Analisis Penulis Dalam Menganalisa Kasus Poligami Terhadap Putusan
1. Mengenai syarat yang harus dipenuhi pemohon untuk mengajukan poligami
adalah dengan dibacakan surat permoohonan yang isinya tetap dipertahankan oleh pemohon dan atas permohonan tersebut di atas termohon telah
mengajukan jawaban yang pada pokoknya membenarkan dalil pemohon dan selanjutnya termohon menyatakan tidak keberatan pemohon menikah lagi
dengan Yayah Awaliyah binti Suma. Dan telah membuat surat pernyataan berlaku adil serta membuat pernyataan akan berbuat dan bertindak adil serta
bertanggung jawab terhadap istri sesuai syariat islam. Jikalau kita melihat Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 5 Ayat 1 dan
Kompilasi Hukum Islam Pasal 58 Ayat 1 maka permohonan yang dilakukan pemohon sudah memenuhi syarat diperbolehkannya melakukan
poligami. 2.
Mengenai alat-alat bukti yang diajukan pemohon, tidak hanya dilakukan secara oral lisan tetapi juga secara tertulis dan disampaikan di persidangan
dengan mengajukan beberapa bukti tertulis dari mulai pertama, bukti P1 bahwa pemohon dan termohon adalah suami istri sampai sekarang dan belum
pernah bercerai. Kedua, baik permohon dan termohon dengan Yayah Awaliyah binti Suma tidak ada hubungan nasab atau sepersusuan sehingga
secara yuridis tidak ada halangan untuk melangsungkan perkawinan dengan pemohon. Ketiga, termohon tidak keberatan pemohon kawin lagi dengan
calon istrinya tersebut sesuai dengan bukti P5. Keempat, surat pernyataan
berbuat adil dari pemohon dan di samping itu pemohon dapat membuktikan bahwa pemohon akan mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya dan anak-
anaknya kelak sesuai dengan bukti P6. Sedangkan saksi-saksi yang datang ke pengadilan dan memberikan kesaksian dalam persidangan adalah pertama,
termohon sendiri yang menyatakan rela dan tidak keberatan apabila pemohon menikah lagi dengan calon istri kedua pemohon tersebut. Kedua, orang tua
dan para keluarga termohon dan calon istri kedua pemohon menyatakan rela atau tidak keberatan apabila pemohon menikah dengan calon istri kedua
pemohon. Jikalau kita melihat beberapa bukti yang sudah diajukan di pengadilan maka sudah memenuhi syarat-syarat pembuktian. Karena,
Mengenai alat bukti yang diakui dalam acara perdata diatur dalam undang- undang Perdata Pasal 1866 KUH Perdata, Pasal 164 HIR, dan pasal 284
R.Bg. sebagai berikut: alat bukti surat tulisan, alat bukti saksi, persangkaan dugaan, pengakuan, dan sumpah.
3
Menurut M. Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya Hukum Acara Perdata menyatakan bahwa alat bukti
bewijsmiddel adalah suatu hal berupa bentuk dan jenis yang dapat membantu dalam hal memberi keterangan dan penjelasan tentang sebuah
masalah perkara untuk membantu penilaian hakim di dalam pengadilan.
4
3
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2008, h. 239.
4
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, h. 539.
Sedangkan membuktikan dalam arti yuridis tidak lain berarti memberi dasar- dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan
guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan.
5
3. Mengenai alasan-alasan pemohon mengajukan permohonan izin poligami
adalah disebabkan selama pernikahan, pemohon telah menikah siri dengan calon istri kedua dan telah dikarunia satu orang anak dari pernikahan siri
tersebut dan telah disetujui termohon dan permohonan ini pemohon lakukan untuk dicatat di Kantor Urusan Agama, supaya anak yang
dilahirkan dari perkawinan siri tersebut dapat diurus bahwa anak laki-laki hasil pernikahan siri memerlukan keterangan poligami guna mengurus
akta kelahiran. Jikalau merujuk pada undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 4 Ayat 2 dan kompilasi hukum Islam pasal 57,
memang tidak ada alasan dilegalkannya poligami dengan alasan guna mengurus akta kelahiran anak atau ingin mendapatkan legalitas anak.
