Profil Bazis DKI Jakarta
perintah kepada Alamsyah Ratuperwiranegara, M. Azwar Hamid, dan Ali Afandy untuk membantu Presiden dalam pengadministrasian penerimaan
zakat. Sebelum adanya seruan Presiden, BAZ sendiri sebenarnya sudah
berdiri berdasarkan peraturan Mentri Agama tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat yang bertugas melaksanakan pemungutan dan
pengumpulan zakat mal dan zakat fitrah. Hanya saja, mungkin pelaksanaannya dilapangan saat itu masih tersendat.
Di tingkat daerah, seruan Presiden Soeharto direspon secara positif. Gubernur DKI Jakarta, misalnya, saat itu Ali Sadikin, mengeluarkan SK
Gubernur DKI Jakarta No. Cb-1481868 tentang pembentukan Badan Amil Zakat berdasarkan syariat Islam pada tanggal 5 Desember 1968. Mulai saat
itu, secara resmi BAZ DKI berdiri dari tingkat propinsi, kotamdya, kecamatan, hingga keluarahan. Inilah cikal bakal yang sebenarnya dari BAZIS DKI yang
pada saat itu masih bernama BAZ karena memang kegiatannya masih terbatas pada pengumpulan dana zakat saja.
Sering dengan berjannya waktu, pengumpulan dana zakat oleh BAZ DKI diperluas lagi, bukan hanya terbatas pada dana zakat, tetapi juga meliputi
infak dan sedekah. Perluasan ini di tuangkan dalam SK Gubernur DKI Jakarta No. D.III1465173 tentang pembentukan Badan Amil Zakat dan Infak
Sedekah BAZIS DKI Jakarta yang dikeluarkan pada tanggal 22 Desember 1973. Berdasarkan keputusan ini, maka dana yang dikumpulkan oleh BAZIS
menjadi lebih luas spektrumnya.
Pada awal pembentukannya, BAZIS DKI Jakarta berada langsung di bawah gubernur DKI Jakarta, Namun, pada proses yang lebih lanjut, dirasakan
adanya keperluan untuk mengadakan perubahan bidang struktur, agar BAZIS lebih leluasa lagi dalam gerak organisasinya, maka tahun 1991, dikeluarkan
SK Gubernur DKI Jakarta No. 859 tentang susunan dan tata kerja BAZIS DKI Jakarta. Dengan Surat Keputusan ini kepemimpinan BAZIS, yang tadinya
dipegang langsung oleh Gubernur, dilimpahkan kepada aparat teknis yang bersifat professional dan fungsional. Sejak saat itu pula, BAZIS menjadi
perangkat pelaksana pemerintah daerah yang mandiri, karena bersifat non- struktural.
Pada tahun 1998, Gubernur DKI Jakarta kembali mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 87 tentang susuanan dan Tata Kerja Bazis DKI Jakarta.
Berdasarkan SK ini, nama pimpinanBAZIS berubah dari ketua menjadi kepala BAZIS. Sementara itu, BAZIS tingkat kotamadya diganti pula menjadi
pelaksana BAZIS Kotamadya. Satu hal yang menarik adalah mulai tahun 1974 dana operasional tidak
lagi diambil dari dana zakat, tetapi diganti dengan subsidi dari pemerintah. Ini berarti, dana zakat bisa disalurkan kepada para mustahik secara keseluruhan,
karena hak milik amil, dalam hal ini untuk operasional BAZIS yang sebesar 2,5 menjadi utuh.
Pada tahun 2002, Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan dua Surat Keputusan yang berkaitan dengan BAZIS, yaitu, SK No. 120 dan SK No. 121.
Yang pertama, menegnai organisasi dan Tata Kerja Badan Amil Zakat, Infaq,
Shadaqah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; dan yang kedua mengenai Pola pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah Badan Amil Zakat, infaq, dan
Shadaqah provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Berdasarkan SK ini, istilah Badan Pembina tidak lagi dipergunakan, tetapi diganti dengan Dewan
Pertimbangan dan Komisi Pengawas. Dengan kedua SK ini diharapkan organisasi BAZIS menjadi lebih efisien dan pola pengelolaan dana zakatnya
menjadi lebih optimal, professional, amanah, dan transparan.
28