Hak anak di Lembaga Pemasyarakatan

C. Hak anak di Lembaga Pemasyarakatan

Anak yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 pada Pasal 1 ayat 1 tentang Perlindungan Anak, “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan“. Sedangkan untuk melindungi anak tersebut adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara. Dengan berlakunya hak-hak manusia sangat mempengaruhi sistem perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan. Mereka berhak memperoleh hak-haknya seperti remisi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas. Jadi dapat ditegaskan bahwa cuti menjelang bebas bukanlah suatu anugerah atau hadiah akan tetapi merupakan suatu hak yang dapat diperoleh warga binaan pemasyarakatan. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur tentang Penyelenggaraan perlindungan anak berdasarkan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi hak-hak anak meliputi: a. Non diskriminasi. b. Kepentingan yang terbaik bagi anak. c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan. Universitas Sumatera Utara d. Penghargaan terhadap pendapat anak. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa tujuan Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinnya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Narapidana yang menjalani pidana khususnya pada anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan dasarnya telah kehilangan kebebasan bergerak dalam waktu tertentu, atau bahkan seumur hidup. Sekalipun telah diusahakan berbagai hal dalam rangka pembinaan narapidana selama menjalani pidana namun ternyata psikologis akibat pidana penjara masih nampak dan memerlukan pemikiran yang lebih baik. Pidana secara psikologis merupakan beban berat bagi setiap narapidana khususnya anak. 39 a. Lost of Prestige, narapidana juga telah kehilangan harga dirinyan. Bentuk-bentuk perlakuan dari petugas terhadap narapidana telah membuat narapidana menjadi terampas harga dirinya misalnya, penyediaan tempat mandi yang terbuka untuk mandi bersama-sama, WC yang terbuka, kamar tidur sel yamg hanya berpintu terali besi dan lain sebagainya. Alasan keamanan menjadi dasar utama dari perlakuan terhadap narapidana tetapi dampak Psikologis menjadi lebih besar dibanding hasil dari alasan keamanan tersebut. Kebiasaan- Berbagai dampak psikologis tersebut antara lain: 39 Majalah Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional,Departemen Hukum dan Ham, No. 2 Tahun 1997, Jakarta: 1997, hal. 43-45. Universitas Sumatera Utara kebiasaan tersebut akan membuat narapidana memiliki harga diri yang rendah. b. Lost of Belief, akibat dari berbagai perampasan kemerdekaan, sebagai dampak dari pidana penjara narapidana menjadi kehilangan akan rasa percaya diri sendiri. Ketidakpercayaan akan diri sendiri disebabkan tidak ada rasa aman, tidak dapat membuat keputusan, kurang mantap dalam bertindak, kurang memiliki stabilitas jiwa yang mantap. Ketidakpercayaan terhadap diri sendiri akan mengganggu program pembinaan sebab kreatifitas narapidana juga tidak dapat tersalurkan dengan sempurna. Rasa percaya diri sangat penting sekali dalam membina narapidana. Kepercayaan dirinya dapat dicapai jika narapidana telah mengenal diri sendiri. c. Lost of Creativity, selama menjalani pidana narapidana juga terampas kreatifitasnya, ide-idenya, gagasan-gagasannya, imajinasinya, bahkan juga impian dan cita-citanya. Karena apa yang menjadi cita-citanya tidak segera dapat terwujud tidak segera dapat dilaksanakan. Kemandegan dalam melaksanakan kreatifitas manusia akan mengganggu jiwa seseorang. Seperti halnya kebutuhan manusia yang lain seperti makan, membaca, maka kreatifitas adalah bagian dari kebutuhan manusia dalam proses berpikir manusia ingin selalu mengembangkan diri dalam berkreasi, menemukan sesuatu dan pikiran manusia tidak akan berhenti berpikir. Itulah sebabnya kreatifitas juga tidak pernah berhenti dan akan terus berkembang. Kreatifitas tidak hanya berhenti dengan berpikir saja tetapi juga menuntut untuk Universitas Sumatera Utara diwujudkan. Proses perwujudan yang akan menjadi masalah tersendiri, menjadi problem Psikologis bagi narapidana. Pemasyarakatan sebagain instansi yang bertugas melakukan pembinaan untuk membina narapidana mulai mengembangkan pembinaan yang tidak hanya berada didalam Lembaga Pemsyarakatan Intramural tetapi juga diluar Lembaga Pemasyarakatn Ekstramural. Pembinaan didalam Lembaga Pemasyarakatan Intramural, yaitu Kegiatan Keagamaan, Olah Raga, Seni serta Rekreasi. Pelaksanaan kegiatan keagamaan yaitu melaksanakan ibadah sesuai dengan agama masing-masing dan juga melakukan kegiatan perayaan hari besar keagamaan seperti: Hari Raya Idul Fitri, Isra’ Miraj, Maulid, Natal, Paskah dan Waisak. Penyuluhan keagamaan juga dilakukan didalam Lembaga Pemsyarakatan Klas IIA Medan oleh Yayasan PIAI Kota Medan Islam, STTGMI Bandar Baru, KTJ. HKBP, GPDI Maranatha, YPPII, PWKI, STT Abdi Sabda Kristen, MBI Majelis Budhayana Indonesia. Dalam pembinaan fisik maka Lembaga Pemasyarakatan menyediakan Fasilitas olah raga dan seni yang ada di Lapas Klas IIA Anak Medan yang ada saat ini adalah : a Ruang tenis meja dilengkapi dengan dua unit meja. b Lapangan bola volley gabungan dengan lapangan bola kaki. c Bola kaki sebanyak 1 buah dan bola volley sebanyak 1 buah. d Seperangkat alat - alat band mini sound. e 1 unit televisi. 40 40 sumber data sub seksi bimkemaswat LapasKlas IIA Anak Medan, 12 Oktober 2009. Universitas Sumatera Utara Kegiatan Pendidikan dan Reintegrasi didalam Lembaga Pemasyarakatan meliputi, pendidikan umum dan pendidikan ketrampilan, izin khusus dan program PB, CMB, CB adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan umum meliputi a Kejar paket B bekerja sama dengan PKBM “Puspa” sebanyak 38 orang. Terdiri dari kelas 1 sebanyak 20 orang, kelas 3 sebanyak 18 orang kejar paket C sebanyak 20 orang. b Memberikan kesempatan anak didik untuk mengikuti UAN dan UAS serta ujian paket B di luar dan di dalam Lapas Klas IIA sebanyak Sembilan orang. c Memberikan kesempatan anak didik untuk mengikuti melanjutkan sekolah di luar lapas pagi berangkat ke sekolah – siang pulang ke lapas. 2. Pendidikan ketrampilanpelatihan yang diberikan kepada WBP meliputi “ a Modul seru berbasis komputer b Musikband c Ketrampilan kaligrafi d Pelatihan pramuka e Bimbingan konseling f Pelatihan melukis g Pelatihan teater h Pelatihan memangkas i Pelatihan olah raga bola volley Universitas Sumatera Utara j Pelatihan kespro k Pelatihan bayaha buruk narkoba l Pesantren kilat ramadhan 1429 h m Pelatihan tadarus selama bulan suci ramadhan 1429 h n Pelatihan sendra tari pada peringatan HUT RI ke 64 o Pelatihan P3K p Pertukangan kayu q Latihan kepramukaan r Mengelas s Menjahit t Kaligrafi u Pertamanan v Melukis Pembinaan di luar Lembaga Pemasyarakatan Ekstramural: Permintaan Litmas ke Bapas : 42 orang 1 Pelaksanaan Assimilasi a. SekolahKuliah : 1 orang b. Pramuka Camping : 10 orang c. HUT Pramuka : 10 orang d. Turnamen Futsal : 10 orang e. Audisi Duta Remaja : 5 orang salah satunya juara III f. Field Duta Remaja : 1 orang g. Ujian UANUAS : 4 orang Universitas Sumatera Utara h. Apel Besar HUT Pramuka : 20 orang 41 Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial. Lembaga Pemasyarakatan memberikan pelayanan kesehatan kepada anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan dengan adanya Klinik di Lembaga Pemasyarakatan maka upaya meningkatkan kesehatan terhadap anak didik semakin mudah namun hal tersebut masih mengalami banyak hambatan dikarenakan minimnya sarana poliklinik dan ruang rawat inap bagi anak didik. 42 a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa. Penangkapan, penahanan atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk: b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan c. Membela diri dan memperoleh keadilan didepan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. 41 sumber data sub seksi bimkemaswat Lapas Klas IIA Anak Medan, 07 Januari 2010 42 Wawancara yang telah diolah dengan Bapak Hamdi Hasibuan sebagai staf pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Medan, tanggal 06 januari 2010. Universitas Sumatera Utara