Karena pasal tersebut sudah menjelaskan secara detail beberapa alasan yuridis yang dapat dibenarkan untuk melakukan poligami yaitu: istri tidak
dapat menjalankan kewajiban sebagai istri, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan yang terakhir istri tidak
dapat melahirkan keturunan. Akan tetapi hakim mengatakan bahwa, kita tidak boleh terburu-buru dan menjustifikasi bahwa putusan ini diluar
5
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2006, h. 135.
aturan hukum, karena kalau kita lihat kasus ini terdapat banyak faktor yang menjadi bahan pertimbangan hakim. Misalnya saja, si anak ingin
memiliki legalitas berupa akte kelahiran anak. Untuk itu istri yang berstatus nikah sirri memerlukan buku nikah atau surat nikah.
6
Tujuannya tidak lain dan tidak bukan agar status hukum mereka sah di mata Negara.
Dan hakim ketika menjalankan tugasnya menggunakan tiga asas hukum, yaitu asas kepastian hukum, asas kemanfaatan hukum, dan asas keadilan
hukum. Yang dimaksud dengan asas kepatian hukum adalah yaitu hakim harus menjalankan fungsinya sesuai dengan undang-undang atau aturan
hukum yang sudah ditentukan, sedangkan asas kemanfaatan hukum adalah berbicara tentang manfaat dan mafsadat. Apabila hakim memutuskan
suatu perkara, apakah setelah diputus akan membawa manfaat bagi kedua belah pihak baik pemohon atau termohon atau penggugat dan tergugat,
atau justru akan membawa dampak mafsadat. Dan yang terkahir adalah asas kadilan hukum, dimana fungsi pengadilan adalah judiciary, memberi
keadilan bagi mereka yang mencari keadilan. Sehingga putusan hakim sesuai dengan rasa keadilan dan dirasakan oleh kedua belah pihak yang
berperkara.
7
Kelahiran merupakan sebuah peristiwa hukum yang
6
Wawancara penulis pada Hari rabu Tanggal 01 Oktober 2014, Jam 10.00 Wib di Pengadilan Agama Jakarta Timur dengan salah seorang Hakim Majlis Hj. Shafwah, SH. MH. Yang menangani
Perkara Poligami Nomor 717 Pdt. G2012 PAJT.
7
Wawancara penulis pada Hari rabu Tanggal 01 Oktober 2014, Jam 10.00 Wib di Pengadilan Agama Jakarta Timur dengan salah seorang Hakim Majlis Hj. Shafwah, SH. MH. Yang menangani
Perkara Poligami Nomor 717 Pdt. G2012 PAJT.
menimbulkan banyak akibat hukum. Kenapa demikian? Karena dari peristiwa kelahiran akan menimbulkan hubungan waris, hubungan
keluarga, hubungan perwalian, dan hubungan-hubungan lainnyanya yang berkaitan dengan lahirnya subjek hukum baru ke dunia dengan segala
status dan kedudukannya dimata hukum. Dalam hukum waris, kelahiran anak merupakan peristiwa hadirnya ahli waris yang akan menduduki
peringkat tertinggi dalam pewarisan, sedangkan menurut hukum keluarga kelahiran anak akan menjadi awal timbulnya hak dan kewajiban
alimentasi orang tua kepada anaknya, sedangkan hukum perwalian akan timbul pada saat orang tua si anak tidak sanggup memikul tanggung jawab
terhadap anaknya.
8
Undang-undang telah menjamin hak seorang anak sejak ia masih berada dalam kandungan. Jika si anak ternyata lahir dalam
keadaan meninggal, maka hak-hak itu dianggap tidak pernah ada, hak tersebut menunjukkan bahwa hukum telah memandang bayi dalam
kandungan sebagai subjek hukum yang memiliki hak-hak keperdataan. Seorang anak yang lahir sebagai akibat dari hubungan biologis yang
dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan akan menyandang status dan kedudukan di mata hukum berdasarkan perkawinan orang tuanya.
Suatu perkawinan yang sah akan melahirkan seorang anak yang memiliki status dan kedudukan yang sah dimata hukum, sedangkan seorang anak
8
Witanto, Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin Pasca Keluarnya Putusan MK Tentang Uji Materil UU Perkawinan, Jakarta: Prestasi Pustaka Jakarta, 2012, h.3-4.
yang lahir dari suatu hubungan yang tidak sah tanpa adanya perkawinan yang sah, maka anak tersebut akan menyandang status sebagai anak luar
kawin ketika kelak ia terlahir ke dunia.
