Tumbuh Kembang Anak Telinga Tengah

Perkembangan bicara normal melalui beberapa tahapan yaitu cooing, babbling, echolalia, jargon, kata dan kombinasi kata. Dan pembentukan kalimat tabel 2.3. Dengan mengetahui pola perkembangan bicara reseptif bicara seseorang dan ekspresif mengucapkan kata-kata, diharapkan keterlambatan bicara dapat dideteksi dengan cepat. Tabel 2.3 Perkembangan Bicara dan Pendengaran Normal. 9 Usia Pendengaran dan Pengertian Bicara 4 – 6 bulan  Mata bergerak ke arah suara  Respon terhadap suara  Perhatian terhadap mainan yang mengeluarkan bunyi  Perhatian terhadap musik  Babbling dengan berbagai huruf awal “b” “p” “m”  Suara kegembiraan atau sedih  suara saat sendiri atau bermain 7 bulan - 1 tahun  Mengerti permainan “cilukba”  Menoleh dan melihat kearah suara  Mendengar saat orang berbicara  Mengerti beberapa kata : sepatu, gelas  Respon terhadap permintaan sederhana “kesini” “mau lagi”  Babbling dengan kata panjang dan pendek seperti “tata” “bibibi”  Menggunakan kata atau suara untuk mendapatkan perhatian  Mengucapkan 1-2 kata 1 - 2 tahun  Menunjuk anggota tubuh  Mengikuti perintah dan permintaan yang mudah  Mendengar cerita sederhana, lagu dan irama  Menunjuk gambar sesuai dengan namanya  Kata-kata bertambah tiap bulan  Menggunakan 1-2 kata Tanya  Mengucapkan 2 kata bersamaan  Mengucapkan 10 kata saat usia 19 bulan 2-3 tahun  Mengerti perbedaan dengan arti  Mengikuti 2 tahap perintah “ambil buku itu dan letakkan dimeja”  Mempunyai kata untuk semua benda  Berbicara dengan 2-3 kata dalam kalimat

2.1.4 Gangguan Pendengaran di Indonesia

Di Indonesia sampai saat ini belum ada data, karena belum dilakukan program skrining pendengaran. Data menurut survei Kesehatan Indra Pendengaran di 7 provinsi tahun 1994-1996 didapatkan prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia adalah 16,8 dan 0,4. Menurut WHO tahun 2007, prevalensi gangguan pendengaran pada populasi penduduk Indonesia diperkirakan sebesar 4,2, sehingga berdasarkan data tahun 2002 bila jumlah penduduk Indonesia sebesar 221.900.00 maka 9.319.800 penduduk Indonesia diperkirakaan menderita gangguan pendengaran. 10 Terdapat tiga klasifikasi gangguan pendengaran, yaitu tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campuran. Sebagian besar kejadian gangguan pendengaran merupakan tuli sensorineural yaitu sebanyak 90. Gangguan pendengaran dapat disebabkan karena faktor genetik dan faktor didapat, antara lain masalah perinatal seperti prematuritas, hipoksia berat, dan hiperbilirubinemia. Gangguan pendengaran pada masa bayi akan menyebabkan gangguan bicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional. Identifikasi gangguan pendengaran secara dini dan intervasi yang sesuai sebelum usia 6 bulan terbukti dalam mencegah segala konsekuensi tersebut. The Joint Committee on Infant Hearing tahun 2007 merekomendasikan skrining pendengaran dilakukan sebelum usia 3 bulan dan intervensi telah diberikan sebelum usia 6 bulan. 9,11 Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orang tua terhadap kemungkinan adanya gangguan pendengaran pada bayi dan anak 9 Tabel. 2.4. Perkiraan Adanya Gangguan Pendengaran Pada Anak dan Bayi Usia Kemampuan bicara 12 bulan Belum dapat mengoceh babbling atau meniru bunyi 18 bulan Tidak dapat menyebut satu kata yang mempunyai arti 24 bulan Perbendaharaan kata yang kurang dari 10 kata 30 bulan Belum dapat merangkai 2 kata

2.1.5 Early Hearing Detection Infant EHDI

1 Terdapat 2 metode berbeda dalam mendeteksi pendengaran secara dini pada anak a. Otoacoustic Emissions OAE b. Auditory Brainstem Response ABR

a. Otoacoustic Emissions OAE

Prinsip pengunaan OAE ini dengan memasang probe sumbat dari bahan pons berisi mikrofon mini ke dalam liang telinga untuk memberikan stimulus akustik dan untuk menerima emisi yang dihasilkan oleh koklea tersebut. Sistem kerja OAE yaitu, gerakan sel rambut luar koklea yang sangat kecil, memproduksi energi mekanik yang diubah menjadi energi akustik sebagai respon terhadap getaran dari organ ditelinga tengah. Bila terdapat gangguan pada saat suara dihantarkan dari luar telinga seperti serumen debris, gangguan pada telinga tengah seperti otitis media, maka stimulus akustik yang sampai ke koklea akan terganggu dan akibatnya emisi yang dibangkitkan oleh koklea juga akan berkurang. Sebelum melakukan pemeriksaan OAE perlu dilakukan timpanometri, dengan tujuan mengetahui keadaan kavum timpani, misalnya ada cairan ditelinga tengah, gangguan rangkaian tulang pendengaran, kekakuan membran timpani, dan membran timpani yang sangat lentur. Karena keadaan semua itu dapat mengahasilkan pemeriksaan OAE positif palsu. Kelebihan dan kekurangan Tes Otoacoustic Emissions OAE :  Tidak membutuhkan tenaga terlatih untuk menjalankan alat maupun mengiterpretasikan hasil  Lebih cepat dan lebih nyaman  Lebih murah  Penilaian klinik telinga perifer jalur preneural  Sensitivitas OAE sebesar 98-100 dan spesifitas 94

