Chemical Oxygen Demand COD

bawah ini. Tabel 5. Beberapa penelitian pengolahan air limbah secara biologi dan penurunan BOD yang terjadi No Sumber limbah dan Peneliti Agen biologi Awal mgl Akhir mgl Awal – akhir mgl Penurunan BOD Lama pengolahan jam 141,00 21,30 119,70 84,96 24 153,33 38,91 114,42 74,62 72 1. PT. INAGRO Rini 1998 Kangkung air Ipomoea aquatica 119,67 30,54 89,13 63,73 144 Eceng gondok Eichhornia crassipes 291,76 155,23 136,53 46,79 24 Kayu apu Pistia stratiotes 155,23 113,45 41,78 26,92 24 2. Kantin buatan Ismanto 2005 Kangkung air Ipomoea aquatica 113,45 87,71 25,74 22,69 24 3. Domestik Ishartanto 2008 Bacillus sp. 304,43 10,14 294,29 96,67 12 Bacillus sp. 994,63 56,28 938,35 94,34 12 Kangkung air Ipomoea aquatica 994,63 174,65 819,98 82,44 12 4. Kantin buatan Penulis 2008 Bacillus sp.- Kangkung air Ipomoea aquatica 994,63 32,98 961,65 96,68 12 Sistem pengolahan air limbah yang dilakukan penulis membutuhkan biaya listrik untuk aerasi, namun hasil penurunan nilai BOD 96,68 yang terjadi jauh lebih besar dibandingkan dengan sistem pengolahan yang dilakukan penelitian lain. Selain itu dari sistem pengolahan air limbah yang dilakukan penulis dapat diperoleh hasil sampingan berupa penambahan bobot kangkung air. Beberapa hal tersebut dapat dijadikan pertimbangan jika sistem ini akan diaplikasikan di lapangan.

