Tabel  2.1.    Perkembangan  Mental  Gerakan  -  Gerakan  Kasar    Halus,  Emosi, Perilaku dan Bicara.
6
Usia Tumbuh Kembang
Dari lahir sampai 3 bulan   Belajar mengangkat kepala
  Belajar mengikuti objek dengan matanya   Melihat kemuka orang dengan tersenyum
  Bereaksi terhadap suarabunyi   Mengenal ibunya dengan pengelihatan, penciuman,
pendengaran dan kontak   Menahan barang yang dipegangya
  Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh Dari 3 samapi 6 bulan
  Mengangkat kepala 90 derajat dan mengangkat dada dengan menompang tangan
  Mulai belajar meraih benda-benda yang ada dari jangkauannya
  Menaruh benda-benda dalam mulutya   Berusaha memperluas lapang pandang
  Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak main   Mulai berusaha mencari benda-benda yang hilang
Dari 6 sampai 9 bulan   Dapat duduk tanpa dibantu
  Dapat tengkurep dan berbalik sendiri   Dapat merangkak meraih benda-benda atau mendekati
seseorang   Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang
lainnya   Memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk
  Bergembira dengan melempar benda-benda   Mengeluarkan kata-kata yang tanpa arti
  Mengenal muka anggota-anggota keluarga dan takut kepada orang asing
  Mulai berpartisipasi dalam bermain tepuk tangan dan sembunyi- sembunyian
Dari 9 sampai 12 bulan   Dapat berdiri sendiri tanpa dibantu
  Dapat berjalan tanpa dituntun   Menirukan suara
  Mengulangi bunyi yang didengarnya   Belajar menyatakan satu dan dua kata
  Mengerti perintah sederhana atau larangan   Memperlihatkan minat yang besar dalam mengeksplorasi
sekitarnya, ingin menyentuh apa saja dan memasukkan benda-bend ke dalam mulutnya
  Berpartisipasi dalam permainan Dari 12 sampai 18 bulan
  Berjalan dan mengeksprolasi rumah dan sekelilig rumah   Menyusun 2 atau 3 kotak
  Dapat mengatakan 5-10 kata   Memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing
Dari 18 sampai 24 bulan   Naik turun tangga
  Menyusun 6 kotak   Menunjuk mata dan hidungnya
  Menyusun dua kata
  Belajar makan sendiri   Menggambar garis di kertas atau di pasir
  Mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil
  Menaru minat dengan apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang lebih besar
  Memperlihatkan minat kepada anak lain dan bermain-main dengan mereka
Perkembangan  auditorik  pada  manusia  sangat  erat  hubungan  dengan perkembangan  otak.  Neuron  dibagian  korteks  mengalami  proses  pematangan
dalam waktu  3 tahun pertama kehidupan, dan masa 12 bulan pertama kehidupan terjadi perkembangan otak yang sangat cepat. Perkembangan bicara erat kaitanya
dengan tahap perkembangan mendengar, oleh karenanya dengan memahami tahap perkembangan bicara dapat diperkirakan adanya gangguan pendengaran.
9
Tabel 2.2. Tahap Perkembangan Bicara
Usia Kemampuan
Neonatus   Menangis reflex vocalization
  Mengeluarkan suara mendengkur seperti suara burung cooing
  Suara seperti berkumur gurgles 2-3 bulan
  Tertawa dan mengoceh tanpa arti babbling 4-6 bulan
  Mengeluarkan suara yang merupakan kombinasi hurup hidup vowel dan hurup mati konsonan
  Suara yang berupa ocehan yang bermakna, seperti “pa..pa,da..da”
7-11 bulan   Dapat menggabugkan kata suku kata yang tidak mengandung
arti, terdengar seperti bahasa asing   Usia 10 bulan mampu meniru suara sendiri
  Memahami arti “tidak” , mengucapkan salam   Mulai memberikan perhatian terhadap nyanyian atau musik
12-18 bulan   Mampu menggabungkan kata atau kalimat pendek
  Mulai mengucapkan kata pertama yang mempunyai arti   Usia 12-14 bulan mengerti instruksi sederhana, menunjukkan
bagian tubuh dan nama mainannya   Usia 18 bulan mampu mengucapkan 6-10 kata
Pusat bicara pada anak dengan tangan kanan dan 23 anak dengan tangan kiri terletak pada hemisfer otak kiri. Maturasi sinaps perkembangan bicara reseptif
di area wernicke terjadi pada usia 15-24 bulan. Seharusnya seorang anak diatas 2 tahun sudah dapat bicara dengan baik. Adanya gangguan perkembangan hemisfer
otak  kiri  pada  anak  usia  dibawah  2  tahun  akan  menyebabkan  keterlambatan bicara.
