabel tersebut terlihat bahwa usaha pengolahan minyak pala layak diusahakan dan menghasilkan keuntungan yang cukup tinggi.

Tabel 14. Kelayakan uaaha produksi minyak pala

Sumber: Oryzanti (2003)

No. Kriteria Nilai Kriteria

1. NPV (30 %) Rp 880.533.521

2. IRR 33.78%

3. Keuntungan penjualan 11,34 %

4. PBP 5 tahun 4 bulan


(62)

(63)

DAFTAR PUSTAKA

Amos dan W. Purwanto. 2002. Hard candy dengan lavor dari minyak pala. Jurnal sains dan teknologi Indonesia Vol 4(5):1-6

Bank Indonesia. 2004. Sipuk Bank sentral Republik Indonesia. Aspek keuangan manisan pala. http://www.bi.go.id/sipuk/id/lm/pala/ keuangan.asp

Djubaedah, E., E. Suriadi, A. Mustafa dan A.B. Eni. 1986. Pengaruh lama penyulingan biji pala muda (Myristicafragrans, HOUTT) terhadap hasil dan sifat isiko-kimia minyak atsiri yang dihasilkan. Warta IHP. Vol 3(2):43-46.

Djubaedah, E., Tiara dan P. Astuti. 1995. Pengaruh perlakuan daging

buah pala tua (Myristicafragrans, HOUTT) terhadap mutu

sirup yang dihasilkannya. Warta IHP. Vol. 12 No. 1-2:25-29) Dorman, H.J, Damien, D. Stanley G. 2004. Chemical composition,

antimicrobial and in vitro antioxidant properties of Monarda citriodora var. Citriodora, Myristica fragrans, Oreganum vulgare ssp. Hirtum, Pelargonium sp. and Thymus Zygis Oils. Journal of Essential Oil Research : Mar/Apr

Farrel, K.T. 1985. Spices, Condiments and Seasonings. AVI Publ. Co. Westport Connecticut. 413p.

Fras, I. and M.D. Binghamton 1969. Hallucinogenic Effects of Nutmeg in Adolescent. New York State Journal of Medicine, 69; 468-465.

Hadad, E.A., S. Suhirman dan Lince. 2005. Pengaruh jenis bahan penghilang tannin dan pemilihan jenis pala terhadap sari buah pala. Buletin Tanaman rempah dan Obat Vol XVII. No. 1 (39 – 52)


(64)

Jukic, M., O. Politeo and M. Milos. 2006. Chemical composition and antioxidant effect of free volatile aglycones from nutmeg (Myristica fragrans Houtt.) compared to its essential oil. Croatia Chemica Acta CCACAA 79(2):209-214.

Lancashire R. J. 2002. Natural Products in Carribean Folk medicine. Essential Oil Research, 14, 6-9. C.E. Seafort, UWI Press, revised 1991.

Librianto, B.Y. 2004. Ekstraksi oleoresin pala (Myristica fragrans

Houtt) dari ampas penyulingan minyak pala menggunakan pelarut organic. Skripsi Fateta. IPB.

Marcelle, G.B. 1975. Production, handling and processing of nutmeg and mace and their utility uses. Corporate Document

Repository. FAO of UN. http://www.fao.org/docrep/x5047E/ x5047E03.htm

Nurdjannah, N. dan T. HIdayat. 2005. Perbaikan desain ala penyulingan pala di cikereteg. Laporan. Unpublished. Nurdjannah, N., Risfaheri, T. Hidayat dan S. Yuliani. 2000.

Peningkatan mutu lada dan diversiikasi produk pala. Laporan Kerjasama antara Balitro dan BPPT

Oryzanti, P. 2003. Sistem penunjang keputusan kelayakan investasi

agroindustri minyak pala (Myristica fragrans) di Bogor, Jawa

Barat. Skripsi fateta. IPB.

Purseglove, J.W., E.G. Brown., C.L. Green and S.R.J. 1981. Spices: Nutmeg and Mace. Vol. I. Longman Inc. New York. P. 174-228.

Rismunandar, 1990. Budidaya dan Tataniaga pala. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Cetakan kedua.

Rudglev, R. (1998). Nutmeg. The Encyclopedia of Psychoactive Substances. http://www.moodfoods.com/nutmeg/index.html


(65)

Samiran, 2006. Cara alami mengundang kantuk. Majalah Intisari. Edisi No.517 ; XLIII. http://www.intisari-online.com

Somaatmadja, D. 1984. Penelitian dan Pengembangan Pala dan Fuli. Komunikasi No. 215. BBIHP. Bogor. 12 hal.

Sulaiman, M.I., A. Anhar dan Mustafa. 1998. Daging buah pala (Myristica fragrans Houtt) sebagai alternative baru bahan baku pembuatan asam cuka secara fermentasi. Fak. Pertanian Universitas Syah Kuala. NAD.

