Latar Belakang Skrining pendengaran pada pekerja pabrik minyak goreng di Kawasan Industri Medan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Yang dimaksud dengan istilah “tuli akibat kerja” yaitu gangguan pendengaran parsial atau total pada satu atau kedua telinga yang didapat di tempat kerja. Termasuk dalam hal ini adalah trauma akustik dan tuli akibat kerja karena terpajan bising. Tuli akibat terpajan bising atau yang sering kali disebut gangguan pendengaran permanen kumulatif, selalu merupakan tuli sensorik yang diakibatkan pajanan bising terus menerus selama jangka waktu yang panjang, biasanya untuk beberapa tahun, dan hampir selalu mengenai kedua telinga Harrianto, 2010. GPAB gangguan pendengaran akibat bising adalah hal yang paling umum dari kehilangan pendengaran yang didapat acquired setelah kehilangan pendengaran yang berkaitan dengan usia presbycusis, dimana pada penelitian menggambarkan bahwa seseorang yang terpapar bising pada tingkat tinggi lebih dari 85 dB dapat menderita GPAB. Sebagai ciri khas dari GPAB adalah kehilangan pendengaran tipe sensorineural yang melibatkan telinga dalam Nandi Dhatrak, 2008. Di Amerika tahun 2000 lebih dari 5,1 juta pekerja terpajan bising dengan intensitas lebih dari 85 dB. Barrs melaporkan pada 246 orang tenaga kerja yang menderita tuli saraf, dan dari jumlah tersebut 37 didapatkan gambaran takik pada frekuensi 4000 Hz dan 6000 Hz. Berdasarkan OSHA Occupational Health and Safety Administration 5 – 10 juta orang berisiko mengalami tuli akibat bising karena sering terpapar dengan suara lebih dari 85 dB ditempat kerja Soetjipto, 2007. Di Polandia 2002 diperkirakan 600.000 dari 5 juta pekerja industri mempunyai risiko terpajan bising dengan perkiraan 25 dari jumlah yang terpajan terjadi GPAB. Dari seluruh penyakit akibat kerja dapat diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36 kasus baru dari 100.000 pekerja setiap tahun Soetjipto, 2007. 1 Universitas Sumatera Utara Di Indonesia, penelitian Sundari 1997 pada pabrik peleburan baja prevalensi NIHL 31,55 Noise Induced Hearing Loss pada tingkat paparan kebisingan 85 - 105 dB Roestam, 2004. Lusianawaty 1998 pada perusahaan plywood di Tangerang menunjukkan dari 22 orang yang terpajan bising dengan intensitas 85 – 108 dB didapatkan 31,8 mengalami NIHL Tana, et al, 2002. Penelitian Belia 2006 di PT Maruki Internasional Indonesia hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari 57 tenaga kerja yang mengalami gangguan pendengaran 10 tenaga kerja dengan masa kerja diatas 5 tahun dan 2 tenaga kerja yang mengalami gangguan pendengaran dengan masa kerja dibawah 5 tahun. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kejadian gangguan pendengaran. Hasil yang sama ditunjukkan oleh Gamariah Putuhena 2006 di PT Irmasulindo Makassar dimana ditemukan ada hubungan antara masa kerja dengan timbulnya gangguan pendengaran pada tenaga kerja Mallapiang, 2008. Alberti 1991 pajanan 90 dB dalam 8 jam kerja dan 5 hariminggu maka 15 dari populasi terpajan berisiko menderita ketulian secara bermakna setelah terpajan selama 10 tahun. Sundari 1994 menunjukkan dengan masa kerja 10 tahun dan Kertadikara 1997 mendapatkan tahun kesembilan pajanan bising merupakan batas terjadinya gangguan pendengaran secara bermakna Tana, et al, 2002. Arini 2005 mendapati hasil pengukuran audiometri pada 60 orang tenaga kerja yang menderita GPAB tipe sensorineural 23 orang 38,3 dan 37 orang 61,7 tidak mengalami GPAB Arini, 2005. Tidak ada terapi medis atau tindakan bedah untuk mengobati NIHL Noise Induced Hearing Loss. Hal yang paling penting adalah pencegahan NIHL dengan memakai pelindung bising atau mengurangi paparan terhadap bising. Di Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja no. : KEP 51MEN1999, tanggal 16 April 1999, mengatur tentang intensitas kebisingan maksimal pada daerah kerja tidak melebihi Universitas Sumatera Utara dari 85 dB. Sebagai tambahan, waktu kerja seharusnya tidak lebih dari 8 jamhari atau 40 jamminggu, dan jika tingkat kebisingan lebih dari 85 dB, penatalaksanaannya harus mengambil langkah pencegahan mengurangi NIHL dengan memakai karet penyumbat telinga ear plug, penutup telinga ear muff atau memakai helm dengan penutup telinga, atau dengan mengurangi waktu kerja Harmadji Kabullah, 2004. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang skrining pendengaran pada pekerja pabrik minyak goreng di Kawasan Industri Medan bagian Power plant 98 dB, Production 98 dB, Logistic 72 dB, Engineering 84 dB, General admin 72 dB, Quality control 46 dB, dalam hal ini akan diteliti tentang gambaran pendengaran tenaga kerja pada bagian Power plant, Production, Logistic, Engineering, General admin dan Quality control. Tempat yang diambil sebagai lokasi penelitian adalah pabrik minyak goreng yang merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pabrik minyak goreng di Kawasan Industri Medan.

1.2 Perumusan Masalah