Sistematika Penulisan Akibat Hukum Kelalaian Debitur Untuk Memenuhi Perjanjian Perdamaian Dalam Pkpu ( Study Putusan No.01/Pdt.Khusus/Pembatalan/2014/Pn.Niaga.Mdn Jo.03/Pkpu/2013/Pn.Niaga.Mdn )

18 18 pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. 26 4. Analisis data Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan. 27

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 26 Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Op.Cit, hlm. 24. 27 Ibid., hlm. 24-25. 19 19 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG PKPU OLEH PERSEROAN TERBATAS PT SEBAGAI DEBITOR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PKPU Bab ini berisi syarat pengajuan PKPU, prosedur pengajuan PKPU oleh PT sebagai Debitor menurut Undang-Undang kepailitan dan PKPU, akibat hukum PKPU yang diajukan oleh PT sebagai Debitor, berakhirnya PKPU. BAB III PEMBATALAN PERJANJIAN PERDAMAIAN YANG DISAHKAN DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG PKPU. Bab ini memberikan penjelasan mengenai perjanjian perdamaian dalam PKPU, alasan pembatalan perjanjian perdamaian dalam PKPU, pembatalan perjanjian perdamaian dalam PKPU. BAB IV AKIBAT HUKUM ATAS KELALAIAN PT SEBAGAI DEBITOR UNTUK MEMENUHI PERJANJIAN PERDAMAIAN DALAM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG PKPU 20 20 Bab ini berisikan tentang bentuk-bentuk kelalaian PT sebagai Debitor dalam memenuhi perjanjian perdamaian dalam PKPU, akibat hukum atas kelalaian PT sebagai Debitor untuk memenuhi perjanjian perdamaian dalam PKPU, PKPU yang dibatalkan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir ini, akan dikemukakan kesimpulan dari bagian awal hingga bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari subtansi penulisan skripsi ini, dan saran-saran penulis berikan dengan masalah yang dibahas. 21 21 BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH PERSEROAN TERBATAS PT SEBAGAI DEBITOR UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN PKPU Debitor yang mengetahui bahwa keadaan keuangannya berada dalam kesulitan sehingga kemungkinan besar berhenti membayar utangnya, dapat memilih beberapa langkah dalam menyelesaikan utangnya tersebut. Beberapa upaya dimaksud antara lain sebagai berikut: 1. Mengadakan perdamaian di luar pengadilan dengan para Kreditornya; 2. Mengadakan perdamaian di dalam Pengadilan apabila Debitor tersebut digugat secara perdata; 3. Mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang PKPU; 4. Mengajukan perdamaian dalam PKPU; 5. Mengajukan permohonan agar dirinya dinyatakan pailit oleh Pengadilan; 6. Mengajukan perdamaian dalam kepailitan. 28 Adapun Undang-Undang Kepailitan dan PKPU memberikan sedikitnya 2 dua solusi yang dapat ditempuh Debitor agar dapat terbebas dari likuidasi atas harta kekayaannya dalam hal Debitor berada dalam kesulitan pembayaran utang. Cara pertama adalah dengan mengadakan perdamaian antara Debitor dengan para Kreditornya setelah Debitor dijatuhi putusan pailit. Adapun cara lain yang dapat ditempuh oleh Debitor adalah dengan mengajukan PKPU, sebagaimana telah disebutkan di atas. 28 Man. S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Bandung: PT Alumni 2006, hlm. 202 22 22 PKPU yang dikenal juga dengan istilah Surseance Van Betaling atau Suspension of Payment, merupakan suatu konsep dalam ilmu hukum dagang, yang memungkinkan seorang Debitor yang mempunyai itikad baik untuk mengajukan permohonan yang pada intinya menunda kewajibannya untuk membayar utang yang dimilikinya. Mengenai PKPU tersebut, baik Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 dan FV, mengaturnya sebagai bagian dari ketentuan tentang kepailitan. Apabila diperhatikan, judul dari peraturan perundangang-undangan mengenai kepailitan sebelum peraturan yang berlaku sekarang, tidak menyebutkan PKPU meskipun ketentuannya diatur di dalam peraturan tersebut. Baru pada tahun 2004 ketika Undang-Undang Kepailitan dan PKPU diundangkan, istilah PKPU dalam judul peraturan perundang-undangan sejatinya sangat berarti karena PKPU merupakan sarana penting dalam menyelesaikan utang piutang oleh Debitor, tidak hanya melalui kepailitan. 