b. Auditory Brainstem Response ABR

Auditory Brainstem Response merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi nervus VIII dan jalur pendengaran di batang otak. Prinsip pemeriksaan ABR ini adalah menilai perubahan potensial listrik diotak setelah pemberian rangsangan sensoris berupa bunyi. Rangsangan bunyi yang diberikan melalui head phone atau insert probe akan menempuh perjalanan melalui koklea gelombang I, nukleus koklearis gelombang II, nukleus olivarius superior gelombang III lemnikulus lateralis gelombang IV, kolikulus inferior gelombang V kemudian menuju korteks auditorius dilobus temporalis otak, yang penting dicatat adalah gelombang I,III,V. Cara pemeriksaan ABR dengan merekam potensial listrik yang dikeluarkan sel koklea selama menempuh perjalanan melalui telinga dalam hingga nukleus tertentu di batang otak. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan elektroda permukaan yang dilekatkan pada kulit kepala atau dahi dan prosesus mastoid atau lobus telinga. Kelebihan dan kekurangan Auditory Brainstem Response ABR:  ABR membutuhkan waktu yang lebih lama  Membutuhkan tenaga terlatih dalam mengoprasikan alat maupun mengiterpretasi hasil  ABR tidak dipengaruhi oleh debris diliang telinga luar dan tengah  Bayi harus dalam keadaan tenang atau tidur.  Harganya Mahal  Dapat mendeteksi adanya tuli konduktif dan tuli sensorineural  Sensitivitas ABR dilaporkan sebesar 100 dan spesifitas 97-98.

2.1.6 Kuesioner LittlEARS

Kuesioner LittlEARS merupakan kuesioner pendengaran yang didesain untuk menilai perkembangan pendengaran anak yang menggunakan koklea implant atau menggunakan alat bantu dengar. Kuesioner ini merupakan bagian dari Evaluation of Auditory Responses to Speech EARS Family yang terdiri dari 3 kuesioner turunan yaitu LittlEARS digunakan untuk anak usia dibawah 2 th; EARS untuk anak diusia lebih dari 2th; TeenEARS untuk remaja. 12 EARS family disusun oleh Medical Electronic MED-EL pada tahun 1995 dengan tujuan menyediakan tes untuk menilai persepsi pendengaran anak-anak disemua usia bagi audiologis, ahli terapi wicara dan bahasa, guru dengan murid tuna rungu dan profesi bidang rehabilitasi. Kuesioner littlEARS pada awalnya dibuat dalam bahasa jerman dan telah diterjemahkan kedalam berbagai macam bahasa. 12 Kuesioner LittlEARS terdiri dari 35 pertanyaan tipe “ya” atau “tidak”, yg di desain untuk menilai proses pendengaran pada anak usia 0-24 bulan. Setiap butir pertanyaan disertai contoh agar pertanyaan lebih akurat dan mudah dipahami oleh responden. Tiap responden menjawab ya jika responden mengamati perilaku anaknya paling sedikit 1 kali. Dan responden akan menjawab tidak jika responden sama sekali tidak pernah mengamati atau ragu dengan jawabanya. Untuk menginterpretasikan hasil skor total dibandingkan dengan nilai kritikal minimum dan nilai yg diharapkan. Skor rata2 dari tiap bulan usia diperkirakan berdasarakan hasil yang didapatkan pada kelompok usia pada proses validasi. 13,14

Dokumen yang terkait

Perbedaan maturasi plak pada anak usia 37-71 bulan dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Non-SECC di Kecamatan Medan Selayang

3 104 65

Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) Dan NON S-ECC Di Kecamatan Medan Baru

2 56 77

Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Non S-ECC di Kecamatan Medan Selayang

2 56 76

Pola Temperamen Bayi Usia 4 - 8 bulan Sebelum dan Selama Menjalani Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan Tahun 2012

0 30 68

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia 36-59 Bulan Pada Keluarga Peserta Dan Bukan Peserta Bina Keluarga Balita (BKB) Di Desa Tulaan Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2009

0 38 110

Validasi Kuesioner Littlears Berbahasa Indonesia Pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Jakarta

1 12 66

Validasi Kuesioner LittlEARS Berbahasa Indonesia Pada Pertumbuhan dan Perkembangan Pendengaran Anak Usia 0-24 Bulan dengan Faktor Risiko Gangguan Pendengaran

0 21 78

Validasi kuesioner Littlears berbahasa Indonesia untuk menilai tumbuh kembang pendengaran pada anak usia 7-12 bulan di Jakarta Tahun 2013

0 6 66

KAJIAN ONOMATOPE PADA LAGU ANAK USIA DINI BERBAHASA INDONESIA DI PLAYGROUP/KINDERGARTEN ANAK BINTANG Kajian Onomatope Pada Lagu Anak Usia Dini Berbahasa Indonesia Di Playgroup/Kindergarten Anak Bintang Purwodadi-Grobogan.

0 1 15

KUESIONER HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA 12-24 BULAN DI PUSKESMAS TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2014

0 0 20