6
BAB II SISTEM DIVERSITAS ALAMOUTI DAN TEKNIK ESTIMASI KANAL
2.1. Pendahuluan
Diversitas Alamouti merupakan salah satu teknik diversitas antena yang dikembangkan pada sisi pemancar. Diversitas antena merupakan salah satu teknik
diversitas yang memanfaatkan dua atau lebih antena pada sisi pengirim atau penerima untuk meningkatkan kualitas dan keandalan pada komunikasi wireless.
2.2 Propagasi pada Kanal Wireless
Pada sistem komunikasi radio, lokasi di sekitar lintasan berpengaruh terhadap kualitas penerimaan sinyal. Adanya benda-benda penghalang disepanjang lintasan
seperti: pohon, gedung dan objek lain, menyebabkan distorsi, sehingga menimbulkan kesalahan pendeteksiaan sinyal pada penerima. Makin jauh jarak antara kedua pihak,
apalagi jika pandangan langsung antara keduanya terhalang oleh suatu objek, makin kecil pula daya yang tersisa yang sampai pada penerima, karena sinyal-sinyal yang
datang memiliki fase yang berbeda atau bahkan berbeda sama sekali. Fenomena ini biasa disebut dengan multipath fading, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.
7
Gambar 2.1 Multipath Fading pada Kanal Wireless
Efek dari multipath fading adalah fluktuasi dari amplitudo, fasa dan sudut dari sinyal yang masuk ke penerima.
Ada tiga mekanisme dasar yang terjadi pada propagasi sinyal dalam sistem komunikasi bergerak, yaitu:
1. Refleksi, terjadi ketika gelombang elektromagnet yang merambat mengenai
permukaan halus dengan dimensi besar dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal.
2. Difraksi, terjadi ketika lintasan radio terhalang oleh objek padat yang lebih
besar daripada panjang gelombang sinyal. Biasa disebut juga dengan shadowing.
3. Hamburan, terjadi ketika gelombang elektromagnet yang merambat
mengenai permukaan kasar dengan dimensi yang lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal atau mengenai permukaan berdimensi
kecil.
C A
D B
Receiver Transmitter
8
2.3 Fading
Fading merupakan karakteristik utama dalam propagasi radio bergerak. Fading dapat didefenisikan sebagai perubahan fase, polarisasi dan level dari suatu sinyal
terhadap waktu. Defenisi dasar dari suatu fading adalah yang berkaitan dengan mekanisme propagasi yang melibatkan refraksi, refleksi, difraksi, hamburan dan
redaman dari gelombang radio. Kinerja dari suatu sistem komunikasi dapat turun akibat adanya fading.
2.3.1 Parameter Fading 2.3.1.1 Waktu Pengiriman Tiap Bit Tb
Pada waktu pengiriman tiap bit yang disimbolkan sebagai Tb, Berikut Gambar 2.2 menunjukkan jarak sinyal yang dikirimkan.
Gambar 2.2 Multipath Delay Profile 1
2.3.1.2 Multipath Spread Tm
Multipaht Spread Tm merupakan jarak antara delay sinyal yang satu dengan delay sinyal yang lain, dimana delay sinyal yang disimbolkan dengan Tm
merupakan sinyal yang mengalami multipath. Gambar 2.3 menunjukkan adanya pengaruh multipath pada Tb.
9
Gambar 2.3 Multipath Delay Profile 2
2.3.2 Pengelompokan Kanal Fading
Perbedaan sinyal yang dipancarkan akan mengalangi jenis fading yang berbeda yang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu frequency non selective fading
dan frequency selective fading.
2.3.2.1 Frequency Non Selective Fading
Apabila delay waktu tunda yang terjadi pada sinyal yang mengalami multipath Tm lebih kecil dibandingkan dengan simbol durasi Tb, maka disebut
dengan frequency non selective tidak terjadi ISI Inter Symbol Interferensi, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Tb Tb
-1 -2
Tidak Mengalami ISI Inter Symbol Interferensi
Tb Tm Frequency Non Selective Fading
Tm Misal :
Tb = 1 ms Tm = 0,6 ms
Gambar 2.4 Karakteristik Frequency Non Selective Fading
10
2.3.2.2 Frequency Selective Fading
Dikatakan frequency selective fading, jika waktu pengiriman sinyal yang mengalami multipath Tm mempunyai nilai lebih besar dari waktu pengiriman tiap
bit simbol Tb, sehingga terjadi penumpukan simbol-simbol yang dikirim atau ISI Inter Symbol Interferensi, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5.
