5.2 Diskusi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel self-efficacy memiliki pengaruh yang signifikan terhadap self-regulated learning dengan nilai koefisien regresi
sebesar adalah 0,478, artinya variabel self-efficacy secara positif signifikan mempengaruhi self-regulated learning. Jadi, semakin tinggi self-efficacy maka
semakin tinggi self-regulated learning, dan dalam hal ini secara statistik signifikan self-efficacy terhadap self-regulated learning. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman et al. yang menyatakan bahwa self- efficacy untuk self-regulated learning berhubungan secara positif dengan self-
efficacy untuk prestasi akademik Zimmerman et al, 1992;. Zimmerman Martinez-Pons, 1988 dalam Joo, 2000.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh persentase sebesar 9,5 mahasiswa psikologi UIN berada pada kategori self-regulated learning yang tinggi. Artinya
dalam penelitian ini baru sedikit mahasiswa yang memiliki dan menggunakan kemampuan self-regulated learning dengan efektif. Kemudian sebesar 47
berada pada kategori rendah dan sebanyak 43,5 subjek berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan mahasiswa psikologi UIN kurang menggunakan
potensinya untuk memonitor, mengatur dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilakunya dalam proses belajar, karena hanya 8 dari mahasiswa psikologi UIN
mempunyai self-efficacy yang tinggi. Hal ini membuktikan belum maksimalnya mahasiswa psikologi UIN dalam membangun dan menghadapi kesulitan-kesulitan
dalam lingkungan akademis.
Pada penelitian ini terdapat empat komponen pada kecemasan akademis, diantaranya komponen psikologis, komponen motorik, komponen kognitif, dan
komponen somatik. Dari empat komponen tersebut hanya satu komponen yang signifikan terhadap self-regulated learning yaitu komponen kognitif dengan nilai
koefisien regresi sebesar -0.175, artinya komponen kognitif dari variabel kecemasan akademis secara negatif signifikan mempengaruhi self-regulated
learning. Jadi, semakin tinggi komponen kognitif dari variabel kecemasan akademis, maka semakin rendah self-regulated learning. Hal ini sejalan dengan
penelitian terdahulu, yang secara keseluruhan membahas mengenai kecemasan akademis terhadap self-regulated learning, bukan kecemasan akademis pada
masing-masing dimensinya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi 2009 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan
akademis dengan self-regulated learning siswa Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional RSBI di SMA Negeri 3 Surakarta ditunjukkan dengan angka
koefisien korelasi sebesar rxy=-0,294 dengan tingkat signifikansi p=0,002 p0,01. Tanda negatif pada koefisien korelasi menunjukkan bahwa terdapat
hubungan negatif antara kecemasan akademis dengan self-regulated learning. Kondisi tersebut berarti semakin tinggi kecemasan akademis maka akan semakin
rendah self-regulated learning, begitu pula sebaliknya, semakin rendah kecemasan akademis maka akan semakin tinggi self-regulated learning yang
dimiliki siswa. Nilai signifikansi diperoleh sebesar 0,002 dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,01. Nilai signifikansi menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara kecemasan akademis dengan self-regulated learning.
Berdasarkan rata-rata empirik komponen kognitif dari variabel kecemasan akademis yang diperoleh sebesar 75 yang berarti saat dilakukan penelitian rata-
rata mahasiswa psikologi UIN berada pada kategori sedang, artinya individu kurang menunjukkan adanya dorongan pikiran dan perasaan akan ketakutan dalam
menghadapi tugas dan aktivitas akademis sehingga pola pikir, respon fisik dan perilaku pun tidak terganggu. Secara kognitif, mahasiswa psikologi UIN yang
merasa cemas akan terus mengkhawatirkan segala macam masalah yang mungkin terjadi, sehingga ia akan sulit untuk berkonsentrasi atau mengambil keputusan,
bingung, dan menjadi sulit untuk mengingat kembali. Kebijakan dari Fakultas Psikologi untuk membuat mahasiswanya menjadi
lebih berkualitas, sementara itu padatnya jadwal dan tugas-tugas yang taraf kesulitannya lebih tinggi, memaksa mahasiswa psikologi UIN harus berusaha
lebih keras memenuhi tuntutan tersebut. Kecemasan akan berpengaruh pada performa mahasiswa di universitas, terutama pada proses belajar. Terlihat bahwa
mahasiswa psikologi UIN harus menerapkan self-regulated learning selama kegiatan akademis berlangsung, seperti menetapkan tujuan pendidikan atau
subtujuan dan merencanakan langkah selanjutnya, pengaturan waktu dan menyelesaikan aktivitas yang berhubungan dengan perkuliahan akademik dengan
bertujuan untuk mengurangi kecemasan akademik. Selain menggunakan variabel self-efficacy dan kecemasan akademis, peneliti
menambahkan variabel angkatan grades dan jenis kelamin. Pada hasil penelitian mengenai pengaruh variabel angkatan grades dan jenis kelamin terhadap self-
regulated learning, tidak terdapat satupun yang berpengaruh. Hasil penelitian ini
tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman Martinez-Pons 1990 menunjukkan hasil analisis mengenai perbedaan jenis
kelamin dalam penggunaan strategi self-regulated learning bahwa secara signifikan perempuan lebih mengingat dan memonitor diri, mengatur dan
merencanakan tujuannya dibandingkan laki-laki. Selanjutnya, di dalam penelitian ini juga ditemukan hasil bahwa strategi self-regulated learning berkaitan secara
signifikan dengan tingkatan grades dalam sekolah Zimmerman Martinez- Pons, 1990. Variabel grades angkatan tidak memberi sumbangan varians sama
sekali, dan variabel jenis kelamin hanya memberi sumbangan atau pengaruh sebesar 0,1 bagi self-regulated learning mahasiswa psikologi UIN. Berdasarkan
penelitian ini sebanyak 47 atau 94 responden memiliki self-regulated learning yang rendah yang artinya mahasiswa psikologi UIN Jakarta masih sedikit sekali
memiliki strategi dalam belajar yang efektif.
5.3 Saran