29 Penundaan kewajiban pembayaran utang, sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut kepada pihak Kreditor dan Debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian utangnya. PKPU itu sendiri berbeda dengan kepailitan. Walaupun dalam kepailitan ada dikenal perdamaian, namun pada dasarnya kepailitan itu ditujukan pada pemberesan harta pailit yang dilakukan dengan cara menjual seluruh boedel pailit dan membagikan hasil penjualan tersebut kepada para Kreditor yang berhak 29 Ibid., hlm. 203. 23 23 menurut urutan yang ditentukan dalam undang-undang. 30 Maksud dari PKPU pada umunya adalah untuk mengajukan penawaran rencana perdamaian oleh Debitor. Rencana perdamaian ini sejatinya memberikan kesempatan kepada Debitor untuk melakukan restrukturisasi utang-utangnya, yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada Kreditor konkuren. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa PKPU mengandung tujuan untuk memungkinkan Debitor meneruskan usahanya meskipun terdapat kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan. Terlihat bahwa kepailitan berujung pada tindakan likuidasi harta Debitor. Sedangkan dalam PKPU, Debitor diberikan kesempatan untuk melakukan negosiasi dengan Kreditor untuk membahas kelanjutan utang piutang di antara mereka sehingga pada akhirnya tidak terjadi pemberesan harta pailit. Selama proses PKPU berlangsung pun Debitor tetap menguasai hartanya, tidak seperti halnya yang terjadi dalam perkara permohonan pernyataan pailit. 31 Adapun PKPU memiliki tujuan sebagai berikut: Sehubungan dengan tujuan dari PKPU, Prof. Dr. Sunarmi menyatakan bahwa: 1. Debitor dalam jangka waktu yang cukup, dapat memperbaiki kesulitannya, dan akhirnya akan dapat melunasi membayar utangutangnya di kemudian hari. 2. Bagi pihak Kreditor karena adanya PKPU ini, kemungkinan dibayarkan piutangnya dari Debitor secara penuh, sehingga tidak merugikannya. 32 30 Sunarmi, Op.Cit, hlm. 202. 31 Rahayu Hartini, Op.Cit, hlm. 190. 32 Sunarmi, Op.Cit., hlm. 200. 24 24 Perbedaan antara PKPU dengan kepailitan juga terdapat dalam bidang prosedur yang harus ditempuh. Peraturan prosedur pada PKPU kurang luas dibandingkan dengan peraturan prosedur dalam kepailitan. 33 Pengaturan mengenai PKPU ini sendiri dalam Hukum Kepailitan Indonesia terdapat pada Undang- Undang Kepailitan dan PKPU dalam Bab III, yakni mulai dari Pasal 222 hingga Pasal 294. Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Bab III tentang PKPU, dapat diketahui bahwa pengajuan PKPU dapat dilakukan sebelum pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap seorang Debitor ataupun pada waktu permohonan pernyataan pailit sedang diperiksa oleh pengadilan niaga. 34 PKPU diajukan sebelum pengajuan permohonan pernyataan pailit, maka terhadap Debitor tidak dapat diajukan permohonan pernyataan pailit. Adapun apabila PKPU diajukan setelah permohonan pernyataan pailit diajukan, yakni ketika proses pemeriksaan pengadilan niaga terhadap permohonan pernyataan pailit masih berlangsung, maka pemeriksaan permohonan pernyataan pailit itu harus dihentikan. Hal tersebut disebabkan karena terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diperiksa pada saat yang bersamaan, permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus diputuskan terlebih dahulu. 35

A. Persyaratan pengajuan PKPU oleh PT sebagai debitor