Tb Tb
Misal : Tb = 0,6 ms
Tm = 1 ms
Frequency Selective Fading Tb Tm
Mengalami ISI Inter Symbol Interferensi
-1 -1
Gambar 2.5 Karakteristik Frequency Selective Fading
2.4 AWGN dan Fading Rayleigh
2.4.1. Additive White Gaussian Noise AWGN
Salah satu jenis noise yang ada pada sistem komunikasi adalah noise
thermal. Noise thermal ini disebabkan oleh pergerakan-pergerakan elektron di dalam
konduktor yang ada pada sistem telekomunikasi, misalnya pada perangkat penerima. Pada bidang frekuensi, noise thermal ini memiliki nilai kepadatan spektrum daya
yang sama untuk daerah frekuensi yang lebar, yaitu sebesar N 2, seperti yang dapat
dilihat pada Gambar 2.6 a sedangkan fungsi kepadatan probabilitas AWGN ditunjukkan pada Gambar 2.6 b.
11
a b
Gambar 2.6 a Grafik Kepadatan Spektrum Daya White Noise b Fungsi Kepadatan Probabilitas AWGN
Karakteristik seperti ini disebut white. Noise yang memiliki karakteristik white disebut white noise, sehingga noise thermal merupakan white noise. Pergerakan
elektron penyebab noise thermal bersifat acak, sehingga besarnya noise thermal juga berubah secara acak terhadap waktu. Perubahan secara acak tersebut dapat
diperkirakan secara statistik, yaitu mengikut i Distribusi Gaussian, dengan rata-rata nol. Noise ini merusak sinyal dalam bentuk aditif, yaitu ditambahkan ke sinyal
utama, sehingga noise thermal pada perangkat penerima ini disebut Additive White Gaussian Noise AWGN. Persamaan Distribusi Gaussian yang mewakili AWGN,
yaitu[6]:
2.1
Dimana: mean = 0 dan varians = σ
2
. Varians memiliki nilai:
2.2
2 2
2
2 2
πσ
σ π
−
= e
n f
b
T N
2
2
=
σ
12 Dimana:
adalah kerapatan spektral daya dari noise dan T
b
adalah laju bit. Sehingga:
2.3
Dimana: k = konstanta Boltzman 1,38.10
-23
JK Ts = temperatur noise K
B = bandwith noise Hz
2.4.2. Fading Rayleigh
Pada sistem komunikasi wireless terdapat gangguan khusus berupa komponen multipath dari sinyal yang dipancarkan. Multipath merupakan jalur
propagasi yang berbeda-beda, yang dilalui sinyal antara pengirim dan penerima, yang disebabkan karena pantulan oleh halangan-halangan dan benda-benda yang ada
di sepanjang jalur propagasi. Perbedaaan jalur propagasi menimbulkan komponen multipath dari sinyal yang
dipancarkan tiba pada penerima melalui jalur propagasi yang berbeda dan pada waktu yang berbeda pula. Perbedaan waktu tiba pada penerima tersebut
menyebabkan sinyal yang diterima mengalami interferensi, yang akan menimbulkan fenomena fluktuasi amplitude dan fasa sinyal yang diterima, dan menimbulkan
fenomena mendasar yang disebut fading. Fluktuasi amplitudo sinyal yang terjadi adalah acak dan tidak dapat ditentukan
sebelumnya, besar dan kapan terjadinya. Namun berdasarkan penelitian, fading tersebut dapat diperkirakan secara statistic, berupa perubahan nilai secara acak
dengan distribusi tertentu. Salah satu distribusi tersebut adalah Distribusi Rayleigh.
