BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang masalah mencakup paparan fenomena yang terjadi serta hasil beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian
self-regulated learning, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan tertinggi dituntut untuk menghasilkan lulusan-lulusan yang berkualitas, berpotensi, dan memiliki
keterampilan dalam bidangnya masing-masing. Oleh karena itu, mahasiswa diharapkan bukan saja mampu menyerap kuliah yang diterimanya melainkan
mampu mengembangkan apa yang diterima dosen secara kreatif. Sukses tidaknya seorang mahasiswa di perguruan tinggi sangat dipengaruhi oleh semangat hidup
yang tinggi, rasa optimis yang besar, dan motif sukses yang tinggi pula sehingga diharapkan mahasiswa dapat sukses dalam menjalani kehidupan di perguruan
tinggi dan mempunyai prestasi yang optimal. Untuk mencapai semua itu ada kalanya mahasiswa akan mengalami
permasalahan dalam kehidupan kesehariannya. Permasalahan tersebut akan diselesaikan sendiri oleh mahasiswa karena merupakan tuntutan dan tanggung
jawab yang harus dijalani, sehingga mahasiswa harus mampu menyesuaikan diri terhadap keadaan sekitarnya. Selama menuntut ilmu di perguruan tinggi,
mahasiswa tidak akan terlepas dari keharusan mengerjakan tugas-tugas studi.
Dosen pasti memberikan tugas dengan batas waktu tertentu untuk pengumpulan tugas. Oleh karena itu, seorang mahasiswa harus menggunakan rentang waktu
yang optimal dengan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas-tugas studinya. Namun pada kenyataannya, fenomena yang terjadi tidak semua mahasiswa
menyadari bahwa diperlukan langkah-langkah sistematis agar proses belajar efisien dan dapat mencapai sasaran yang diinginkan, yaitu penguasaan materi
kuliah serta dalam mencapai prestasi yang tinggi. Sebagai contoh, banyak mahasiswa yang belajar hanya ketika ujian saja, itupun dengan cara sistem kebut
semalaman, bahkan tak jarang mereka belajar hingga larut malam karena banyaknya materi yang harus dipelajari. Mungkin bagi beberapa mahasiswa hal
ini tidak menjadi masalah, karena mungkin mereka tetap mendapat nilai yang cukup bagus, namun tentunya tidak optimal atau sesuai dengan kemampuan yang
mereka miliki. Hal ini tentunya sangat disayangkan karena mereka tidak memperoleh hasil yang seharusnya bisa mereka dapatkan, karena bagaimanapun
juga hasil yang optimal hanya akan didapat melalui usaha yang maksimal. Berdasarkan perhitungan terhadap data yang berhasil didapatkan dari arsip
akademik Fakultas Psikologi UIN Jakarta mulai dari angkatan 2007 sampai angkatan 2010 diketahui bahwa banyak mahasiswa yang mengulang mata kuliah
prasyarat, dapat dilihat di tabel berikut:
Tabel 1.1 Data mahasiswa yang mengulang mata kuliah prasyarat
Angkatan Mata Kuliah Prasyarat
Statistik I Psikologi
Umum I Bahasa Arab I
Bahasa Inggris I
Metodologi Penelitian I
2007 10,86
11,4 30
75 11,4
2008 8,63
12,6 28,9
40 12
2009
0,84,
15,5 51
44,5 21
2010
30,86
55 25,9
35 35,8
Sumber: tata usaha bagian Akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011
Dengan terhambatnya mahasiswa pada mata kuliah prasyarat, maka hal ini dapat menghambat waktu yang dibutuhkan mahasiswa untuk menyelesaikan
perkuliahannya hingga menjadi sarjana. Dalam mata kuliah prasyarat, pemahaman yang baik terhadap tiap materi sangat dibutuhkan, karena antara materi yang satu
dengan materi lain saling berkesinambungan. Apabila mahasiswa belum memahami materi yang diajarkan, maka ia akan menemui kesulitan pula dalam
memahami materi selanjutnya. Apalagi saat ini Kebijakan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta melakukan reformasi akademik dengan meningkatkan standar kelulusan yang lebih tinggi dibandingkan standar kelulusan yang selama ini berlaku di
Fakultas Psikologi sebagai upaya untuk meningkatkan mutu alumni psikologi yang lebih berkualitas. Prestasi akademik dalam pendidikan tinggi lebih banyak
ditentukan oleh ikhtiar 75 daripada tingkat kecerdasan 25. Hal ini karena mahasiswa yang masuk ke perguruan tinggi sudah terseleksi. Ikhtiar yang
dimaksud disini adalah tugas membaca. Tugas bacaan yang dimaksud adalah
bacaan dalam bahasa Inggris. Berupa artikel dari jurnal internasional atau sub topik dari buku yang berbahasa Inggris. Adapun jumlah artikel yang ditugaskan
minimal satu artikel dalam satu semester Umar, 2010. Untuk
mengatasi permasalahan
yang dikemukakan
diatas, tentu
membutuhkan pengaturan diri yang baik pada mahasiswa atau dengan kata lain regulasi pada mahasiswa. Hasil belajar yang optimal dan prestasi dapat dicapai
salah satunya melalui kemampuan mahasiswa untuk mengatur dirinya dalam kegiatannya. Mahasiswa perlu untuk mampu mengorganisir dirinya sehingga
dengan kondisi yang seperti ini, mereka mampu menjalani dan bahkan bisa mencapai hasil yang optimal. Di dalam proses belajar, cara mahasiswa mengelola
atau mengatur aktivitas belajarnya secara aktif, mandiri, dan bertanggung jawab termasuk di dalamnya menyeleksi informasi, merencanakan langkah-langkah
dalam usaha memahami informasi, meninjau kembali, dan mengawasi pemahaman yang terjadi dipandang sebagai aspek penting yang ikut menentukan
hasil belajar. Regulasi diri yang diterapkan dalam proses belajar dikenal dengan self-
regulated learning. Menurut Zimmerman 1989, self-regulated learning pada mahasiswa dapat digambarkan melalui tingkatan atau derajat yang meliputi
keaktifan berpartisipasi baik itu secara metakognisi, motivasional, maupun perilaku dalam proses belajar. Self-regulated learning penting untuk diteliti,
mengingat mahasiswa harus mengatur diri supaya prestasi akademiknya sesuai dengan yang diharapkan. Proses metakognitif adalah proses dimana mahasiswa
mampu mengarahkan
dirinya saat
belajar, mampu
merencanakan,
mengorganisasikan, mengarahkan diri sendiri, dan melakukan evaluasi diri pada berbagai tingkatan selama proses perolehan informasi. Perilaku yang ditunjukkan
mahasiswa dalam proses belajar terutama penerapan strategi self-regulated learning dipengaruhi kondisi eksternal lingkungan dan internal person atau
individu. Winne dalam Santrock, 2009 menyatakan karakteristik dari pelajar yang
mempunyai regulasi diri dalam pembelajaran diantaranya bertujuan memperluas pengetahuan dan menjaga motivasi, menyadari keadaan emosi mereka dan punya
strategi untuk mengelola emosinya, secara periodik memonitor kemajuan ke arah tujuannya, menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan yang
mereka buat, mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan adaptasi yang diperlukan. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Pintrich dan
De Groot 1990, dalam konteks yang berbeda, mendapati bahwa para siswa yang memiliki self-regulated learning menggunakan motivasi instrinsik dan self-
efficacy yang besar. Salah satu faktor yang mempengaruhi self-regulated learning menurut
Zimmerman Schunk 2001 dan Pintrich dan Schunk 2002 adalah self-efficacy dalam Santrock, 2009. Self-efficacy merupakan salah satu faktor internal penting
yang dapat mempengaruhi prestasi akademis seseorang. Menurut Bandura 1986, self-efficacy merupakan penilaian seseorang terhadap kemampuannya untuk
menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas-tugas khusus yang dihadapi.
Self-efficacy dalam self-regulated learning mengacu pada kemampuan mahasiswa untuk menggunakan berbagai strategi self-regulated learning seperti
pemantauan diri, evaluasi diri, penetapan tujuan dan perencanaan, konsekuensi diri, dan restrukturisasi. Zimmerman et al. mengamati bahwa self-efficacy untuk
self-regulated learning berhubungan secara positif dengan self-efficacy Zimmerman et al, 1992;. Zimmerman Martinez-Pons, 1988 dalam Joo, 2000.
Dimana seseorang yang mempunyai self-efficacy tinggi maka self-regulated learning-nya juga tinggi. Begitupun sebaliknya, seseorang yang memiliki self-
efficacy rendah, maka ia juga mempunyai self-regulated learning-nya juga rendah. Seseorang yang mempunyai self-efficacy tinggi mereka percaya dapat secara
efektif menghadapi kejadian-kejadian dan situasi tertentu, karena mereka mengharapkan kesuksesan dalam menghadapi rintangan, mereka tekun pada
tugas. Individu ini mempunyai kepercayaan diri yang sangat bagus pada kemampuan mereka. Self-efficacy yang tinggi mengurangi rasa takut,
mempertinggi aspirasi, dan memperbaiki pemecahan masalah, dan mampu berfikir analitik Schultz, 2005.
