dari 85 dB. Sebagai tambahan, waktu kerja seharusnya tidak lebih dari 8 jamhari atau 40 jamminggu, dan jika tingkat kebisingan lebih dari 85 dB,
penatalaksanaannya harus mengambil langkah pencegahan mengurangi NIHL dengan memakai karet penyumbat telinga ear plug, penutup
telinga ear muff atau memakai helm dengan penutup telinga, atau dengan mengurangi waktu kerja Harmadji Kabullah, 2004.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang skrining pendengaran pada pekerja pabrik minyak goreng di
Kawasan Industri Medan bagian Power plant 98 dB, Production 98 dB, Logistic 72 dB, Engineering 84 dB, General admin 72 dB, Quality
control 46 dB, dalam hal ini akan diteliti tentang gambaran pendengaran tenaga kerja pada bagian Power plant, Production, Logistic, Engineering,
General admin dan Quality control. Tempat yang diambil sebagai lokasi penelitian adalah pabrik minyak goreng yang merupakan salah satu
perusahaan yang bergerak di bidang pabrik minyak goreng di Kawasan Industri Medan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu :
1. Bagaimanakah proporsi GPAB pada pekerja pabrik minyak goreng dengan audiometri nada murni?
2. Berapa besarkah peran faktor risiko usia, masa kerja dan intensitas kebisingan terhadap terjadinya GPAB?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi GPAB dan faktor risiko usia, masa kerja dan intensitas kebisingan terhadap terjadinya
GPAB pada pekerja pabrik minyak goreng.
Universitas Sumatera Utara
1.3.2 Tujuan khusus
a. Mengetahui distribusi usia, jenis kelamin, tempat kerja proses dan non proses dan masa kerja pekerja pabrik minyak goreng.
b. Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan intensitas bising pada pekerja pabrik minyak goreng.
c. Mengetahui distribusi GPAB berdasarkan hasil audiometri nada murni pada pekerja pabrik minyak goreng.
d. Mengetahui distribusi keluhan tinitus pada pekerja pabrik minyak goreng.
e. Mengetahui distribusi pemakaian alat pelindung diri APD pada pekerja pabrik minyak goreng.
f. Mengetahui pengaruh usia, masa kerja dan intensitas kebisingan terhadap GPAB pada pekerja pabrik minyak goreng.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
1.4.1 Bidang akademik a. Memberikan data mengenai proporsi GPAB pada pekerja pabrik
minyak goreng dengan menggunakan audiometri nada murni. b. Menambah wawasan tentang program konservasi pendengaran
dan melakukan tindakan pencegahan terhadap GPAB secara lebih lanjut.
1.4.2 Perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
dapat dimanfaatkan dalam evaluasi dan perbaikan program konservasi pendengaran pada pekerja pabrik minyak goreng di lingkungan kerja
dalam rangka pelaksanaan program Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja SMK3.
Universitas Sumatera Utara
1.4.3 Pekerja Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada
pekerja pabrik minyak goreng tentang bahaya bising terhadap fungsi pendengaran dan tindakan yang dapat dilakukan secara perorangan
sebagai tindakan pencegahan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Organ Pendengaran 2.1.1 Anatomi telinga dalam
Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua atau satu-setengah putaran. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiolus, berisi saraf
dan suplai arteri dari arteri vertebralis. Bagian atas adalah skala vestibuli, berisi perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membrana
Reissner yang tipis gambar 2.1. Bagian bawah adalah skala timpani juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina
spiralis oseus dan membrana basilaris. Perilimfe pada kedua skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus
koklearis melalui suatu celah yang dikenal sebagai helikotrema Liston Duvall, 1997.
Gambar 2.1 A. Anatomi telinga; B. Daerah koklea yang paling sering mengalami kerusakan akibat paparan bising yang lama dan berhubungan
dengan ONIHL occupational noise induced hearing loss Kurmis Apps, 2007
6
Universitas Sumatera Utara
Terletak diatas membran basilaris dari basis ke apeks adalah organ Corti, yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf
perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut 3.000 dan tiga baris sel rambut luar 12.000. Ujung saraf aferen dan eferen
menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung diatasnya yang
cenderung datar, bersifat gelatinosa dan asesular, dikenal sebagai membran tektoria gambar 2.2 Liston Duvall, 1997.