9
Perkembangan  bicara  normal  melalui  beberapa  tahapan  yaitu  cooing, babbling,  echolalia,  jargon,  kata  dan  kombinasi  kata.  Dan  pembentukan  kalimat
tabel  2.3.  Dengan  mengetahui  pola  perkembangan  bicara  reseptif  bicara seseorang  dan  ekspresif  mengucapkan  kata-kata,  diharapkan  keterlambatan
bicara dapat dideteksi dengan cepat.
Tabel 2.3 Perkembangan Bicara dan Pendengaran Normal.
9
Usia Pendengaran dan Pengertian
Bicara 4
– 6 bulan   Mata bergerak ke arah suara
  Respon terhadap suara   Perhatian terhadap mainan yang
mengeluarkan bunyi   Perhatian terhadap musik
  Babbling dengan berbagai huruf awal
“b” “p” “m”   Suara kegembiraan
atau sedih   suara saat sendiri atau
bermain 7 bulan - 1 tahun
  Mengerti permainan “cilukba”   Menoleh dan melihat kearah
suara   Mendengar saat orang berbicara
  Mengerti beberapa kata : sepatu, gelas
  Respon terhadap permintaan sederhana “kesini” “mau lagi”
  Babbling  dengan  kata panjang  dan  pendek
seperti “tata” “bibibi”   Menggunakan
kata atau
suara untuk
mendapatkan perhatian
  Mengucapkan 1-2 kata 1 - 2 tahun
  Menunjuk anggota tubuh   Mengikuti perintah dan
permintaan yang mudah   Mendengar cerita sederhana,
lagu dan irama   Menunjuk gambar sesuai
dengan namanya   Kata-kata bertambah
tiap bulan   Menggunakan 1-2
kata Tanya   Mengucapkan 2 kata
bersamaan   Mengucapkan 10 kata
saat usia 19 bulan 2-3 tahun
  Mengerti perbedaan dengan arti   Mengikuti 2 tahap perintah
“ambil buku itu dan letakkan dimeja”
  Mempunyai kata untuk semua benda
  Berbicara dengan 2-3 kata dalam kalimat
2.1.4  Gangguan Pendengaran di Indonesia
Di  Indonesia  sampai  saat  ini  belum  ada  data,  karena  belum  dilakukan program  skrining  pendengaran.  Data  menurut  survei  Kesehatan  Indra
Pendengaran  di  7  provinsi  tahun  1994-1996  didapatkan  prevalensi  gangguan pendengaran  dan  ketulian  di  Indonesia  adalah  16,8  dan  0,4.  Menurut  WHO
tahun 2007, prevalensi gangguan pendengaran pada populasi penduduk Indonesia diperkirakan  sebesar  4,2,  sehingga  berdasarkan  data  tahun  2002  bila  jumlah
penduduk  Indonesia  sebesar  221.900.00  maka  9.319.800  penduduk  Indonesia diperkirakaan menderita gangguan pendengaran.
10
Terdapat  tiga  klasifikasi  gangguan  pendengaran,  yaitu  tuli  konduktif,  tuli sensorineural, dan tuli campuran. Sebagian besar kejadian gangguan pendengaran
merupakan  tuli  sensorineural  yaitu  sebanyak  90.  Gangguan  pendengaran  dapat disebabkan karena faktor genetik dan faktor didapat, antara lain masalah perinatal
seperti prematuritas, hipoksia berat, dan hiperbilirubinemia. Gangguan pendengaran pada masa bayi akan menyebabkan gangguan bicara,
berbahasa,  kognitif,  masalah  sosial,  dan  emosional.  Identifikasi  gangguan pendengaran  secara  dini  dan  intervasi  yang  sesuai  sebelum  usia  6  bulan  terbukti
dalam  mencegah  segala  konsekuensi  tersebut.  The  Joint  Committee  on  Infant Hearing tahun 2007 merekomendasikan skrining pendengaran dilakukan sebelum
usia 3 bulan dan intervensi telah diberikan sebelum usia 6 bulan.