BAB III PANDANGAN PSIKOLOGI KRIMINIL TERHADAP KEJAHATAN

YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. Jenis-jenis kejahatan yang dilakukan oleh Anak Sama halnya pengertian anak, pengertian delinkuen juga belum seragam. Istilah delinkuen berasal dari delinquency, yang diartikan dengan kenakalan anak, kenakalan remaja, kenakalan pemuda dan delinkuensi. Kata delinkuen atau delinquency dijumpai bergandengan tangan dengan kata juvenile, dikarekan delinquency berkaitan erat dengan anak, sedangkan kata delinquency act diartikan perbuatan yang melanggar norma dasar dari masyarakat. Perbuatan tersebut apabila dilakukan oleh kelompok anak maka disebut delinquency. Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai perbuatan-perbuatan tertentu sebagai perbuatan jahat dengan demikian si pelaku disebut penjahat. 43 Apa yang disebut oleh seseorang sebagai kejahatan bukan sealalu harus diakui oleh pihak lain sebagai kejahatan pula. Kalaupun misalnya semua golongan dapar menerima bahwa sesuatu perbuatan tertentu adalah suatu kejahatan, maka berat ringannya hukuman terhadap pelaku kejahatan itu masih menimbulkan perbedaan pendapat. 44 43 Gerson W. Bawengan, Pengantar Psikologi Kriminil, Jakarta, Pradnya Paramita, 1971, hal.7 44 Ibid, hal.7 “Paul W Tappan” menyatakan bahwa kejahatan adalah “The Criminal Law statutory or case law, commited without defense or excuse, and penalized by the state as a felony and misdemeanor.” 69 Universitas Sumatera Utara