sejauh tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya.
SEl Bahan organik terserap
Bahan Bahan
organik organik
terlarut terlarut
Partikel Partikel
teradsorbsi teradsorbsi
Partikel Partikel
bebas bebas
Lapisan Lapisan
“ “
lendir lendir
” ”
Oksigen Oksigen
penyimpanan penyimpanan
Sel Sel
baru baru
H H
2 2
O O
CO CO
2 2
Produk Produk
sintesa sintesa
Produk Produk
respirasi respirasi
Membran Membran
sel sel
Gambar 5. Mekanisme penghilangan bahan organik oleh bakteri Ismanto 2005
2.4.2. Bioremediasi dan fitoremediasi
Proses degradasi bahan organik secara biologi menjadi senyawa lain misalnya CO
2
, metan, air, garam anorganik, bobot dan hasil samping yang lebih sederhana disebut bioremediasi Citroreksoko 1996. Gandjar dkk. 2006
menyebutkan bahwa bioremediasi merupakan proses yang menggunakan mikroorganisme bakteri, alga, kapang dan jamur atau tumbuhan untuk
membersihkan lingkungan yang tercemar polutan. Bioremediasi dapat dilakukan secara langsung pada lingkungan tercemar in situ dan secara tidak langsung di
luar lingkungan tercemar ex situ. Menurut Sa’id dan Fauzi 1996 bioremediasi diartikan sebagai proses penyehatan remediasi secara biologi terhadap
komponen lingkungan yang telah tercemar. Hindarko 2003 menjelaskan secara garis besar pengolahan air limbah
secara biologi terdiri dari dua macam, yaitu : a.
“Suspended dispersed Growth” tumbuhmenyebar dalam suspensi, dimana mikroorganisme yang melakukan proses pengolahan tersebut selalu
dipertahankan keberadaannya dalam bentuk suspensimelayang – layangmenyebar di dalam air limbah. Misalnya : sistem lumpur aktif
konvensional dengan menggunakan bak aerasi dan sistem SBR Sequence AIR LIMBAH
Batch Reactor .
b. ”Attached Growth” tumbuh menempel, dimana mikroorganisme yang
melakukan proses pengolahan tersebut menempel pada suatu permukaan batuan, keramik, plastik atau media lainnya.
Fitoremediasi merupakan upaya penanganan limbah dan pencemaran lingkungan secara biologi menggunakan tanaman Subroto 1996. Fitoremediasi
menggunakan tumbuhan air merupakan pengolahan air limbah yang termasuk “Attached Growth”. Kehadiran tumbuhan air di perairan akan mempercepat
penurunan kandungan bahan organik, karena selain menyediakan tempat hidup bagi mikroorganisme pada akar tumbuhan air, juga menyumbang oksigen
melalui proses fotosintesis yang diperlukan mikroorganisme untuk menguraikan bahan pencemar Khiatudin 2003.
2.4.3. Sequential Batch Reactor SBR dan pengolahan air limbah konvensional
Sequential Batch Ractor SBR merupakan metode pengolahan air limbah
dalam satu wadah pengolahan, yaitu dengan menambahkan lumpur aktif berisikan bakteri kedalam air limbah lalu diaerasi dalam jangka waktu tertentu.
Setelah periodemasa aerasi mencukupi, kemudian aerator dimatikan dan dilanjutkan dengan proses pengendapan lumpur aktif pada wadah yang sama. Air
limbah olahan dari metode SBR akan dibuang ke alam setelah memenuhi baku mutu air olahan yang ditetapkan pemerintah. Air olahan dibuang dengan cara
memisahkannya dari lumpur aktif yang telah mengendap. Secara skematis proses SBR dapat dilihat pada Gambar 6.
Pada instalasi pengolahan air limbah IPAL konvensional, dimana air limbah yang dihasilkan berlangsung secara kontinyu 24 jam sehari, 7 hari
seminggu dan seterusnya., proses aerasi dan pengendapan lumpur aktif dilakukan secara serentak dan berlangsung kontinyu pada wadah-wadah yang berbeda.
Sebagaian lumpur aktif pada bak pengendap clarifier harus dikembalikan ke dalam bak aerasi sebagai RASReturned Activated Sludge dan sebagian dibuang
sebagai WASWasting Activated Sludge. Lihat Gambar 7 di bawah ini.
Influent Effluent
RAS WAS
Tangki Aerasi Tangki
Pengendapan Gambar 6. Skema pengolahan air limbah dengan metode
Sequential Batch Reactor SBR
Gambar 7. Skema pengolahan air limbah konvensional
Keunggulan sistem SBR dibandingkan sistem konvensional adalah pada sistem SBR tidak perlu pemisahan bak aerasi dengan bak pengendap, sehingga
tidak perlu melakukan pengembalian lumpur RAS ke dalam bak aerasi, karena proses aerasi dan pengendapan dilakukan pada wadah yang sama. Selain itu, cara
SBR juga akan menghemat biaya investasi, diantaranya untuk lahan, listrik dan tenaga kerja.
III. METODE PENELITIAN