9,11
Ada  beberapa  hal  yang  harus  diperhatikan  oleh  orang  tua  terhadap kemungkinan adanya gangguan pendengaran pada bayi dan anak
9
Tabel. 2.4. Perkiraan Adanya Gangguan Pendengaran Pada Anak dan Bayi
Usia Kemampuan bicara
12 bulan Belum dapat mengoceh babbling atau meniru bunyi
18 bulan Tidak dapat menyebut satu kata yang mempunyai arti
24 bulan Perbendaharaan kata yang kurang dari 10 kata
30 bulan Belum dapat merangkai 2 kata
2.1.5  Early Hearing Detection Infant EHDI
1
Terdapat 2 metode berbeda dalam mendeteksi pendengaran secara dini pada anak a.
Otoacoustic Emissions OAE b.
Auditory Brainstem Response ABR
a. Otoacoustic Emissions OAE
Prinsip pengunaan OAE ini dengan memasang probe sumbat dari bahan pons  berisi  mikrofon  mini  ke  dalam  liang  telinga  untuk  memberikan  stimulus
akustik  dan  untuk  menerima  emisi  yang  dihasilkan  oleh  koklea  tersebut.  Sistem kerja OAE yaitu, gerakan sel rambut luar koklea yang sangat kecil, memproduksi
energi  mekanik  yang  diubah  menjadi  energi  akustik  sebagai  respon  terhadap
getaran  dari  organ  ditelinga  tengah.  Bila  terdapat  gangguan  pada  saat  suara dihantarkan  dari  luar  telinga  seperti  serumen  debris,  gangguan  pada  telinga
tengah  seperti  otitis  media,  maka  stimulus  akustik  yang  sampai  ke  koklea  akan terganggu  dan  akibatnya  emisi  yang  dibangkitkan  oleh  koklea  juga  akan
berkurang. Sebelum  melakukan  pemeriksaan  OAE  perlu  dilakukan  timpanometri,
dengan tujuan mengetahui keadaan kavum timpani, misalnya ada cairan ditelinga tengah, gangguan rangkaian tulang pendengaran, kekakuan membran timpani, dan
membran  timpani  yang  sangat  lentur.  Karena  keadaan  semua  itu  dapat mengahasilkan pemeriksaan OAE positif palsu.
Kelebihan dan kekurangan Tes Otoacoustic Emissions OAE :   Tidak  membutuhkan  tenaga  terlatih  untuk  menjalankan  alat
maupun mengiterpretasikan hasil   Lebih cepat dan lebih nyaman
  Lebih murah   Penilaian klinik telinga perifer jalur preneural
  Sensitivitas OAE sebesar 98-100 dan spesifitas 94
b. Auditory Brainstem Response ABR
Auditory Brainstem Response merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi  nervus  VIII  dan  jalur  pendengaran  di  batang  otak.  Prinsip  pemeriksaan
ABR  ini  adalah  menilai  perubahan  potensial  listrik  diotak  setelah  pemberian rangsangan  sensoris  berupa  bunyi.  Rangsangan  bunyi  yang  diberikan  melalui
head  phone  atau  insert  probe  akan  menempuh  perjalanan  melalui  koklea gelombang  I,  nukleus  koklearis  gelombang  II,  nukleus  olivarius  superior
gelombang  III  lemnikulus  lateralis  gelombang  IV,  kolikulus  inferior gelombang  V    kemudian  menuju  korteks  auditorius  dilobus  temporalis  otak,
yang penting dicatat adalah gelombang I,III,V. Cara  pemeriksaan  ABR  dengan  merekam  potensial  listrik  yang
dikeluarkan sel koklea selama menempuh perjalanan melalui telinga dalam hingga nukleus  tertentu  di  batang  otak.  Pemeriksaan  dilakukan  dengan  menggunakan
elektroda  permukaan  yang  dilekatkan  pada  kulit  kepala  atau  dahi  dan  prosesus mastoid atau lobus telinga.
Kelebihan dan kekurangan Auditory Brainstem Response ABR:   ABR membutuhkan waktu yang lebih lama
  Membutuhkan  tenaga  terlatih  dalam  mengoprasikan  alat  maupun
mengiterpretasi hasil   ABR tidak dipengaruhi oleh debris diliang telinga luar dan tengah
  Bayi harus dalam keadaan tenang atau tidur.   Harganya Mahal
  Dapat mendeteksi adanya tuli konduktif dan tuli sensorineural   Sensitivitas ABR dilaporkan sebesar 100 dan spesifitas 97-98.
