23
2.4.1 Jenis-jenis Etika Lingkungan
Dalam rangka untuk memahami bagaimana pandangan seperti itu dapat dibenarkan secara rasional, akan sangat membantu untuk membuat perbedaan antara dua
jenis dari etika lingkungan hidup yaitu
human-centered
atau
anthropocentric
berpusat pada manusia
dan
life-centered
atau
biocentric
. Teori etika lingkungan hidup yang berpusat pada manusia atau
human-centered
berpendapat bahwa tugas moral kita terhadap alam pada akhirnya berasal dari tugas hutang budi kita terhadap satu sama lain sebagai
human beings.
Karena kita harus menghormati hak asasi setiap orang, atau harus melindungi dan mempromosikan kehendak bebas manusia atau
well-being of humans,
bahwa kita harus menempatkan kendala tertentu pada perlakuan kita terhadap bumi, lingkungan yang alami
dan pada tempat tinggalnya.
Human-centered
adalah etika lingkungan hidup yang berpusat pada manusia dengan menekankan pada penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia dalam menghayati
keberadaannya di alam sebagai upaya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dari segi lingkungan maupun kesehatan sebagai tugas dan tanggung jawab moral manusia saat ini bagi
generasi di masa depan. Tanggungjawab untuk melindungi lingkungan, khususnya juga alam liar karena berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan kita. kadang-kadang variasi gen dari
tumbuh-tumbuhan dan spesies hewan membutuhkan pengembangan baru yang berguna untuk melindungi manusia dari penyakit dengan mengontrol bakteri dan kuman. Selain itu,
juga untuk memproduksi jenis sumber daya makanan baru melalui proses genetik dengan menggunakan
engginering genetic
. Generasi masa depan dari manusia memiliki hak yang sama banyak untuk hidup aman dan sehat secara fisik sama seperti generasi sekarang. Oleh
karena itu tidak adil jika kita memperlakukan alam dengan buruk. Alasannya, karena
24
keseluruhan sistem dan standar perilaku aturan yang mengatur perilaku kita saat ini dalam kaitan dengan bumi sebagai lingkungan yang natural dapat di dasarkan pada kepentingan kita
sendiri sebagai manusia. Namun demikian etika lingkungan hidup bukan merupakan sub divisi dari etika manusia.
21
Etika lingkungan hidup berdasarkan perspektif
life-centered
menekankan kewajiban dan tanggungjawab dalam menghargai lingkungan dalam komunitasnya di alam
secara natural. Etika ini lebih lanjut menekankan pentingnya memiliki respek terhadap hewan liar dan tumbuh-tumbuhan di bumi sebagai alasan dari moral yang menentukan relasi antara
diri manusia dan dunia yang natural itu sendiri.
22
Karena alam bukan hanya semata-mata sebagai objek yang di eksploitasi dan menjadi bahan konsumsi manusia semata. Karena
setiap mahkluk hidup di alam memiliki kekayaan dan kebajikan
virtue
dari keberadan mereka sebagai anggota dari komunitas kehidupan. Oleh karena itu, lingkungan tidak hanya
digunakan untuk kesenangan manusia saja atau sebagai tempat untuk belajar sesuatu yang menarik dari alam.
Hal ini didukung juga oleh pandangan dari Radjasa Mu’tasim dengan mengutip pendapat Magnis-Suseno, mengatakan bahwa Manusia harus belajar menghormati
alam. Alam harus dilihat bukan semata-mata sebagai sesuatu yang berguna, melainkan juga mempunyai nilainya sendiri. Kalau terpaksa manusia harus mencampuri proses-proses alam,
maka hanya seperlunya dan dengan tetap menjaga keutuhannya. Lebih dari itu, semua makhluk hidup harus dipandang sebagai saudara.
23
21
Ibid., 11-12.
22
Ibid., 12.
23
Radjasa Mu’tasim
.
Pendidikan Etika Lingkungan Hidup: Orientasi ke arah lingkungan hidup secara holistik. Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta 2008.
