Gangguan Psikologi dan Mental Metode Pengumpulan Data Defenisi Operasional

20 perdepatan itu terpusat pada dua kutub. Kutub pertama berargumentasi bahwa aborsi merupakan hak, maka aborsi yang aman menjadi hak pula. Kutub kedua mempertahankan aborsi sebagai pelanggaran nilai sosial. Fakta menunjukkan bahwa Indonesia tidak berada pada kedua-duanya. Pelayanan aborsi tidak ada, tetapi aborsi dilakukan secara diam-diam dan mempunyai ancaman ketidakamanan Nainggolan, LH, 2006. Di Indonesia aborsi dianggap ilegal kecuali atas alasan medis untuk menyelamatkan nyawa ibu. Masalah aborsi buatan diatur dalam undang-undang no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

2.8 Dampak Abortus

a. Terhadap Kesehatan dan Keselamatan Secara Fisik

Menurut B. Cloves dalam bukunya“The Facts of Life” 2001, resiko yang dialami saat dan setelah abortus dapat berupa kematian mendadak karena perdarahan hebat, ataupun pembiusan yang gagal. Kerusakan leher rahim dan rahim yang sobek dapat menyebabkan gangguan pada anak berikutnya berupa gangguan perkembangan mata, otak, pernapasan serta pencernaan. Pada wanita juga bias terjadi infeksi rongga panggul, dan infeksi lapisan rahim. Abortus yang terjadi berulang kali juga dapat menyebabkan serviks yang inkompeten. Pembukaan paksa serviks dari aborsi berulang dapat melemahkan atau menyebabkan keguguran, atau sulit mempertahankan berat bayi pada kehamilan berikutnya.

b. Gangguan Psikologi dan Mental

Selain memiliki resiko tinggi bagi kesehatan dan keselamatan fisik, aborsi juga mengakibatkan dampak yang hebat pada mental pelaku aborsi. Universitas Sumatera Utara 21 Sanberg 1980 mengemukakan bahwa wanita yang melakukan aborsi mengalami dampak psikologi depresi, takut, cemas, insomnia, serta ketergantungan alcohol dan obat. Reardon 2002 juga menyatakan bahwa secara psikologis aborsi menyebabkan perasaan malu, takut dan depresi. Wanita yang mengalami aborsi sering mengalami gejala PASS Post-Traumatic Stress Disorder gejala PASS antara lain depresi, ketidakmampuan untuk berfungsi secara normal, tidak bertanggungjawab, menyakiti diri sendiri, dan pikiran untuk mengakhiri hidup.

2.9 Pencegahan Abortus

2.9.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer dilakukan dengan memperhatikan hal-hal yang berperan dalam terjadinya abortus, agar wanita terhindar dari abortus dan tidak melakukan abortus ilegal. Pencegahan primer yang lebih diutamakan adalah promosi dan pendidikan kesehatan mengenai abortus. Terjadinya abortus sering dikaitkan dengan kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan yang tidak dikehendaki dapat dicegah dengan penggunaan kontarasepsi yang tepat dan adekuat. Dengan demikian diperlukan promosi kepada pasangan maupun individu tentang pilihan luas metode kontrasepsi, termasuk kontrasepsi darurat yang sesuai. Pendidikan tentang abortus dapat dilakukan dengan memberikan informasi tentang status abortu legal, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, dan bagaimana mengakses layanan berkualitas tinggi untuk manajemen komplikasi akibat abortus dan metode keluarga berencana pasca abortus WHO, 2008. Universitas Sumatera Utara 22

2.9.2 Pencegahan Sekunder

Pada pencegahan sekunder dilakukan dengan cara menegakkan diagnosa secara tepat, dan mengadakan pengobatan yang cepat untuk menghindari kemungkinan terjadinya komplikasi akibat keterlambatan penanganan. a. Diagnosis Terdapat tiga dasar dalam diagnosa klinis abortus yaitu; anamnesis, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis didasarkan akan adanya perdarahan dari jalan lahir serta nyeri perut. Pemeriksaan dalam didasarkan pada ditemukannya fluksus, ostium uteri tertutup, dan ukuran uterus sesuai usia kehamilan, sementara pemeriksaan penunjang didasarkan atas ditemukannya tanda- tanda keberadaan janin dengan menggunakan USG Krisnadi dkk, 2013. b. Penanganan abortus Penanganan abortus dapat dilakukan dengan istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur terpenting dalam pengobatan ,karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik. Apabila hasil konsepsi sudah keluar tapi masih ada yang tertinggal dalam uterus, maka harus segera dikeluarkan karena perdarahan tidakakan berhenti sebelum hasil konsepsi dikeluarkan. Secara umum ada dua tindakan yang dilakukan oleh tenaga media suntuk menangani penderita abortus yaitu: 1. Bedah Tindakan bedah yang sering dilakukan oleh tenaga medis dilakukan dengan cara kuretasi, dilatasi dan evakuasi. Pada beberapa kasus yang langka penderita Universitas Sumatera Utara 23 abortus juga ditangani dengan cara laparotomi. Pengeluaran hasil konsepsi dilakukan dengan pembedahan seperti bedah ceaser. 2. Konservatif Abortus medis dilakukan dengan cara memberikan obat abortifasien yang efektif dan aman yang biasanya dilakukan pada masa kehamilan dini. Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan RU486 mifepristin, infus intra-amnion, dan prostaglandin. Penanganan abortus yang baik setelah pengeluaran hasil konsepsi adalah istirahat-baring Wiknjosastro, 2002.

2.9.3 Pencegahan Tersier

Dalam proses pemberian layanan asuhan pasca aborsi,pasien membutuhkan konseling, perhatian, pemahaman, dan empati selama pemberian asuhan. Dalam memberikan asuhan pasca aborsi, hal yang pertama kali harus dilakukan adalah mengatasi situasi segera akibat abortus seperti perdarahan dan syok. Setelah kondisi wanita ini stabil, hal selanjutnya dilakukan yang sama pentingnya adalah memberikan asuhan tindak lanjut meliputi peredaan nyeri, dukungan psikologis, konseling pasca aborsi, dan pemeriksaan lebih lanjut yang mungkin diperlukan. Universitas Sumatera Utara 24

2.10 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep penelitian karakteristikIbu PUS yang mengalami abortus di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2013, sebagai berikut: Karakteristik Ibu PUS yang Mengalami Abortus: 1. Sosiodemografi Umur Suku Agama Pekerjaan Tempat tinggal

2. Mediko Obstetri

Keluhan Umur kehamilan Paritas Frekuensi abortus Riwayat kejadian abortus Klasifikasi abortus secara klinis Komplikasi Riwayat penyakit

3. Status Rawatan

Penatalaksanaan medis Lama rawatan rata-rata Asal rujukan Sumber pembiayaan Keadaan sewaktu pulang Universitas Sumatera Utara 25 BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian dilakuan dengan metode deskriptif yang menggunakan desain case series. 3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Pemilihan lokasi ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa di rumah sakit tersebut terdapat kasus Ibu PUS yang mengalami abortus.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan Juni 2015.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh data Ibu PUS yang abortus yang ditangani di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010-2013 yang berjumlah 106 kasus.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel dari penelitian ini adalah seluruh data Ibu PUS yang mengalami abortus di Rumah Sakit Santa Elisabeth tahun 2010-2013. Besar sampel adalah sama dengan populasi yaitu 106 kasus.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan memanfaatkan data sekunder yang diperoleh dari kartu status Ibu PUS yang mengalami abortus yang berasal dari rekam Universitas Sumatera Utara 26 medis Rumah Sakit Santa Elisabeth selama tahun 2010 - 2013, kemudian dilakukan pencatatan sesuai dengan jenis variabel yang diteliti.

3.6 Defenisi Operasional

3.6.1 Ibu Pasangan Usia Subur yang mengalami abortus adalah wanita usia 15-49 tahun yang sudah menikah dan mengalami abortus berdasarkan diagnosa dokter RS. St. Elisabeth Medan yang dicatat di kartu status. 3.6.2 Sosiodemografi Ibu PUS yang mengalami abortus dibedakan menjadi: a. Umur adalah usia Ibu PUS yang mengalami abortus sesuai yang tercatat dalam kartu status yang dikategorikan menggunakan rumus Sturges. b. Suku adalah ras atau etnik yang melekat pada Ibu PUS yang mengalami abortus sesuai yang tercatat dalam kartu status dengan kategori: 1. Jawa 2. Batak 3. Melayu 4. Lain-lain c. Agama adalah kepercayaan yang dianut oleh Ibu PUS yang mengalami abortus sesuai yang tercatat dalam kartu status dengan kategori: 1. Islam 2. Kristen Protestan 3. Katolik 4. Hindu 5. Budha d. Pekerjaan adalah kegiatan utama Ibu PUS yang mengalami abortus sesuai yang tercatat dalam kartu status dengan kategori: 1. Pegawai Negeri Sipil 2. Pegawai swasta 3. Wiraswasta 4. Ibu rumah tangga Universitas Sumatera Utara 27 e. Tempat tinggal adalah tempat dimana Ibu PUS yang mengalami abortus tinggal sesuai yang tercatat di kartu status, yang meliputi: 1. Kota Medan 2. Luar Kota Medan 3.6.3 Faktor mediko Obstetri dibedakan atas: a. Keluhan adalah gejala yang dirasakan oleh Ibu PUS yang mengalami abortus ketika datang ke rumah sakit sesuai yang tercatat pada kartu status dengan kategori: 1. Perdarahan 2. Sakit perut atau mulas 3. Pengeluaran hasil konsepsi b. Umur kehamilan adalah usia kehamilan Ibu PUS yang mengalami abortus sebelum mengalami abortus sesuai dengan yang tercatat dalam kartu status, yang dikategorikan menjadi: 1. Umur kehamilan resiko tinggi trimester I 2. Umur kehamilan resiko rendah trimester II c. Paritas adalah jumlah persalinan dengan anak lahir hidup yang pernah dialami Ibu PUS yang mengalami sebelum abortus sesuai dengan yang tercatat dalam kartu status yang dikategorikan menjadi: 1. Aman paritas 2-3 2. Tidak aman ≤1 dan ≥4 d. Frekuensi abortus adalah jumlah abortus yang pernah dialami Ibu PUS yang mengalami sebelumnya. Dikategorikan sebagai berikut: 1. Tidak pernah mengalami abortus sebelumnya 2. Frekuensi jarang yaitu 2 3. Frekuensi sering yaitu 2 Universitas Sumatera Utara 28 e. Riwayat kejadian abortus adalah jenis abortus berdasarkan ada tidaknya unsur tindakan dari luar sesuai yang tercatat pada kartu status dengan kategori: 1. Abortus spontan 2. Abortus buatan f. Klasifikasi abortus secara klinis adalah jenis abortus yang dialami oleh Ibu PUS yang mengalami abortus berdasarkan diagnosa dokter sesuai yang tercatat pada kartu status dengan kategori: 1. Abortus imminiens 5. Miss abortion 2. Abortus insipiens 6. Abortus septik 3. Abortus inkompletus 7. Abortus infeksiosus 4. Abortus komplet g. Komplikasi adalah ada tidaknya gangguan fisiologi dan anatomis yang dirasakan oleh Ibu PUS yang mengalami abortus ketika datang ke rumah sakit sesuai yang tercatat pada kartu status dengan kategori: 1. Ada komplikasi 2. Tidak ada komplikasi Ada komplikasi dikategorikan menjadi: 1. Perdarahan 2. Syok dan infeksi h. Riwayat Penyakit adalah ada tidaknya riwayat penyakit yang sedang diderita Ibu PUS yang mengalami abortus sebelum mengalami abortus sesuai yang tercatat pada kartu status dengan kategori: 1. Ada penyakit 2. Tidak ada penyakit Universitas Sumatera Utara 29 3.6.4 Status Rawatan a. Penatalaksanaan medis adalah tindakan yang dilakukan dalam menangani Ibu PUS yang mengalami abortus sesuai yang tercatat pada kartu status dengan kategori: 1. Kuretasi 2. Konservatif b. Asal rujukan adalah tempat Ibu PUS mengalami abortus ditangani sebelum dirawat di rumah sakit Santa Elisabet Medan sesuai kartu status yang meliputi: 1. Rujukan rumah sakit lain 2. Rujukan bidan klinik rumah bersalin 3. Bukan rujukan c. Lama rawatan rata-rata adalah jumlah rata-rata hari perawatan Ibu PUS yang mengalami abortus, mulai dari hari pertama masuk hingga pulang sesuai kartu status d. Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi Ibu Pus yang mengalami sewaktu pulang sesuai yang tercatat pada kartu status, dengan kategori: 1. Pulang sembuh 2. Pulang atas Permintaan sendiri 3. Meninggal e. Sumber pembiayaan adalah asal biaya perawatan Ibu Pus yang mengalami abortus sesuai yang tercatat pada kartu status dengan kategori: 1. Biaya sendiri 2. Bukan biaya sendiri Universitas Sumatera Utara 30

3.7 Teknik Analia Data