4.2.2.3. Chemical Oxygen Demand COD

COD menggambarkan banyaknya kandungan bahan organik yang dapat dioksidasi secara kimiawi, baik yang bersifat biodegradable maupun non biodegradable di suatu perairan. Nilai COD yang tinggi menggambarkan tingginya tingkat pencemaran suatu perairan. Waktu aerasi jam ke- 12 24 48 72 CO D m g l 0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00 1400.00 1600.00 1800.00 Bacillus sp. Kontrol Kangkung air Kangkung air - Bacillus sp. Batas maksimum berdasarkan KepMen LH No. 52 Th. 1995 Nilai 95 Convident limit Gambar 16. Grafik nilai rataan COD selama penelitian Nilai COD pada semua perlakuan setelah diaerasi selama 12 jam memiliki kecenderungan menurun tajam. Perlakuan Bacillus sp. – kangkung air Ipomoea aquatica mampu menurunkan nilai COD lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya setelah diaerasi selama 12 jam yaitu sebesar 74,39 . Persentase penurunan COD untuk perlakuan Bacillus sp., kangkung air Ipomoea aquatica dan kontrol setelah aerasi selama 12 jam adalah masing-masing sebesar 66,82 , 54,22 dan 32,36 . Nilai COD air limbah sebelum dan setelah diolah hingga jam ke – 72 belum memenuhi baku mutu berdasarkan KepMen LH No. 52 Th. 1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan hotel. Hal ini diduga kandungan bahan pencemar organik yang sangat tinggi pada awal perlakuan. Grafik kandungan COD pada air limbah dapat dilihat pada Gambar 16. Beberapa penelitian mengenai kemampuan agen biologi dalam mengolah air limbah menunjukkan hasil penurunan nilai COD yang berbeda, seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Hal ini disebabkan perbedaan sumber pencemar, nilai COD sebelum diolah, waktu lamanya aerasi, dan agen biologi yang digunakan. Tabel 6. Beberapa penelitian pengolahan air limbah secara biologi dan penurunan COD yang terjadi No Sumber limbah dan Peneliti Agen biologi Awal mgl Akhir mgl Awal – akhir mgl Penurunan COD Lama pengolahan jam 411,00 256,27 154,73 37,67 24 416,17 282,41 178,76 32,65 72 1. PT. INAGRO Rini 1998 Kangkung air Ipomoea aquatica 240,67 133,47 107,20 25,01 144 Eceng gondok Eichhornia crassipes 613,02 192,81 420,21 68,04 24 Kayu apu Pistia stratiotes 192,81 129,87 62,94 32,22 24 2. Kantin buatan Ismanto 2005 Kangkung air Ipomoea aquatica 129,87 89,43 40,44 31,69 24 Kayu apu Pistia stratiotes 100,00 9,00 91,00 91,00 72 Kiambang Salvinia molesta 100,00 8,00 92,00 92,00 72 3. Kegiatan domestik Mursalin 2007 Lemna sp. 100,00 11,00 89,00 89,00 72 Bacillus 41,43 10,83 30,60 73,86 72 Chromobacteri um 41,43 12,11 29,32 70,77 72 Lemna 41,43 8,29 33,14 79,99 72 Lemna – Bacillus sp. 41,43 5,74 35,69 86,15 72 4. Kegiatan domestik Apriadi 2008 Lemna – Chromobacteri um 41,43 7,65 39,78 81,54 72 5. Kegiatan domestik Ishartanto 2008 Bacillus sp. 514,71 94,06 420,65 81,65 12 Bacillus sp. 1520,23 504,37 1015,86 66,82 12 Kangkung air Ipomoea aquatica 1520,23 696,00 824,23 54,22 12 6. Kantin buatan Penulis 2008 Bacillus sp. – Kangkung air Ipomoea aquatica 1520,23 389,30 1130,93 74,39 12 Sistem pengolahan air limbah yang dilakukan penulis membutuhkan biaya listrik untuk aerasi, namun hasil penurunan nilai COD yang terjadi 74,39 jauh lebih besar dibandingkan dengan sistem pengolahan yang dilakukan oleh para peneliti lainnya. Hal tersebut dapat dijadikan pertimbangan jika sistem ini akan diaplikasikan di lapangan. Berdasarkan hasil uji F dengan selang kepercayaan 95 α 0,05 didapat nilai signifikan p untuk keempat perlakuan adalah sebesar 0,001 atau Sig. p 0,05. Hal ini dapat dikatakan bahwa nilai COD berbeda nyata antar perlakuan, dimana perlakuan Bacillus sp. – kangkung air Ipomoea aquatica dan kontrol memberikan pengaruh yang lebih nyata terhadap nilai COD. Begitu pula dengan nilai signifikan p untuk kelima waktu lamanya aerasi adalah 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai COD berbeda nyata antar waktu lamanya aerasi, dimana waktu aerasi selama 12 jam memberikan pengaruh lebih nyata terhadap nilai COD Lampiran 4.

4.3. Koloni bakteri

Bakteri memiliki peranan penting dalam mendekomposisi bahan organik yang terdapat dalam air limbah. Koloni bakteri yang terkandung dalam air limbah dihitung menggunakan metode total count, sehingga jumlah koloni bakteri yang terhitung bukan hanya dari jenis Bacillus sp. saja. Pada penelitian ini tidak dibahas mengenai jenis maupun jumlah bakteri lain yang terkandung dalam air limbah. Bakteri mengalami fase log growth hingga jam ke – 24, hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah koloni bakteri pada jam tersebut. Hal ini disebabkan adanya kandungan bahan organik yang tinggi dalam air limbah awal yang kemudian dimanfaatkan bakteri sebagai makanan yang menghasilkan energi untuk membentuk sel baru dan memperbanyak diri Metcalf dan Eddy 2003. Grafik jumlah koloni bakteri selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 17. Saat proses dekomposisi, bakteri membutuhkan oksigen yang digunakan untuk mengkonversi bahan organik menjadi lebih sederhana misalnya berupa karbondioksida dan uap air. Hal itu dapat dilihat dari menurunnya oksigen terlarut pada jam ke – 12 serta penurunan kandungan bahan organik BOD dan