Materi Pemfaktoran Bentuk Aljabar Diagnosis Kesulitan Siswa dalam Pengunaan Konsep dan Prinsip

17 d. Tahap Operasi Formal 11-15 tahun Pada tahap ini, anak mampu menggunakan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak tanpa disertai benda-benda konret. Contohnya, anak dapat menentukan tinggi seseorang pada gambar dengan menggunakan konsep perbandingan. Tahap perkembangan kognitif yang dikemukakan Piaget ini menunjukkan bahwa perkembangan selalu mendahului pembelajaran.

3. Materi Pemfaktoran Bentuk Aljabar

Pemfaktoran merupakan teknik untuk menyatakan bentuk penjumlahan bilangan ke dalam bentuk perkalian dari faktor-faktor bilangan tersebut M. Cholik Adinawan dan Sugijono, 2007: 16. Dalam pembelajaran pemfaktoran bentuk aljabar, siswa harus memahami konsep dan prinsip dasar aljabar terlebih dahulu. Konsep dasar aljabar yang harus dikuasai siswa antara lain mampu membedakan variabel, koefisien, konstanta, faktor persekutuan, suku sejenis, dan suku tak sejenis. Prinsip dasar aljabar yang harus dikuasai siswa antara lain menyederhanakan bentuk aljabar, menggabungkan bentuk aljabar dengan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan menggunakan faktor persekutuan untuk menyelesaikan pembagian bentuk aljabar, serta pemangkatan bentuk aljabar. Selanjutnya, siswa dapat memahami konsep dan prinsip pemfaktoran bentuk aljabar. Konsep pemfaktoran bentuk aljabar yang 18 harus dikuasai siswa antara lain sebagai berikut M. Cholik Adinawan dan Sugijono, 2007: 16-24. a. Pemfaktoran dengan hukum ditributif, yaitu + = + b. Pemfaktoran bentuk 2 ± 2 + 2 , yaitu 2 + 2 + 2 = + + dan 2 − 2 + 2 = − − c. Pemfaktoran selisih dua kuadrat, yaitu 2 − 2 = + − d. Pemfaktoran bentuk 2 + + dengan = 1, yaitu 2 + + = + + , b dan c adalah bilangan real dengan syarat = × dan = + e. Pemfaktoran bentuk 2 + + dengan ≠ 1, yaitu 2 + + = 2 + + + a, b dan c adalah bilangan real dengan syarat × = × dan = + . Prinsip pemfaktoran bentuk aljabar yang harus dikuasai siswa antara lain menggabungkan bentuk aljabar dengan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, dan perkalian secara benar dan tepat.