2.1.6  Kuesioner LittlEARS
Kuesioner  LittlEARS  merupakan  kuesioner  pendengaran  yang  didesain untuk  menilai  perkembangan  pendengaran  anak  yang  menggunakan  koklea
implant  atau  menggunakan  alat  bantu  dengar.    Kuesioner  ini  merupakan  bagian dari Evaluation of Auditory Responses to Speech EARS Family  yang terdiri dari
3  kuesioner  turunan  yaitu  LittlEARS  digunakan  untuk  anak  usia  dibawah  2  th; EARS  untuk anak diusia lebih dari 2th; TeenEARS  untuk remaja.
12
EARS family disusun oleh Medical Electronic MED-EL pada tahun 1995 dengan  tujuan  menyediakan  tes  untuk  menilai  persepsi  pendengaran  anak-anak
disemua  usia  bagi  audiologis,  ahli  terapi  wicara  dan  bahasa,  guru  dengan  murid tuna  rungu  dan  profesi  bidang  rehabilitasi.  Kuesioner  littlEARS  pada  awalnya
dibuat  dalam  bahasa  jerman  dan  telah  diterjemahkan  kedalam  berbagai  macam bahasa.
12
Kuesioner  LittlEARS terdiri dari 35 pertanyaan tipe “ya” atau “tidak”, yg
di  desain  untuk  menilai  proses  pendengaran  pada  anak  usia  0-24  bulan.  Setiap butir pertanyaan disertai contoh agar pertanyaan lebih akurat dan mudah dipahami
oleh  responden.  Tiap  responden  menjawab  ya  jika  responden  mengamati perilaku  anaknya  paling  sedikit  1  kali.  Dan  responden  akan  menjawab  tidak
jika responden sama sekali tidak pernah mengamati atau ragu dengan jawabanya. Untuk  menginterpretasikan  hasil  skor  total  dibandingkan  dengan  nilai  kritikal
minimum  dan  nilai  yg  diharapkan.  Skor  rata2  dari  tiap  bulan  usia  diperkirakan berdasarakan hasil yang didapatkan pada kelompok usia pada proses validasi.
13,14
2.2. Kerangka Konsep
Gambar 2.3. Kerangka konsep
Pendengaran pada anak merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan oleh seluruh  orang  tua.  Ketika  seorang  anak  mengalami  gangguan  pendengaran  pada
masa bayi akan menyebabkan masalah pada tumbuh kembang anak tersebut, maka anak  tersebut  dapat  mengalami  gangguan  bicara,  berbahasa,  kognitif,  masalah
sosial,  dan  emosional.  Faktor  resiko  yang  dapat  menyebabkan  bayi  mengalami gangguan  pendengaran  bisa  berasal  dari  beberapa  aspek,  misalnya  dilihat  dari
aspek  anaknya  sendiri,  dilihat  dari  usia  anak  tersebut  dan  apakah  ada  pola  asuh yang kurang dari orang tuanya sendri, dan kita juga bisa melihat dari aspek orang
tua,  misalnya  pekerjaan  orang  tua,  tingkat  pendidikan  orang  tua  dan  tingkat seberapa kepedulian orang tua terhadap tumbuh kembang sang anak.
Di  Indonesia deteksi pendengaran secara dini untuk  bayi dapat  dilakukan dengan  OAE  atau  ABR,  akan  tetapi  pemeriksaan  ini  hanya  dapat  diperiksa  bagi
bayi yang memiliki faktor resiko atau bayi yang masuk NICU. Pemeriksaan atau deteksi pendengaran ini masih banyak memiliki kekurangan, misalnya terdapatnya
keterbatasan  alat  yang  dimiliki  karena  tidak  semua  rumah  sakit  memiliki  alat tersebut dan harga untuk melakukan pemeriksaan deteksi ini cukup mahal. Maka
alhasil  terjadinya  peningkatan  gangguan  pendengaran  anak  yang  tidak mendapatkan  deteksi  dari  awal  dan  ini  akan  berpengaruh  terhadap  proses
pendidikan  anak  yang  mengalami  gangguan  pendengaran.  Maka  dari  LittlEARS sebagai  alternatif  untuk  mendeteksi  gangguan  pendengaran  sejak  dini  dengan
menggunakan  kuesioner,  diharapkan  dengan  menggunakan  alternatif  ini  bisa menjadi  pengganti  pemeriksaan  pendengaran  yang  lain  dapat  mengurangi  angka
gangguan pendengaran pada anak.