b s
T B
kT 2
2
=
σ
2 2
B kT
N
s
=
13 Distribusi Rayleigh merupakan salah satu distribusi yang dapat menjadi model untuk
mewakili fading, sehingga fading yang memiliki Distribusi Rayleigh ini disebut Fading Rayleigh. Pada Fading Rayleigh, setiba sinyal yang melalui jalur yang
berbeda-beda tersebut, memberikan sejumlah energi yang sama terhadap sinyal gabungan yang ada pada penerima. Sinyal yang dipengaruhi Fading Rayleigh yang
sampai pada penerima dapat dipresentasikan dengan persamaan.[6]
[ ]
t ft
t r
t e
θ π +
= 2
cos 2.4
Dimana: rt= fluktuasi amplitude sinyal et sebagai fungsi waktu
=
t e
t θ = fluktuasi fasa sinyal et sebagai funsi waktu
= t
e ∠
Fluktuasi amplitude gelombang pembawa pada sinyal yang dipengaruhi Fading Rayleigh mengikut i Distribusi Rayleigh, dengan persamaan.[6]
−
=
2 2
2 2
σ
σ
r
e r
r p
2.5 Dimana:
pt= fungsi kepadatan probabilitas munculnya r.
r = amplitudo acak.
2
σ = variansi pdf. Fungsi kerapatan probabilitas Distribusi Rayleigh dapat dilihat pada Gambar 2.7.
14
Gambar 2.7 Grafik PSD Distribusi Rayleigh
12 π untuk -π ≤ θ ≤ π
p θ =
2.6 0 untuk 0
-π dan θ π
2.5 Sistem Diversitas Alamouti Di dalam kebanyakan lingkungan fading, diversitas antena adalah metode
yang paling praktis, efektif, dan paling luas digunakan untuk menanggulangi efek dari multipath fading. Pendekatan paling klasik adalah dengan menggunakan
beberapa antena pada penerima untuk melakukan kombinasi atau pemilihan untuk meningkatkan kualitas dari sinyal diterima. Tetapi terdapat masalah utama dengan
diterapkannya diversitas pada penerima receive diversity, yaitu keterbatasan biaya, ukuran, dan daya dari unit bergerak. Penggunaan lebih dari satu antena akan
membuat unit menjadi lebih besar dan mahal. Karenanya, diversitas haruslah dilakukan pada base station yang lebih memungkinkan untuk pasangan antena lebih
15 dari satu. Artinya, diversitas yang digunakan adalah diversitas pengirim transmit
diversity. Pada tugas akhir ini, diversitas antena yang dipakai adalah sistem MISO
multiple-input singgle-output yaitu 2x1, dua antena pada transmiter dan satu antena pada reciever.
2.5.1 Metode Deversity Combining
Apapun bentuk teknik diversitas yang digunakan, penerima haruslah tetap
memproses sinyal untuk memperoleh efisiensi daya dari suatu sistem komunikasi.
Terdapat beberapa teknik diversitas yang dikembangkan pada sisi penerima
2.5.1.1 Selection Diversity
Metode ini adalah sistem diversitas yang paling sederhana, yaitu penerima menerima sinyal yang memiliki daya yang paling besar, seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.8.
Select Largest
Envelope Detector
Envelope Detector
y
1
y
2
y
Gambar 2.8 Selection diversity
16
2.5.1.2 Equal Gain Combining
Pada sistem ini, sinyal yang diterima diberi fase yang sama dan dijumlahkan bersama-sama tanpa adanya pemberatan. Dalam arti tidak ada penguatan sinyal yang
lemah, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9.
X +
X y
1
y
2
y
Gambar 2.9 Equal Gain Combining 2.5.1.3. Maximal Ratio Receiveir Combining
Teori MRRC didasarkan pada teknik diversitas pada sisi penerima dengan melakukan proses penggabungan. Tiap antena penerima menerima sinyal yang telah
mengalami proses multipath fading dan berbeda-beda fase dan amplitudonya. Kemudian tiap sinyal ini dijumlahkan dan diberikan suatu pemberatan pada masing-
masing cabang untuk mendapatkan sinyal asli, seperti ditunjukkan secara diagram blok pada Gambar 2.10.