9
Dalam hukum islam, para ulama sepakat mengatakan bahwa nasab seseorang kepada ibunya terjadi dengan
sebab kehamilan sebagai akibat hubungan seksual yang dilakukannya dengan seorang lelaki, baik hubungan itu dilakukan berdasarkan akad
nikah yang sah maupun melalui hubungan gelap, samen leven, perselingkuhan, dan perzinaan. Sedangkan nasab anak terhadap ayah
kandungnya hanya bisa terjadi dan memungkinkan dibentuk melalui tiga cara, yaitu, pertama melalui perkawinan yang sah, kedua melalui
perkawinan yang fasid atau batil, termasuk dalam nikah di bawah tangan dan ketiga, melalui hubungan badan secara syubhat. Di luar tiga cara ini
nasab anak kepada ayah kandungnya tidak bisa dibentuk, walaupun menurut sebagian ulama terdapat konsep istilhaq atau pengakuan
seseorang atas seorang anak, qiyafah atau metode menetapkan keturunan melalui perkiraan dan bahkan ada cara
qur’ah atau undian dalam menelusuri nasab seorang anak, namun ketiga cara ini masih sangat
debatable dan tidak disepakati oleh para ulama.
10
Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa pernikahan yang sah atau fasid merupakan salah satu
cara atau dasar yang sangat kuat dan dianggap sah untuk menetapkan
9
Witanto, Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak …, h. 4.
10
M. Nurul Irfan, Nasab Dan Status Anak Dalam Hukum Islam, Jakarta: Amzah, 2012, h. 78-79.
nasab seorang anak kepada kedua orangtuanya, sekalipun pernikahan dan kelahiran anak itu tidak didaftarkan secara resmi pada instansi terkait.
11
4. Sedangkan mengenai landasan hukum yang digunakan oleh hakim di
pengadilan agama Jakarta timur adalah Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 4 dan pasal 5 Ayat 1 dan Peraturan pemerintah No. 9
Tahun 1975, Kompilasi Hukum Islam Pasal 55, pasal 57 dan pasal 58 Ayat 1, dan firman Allah Swt dalam Surat An-Nisa Ayat 3.
5. Ditinjau dari sifatnya, kekuatan putusan hakim dapat bercorak macam-
macam, ini tergantung dari isi putusan itu. Jikalau melihat sifat hukum dari penetapan tersebut, dapat dikategorikan penetapan tersebut berupa penetapan
konstitutif yang berarti menciptakan keadaan hukum baru bagi pemohon, yaitu diberikannya izin kepada pemohon untuk menikah lagi dengan cara
poligami dengan wanita yang tercantum dalam surat permohonan. Meskipun pemohon masih terikat dalam perkawinan yang sah dengan istri
terdahulunya. Putusan hakim menurut penulis mengacu pada asas kemanfaatan dan
kemaslahatan hukum, sebagaimana telah disebutkan dalam asas-asas hukum perdata dan asas hukum islam, karena dalam sitem hukumnya sama-sama
megenal asas tersebut. Dapat dilihat dari alasan-alasan yang disampaikan di persidangan pengadilan, meskipun tidak sesuai dengan istrumen hukum yang
11
M. Nurul Irfan, Nasab Dan Status Anak Dalam Hukum Islam …, h. 123.
sudah secara explisit diatur dalam undang-undang perkawinan mengenai alasan- alasan dilegalkannya poligami, akan tetapi itu semua tidaklah cukup bagi hakim,
karena hakim juga melihat syarat-syarat yang telah dipenuhi pemohon serta melakukan pertimbangan-pertimbangan hukum lainnya seperti saksi-saksi yang
hadir dipersidangan yang memberikan kesaksiannya. Maka dengan ini Majlis Hakim membuat kesimpulan dan memutuskan untuk mengabulkan permohonan
pemohon. Demikianlah beberapa analisis penulis paparkan mengenai Syarat-syarat
yang diajukan oleh pemohon di Pengadilan Agama Jakarta Timur, alat-alat bukti berupa surat-surat pernyataan yang dibuat oleh pemohon dan saksi-saksi yang
dihadirkan di Persidangan, alasan-alasan yang disampaikan di Persidangan, dan landasan hukum yang digunakan hakim untuk memutuskan perkara yang
dihadapkan kepada mereka dalam perkara poligami, dengan menggunakan kaca mata hukum perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
99
BAB V PENUTUP