36
percaya sebagai salah satu pemahaman etika terkait dengan lingkungan,
43
dalam posisi penciptaan oleh Allah sebagai nilai intrinsiknya atau
intrinsic value
. Hal ini bukan menyangkut apa yang Allah rasakan tetapi menurut Dyke lebih kepada
kualitas yang diciptakan oleh Allah itu sendiri dalam kitab Kejadian sehingga memperkuatnya. Selain itu, hal tersebut juga menurutnya kata manusia adalah
gambaran Allah “
image
” merujuk atau merepresentasikan pada makna royal yang mana menjadi semacam perintah agar manusia bertindak sesuai dengan kehendak
Allah sehingga teks tersebut menyatakan bahwa Allah membuat manusia menjadi wakil dari dirinya untuk ciptaan non-manusia dan akan bertindak melalui mereka
untuk mencapai tujuan yang Allah maksudkan.
44
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, gereja sebenarnya mempunyai sejarah yang panjang terkait dengan lingkungan, dimulai dari
Perjanjian Lama-Perjanjian Baru yang telah dimaknai oleh orang-orang Kristen lewat komunitas gereja yang mana hal ini dibangun dari dalam diri setiap anggota
orang percaya. Sehingga lewat iman dan prakteknya dapat bertindak secara etis untuk memenuhi maksud dari apa yang Allah ciptakan di dalam dunia bagi
manusia dan seluruh alam ciptaan demi kemulian nama-Nya dalam rangka melaksanakan tugas dan tanggungjawab penatalayanan gereja secara holistik.
2.5.2 Peranan Kitab Suci dalam Ekologi
Kenyataan mengenai kondisi lingkungan yang mengalami kerusakan yang luar biasa seperti, pencemaran udara, air, perusakan dan erosi tanah,
43
Ibid., 50-53.
44
Ibid., 54.
37
penebangan pohon dan penggundulan hutan, serta pemburuan satwa. Krisis ekologi yang terjadi ini tidak hanya mempengaruhi segi-segi material planet bumi
ini, melainkan juga mempengaruhi bidang-bidang kehidupan lain yakni, ekonomi, politik, hidup keagamaan, sosial, moral, baik secara perorangan maupun kolektif
dalam hidup bersama. Ketika berbicara ekologi fisikalamiah, ekologi manusiawi, ekologi sosial, ekologi ekonomi dan seterusnya, semuanya ini saling berhubungan
dan saling mempengaruhi.
45
Dengan melihat kenyataan seperti ini, maka diperlukan cara berteologi yang baru. Kita perlu melihat kembali cara berteologi kita selama ini yang hanya
berpusat pada sejarah manusia, sedangkan keadaan dan proses pergantian alam, lingkungan hidupnya jarang dijadikan sasaran pemikiran. Pandangan teologi yang
dualistic
dan bersifat berat sebelah itu jauh dari isi
credo
kita tentang kebangkitan badan. Karena hal-hal kerohanian saja yang diutamakan, padahal sebenarnya
terdapat sumber tradisi ajaran yang cukup kaya mengenai ciptaan bumi yang kita peroleh dari ajarah Perjanjian Lama seperti dalam Kejadian, Deutero-Yesaya,
Mazmur dan sastra kebijaksanaan. Makna dan peranan inkarnasi Sang Sabda kurang dikaitkan dengan masalah lingkungan hidup.
Hal ini baru disadari sejak 40 atau 50 tahun terakhir ini oleh dorongan Pierre Theilhard de Chardin SJ 1881-1955, sebagai seorang imam dan ahli
paleontology, jarak perhatian kepada dunia manusia dan dunia alam diperdekat. Maka timbullah usaha menyusun kembali suatu teologi baru tentang ciptaan
sebagai hasil kerja sama antara filsuf, teolog, ilmuwan, cendekiawan dan para
45
Amatus Woi. Menyapa Bumi menyembah Hyang Ilahi: Manusia dan Lingkungan dalam Persekutuan Ciptaan. Kanisius. 2008:Yogyakarta, 55
38
penganut tradisi rohani Ibrani dan Kristen. Dalam dialog interdisipliner mengenai masalah lingkungan, peranan Kitab Suci sebagai sebagai sumber informasi ajaran
iman semakin disadari kebutuhannya.
2.5.3 Allah Pencipta Lingkungan Hidup