Suryaningsih, I. 1989. mempelajari proses pembuatan cider pala (Myristica fragrance Hout). Skripsi. Fateta. IPB

Susanti, L. 2004. Pembuatan minuman instan pala (Myristica fragrans

Houtt) dengan menggunakan alat pengering semprot. skripsi. Fateta IPB. 89p.

Susanto, E. 1989. Perkembangan ekstraksi oleoresin jahe. Warta IHP. Vol. 6 (1):28-32.

Weil, A.T., 1966. The use of Nutmeg as a Psychotropic Agent. Buletin on Narcotica, Issue 4-002.

Weiss, E.A. 1997. Essential Oil Crops Chapter 7: Myristicaceae. http://en.wikipedia.org/wiki/Nutmeg

http://www.fao.org/docrep/v4084e/v4084e0d.htm#derivatives of nutmeg and mace market overview.


(1)

basah. Total biaya variabel untuk produksi 300 kg manisan pala kering dalam satu kali produksi adalah sebesar Rp. 1.865.058.

Dari hasil penjualan manisan pala yang berasal dari buah pala muda dan hasil sampingnya yaitu biji dan fuli pala mampu memberikan keuntungan bersih sejak mulai tahun pertama. Pada tahun pertama kapasitas produksi sebesar 80%, tahun ke-2 sebesar 90% dan setelah tahun ke-3 berproduksi penuh 100%. Rata-rata keuntungan yang dapat diperoleh adalah sebesar Rp 26.037.557 setiap tahunnya. Asumsi yang digunakan antara lain kapasitas produksi manisan pala kering adalah 1.800 kg/bulan, dan pala basah 450 kg/bulan, dengan 10 bulan efektif/

tahun, suku bunga bank 22%, Dari hasil analisis inansial diperoleh

kriteria kelayakan usaha sebagaimana terlihat pada Tabel 13. Dari tabel tersebut terlihat bahwa usaha pengolahan buah pala menjadi manisan pala layak diusahakan dan menghasilkan keuntungan yang cukup tinggi

Tabel 13. Kelayakan usaha produksi manisan pala

Sumber : Bank Indonesia (2004)

No. Kriteria Nilai Kriteria

1. NPV (22%) Rp 44.520.471

2. IRR 67,47%

3. Keuntungan penjualan 14,07 %

4. PBP 1 tahun 6 bulan


(2)

B. Minyak Pala

Pada proses pengolahan minyak pala dengan tenggang waktu 10 tahun dibutuhkan biaya investasi yang meliputi investasi tanah sebesar Rp. 37.500.000, bangunan Rp. 90.000.000 serta mesin dan peralatan Rp. 119.070.000, dengan kapasitas 21,5 ton minyak per tahun. Sedangkan biaya tetap sebesar Rp. 1.251.861.260, yang meliputi biaya tenaga kerja, pemasaran, perawatan, dll, serta biaya tidak tetap sebesar Rp. 54.784.120.000 yang meliputi biaya pembelian bahan baku dan bahan penunjang. Hasil penjualan minyak pala diperkirakan sebesar Rp. 63.210. 000.000. Asumsi-asumsi yang digunakan antara lain kapasitas produksi minyak pala 21.500 kg/tahun, tingkat harga minyak Rp. 270.000, penyulingan minyak 1 kali/hari, satu bulan 24 hari kerja, kapasitas produksi tahun pertama 85%, tahun kedua 95% dan tahun ketiga dan seterusnya berproduksi penuh (100%). Dari perhitungan tersebut diperoleh Break Even Point (titik impas) sebesar Rp. 4.539.002.486.

Dari hasil analisis inansial diperoleh kriteria kelayakan usaha

pengolahan minyak pala sebagaimana terlihat pada Tabel 14. Dari tabel tersebut terlihat bahwa usaha pengolahan minyak pala layak diusahakan dan menghasilkan keuntungan yang cukup tinggi.

Tabel 14. Kelayakan uaaha produksi minyak pala

No. Kriteria Nilai Kriteria 1. NPV (30 %) Rp 880.533.521

2. IRR 33.78%

3. Keuntungan penjualan 11,34 %

4. PBP 5 tahun 4 bulan


(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amos dan W. Purwanto. 2002. Hard candy dengan lavor dari minyak

pala. Jurnal sains dan teknologi Indonesia Vol 4(5):1-6 Bank Indonesia. 2004. Sipuk Bank sentral Republik Indonesia. Aspek

keuangan manisan pala. http://www.bi.go.id/sipuk/id/lm/pala/ keuangan.asp

Djubaedah, E., E. Suriadi, A. Mustafa dan A.B. Eni. 1986. Pengaruh lama penyulingan biji pala muda (Myristicafragrans,

HOUTT) terhadap hasil dan sifat isiko-kimia minyak atsiri

yang dihasilkan. Warta IHP. Vol 3(2):43-46.

