Absorpsi Ekskresi Toksisitas Sifat Farmakologi

Formaldehid bergabung dengan protein dari jaringan sehingga membuatnya keras dan tidak larut dalam air. Keadaan ini mencegah pembusukan dari spesimen Sihombing, 1996. Suhu tinggi mempercepat volatilisasi atau penguapan formaldehid dan juga mempercepat pembentukan senyawa formaldehid. Sebenarnya formaldehid yang terdapat pada cumi kering juga terbentuk akibat proses pemanasan dan pendidihan. Hal ini menunjukkan bahwa proses memasak dapat mempercepat produksi formaldehid. Dari hasil data penelitian penentuan formaldehid pada cumi menggunakan metode HPLC menunjukan bahwa hasil dari metode HPLC dapat digunakan untuk menentukan formaldehid dari cumi dan juga produk makanan lainnya dengan memberi hasil yang memuaskan Li, 2007.

2.1.3. Sifat Farmakologi

A. Absorpsi

Absorpsi dari saluran pernapasan sangat cepat, absorpsi dari saluran pencernaan juga cepat, namun absorpsi lambat bila dikonsumsi dengan makanan. Jika formaldehid dimetabolisme menjadi asam format, dapat menyebabkan ketidakseimbangan asam basa dan sejumlah efek sistemik. Reaksi-reaksi yang terjadi secara alamiah, terdapat di dalam hati. Methanol yang kadang-kadang disebut sebagai alkohol kayu, sangat beracun. Jika methanol masuk ke dalam tubuh, senyawa ini cepat diserap ke aliran darah dan diangkut ke hati untuk dioksidasi menjadi formaldehid. Formaldehid merupakan senyawa yang sangat reaktif. Senyawa ini menghancurkan daya katalis enzim dan menyebabkan jaringan hati mengeras. Jika methanol dicerna, terjadi kebutaan sementara atau tetap karena kerusakan saraf mata Gosselin, 1976.

B. Ekskresi

Hampir semua jaringan di tubuh mempunyai kemampuan untuk memecah dan memetabolisme formaldehid. Salah satunya membentuk asam format dan dikeluarkan melalui urin. Formaldehid dapat dikeluarkan sebagai CO 2 dari dalam tubuh. Tubuh juga diperkirakan bisa memetabolisme formaldehid bereaksi dengan DNA atau protein untuk membentuk molekul yang lebih besar sebagai bahan tambahan DNA atau protein tubuh Gosselin, 1976.

C. Toksisitas

Menurut WHO maupun US-EPA, Reference dose RfD untuk FA adalah 0.2 mg per kilogram per hari. RfD istilah versi WHO untuk RfD adalah acceptable daily intake, ADI adalah jumlah maksimun suatu zat asing yang dapat masuk ke dalam tubuh setiap harinya tanpa menimbulkan efek samping yang merugikan. Anonim, 2009 . Nilai acuan dari WHO untuk masyarakat umum 0,1 ppm. Nilai acuan dari WHO untuk pajanan pekerjaan 1 ppm selama 5 menit, dengan tidak lebih dari 8 puncak dalam satu periode bekerja sampai 8 jam. Efek iritan dapat terjadi pada konsentrasi 1—3 ppm ke atas. Pajanan terhadap konsentrasi di atas 10 ppm dapat mengakibatkan iritasi yang parah pada mata dan saluran pernapasan. Batas keselamatan kerja 1 ppm di AS. Dengan demikian, semua tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menghindari inhalasi senyawa ini selama penanganannya. NIOSH IDLH: 20 ppm Fauziah, 2005. Toksisitas formaldehid telah dievaluasi oleh berbagai organisasi ternama seperti IARC International Agency for Research on Cancer, ATSR Agency for Toxic Substances and Disease Registry, USA, dan IPCS International Programme on Chemical Safety. Aldehid-aldehid toksik yang bersifat volatil terutama formaldehid telah diklasifikasi oleh International Agency For Researh On Cancer IARC kedalam kelompok senyawa pertama yang beresiko menyebabkan kanker. Hasil evaluasi semua organisasi tersebut memberikan kesimpulan yang sama bahwa formaldehid merupakan suatu karsinogen dapat menyebabkan kanker. Status terakhir yang diberikan oleh IARC menunjukan adanya data epidemiologi terbaru yang merujuk pada kesimpulan bahwa formaldehid positif dapat menyebabkan kanker saluran pernafasan pada manusia. Kesimpulan ini merupakan peningkatan dari status sebelumnya pada tahun 1995 Uzairu, A et al. 2009. Berdasarkan penelitian sebelumnya, formaldehid kemungkinan besar dapat menyebabkan kanker pada manusia dan positif menyebabkan kanker pada hewan percobaan. Penggunaan bahan tersebut dalam pengawetan makanan tentu sangat berbahaya dan tidak dapat ditolerir. Penggunaannya sebagai pengawet dalam produk-produk non-pangan haruslah memperhitungkan segala risiko terpaparnya manusia saat produk tersebut digunakan Sihombing, 1996.

2.1.4. Penggunaan Formaldehid