Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada jam ke – 12 nilai DHL untuk semua perlakuan dan kontrol mengalami sedikit penurunan. Hal ini diduga karena
adanya pemanfaatan mineralbahan anorganik terlarut oleh bakteri dalam jumlah yang lebih besar daripada yang dihasilkan dalam proses dekomposisi. Namun
pada pengamatan jam ke 48 terjadi kondisi yang sebaliknya. Jika dibandingkan dengan nilai baku mutu berdasarkan Perda Jabar No. 39 Th. 2000 tentang
peruntukan air dan baku mutu air pada Sungai Citarum dan anak-anak sungainya di Jawa Barat untuk golongan C 2250
μScm, nilai DHL air limbah olahan masih berada pada kisaran aman untuk kegiatan perikanan. Grafik hasil
pengukuran DHL selama percobaan dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan hasil uji F dengan selang kepercayaan 95
α 0,05 didapat nilai signifikan p untuk keempat perlakuan sebesar 0,385 atau Sig. p 0,05. Hal
ini dapat dikatakan bahwa nilai DHL tidak berbeda nyata antar perlakuan. Sedangkan nilai signifikan p untuk kelima waktu lamanya aerasi adalah 0,05.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai DHL berbeda nyata antar waktu lamanya aerasi Lampiran 4.
4.2.1.3. TSS
Total Suspendeed Solid TSS merupakan jumlah padatan tersuspensi yang
terkandung dalam air. Nilai TSS air limbah kantin buatan sebelum diolah 565 mgl melebihi nilai baku mutu berdasarkan KepMen LH No. 112 Th. 2003
tentang baku mutu air limbah domestik 100 mgl. Tingginya nilai TSS pada suatu perairan dapat menyebabkan peningkatan kekeruhan sehingga menghalangi
intensitas cahaya yang masuk dan menghambat proses fotosintesis, selain itu dapat menyebabkan pendangkalan pada perairan. Nilai TSS selama pengamatan
dapat dilihat pada Gambar 11. Adanya kecenderungan penurunan nilai TSS air limbah yang tajam setelah jam ke-12 pada semua perlakuan dan kontrol
menunjukkan bahwa pengaruh aerasi sangat berperan penting dalam menurunkan TSS.
W aktu aerasi jam ke-
12 24
48 72
TSS m
g l
0.00 25.00
50.00 75.00
100.00 400.00
500.00 600.00
B acillus sp. Kontrol
kangkung air Kangkung - Bacillus sp.
Nilai 95 Convident lim it
Kadar m aksim um berdasarkan KepM en LH No. 112 Th. 2003
Gambar 11. Grafik nilai rataan TSS selama penelitian
Penurunan TSS paling besar setelah jam ke – 12 dihasilkan oleh perlakuan kangkung air – Bacillus sp. yaitu 98,07 diikuti oleh perlakuan Bacillus sp.
96,27 , kangkung air 96, 27 dan kontrol 92,29 . Air limbah olahan keempat perlakuan sejak jam ke-12 memiliki nilai TSS yang telah memenuhi baku
mutu. Penurunan nilai TSS secara visual dapat dilihat dari perubahan warna air limbah sebelum dan setelah diolah Gambar 12. Saat proses pengolahan air
limbah, sebagian partikel – partikel tersuspensi diduga menempel pada sel bakteri dan sebagian lagi organik terlarut terabsorpsi ke dalam sel bakteri Gambar 5.
Ketika aerator dimatikan, sel bakteri yang telah ”kenyang” danatau berat, kemudian mengendap di dasar bak pengolahan, akibatnya nilai TSS dalam
supernatant menurun. Meningkatnya nilai TSS setelah waktu aerasi selama 24 jam diduga terkait jumlah koloni bakteri yang meningkat pada waktu aerasi
tersebut lihat Gambar 17.
Kondisi air limbah awal sebelum pengolahan Setelah diaerasi selama 12 jam
Setelah diaerasi selama 48 jam
Setelah diaerasi selama 48 jam Setelah diaerasi selama 72 jam
Keterangan : K :
Kontrol B : Perlakuan
Bacillus sp.
Ka : Perlakuan kangkung
KB : Perlakuan kangkung – Bacillus sp.
Gambar 12. Foto kondisi air limbah sebelum dan setelah diolah
Berdasarkan hasil uji F dengan selang kepercayaan 95 α 0,05 didapat
nilai signifikan p untuk keempat perlakuan sebesar 0,032 atau Sig. p 0,05. Hal ini berarti bahwa nilai TSS berbeda nyata antar perlakuan, dimana perlakuan
Bacillus sp. – kangkung air Ipomoea aquatica dan kontrol memberikan
pengaruh yang lebih nyata terhadap nilai TSS. Begitu pula dengan nilai signifikan p untuk kelima waktu lamanya aerasi adalah 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai TSS berbeda nyata antar waktu lamanya aerasi, dimana waktu aerasi selama 12 jam memberikan pengaruh lebih nyata terhadap nilai TSS
Lampiran 4. B
Ka KB
K B
Ka KB
K B
Ka KB
K B
Ka KB
K
4.2.2. Parameter kimia air limbah 4.2.2.1. pH