Djubaedah, E., Tiara dan P. Astuti. 1995. Pengaruh perlakuan daging buah pala tua (Myristicafragrans, HOUTT) terhadap mutu sirup yang dihasilkannya. Warta IHP. Vol. 12 No. 1-2:25-29) Dorman, H.J, Damien, D. Stanley G. 2004. Chemical composition,

antimicrobial and in vitro antioxidant properties of Monarda citriodora var. Citriodora, Myristica fragrans, Oreganum vulgare ssp. Hirtum, Pelargonium sp. and Thymus Zygis Oils. Journal of Essential Oil Research : Mar/Apr

Farrel, K.T. 1985. Spices, Condiments and Seasonings. AVI Publ. Co. Westport Connecticut. 413p.

Fras, I. and M.D. Binghamton 1969. Hallucinogenic Effects of Nutmeg in Adolescent. New York State Journal of Medicine, 69; 468-465.

Hadad, E.A., S. Suhirman dan Lince. 2005. Pengaruh jenis bahan penghilang tannin dan pemilihan jenis pala terhadap sari buah pala. Buletin Tanaman rempah dan Obat Vol XVII. No. 1 (39 – 52)


(5)

Jukic, M., O. Politeo and M. Milos. 2006. Chemical composition and antioxidant effect of free volatile aglycones from nutmeg (Myristica fragrans Houtt.) compared to its essential oil. Croatia Chemica Acta CCACAA 79(2):209-214.

Lancashire R. J. 2002. Natural Products in Carribean Folk medicine. Essential Oil Research, 14, 6-9. C.E. Seafort, UWI Press, revised 1991.

Librianto, B.Y. 2004. Ekstraksi oleoresin pala (Myristica fragrans

Houtt) dari ampas penyulingan minyak pala menggunakan pelarut organic. Skripsi Fateta. IPB.

Marcelle, G.B. 1975. Production, handling and processing of nutmeg and mace and their utility uses. Corporate Document

Repository. FAO of UN. http://www.fao.org/docrep/x5047E/ x5047E03.htm

Nurdjannah, N. dan T. HIdayat. 2005. Perbaikan desain ala penyulingan pala di cikereteg. Laporan. Unpublished. Nurdjannah, N., Risfaheri, T. Hidayat dan S. Yuliani. 2000.

Peningkatan mutu lada dan diversiikasi produk pala. Laporan

Kerjasama antara Balitro dan BPPT

Oryzanti, P. 2003. Sistem penunjang keputusan kelayakan investasi agroindustri minyak pala (Myristica fragrans) di Bogor, Jawa Barat. Skripsi fateta. IPB.

Purseglove, J.W., E.G. Brown., C.L. Green and S.R.J. 1981. Spices: Nutmeg and Mace. Vol. I. Longman Inc. New York. P. 174-228.

Rismunandar, 1990. Budidaya dan Tataniaga pala. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Cetakan kedua.

Rudglev, R. (1998). Nutmeg. The Encyclopedia of Psychoactive Substances. http://www.moodfoods.com/nutmeg/index.html


(6)

Samiran, 2006. Cara alami mengundang kantuk. Majalah Intisari. Edisi No.517 ; XLIII. http://www.intisari-online.com

Somaatmadja, D. 1984. Penelitian dan Pengembangan Pala dan Fuli. Komunikasi No. 215. BBIHP. Bogor. 12 hal.

Sulaiman, M.I., A. Anhar dan Mustafa. 1998. Daging buah pala (Myristica fragrans Houtt) sebagai alternative baru bahan baku pembuatan asam cuka secara fermentasi. Fak. Pertanian Universitas Syah Kuala. NAD.

Suryaningsih, I. 1989. mempelajari proses pembuatan cider pala (Myristica fragrance Hout). Skripsi. Fateta. IPB

Susanti, L. 2004. Pembuatan minuman instan pala (Myristica fragrans

Houtt) dengan menggunakan alat pengering semprot. skripsi. Fateta IPB. 89p.

Susanto, E. 1989. Perkembangan ekstraksi oleoresin jahe. Warta IHP. Vol. 6 (1):28-32.

Weil, A.T., 1966. The use of Nutmeg as a Psychotropic Agent. Buletin on Narcotica, Issue 4-002.

Weiss, E.A. 1997. Essential Oil Crops Chapter 7: Myristicaceae. http://en.wikipedia.org/wiki/Nutmeg

http://www.fao.org/docrep/v4084e/v4084e0d.htm#derivatives of nutmeg and mace market overview.