4. Diagnosis Kesulitan Siswa dalam Pengunaan Konsep dan Prinsip

Cooney 1975: 202-203 memberikan petunjuk bahwa untuk mengetahui kesulitan siswa dalam memahami suatu materi, perlu dilakukan suatu diagnosis kesulitan siswa agar dapat ditentukan cara 19 perbaikan yang tepat. Pada dasarnya, diagnosis kesulitan siswa ini hampir sama dengan diagnosis penyakit yang dilakukan oleh seorang dokter untuk menentukan resep pengobatan. Perbedaannya, dokter hanya melakukan diagnosis bagi pasien yang berkonsultasi dengannya, sedangkan guru melakukan diagnosis bagi siswa yang berkonsultasi maupun tidak. Menurut Sugihartono dkk 2012: 150, diagnosis kesulitan dapat diartikan sebagai proses menentukan masalah atau ketidakmampuan siswa dalam belajar dengan cara menelusuri latar belakang penyebabnya atau dengan cara menganalisis gejala-gejala kesulitan dan hambatan belajar yang tampak dari diri siswa. Koestoer Partowisastro dan Hadisuparto 1982: 95 juga menambahkan bahwa diagnosis kesulitan belajar merupakan tindakan yang efisien untuk menemukan sampai sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan yang diharapkan oleh sekolah. Hal inilah yang menjadi dasar, peneliti melakukan diagnosis kesulitan untuk mengetahui kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar yang berkaitan dengan pemfaktoran. Diagnosis kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar dapat ditinjau dari pengetahuan konsep dan prinsip pemfaktoran bentuk aljabar. Pedoman dalam mendiagnosis kesulitan penggunaan konsep dan prinsip dapat diuraikan sebagai berikut. 20 a. Diagnosis Kesulitan Penggunaan Konsep Konsep merupakan ide abstrak yang memungkinkan siswa dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh Erman Suherman, 2003: 33. Kesulitan siswa dalam memahami konsep pemfaktoran bentuk aljabar dapat ditinjau dari pengetahuan siswa mengenai konsep-konsep yang ada dalam pokok bahasan materi pemfaktoran bentuk aljabar. Menurut Cooney 1975: 216-221, pengetahuan tersebut dapat ditinjau dari kemampuan siswa yang meliputi indikator sebagai berikut. 1 Menandai, menggungkapkan dengan kata-kata, dan mendefinisikan konsep. Contohnya, siswa belum dapat menentukan variabel dan konstanta dari suatu bentuk aljabar. 2 Mengidentifikasikan contoh dan bukan contoh. Contohnya, siswa tidak mampu membedakan suku-suku sejenis dan suku- suku tak sejenis dari suatu bentuk aljabar. 3 Menggunakan model, gambar, dan simbol untuk merepresentasikan konsep. Contohnya, siswa tidak dapat menyajikan himpunan dalam diagram Venn. 4 Menerjemahkan satu konsep ke konsep lain. Contohnya, siswa belum dapat menyatakan masalah sehari-hari ke dalam kalimat matematika yang tepat. 5 Mengidentifikasi sifat-sifat dari konsep yang diberikan dan mengenali kondisi syarat yang ditentukan suatu konsep. 21 Contohnya, siswa tidak mampu menyederhanakan bentuk aljabar dengan cara mengelompokkan suku-suku sejenis. 6 Membandingkan dan menegaskan konsep-konsep. Contohnya, siswa tidak mampu membandingkan pola dari konsep pemfaktoran bentuk kuadrat sempurna dengan konsep penguadratan suku dua. b. Diagnosis Kesulitan Penggunaan Prinsip Prinsip merupakan objek yang paling abstrak dan berupa sifat atau teorema Erman Suherman, 2003: 33. Kesulitan siswa dalam memahami prinsip pemfaktoran bentuk aljabar dapat ditinjau dari pengetahuan siswa mengenai prinsip-prinsip yang ada dalam pokok bahasan materi pemfaktoran bentuk aljabar. Menurut Cooney 1975: 221-225, pengetahuan tersebut dapat ditinjau dari kemampuan siswa yang meliputi indikator sebagai berikut. 1 Mengenali penggunaan prinsip. Contohnya, siswa tidak dapat menggunakan sifat distributif perkalian untuk menyelesaikan pemfaktoran bentuk + = + . 2 Memberikan alasan pada langkah-langkah penggunaan prinsip. Contohnya, siswa tidak memberikan dan menuliskan alasan pada setiap langkah penyelesaian masalah yang diberikan secara rinci. 22 3 Menggunakan prinsip secara benar dan tepat. Contohnya, siswa kurang telliti atau salah dalam menghitung hasil penjumlahan, pengurangan, dan perkalian bentuk aljabar. 4 Mengenali prinsip yang benar dan tidak benar. Contohnya, siswa tidak dapat membedakan langkah-langkah memfaktorkan dengan menjabarkan. 5 Menggeneralisasikan prinsip baru dan memodifikasi suatu prinsip. Contohnya, siswa tidak mampu mengaitkan hasil pemfaktoran dengan akar-akar dari persamaan kuadrat. 6 Mengapresiasikan peran prinsip-prinsip dalam matematika. Contohnya, siswa belum dapat menentukan penyelesaian pertidaksamaan linear satu variabel dengan cara mendata anggotanya dengan tepat. Berdasarkan uraian indikator diagnosis kesulitan penggunaan konsep dan prinsip, dalam penelitian ini seharusnya dirancang suatu tes diagnostik yang sesuai dengan indikator diagnosis kesulitan tersebut. Tes diagnostik merupakan tes yang dirancang untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi letak kesulitan siswa secara tepat dan akurat Ali Hamzah, 2014: 57. Akan tetapi, dalam penelitian ini, terdapat keterbatasan, yaitu tes yang dirancang justru merupakan suatu tes formatif. Tes formatif merupakan tes yang dirancang untuk mengetahui pada bagian 23 mana dari pokok bahasan dan subpokok bahasan yang belum dikuasai siswa sehingga dapat diupayakan perbaikannya Ali Hamzah, 2014: 60. Meskipun demikian, kedudukan tes formatif dapat dipandang sebagai tes diagnostik karena hasil tes formatif dapat digunakan untuk mengetahui letak kesulitan siswa dalam mempelajari materi tertentu Suharsimi Arikunto, 2006: 36-37.

5. Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa