38
yang berusia lebih dari 18 tahun, bahkan sudah berumah tangga. Nelayan ataupun “tekong” yang ada di Desa Bogak akan lebih memilih untuk memekerjakan anak-
anak agar bisa mereka didik nantinya. Seiring dengan perubahan waktu dan bertambahnya kebutuhan, upah
“anak itik” juga berubah-ubah. Menurut data lapangan, pada tahun 1970-an “anak itik” diberi upah Rp. 100,- untuk sekali bekerja. Sedangkan sekarang “anak itik”
diupah sama dengan ABK, yaitu 1 “bagi”. Persamaan upah antara “anak itik”
dengan ABK juga dipengaruhi oleh asumsi bahwa pekerjaan “anak itik” juga semakin berat, dan hanya dikerjakan oleh satu “anak itik” saja untuk satu kapal.
Meskipun kebanyakan “anak itik” adalah pekerja anak, tetapi “anak itik” merasa senang bisa bekerja sebagai “anak itik”. Hal tersebut dikarenakan mereka
merasa bisa menjadi orang yang mandiri dan dapat membantu orang tua untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perasaan senang tersebut juga didukung oleh
keadaan kerja yang dibangun oleh juragan atau nelayan yang selalu bersikap baik terhadap “anak itik” yang mereka pekerjakan.
4.3. Profil Informan
4.3.1. Profil informan nelayan dan “tekong” di Desa Bogak
Nama : Acim Beel
Usia : 64 tahun
Pendidikan terakhir : Tamat SD Sekolah Dasar
Penghasilan : Rp 2.000.000,- perbulan
Etnis : Melayu
Universitas Sumatera Utara
39
Pekerjaan : Nelayan
Acim Beel merupakan nelayan yang juga merangkap sekaligus “tekong” atau toke di pelabuhan Tanjung Tiram, Desa Bogak. Masyarakat Desa Bogak
mengenal Acim Beel dengan panggilan Apak Acim. Selain bekerja menjadi nelayan dan “tekong”, Acim Beel juga bekerja sebagai peternak itik.
Masyarakat Desa Bogak mengenal Acim Beel sebagai salah satu tokoh masyarakat yang disegani. Penobatan sebagai tokoh masyarakat tersebut
dikarenakan Acim Beel merupakan penduduk yang sudah berdomisili di Desa Bogak secara turun temurun sejak Desa Bogak dibuka oleh keluarganya
terdahulu. Acim Beel dimata para pekerjanya ABK dan “anak itik” adalah sosok yang bertanggungjawab. Perlakuan yang baik dari Acim Beel terhadap pekerjanya
ditunjukkan dengan keramahan, menanggung biaya kecelakaan kerja dan lain sebagainya. Lama Acim Beel bekerja sebagai nelayan telah menghasilkan
mantan- mantan “anak itik” yang sekarang telah beranjak dewasa dan tidak sedikit
yang menjadi sukses, salah satunya adalah Jafar Sidik. Anak-anak biasanya datang sendiri untuk meminta pekerjaan kepada Acim
Beel untuk menjadi “anak itik”. Bagi Acim Beel, yang terpenting dari menjadi “anak itik” adalah kejujuran dan asal pandai menghidupkan mesin saja. Kemudian
Acim Beel akan dengan senang hati untuk mengajarkan hal- hal baik kepada “anak
itik” yang bekerja kepadanya tersebut.
Universitas Sumatera Utara
40
Nama : Ariel
Usia : 27 tahun
Pendidikan terakhir : Tamat SD Sekolah Dasar
Penghasilan : Rp 35.000,- sampai Rp 100.000,- perhari
Etnis : Melayu
Pekerjaan : Nelayan
Ariel merupakan anak pertama dari Acim Beel yang bekerja sebagai nelayan di Desa Bogak. Kapal yang dimiliki oleh Ariel adalah kapal berukuran
besar dengan muatan maksimal 15 orang. Sehari-hari, Ariel pergi melaut bersama dengan Anak Buah Kapal dan komando dari “tekong”. Meski memiliki kapal
sendiri, Ariel tetap bekerja dibawah perintah dari “tekong” karena suatu kontrak kerja dimana hasil laut akan dibeli oleh “tekong”.
Selain melaut, Ariel beserta nelayan lainnya mengisi waktu mereka dengan memerbaiki jaring atau alat tangkap mereka yang rusak. Dalam hal ini,
nelayan biasanya tidak bekerja sendirian. Ukuran jaring yang besar membutuhkan tenaga yang banyak untuk memerbaikinya agar cepat selesai. Ariel biasa
menggunakan jasa “anak itik” untuk membantunya dalam hal merajut jaring atau memasang pemberat saja.
4.3.2. Profil informan “anak itik” di Desa Bogak