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang
diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia Liston Duvall, 1997.
Gambar 2.2 Gambaran koklea bagian tengah Mills, Khariwala Weber 2006.
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus yang sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus.
Makula utrikulus terletak pada bidang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-
masing kanalis mempunyai ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel rambut menonjol pada kupula
Universitas Sumatera Utara
gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan silia sel-
sel rambut krista dan merangsang sel reseptor Liston Duvall, 1997.
2.1.2 Fisiologi pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara dan
tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang
akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong
foramen ovale. Energi getar yang telah diamplifikasi akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala
vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basillaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran area 39-40 di lobus temporalis Soetirto, Hendarmin Bashiruddin, 2007.
2.2 Bising
Bising noise adalah bunyi yang ditimbulkan oleh gelombang suara dengan intensitas dan frekuensi yang tidak menentu. Di sektor industri,
bising berarti bunyi yang sangat menggangu dan menjengkelkan serta sangat membuang energi Harrianto, 2010. Tiga aspek gelombang bising
yang perlu diperhatikan untuk terjadinya gangguan pendengaran yaitu frekuensi, intensitas dan waktu Agrawal, et al, 2008; Harrianto, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Frekuensi bunyi menentukan pola nada, dinyatakan dalam berapa getarandetik atau siklusdetik, yang satuannya disebut Hertz Hz.
Intensitas bunyi amplitudoderajat kekerasan bunyisound pressure level SPL adalah besarnya daya atau tinggi gelombang suara yang
merupakan ukuran derajat intensitas suatu bunyi. Besar intensitas bunyi dipadatkan dalam satuan desibel dB. Selain intensitas bunyi, derajat
gangguan bising bergantung pada lamanya pajanan Harrianto, 2010. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan program konversi
pendengaran terdiri
atas beberapa
undang-undang, Peraturan
Pemerintah, Kepres dan Peraturan Tingkat Menteri. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 tahun 1999 tentang nilai ambang batas faktor fisik
dalam lingkungan kerja, termasuk didalamnya tentang kebisingan tabel 2.1 Soetirto, Hendarmin Bashiruddin, 2007.
Tabel 2.1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51MEN1999. Nilai ambang batas kebisingan Soetirto, Hendarmin Bashiruddin, 2007.
Waktu pajanan per hari Intensitas kebisingan dalam dB
8 Jam
85 4
88 2
91 1
94 30
Menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
28,12 Detik
115 14,06
118 7,03
121 3,52
124 1,76
127 0,44
133 0,22
136 0,11
139
Frekuensi suara bising biasanya terdiri dari campuran sejumlah gelombang suara dengan berbagai frekuensi atau disebut juga spektrum
Universitas Sumatera Utara
frekuensi suara. Nada kebisingan dengan demikian sangat ditentukan oleh jenis-jenis frekuensi yang ada. Berdasarkan sifatnya bising dapat
dibedakan menjadi : Roestam, 2004 1. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi luas
Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap dalam batas amplitudo kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut. Contoh:
dalam kokpit pesawat helikopter, gergaji sirkuler, suara katup mesin gas, kipas angin, dsb.
2. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi sempit Bising ini relatif tetap dan hanya pada frekuensi tertentu saja misal
5000, 1000, atau 4000 Hz, misalnya suara gergaji sirkuler, suara katup gas.
3. Bising terputus-putus Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu kebisingan
tidak berlangsung terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Contoh kebisingan ini adalah suara lalu lintas, kebisingan di lapangan
terbang, dll. 4. Bising impulsif
Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya.
Contoh bising impulsif misalnya suara ledakan mercon, tembakan, meriam, dll.
5. Bising impulsif berulang-ulang Sama seperti bising impulsif, tetapi terjadi berulang-ulang misalnya
pada mesin tempa. Bising yang dianggap lebih sering merusak pendengaran adalah
bising yang bersifat kontinu, terutama yang memiliki spektrum frekuensi lebar dan intensitas yang tinggi Roestam, 2004.