25
Selain dua jenis ini, Robert P. Borrong menambahkan jenis etika lingkungan yang lain yakni, ekosentris. Jenis ekosentirs berpendirian bahwa bumi sebagai keseluruhan atau
sebagai sistem tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Maka lingkungan harus diperhatikan karena manusia hanyalah salah satu subsistem atau bagian kecil dari seluruh
ekosistem. Pandangan ini dianut umumnya oleh manusia Timur, termasuk orang Indonesia, yang sangat menekankan hubungan erat antara manusia dengan lingkungan hidupnya.
Manusia adalah mikro dari makro kosmos. Menurut pandangan ini, bumi memiliki nilai hakiki
intrinsic value
yang harus dihormati oleh manusia. Maka alam atau lingkungan tidak boleh diperlakukan semena-mena, karena bumi memunyai nilainya yang luhur yang harus
dijaga, dihormati, dan dianggap suci.
24
Meskipun demikian kita memiliki kewajiban moral sebagai tugas untuk hidup berdasarkan kemanusiaan kita, sekaligus mempunyai tugas untuk membangun relasi hidup
bersama sebagai mahkluk hidup dengan alam liar secara benar pada posisi yang sebenarnya. Hal ini tidak bermaksud untuk membawa satu moral secara personal yang benar pada semua
konteks. Tugas kita terhadap bentuk-bentuk kehidupan di bumi selain manusia di dasarkan pada status entitas mereka yang memiliki nilai dan yang melekat pada dirinya. Lebih lanjut
mereka memiliki semacam nilai atau
virtue
yang menjadi milik dan sifat mereka yang sangat alami, dan
virtue
atau nilai semacam ini akan menjadi salah jika keberadaannya hanya untuk manusia semata sampai akhir. Ini adalah untuk kepentingan mereka dan seharusnya
24
Robert P. Borrong. Etika Lingkungan hidup dari perspektif teologi Kristen. Jurnal pelita zaman; Yayasan Pengembangan Pelayanan Kristen Pelita Zaman, volume 13 No. 1 1998.
26
manusia dapat mendorong atau melindunginya. Hal ini mau menekankan bahwa manusia harus juga memperlakukan alam dengan penuh hormat atau respek.
25
Teori etika lingkungan yang berpusat pada manusia atau
human-centered theory
dengan kata lain dapat menerima klaim secara konseptual tetapi menolak satu norma saja. Hal ini terkait dengan konteks isu yang diangkat khususnya masalah benar atau salah suatu
klaim normatif sama halnya dengan posisi teori etika lingkungan hidup terkait dengan
life- centered
. Oleh karenanya, posisi etika
life-centered
dapat dipandang salah jika seseorang menempatkan semua hewan dan tumbuhan sebagai subjek moral, contoh: Apakah kita
mempunyai tanggungjawab terhadap nyamuk?
26
Oleh karena itu pilihan ini harus dipahami dan dipertimbangkan secara rasional untuk memahami benar atau salahnya pemahaman
terhadap etika lingkungan dari sisi biocentrism maupun antroposentris karena adanya konflik pemahaman terhadap hal ini.
Sebagai langkah utama kita mengamati bagaimanapun terdapat konflik antara kehendak bebas dari
non-human organism
dan kehendak bebas manusia. Oleh karena itu, konflik ini harus dimengerti dari dua keberadaan untuk membuat dan melegitimasi suatu
keputusan atau klaim dari pertimbangan sebagai penghargaan terhadap subjek moral yang tepat, sehingga pernyataan normatif bahwa semua mahkluk hidup bermoral subjek dibuat
tidak masuk akal atau praktis dari etika lingkungan hidup menjadi jelas. Berangkat dari masalah konflik tersebut dibutuhkan
self-preservation
atau penjagaan terhadap diri dari sebuah masalah etika yang seharusnya membutuhkan suatu langkah resolusi yang adil atau
25
Paul W. Taylor, Respect For Nature A Theory of Environmental Ethics. Princeton University Press. 1986:New Jersey, 13.
26
Ibid., 20-21.
27 fair
dari persaingan klaim moralnya. Pemahaman ini lebih lanjut di bahas dalam posisi sebagai objek moral pada bab selanjutnya.
2.4.2 Agen Moral dan Moral sebagai Subjek