8
diabetes melitus. hal ini dikarenakan aktivitas fisik dapat meningkatkan sensitivitas kerja insulin dan meningkatkan toleransi glukosa. Pada studi
epidemiologi, aktivitas fisik menjadi prediktor kuat untuk mengurangi resiko kejadian diabetes melitus. Sedangkan riwayat keluarga dan obesitas merupakan
faktor resiko kuat untuk terjadinya diabetes melitus.
21
2.1.3 Glycemic load
Konsep glycemic load GL atau beban glikemik adalah nilai yang menunjukkan respon glukosa darah setelah mengkonsumsi satu porsi makanan
yang mengandung sejumlah karbohidrat. Perhitungan glycemic load dilakukan dengan cara nilai indeks glikemik makanan dikalikan dengan jumlah karbohidrat
dalam sajian dan dibagi seratus. Indeks glikemik dan glycemic load telah terbukti berguna untuk menilai perkembangan dari penyakit kronis dan obesitas. Salah
satu faktor resiko dari penyakit kronis ini nampaknya berhubungan dengan derajat peningkatan glukosa darah dan lamanya peningkatan glukosa darah itu terjadi.
10
Tabel 2.3. Klasifikasi nilai glycemic load
22
Nilai glycemic load Klasifikasi
≤10 Kategori Rendah
11 – 19
Kategori Sedang ≥20
Kategori Tinggi
Makanan dengan nilai glycemic load atau indeks glikemik tinggi berfungsi sebagai prediktor penyakit-penyakit kronis seperti diabetes melitus, obesitas, dan
penyakit jantung koroner. Hal ini terjadi karena kedua prediktor tersebut mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi, sehingga memicu
mekanisme-mekanisme yang mengakibatkan terjadinya penyakit kronis tersebut, seperti peningkatan kadar LDL darah yang mengakibatkan peningkatan beban
jantung, peningkatan kebutuhan insulin berakibat pada kerja sel beta pankreas
9
yang berlebihan, dan terjadi konversi dari glukosa menjadi lemak sehingga bertambahnya berat badan.
21
2.1.4 Metabolisme Karbohidrat
Polisakarida dan disakarida merupakan jenis pangan harian karbohidrat yang paling penting, dikarenakan molekul monosakarida tidak lazim ditemukan
dalam jumlah signifikan. Pencernaan polisakarida dimulai di rongga mulut. Enzim kunci yang berperan adalah enzim saliva alfa-amilase. Fase mengunyah
memberikan kesempatan makanan berada beberapa saat di dalam rongga mulut memberi kesempatan pencernaan secara enzimatik dan mengubah partikel
makanan menjadi lebih kecil secara mekanik. Polisakarida secara enzimatis akan dihidrolisis menjadi monosakarida, akan tetapi tidak semuanya karena
sesampainya bolus di lambung dan mengubah pH-nya, pada saat itu pencernaan enzimatik akan terhenti.
Pencernaan selanjutnya berada di usus halus dengan bantuan sekresi bikarbonat dari pankreas meningkatkan pH pada level yang memungkinkan
terjadinya aktivitas enzimatik. Enzim yang berperan adalah enzim alfa-amilase pankreas, mengubah sisa polisakarida menjadi disakarida. Selanjutnya, bentuk
disakarida akan dihidrolisis menjadi monosakarida dengan bantuan enzim disakaridase sukrase, maltase, dan laktase. Setelah mencapai hati, segala jenis
monosakarida fruktosa, glukosa, dan galaktosa akan diubah kedalam bentuk glukosa.
Glukosa sudah dapat digunakan oleh sel tubuh kita , masuk ke dalam sel dengan cara difusi terfasilitasi. Transport glukosa ke dalam sel sangat dibantu oleh
peran hormon insulin yang dihasilkan oleh sel beta pankreas. Sebelum glukosa diurai ke dalam bentuk adenosine tri phosphate ATP, glukosa harus melalui
serangkaian tahapan, antara lain: fosforilasi glukosa, glikolisis, dan siklus krebs.
10
10
2.1.5 Regulasi Glukosa Darah
Kontrol glukosa darah merupakan suatu proses yang penting bagi homeostasis tubuh. Hal ini sangat dibutuhkan bagi berlangsungnya proses
metabolisme organ, menggunakan glukosa dalam darah yang dapat digunakan sebagai energi, atau sebagai simpanan glikogen di hati, dan sebagai bahan bakar
simpanan yang dapat digunakan kembali oleh tubuh baik dengan cara glikogenolisis atau glukoneogenesis. Proses ini dikontrol oleh kerja hormon yang
dihasilkan oleh pankreas, insulin dan glukagon, serta glukokortikoid yang dihasilkan oleh korteks adrenal.
Peningkatan kadar glukosa darah yang terjadi setelah mengkonsumsi karbohidrat, direspon oleh sel beta pankreas untuk meningkatkan kadar insulin
dan menekan kadar hormon glukagon. Begitu juga sebaliknya, ketika kadar glukosa darah turun akan terjadi peningkatan sekresi glukagon dan penekanan
kadar hormon insulin.
23
Tabel 2.4. Pengaruh Beberapa Hormon Terhadap Metabolisme Glukosa
23
Hormon Efek terhadap glukosa
Rangsangan utama untuk
sekresi Peran pada
metabolisme
Insulin Meningkatkan
intake glukosa Meningkatkan
glikogenesis Menurunkan
glikogenolisis Menurunkan
glukoneogenesis Peningkatan
sekresi glukosa
dan asam amino darah
Regulator utama
siklus absorptif dan pasca-absoptif
11
Glukagon Meningkatkan
glikogenolisis Meningkatkan
glukoneogenesis Menurunkan
glikogenesis Menurunkan
kadar glukosa
darah dan
meningkatkan kadar
asam amino.
Bersama insulin
menjadi regulator utama siklus
absorptif dan pasca- absorptif,
serta proteksi terhadap hipoglikemia
Epinefrin Meningkatkan
glikogenolisis Meningkatkan
sekresi glukagon Menurunkan
glikogenesis Menurunkan
sekresi insulin Stimulasi
saraf simpatis
Penyediaan suplai
energi untuk situasi darurat dan olah raga
2.1.6 Roti
Roti didefinisikan sebagai makanan yang dibuat dari tepung terigu yang diragikan dengan ragi dan dipanggang. Adonan roti dapat ditambahkan bahan
seperti garam, gula, susu, dan bahan pelezat lainnya seperti cokelat, keju, kismis, dan sebagainya. Penggolongan roti dapat dilakukan berdasarkan rasa, warna, asal
daerah, bahan penyusun, dan cara pengembangannya. Sebagai contoh, perbedaan jenis roti berdasarkan cara pengolahannya, roti dapat dibedakan menjadi tiga
macam, roti goreng, roti kukus, dan roti panggang.
24
Bahan baku pembuatan roti dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu bahan pokok tepung terigu, air, ragi, bahan penambah rasa gula, garam,
mentega, susu, telur, dan bahan tambahan malt, emulsifier, pengawet, penambah mutu. Secara garis besar prinsip pembuatan roti haruslah melewati tahapan
pencampuran, peragian, pembentukan, dan pemanggangan.
24