Efek fisiologis kebisingan terhadap kesehatan manusia dibedakan dalam efek jangka pendek dan efek jangka panjang Arifiani, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Efek jangka pendek
Efek jangka pendek berlangsung sampai beberapa menit setelah pajanan terjadi, berupa kontraksi otot-otot, refleks pernafasan berupa
takipneu dan
respon sistem
kardiovaskuler berupa
takikardi, meningkatnya tekanan darah, dan sebagainya. Namun dapat pula terjadi
respon pupil mata berupa miosis, respon gastrointestinal yang dapat berupa gangguan dismotilitas sampai timbulnya keluhan dispepsia
Arifiani, 2004; Bashiruddin, 2009.
2.2.2 Efek jangka panjang
Efek jangka panjang terjadi sampai beberapa jam, hari ataupun lebih lama. Efek jangka panjang terjadi akibat adanya pengaruh hormonal. Efek
ini dapat berupa gangguan homeostasis tubuh karena hilangnya keseimbangan simpatis dan parasimpatis yang secara klinis dapat berupa
keluhan psikosomatik akibat gangguan saraf otonom, serta aktivasi hormon kelenjar adrenal seperti hipertensi, disritmia jantung, dan
sebagainya Arifiani, 2004.
2.3 Sumber Bising
Suara bising pada lingkungan juga dikenal sebagai kebisingan pada umumnya didefinisikan sebagai suara bising yang berasal dari semua
sumber bising tanpa terkecuali suara bising di tempat kerja. Sumber utama suara bising dari lingkungan adalah lalu lintas, industri, konstruksi
dan tempat kerja pada umumnya Zir, et al, 2008.
2.4 Dampak Bising
Pajanan bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan
komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa
gangguan pendengaran,
misalnya gangguan
terhadap pendengaran dan gangguan non pendengaran seperti komunikasi yang
Universitas Sumatera Utara
terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya kemampuan kerja, kelelahan dan stres Buchari, 2007.
2.4.1 Gangguan keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis
berupa kepala pusing vertigo atau mual-mual Roestam, 2004; Buchari, 2007.
2.4.2 Gangguan fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa
peningkatan tekanan darah mmHg, peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki serta dapat
menyebabkan pucat dan gangguan sensoris Roestam, 2004; Buchari,
2007. 2.4.3 Gangguan psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam
waktu jangka lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, stres, kelelahan dan lain-lain Roestam, 2004; Buchari, 2007;
Bashiruddin, 2009.
2.4.4 Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas atau gangguan kejelasan suara.
Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada
kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya; gangguan komunikasi ini secara tidak langsung
membahayakan keselamatan pekerja Roestam, 2004; Buchari, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.4.5. Gangguan pendengaran
Efek pada pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya
bersifat sementara dan akan segera pulih kembali bila menghindar dari sumber bising, namun bila terus menerus bekerja di tempat bising, daya
dengar akan hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali Roestam, 2004; Buchari, 2007.
Efek bising terhadap pendengaran dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu reaksi adaptasi, peningkatan ambang pendengaran yang
berlangsung sementara noise induced temporary threshold shift dan peningkatan ambang dengar yang berlangsung permanen noise induced
permanent threshold shift Arifiani, 2004; Kusmindari, 2008. A. Reaksi adaptasi
Adaptasi merupakan fenomena fisiologis, keadaan ini terjadi bila telinga mendapat stimulasi oleh bunyi dengan intensitas 70 dB atau lebih
kecil lagi. Pemulihan dapat terjadi dalam waktu setengah detik. Keadaan ini disebut juga perstimulatory fatique Bashiruddin Soetirto, 2007; Abdi,
2008; Kusmindari, 2008. B. Peningkatan ambang dengar sementara tuli sementara PADS
Peningkatan ambang dengar sementara PADS adalah perubahan pendengaran sesudah terpapar bising yang dapat sembuh dengan
sendirinya dalam 24 – 48 jam Dobie, 2006; Buchari, 2007; Agrawal, et al,
2008; Kusmindari, 2008; Arts, 2010. Pada keadaan PADS terjadi kenaikan nilai ambang pendengaran
secara sementara setelah adanya pajanan terhadap suara dan bersifat reversibel. Untuk menghindari kelelahan auditorik, maka ambang
pendengaran diukur kembali 2 menit setelah pajanan suara. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pergeseran nilai ambang pendengaran ini
adalah derajat suara, durasi pajanan, frekuensi yang diuji, spektrum suara dan faktor-faktor lain seperti usia, jenis kelamin, status kesehatan, obat-
obatan beberapa obat dapat bersifat ototoksik sehingga menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
kerusakan permanen dan keadaan pendengaran sebelum pajanan Arifiani, 2004.