17
Transmiter
D D
D
∑
Decision Weight
Receiver Channel 2
Channel 1
Channel N W1
W2
WN
Gambar 2.10 Maximal Ratio Reciever Combining MRRC
2.5.2 Metode Alamouti
Metode Alamouti ini adalah teknik yang dikembangkan pada sisi pemancar dengan satu buah antena penerima. Sebelum dipancarkan sinyal dikodekan terlebih
dahulu dengan menggunakan Alamouti code. Sistem ini dapat mengirimkan dua simbol yang berbeda dalam satu waktu. Diasumsikan
s dan
1
s adalah simbol yang telah dimodulasi oleh PSK modulator. Pada waktu pertama t antena ke-1
mengirimkan sinyal berupa simbol s dan antena ke-dua mengirimkan sinyal berupa
simbol
1
s . Kemudian pada waktu kedua t+T simbol dari masing-masing antena pemancar tersebut dikonjunget sehingga menjadi simbol
1
s − pada antena ke-1 dan
simbol
s
pada antena ke-dua, seperti pada tabel 2.1.
18 Time
Antena 1 Antena 2
T s
1
s t+T
1
s −
s
Tabel 2.1 Simbol Complex Conjunget
Pada proses encoding sinyal yang dipancarkan dipengaruhi fading. Kemudian diterima oleh antena penerima dimana sinyal yang diterima tersebut juga
dipengaruhi oleh noise. Sinyal yang diterima oleh antena penerima kemudian masuk ke dalam combiner dimana di dalamnya terdapat channel estimate yang fungsinya
adalah untuk mengestimasi sinyal yang diterima. Setelah mengalami estimasi kemudian sinyal tersebut masuk ke dalam Maximum Likelihood Detector untuk
melakukan proses pengambilan keputusan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.11.
19
maximum likelihood detector channel
estimator combiner
Interface noise rx antena
tx antena 1 tx antena 2
h
1
h
1
s s
−
s
1 −
s
1
h h
n
1
n
θ
α
j o
e h
=
1 1
1
θ
α
j
e h
= s
1 −
s
−
s
1
s
Gambar 2.11 Rancangan Alamouti Menggunakan Dua antena di Pemancar dan Satu Antena di Penerima
Kanal pada time t terbentuk oleh complex multiplicative distortion penyimpanan distorsi
t h
pada antena pemancar satu dan t
h
1
pada antena pemancar dua, bila diumpamakan dua simbol tersebut memiliki fading pelemahan
daya sinyal yang diterima yang konstan maka dapat dituliskan sebagai berikut:
θ
α
j
e h
T t
h t
h =
= +
=
2.7
1 1
1 1
1 θ
α
j
e h
T t
h t
h =
= +
= 2.8
20 Dimana T adalah simbol dari periode, kemudian sinyal pada antena penerima dapat
dituliskan sebagai berikut:
1 1
n s
h s
h t
r r
+ +
= =
2.9
1 1
1 1
n s
h s
h T
t r
r +
+ −
= +
=
2.10
Dimana r dan
1
r adalah sinyal yang diterima pada antena penerima pada waktu t dan t+T dan
n dan
1
n adalah simbol dari noise dan interferensi.
2.5.2.1 Rancangan Combiner combiner scheme
Sinyal-sinyal yang telah diterima pada antena penerima akan masuk ke alat yang disebut combiner, dimana terdapat kanal estimates, sehingga sinyal menjadi:
1 1
~ r
h r
h s
+ =
2.11
1 1
1
~ r
h r
h s
− =
2.12 Dengan mendistribusi persamaan 2.8,2.10, dan 2.12 maka didapatkan bentuk
sinyal sebagai berikut:
1 1
2 1
2
~ n
h n
h s
s +
+ +
=
α α
2.13
1 1
1 2
1 2
1
~ n
h n
h s
s +
− +
=
α α
2.14
2.5.2.2 Maximum Likelihood Detector
Sinyal dari combiner akan masuk ke Maximum Likelihood Detector untuk melakukan proses pengambilan keputusan, dimana diharapkan sinyal yang
didapatkan adalah sama dengan sinyal input, yaitu s dan
1
s . Apabila sinyal yang didapat mendekati sinyal aslinya maka dianggap tidak terjadi kesalahan.