Berbeda dengan individu yang tidak memiliki self-efficacy yang tinggi, diartikan mereka sama saja berhadapan dengan kegagalan karena yang ada dalam
pikiran mereka hanyalah tentang perasaan gagal. Perasaan gagal inilah yang akan menyebabkan kecemasan Zimmerman,1989. Kecemasan merupakan respon
pengalaman yang dirasakan tidak menyenangkan dan diikuti perasaan gelisah, khawatir, dan takut. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa kecemasan
merupakan aspek subjektif emosi seseorang melibatkan faktor perasaan
Prasetyo Febriana, 2008. Individu yang cemas menunjukkan gejala fisik seperti otot tegang, gemetar, berkeringat dan jantung berdetak cepat Ottens,
1991. Kecemasan, khususnya kecemasan akademis yang dialami mahasiswa
termanifestasi dalam perilaku yang kurang tepat, seperti adanya prokrastinasi yang mengganggu proses belajar. Mahasiswa yang cemas menunjukkan adanya
kesulitan khusus dalam menerima dan mengolah informasi sehingga kehilangan proses pengaturannya, dimana melibatkan memori jangka pendek dan jangka
sedang Tobias, 1992 dalam Matthews dkk., 2000. Fakta tersebut sesuai dengan penelitian laboratorium dan terapan yang menunjukkan bahwa kecemasan
mengurangi keaktifan dalam pengaturan kembali informasi dalam memori Naveh-Benjamin dkk., 1997 dalam Matthews dkk., 2000.
Kecemasan digambarkan sebagai keprihatinan, ketakutan, dan tekanan yang disertai dengan gejala gemetar, berkeringat, sakit kepala, atau gangguan
pencernaan Conger, 1993. Apabila kondisi tersebut berlarut-larut, maka mahasiswa tidak mampu mencapai prestasi akademis yang telah ditargetkan.
Kecemasan memiliki nilai positif asalkan intensitasnya tidak begitu kuat. Kecemasan yang ringan dapat merupakan motivasi.
Kecemasan yang sangat kuat bersifat negatif, sebab dapat menimbulkan gangguan secara psikis maupun fisik Sukmadinata, 2003. Kecemasan cenderung
mengganggu proses belajar dan prestasi dalam pendidikan, bahkan mengganggu perhatian, working memory, dan retrieval Zeidner, 1998 dalam Matthews dkk.,
2000. Kecemasan akademis membawa konsekuensi negatif terhadap self-
regulated learning Zimmerman, 1989. Kecemasan berpengaruh pada fungsi kognitif yang selanjutnya termanifestasi dalam perilaku selama proses belajar
Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi 2009 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan akademis dengan self-regulated
learning siswa Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional RSBI di SMA Negeri 3 Surakarta ditunjukkan dengan angka koefisien korelasi sebesar rxy=-0,294 dengan
tingkat signifikansi p=0,002 p0,01. Tanda negatif pada koefisien korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kecemasan akademis
dengan self-regulated learning. Kondisi tersebut berarti semakin tinggi kecemasan akademis maka akan semakin rendah self-regulated learning, begitu pula
sebaliknya, semakin rendah kecemasan akademis maka akan semakin tinggi self- regulated learning yang dimiliki siswa. Nilai signifikansi diperoleh sebesar 0,002
dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,01. Nilai signifikansi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kecemasan akademis dengan self-regulated
learning. Selain self-efficacy dan kecemasan akademis, self-regulated learning juga
dipengaruhi oleh gender dan tingkatan semester grades. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman Martinez-Pons 1990 menunjukkan hasil analisis
mengenai perbedaan jenis kelamin dalam penggunaan strategi self-regulated learning bahwa secara signifikan perempuan lebih mengingat dan memonitor diri,
mengatur dan merencanakan tujuannya dibandingkan laki-laki. Selanjutnya, di dalam penelitian tersebut juga ditemukan hasil bahwa strategi self-regulated
learning berkaitan secara signifikan dengan tingkatan grades dalam sekolah Zimmerman Martinez-Pons, 1990.
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi mahasiswa psikologi, maka peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh antara self-efficacy dan kecemasan akademis
terhadap self-regulated learning pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta. Selain itu peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh
gender dan tingkatan semester grades terhadap self-regulated learning mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta.
1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah 1.2.1 Perumusan Masalah