Luasnya PADS dapat diprediksi pada penyebab intensitas bising, frekuensi bising, dan pola temporal dari paparan bising misal: intermiten
atau terus menerus. PADS selalu pada frekuensi antara 3000 – 6000 Hz
dan sering pada frekuensi 4000 Hz. Frekuensi bising yang tinggi lebih merusak dibandingkan frekuensi bising rendah, oleh sebab itu intensitas
bising tidak dapat menjadi faktor resiko tunggal Mathur, 2009. Ambang batas sementara sering ditandai oleh gejala umum kerusakan
pendengaran, termasuk tinitus, suara bising, dan diplakusis. Peningkatan ambang dengar sementara PADStuli sementara bergantung pada
durasi paparan bising, pemulihan PADStuli sementara dapat terjadi dalam beberapa periode berkisar antara menit hingga jam dan hari Martin
Martin, 2010. Untuk suara yang lebih besar dari 85 dB dibutuhkan waktu bebas
paparan atau istirahat 3 – 7 hari, bila waktu istirahat tidak cukup dan
tenaga kerja kembali terpapar bising semula, dan keadaan ini berlangsung terus menerus maka ketulian sementara akan bertambah setiap hari
kemudian menjadi ketulian menetap Roestam, 2004. C. Peningkatan ambang dengar permanen PADP tuli menetap
Setelah paparan bising ulangan yang pada awalnya hanya disebabkan oleh PADS, pekerja yang mengalami perubahan ambang
dengar tidak dapat pulih kembali. Hal ini disebut peningkatan ambang dengar permanen PADP yang disebabkan oleh bising. Pada penelitian
epidemiologi, sebagai contoh peneliti menemukan bahwa PADP disebabkan oleh paparan bising 100 dB selama 10 tahun dengan
mengukur ambang batas pendengaran pekerja dan kemudian dikurangi dengan perkiraan kehilangan pendengaran oleh usia Dobie, 2006.
PADP adalah gangguan pendengaran permanen yang tidak dapat disembuhkan. Paparan bising menyebabkan hilangnya stereosilia sel
rambut secara permanen disertai adanya kerusakan pada struktur-struktur
Universitas Sumatera Utara
saraf sensori. Penderita PADP harus dilakukan pemeriksaan audiometri setelah periode pemulihan dalam 24 jam diikuti dengan menghindari
paparan bising pada tingkat bising yang berbahaya Agrawal, et al, 2008.
2.5 Pengukuran Pajanan Bising
Pengukuran terhadap pajanan bising diperlukan bila dicurigai adanya suatu pajanan atau sumber bising yang dapat menimbulkan pengaruh
pada lingkungan sekitarnya. Secara umum tujuan pengukuran bising adalah memisahkan dan mendeskripsikan secara khusus tentang sumber
bising Abdi, 2008. Pengukuran objektif terhadap bising dapat dilakukan dengan
menggunakan alat sound level meter Abdi, 2008; Harrianto, 2010.
Sound level meter SLM
Cara yang terbaik untuk menentukan besarnya pajanan bising pada seseorang individu pekerja adalah dengan mengukur derajat pajanan
bising di lokasi tempat kerja, dengan peralatan yang disebut sound level meter SLM. SLM merupakan instrumen dasar untuk mengukur variasi
tekanan bunyi di udara, yang dapat mengubah bising menjadi suatu sinyal elektrik, dan hasilnya dapat dibaca secara langsung pada monitor dengan
satuan desibel dB. Alat ini berisi mikrofon dan amplifier, pelemah bunyi yang telah dikalibrasi, satu set network frequency response dan sebuah
monitor. Beberapa SLM mempunyai rentang pengukuran 40 -140 dB. Seperti lazimnya peralatan lainnya, SLM harus dikalibrasi sebelum dan
sesudah pengukuran bising, biasanya dengan menggunakan kalibrator akustik Harrianto, 2010.
2.6 Gangguan Pendengaran Akibat Bising GPAB