21 Aturan maximum likelihood detector dilakukan sama seperti pada MRRC
karena hasil pengkombinasian yang serupa dengan MRRC, persamaan 2,11 dan 2,12. Perbedaan kombinasi hanya terdapat pada fasa komponen derau. Akhirnya,
diversitas ini akan memberikan hasil serupa dengan MRRC. Skema baru Alamouti merupakan bentuk sederhana dari Space Time Block
Coding STBC yang merupakan variasi dari teknik Space Time Coding STC yang dipakai dalam sistem antena banyak multiple-input multiple-output MIMO. Sistem
MIMO yang digunakan untuk standar komunikasi masa depan berfungsi untuk mengatasi fading dan interferensi.
2.6 Teknik Tanpa Estimasi Kanal
Pengetahuan akan karakteristik kanal yang sempurna tidak mungkin bisa terealisasi untuk penggunaan praktis. Alamouti mengantisipasi kekurangan ini
menggunakan teknik tanpa estimasi kanal no channel estimation[2]. Teknik ini dipakai untuk menyempurnakan sistem Alamouti sebelumnya dan efektif untuk
karakteristik kanal fading yang memiliki variansi tinggi. Asumsi yang lebih sederhana dan masuk akal dipakai dalam teknik ini, yaitu
bahwa untuk empat transmisi berurutan, koefisien kanal fading adalah konstan. Artinya, perioda bit T haruslah cukup kecil atau kecepatan bit bit rate yang
difungsikan cukup tinggi. Asumsi lainnya adalah bahwa energi transmisi tiap antena dinormalisasikan bernilai 12.
22 Sinyal transmisi
s dan
1
s adalah semacam sinyal pilot yang telah ditentukan nilainya sebelum transmisi. Berdasarkan analogi dari sistem Alamouti, untuk waktu
dari t hingga t+3T.
1 1
n s
h s
h t
r r
+ +
= =
2.15
1 1
1 1
n s
h s
h T
t r
r +
− =
+ =
2.16
2 3
1 2
2 n
s h
s h
T t
r r
+ +
= +
= 2.17
3 3
2 1
1
3 n
s h
s h
T t
r r
+ −
= +
=
2.18 Untuk decoding, penerima membuat dua parameter sementara A dan B berdasarkan
persamaan berikut.
1 2
3
. .
r r
r r
A −
=
2.19
1 .
3 1
2 2
1 2
. .
| |
| |
N s
s s
s h
h A
+ −
+ =
2.20
3 1
2
. .
r r
r r
B −
=
2.21
2 1
3 2
2 1
2
. .
. |
| |
| N
s s
s s
h h
B +
− +
=
2.22 N
1
dan N
2
menunjukkan derau, kemudian
2
s dan
3
s didapat melalui:
1 2
~
Bs As
s +
=
2.23
3 1
2 1
1 2
3 2
~
. .
. .
s r
r r
r s
r r
r r
s −
+ −
=
2.24
3 2
2 1
2 2
~
N s
h h
s +
+ =
2.25
1 3
~
Bs As
s +
− =
2.26
1 3
1 2
1 2
3 3
~
. .
. .
s r
r r
r s
r r
r r
s −
+ −
=
2.27
23
4 3
2 1
2 3
~
N s
h h
s +
+ =
2.28 Seperti sebelumnya, N
3
dan N
4
merupakan derau. Dari hasil ini,
4
s dan
5
s didapatkan melalui
2
s dan
3
s , demikian seterusnya hingga akhir simbol. Untuk estimasi tanpa asumsi energi yang dinormalisasi, dapat digunakan
persamaan:
2 1
2 1
1 2
1 2
1 1
~
| |
| |
| |
| |
. .
s s
n s
n s
h s
s s
r s
r h
+ +
+ =
+ −
= 2.29
2 1
2 1
1 2
1 2
1 1
1 ~
| |
| |
| |
| |
. .
s s
n s
n s
h s
s s
r s
r h
+ +
+ =
+ −
= 2.30
Hasil kinerja teknik estimasi kanal untuk fading sangat lambat, modulasi QPSK, dengan derau dan interferensi terdistribusi Gaussian, dapat dilihat pada
makalah teknik tanpa estimasi kanal[2].
2.7 Teknik Estimasi Kanal Least Mean Square LMS